Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penderita kanker payudara merupakan salah satu prevalensi
tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 0.5%. Provinsi dengan
prevalensi kanker payudara tertinggi adalah DI Yogyakarta yaitu
2.4%(RISKESDAS 2013). Kasus baru kanker payudara menjadi
kasus kematian tertinggi di Indonesia dengan angka kematian 21.5
per 100 ribu.
Penyakit kanker payudara tergolong penyakit kanker dengan
persentase kasus baru(setelah dikontrol dengan umur) tertinggi,
yaitu sebesar 43,3% dan persentase kematian(setelah dikontrol
dengan umur) sebesar 12,9% (GLOBOCAN 2012).
Sistem integumen terdiri dari kulit dengan struktur adneksa
seperti rambut dan glandula-glandula, hoof, kuku dan modifikasi
lainnya terutama pada bagian epitelium kulit. Kulit mempunyai
peranan penting sebagai pelindung tubuh pertama terhadap
patogen atau mikroorganisme, mengurangi pengeluaran air dan
elektrolit, membantu mengatur suhu dan tekanan darah serta
melindungi organ dibawahnya jika terjadi trauma (Frandson et al.,
2007).
Hal inilah yang menjadi alasan kami menulis makalah dengan
judul “Modifikasi Kulit sebagai Kelenjar Mammae”. Untuk bisa
melawan kanker payudara, pertama kita harus terlebih dahulu
mngetahui tentang kelenjar Mammae, atau kelenjar payudara.
Kelenjar mammae adalah modifikasi dari kelenjar keringat sebagai
bagian dari system integument. Karen a itulah kami mencoba untuk
menjelaskan kelenjar mammae sebagai modifikasi dari system
integument secara umum.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan sistem integumen?
2. Apa perbedaan dari perkembangan kelenjar mammae pada
masa kehamilan, pasca menyusui, dan pasca menopause?
3. Bagaimana proses modifikasi kelenjar mammae?
4. Bagaimana struktur kelenjar mammae?
5. Bagaimana struktur histologi kelenjar mammae?

C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang sistem integumen.
2. Menjelaskan perkembangan kelenjar mammae pada masa
kehamilan, pasca menyusui, dan pasca menopause.
3. Menjelaskan perkembangan kelenjar mammae pada masa
kehamilan, pasca menyusui, dan pasca menopause.
4. Mengenal bagian-bagian dan fungsi dari setiap bagian kelenjar
mammae.
5. Menjelaskan struktur histologi kelenjar mammae.

2
PEMBAHASAN

Kulit adalah selimut yang menutupi permukaan tubuh dan


memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam
gangguan dan rangsangan dari luar. Luas kulit pada manusia kurang
lebih 2 meter persegi, dengan berat 10kg jika dengan lemaknya atau 4
kg jika tanpa lemak (Tranggono, 2007).

Jadi, kulit merupakan sebuah lapisan terluar tubuh manusia


yang berfungsi sebagai pelindung dari berbagai gangguan dan
disamping itu kulit juga mempunyai fungi sebagai pertahanan pertama
kekebalan manusia. Oleh karena itu, kulit tersusun dari berbagi lapisan.
Lapisan kulit yang paling luar adalah epidermis, lapisan ini tahan air
dan berfungsi sebagai penghalang terhadap infeksi. Lapisan di
bawahnya yaitu lapisan dermis yang fungsinya sebagai lokasi untuk
pelengkap kulit. Dibawah lapisan dermis terdapat lapisan hipodermis
sebagai subkutan lapisan adiposa. Dari lapisan kulit tersebut ada yang
mengalami modifikasi, salah satunya modifikasi ini terjadi pada kelenjar
keringat yang berubah menjadi kelenjar mamae.

Kelenjar payudara merupakan kelenjar aksesoris kulit khusus


yang terdapat pada wanita maupun pria. Pada pria maupun wanita
yang belum dewasa payudara memiliki bentuk yang sama (Snell,
2012). Payudara yang matang merupakan salah satu tanda kelamin
sekunder dari seorang gadis dan merupakan salah satu organ yang
indah dan menarik. Lebih dari itu, fungsi organ ini menjadi sangat
berperan dalam hal mempertahankan keturunan (Hanum, 2010).
Papilla mammae( puting susu) kecil dan dikelilingi oleh daerah kulit
yang berwarna gelap yang disebut areola mammae. Jaringan payudara
sendiri tersusun oleh sekelompok kecil sistem saluran yang terdapat di

3
dalam jaringan ikat dan bermuara di daerah areola mammae (Snell,
2012).
Kelenjar payudara merupakan modifikasi dari kelenjar
keringat, disusun oleh duktus dan alveoli payudara. Kelenjar ini
berkembang pada payudara wanita di masa pubertas dan berfungsi
dalam aktivitas laktasi atau menyusui. Fungsi laktasi sendiri dengan
sistem reproduksi, di mana dari proses laktasi atau menyusu dihasilkan
susu yang berfungsi sebagai nutrisi anak. Bentuk dan ukuran payudara
sangat bervariasi sesuai dengan perbedaan genetik, persentasi lemak
tubuh, atau kehamilan. Saat massa pubertas, estrogen dari ovarium
menstimulus pertumbuhan kelenjar payudara dan deposit jaringan
adiposa di dalam payudara. Kelenjar payudara mengalami hipertrofi
pada wanita di massa kehamilan dan menyusui dan biasanya atrofi
setelah menopause (Graff, 2002).

Kelenjar ini terdiri atas berbagai struktur seperti:


1. kelenjar jenis tubulo-alveolar, yang mampu mensekresikan
ASI;
2. jaringan ikat fibrosa yang menghubungkan lobus-lobusnya;
3. jaringan lemak interlobar di antara lobus-lobus dan lobulus-
lobulus kelenjarnya (Santoso, 2005).
Payudara terbentuk dimulai pada embrio muda di mana timbul
sebuah garis penebalan ektoderm disebut rigi susu, yang terbentang
dari aksial miring ke regioninguinalis (Moore et al,2010). Kelenjar ini
pertama kali dapat terlihat pada embrio yang berusia 4 minggu sebagai
tunas (bud) atau nodul jaringan epitel yang tampak di sepanjang garis
yang disebut krista susu. Pada embrio yang lebih berkembang, krista
ini meluas dari midaksilaris sampai daerah inguinal (Linda dan Danny,
2008). Pada hewan, beberapa kelenjar payudara dibentuk di sepanjang
linea ini. Pada manusia, linea ini menghilang kecuali sebagian kecil di
region pektoralis. Daerah kecil ini menebal, sedikit tertekan, dan

4
mengirim 15 sampai 20 tali padat, yang tumbuh ke dalam mesenkim di
bawahnya. Sementara itu, mesenkim berproliferasi, dan ektoderm yang
tertekan menebal menjadi timbul ke permukaan untuk membentuk
papilla mammae (Moore et al, 2010). Bagian ini berkembang di bawah
pengaruh sinyal parakrin dan mesenkim. Tunas epitel sekunder
nantinya akan membentuk korda seluler yang memanjang dan
bercabang serta memiliki rongga. Korda ini menjadi duktus ekstretoris
dan laktiferus pada kelenjar payudara (Linda dan Danny, 2008). Pada
usia 5 bulan, dapat ditemukan areola pada kulit sebagai area sirkular
yang berpigmen di sekitar bakal papilla mammae (Moore et al, 2010).
Jumlah lemak yang mengelilingi jaringan kelenjar menentukan ukuran
dari payudara pada massa tidak menyusui. Secara kasar, anatomi
sirkular dari payudara sendiri bersandar di atas sebuah bantalan yang
meluas secara transversal dari batas lateral sternum ke arah garis
midaksilaris dan secara vertikal dari kosta kedua hingga keenam. Dua
per tiga dari bagian bantalan payudara dibentuk oleh fasia pektoral
yang menutupi pektoralis mayor; satu per tiga bagian lainnya oleh fasia
yang menutupi serratus anterior. Di antara payudara dan fasia pektoral
adalah sebuah latar jaringan ikat longgar ataupun ruang potensial ̶
retromammary space (bursa) (Moore et al, 2010).
Setiap kelenjar payudara terdiri atas 15 sampai 20 lobus, di mana
pada setiap lobusnya memiliki saluran drainase menuju bagian luar.
Lobus-lobus tersebut dipisahkan oleh jaringan lemak dengan jumlah
yang bervariasi. Jumlah dari jaringan lemak menentukan ukuran dan
bentuk payudara namun tidak menentukan kemampuan wanita untuk
mengasuh. Setiap lobus dibagi lagi menjadi lobuluslobulus yang
mengandung alveoli kelenjar payudara. Alveoli payudara adalah
struktur yang menghasilkan susu pada wanita yang menyusui.
Ligamentum suspensorium diantara lobulus memanjang dari kulit ke
bagian fasia dalam menutupi otot pektoralis mayor dan menyokong
payudara. Sekumpulan alveoli payudara mensekresikan susu ke dalam

5
saluran payudara yang berkumpul untuk membentuk saluran laktiferus.
Lumen pada setiap saluran laktiferus memanjang dekat puting untuk
membentuk sinus laktiferus. Susu disimpan di dalam sinus laktiferus
sebelum dialirkan ke ujung puting (Graff, 2002).

Gambar 2.1 Potongan superfisial regio pektoralis wanita. Fasia


pektoral telah diangkat kecuali yang melekat dalam pada payudara.
Dasar payudara meluas dari tulang kosta kedua sampai keenam.
Sumber : Clinically Oriented Anatomy (Moore et al, 2010)

Struktur histologi kelenjar ini mengalami sedikit perubahan


selama siklus
menstruasi, misalnya proliferasi sel duktus di sekitar masa ovulasi.
Perubahan ini bertepatan dengan saat ketika kadar estrogen yang
beredar mencapai puncaknya. Bertambahnya cairan jaringan ikat pada
fase pra-menstruasi menambah besar payudara. Papilla mammae
(puting susu) berbentuk kerucut dan warnanya mungkin merah muda,

6
coklat muda atau coklat tua. Bagian luar papilla mammae ditutupi epitel
berlapis gepeng dengan lapisan tanduk yang berhubungan langsung
kulit di dekatnya. Kulit di sekitar papilla mammae membentuk areola
mammae. Epitel papilla mammae berada di atas selapis jaringan ikat
yang banyak mengandung serabut otot polos. Serabut-serabut ini
tersusun melingkari duktus laktiferus yang lebih dalam dan tersusun
sejajar terhadap duktus ini di tempat masuknya duktus pada papilla
mammae. Papilla mammae ini banyak dipersarafi oleh ujung saraf
sensorik. Payudara tumbuh pesat selama kehamilan sebagai akibat
kerja sinergis beberapa hormon, terutama estrogen, progesteron,
prolaktin, dan laktogen plasenta manusia. Salah satu fungsi hormon ini
adalah proliferasi alveoli di ujung duktus terminalis. Alveoli adalah
struktur bulat yang terdiri atas kumpulan sel epitel yang menjadi
struktur pensekresi. Sel mioepitel stelata dijumpai di antara sel-sel
epitel alveoli dan lamina basal. Jumlah jaringan ikat dan jaringan
lemak, dibandingkan dengan parenkim, berkurang selama kehamilan,
Selama laktasi, susu diproduksi oleh sel-sel epitel alveoli dan
mengumpul di dalam lumennya dan di dalam duktus laktiferus. Sel-sel
sekretoris mengecil dan berbentuk kuboid rendah, serta sitoplasmanya
mengandung tetesan bulat dengan berbagai ukuran, yang terutama
mengandung trigliserida netral. Tetes lipid ini keluar dari sel ke dalam
lumen dan sewaktu keluar, lipid ini diliputi sebagian membran sel
apikal. Komposisi lipid lebih kurang 4% dari susu manusia. Setelah
tetes lipid, terdapat banyak vakuol berbatas membran yang
mengandung granul berisi kasein dan protein susu lainnya. Protein
susu mencakup beberapa kasein, α-laktalbumin, dan IgA yang
dihasilkan plasmosit (Janq oueira, 2004). Terdapat perbedaan pada
payudara yang dikaitkan dengan berbagai kondisi seperti kehamilan,
pasca menyusui, dan pascamenopause. Pada massa kehamilan saja,
keadaan payudara di awal maupun akhir kehamilan juga berbeda.
Dalam bulan-bulan awal kehamilan, terdapat penambahan yang cepat

7
dan panjang dari cabang-cabang sistem duktus. Alveoli sekretorius
berkembang pada ujung duktus-duktus kecil, jaringan penyambung
mulai terisi dengan alveoli sekretorius yang menyebar dan bertunas.
Vaskularisasi jaringan penyambung juga meningkat untuk
menyediakan makanan yang cukup bagi kelenjar yang sedang
berkembang. Papilla mammae membesar dan areola menjadi lebih
gelap dan lebih lebar sebagai akibat dari bertambahnya deposit pigmen
melanin di dalam epidermis. Kelenjar areola membesar dan menjadi
lebih aktif. Selama massa pertengahan kedua kehamilan, pertumbuhan
menjadi melambat. Namun demikian, kelenjar payudara tetap
bertambah besar, terutama disebabkan oleh menggelembungnya
alveoli sekretorius oleh cairan yang disebut colostrum. Begitu bayi
disapih payudara kembali ke stadium inaktifnya. Susu yang tertinggal
diserap kembali, alveoli sekretorius mengerut, dan hampir seluruh
alveoli menghilang. Jaringan penyambung interlobaris menebal.
Kelenjar payudara beserta papilla mammae mengecil dan kembali
mendekati ukuran semula. Pigmentasi areola berkurang, tetapi warna
areanya tidak pernah kembali sepucat sebelumnya. Setelah
menopause, payudara mengalami atrofi. Hampir seluruh alveoli
sekretorius menghilang, meninggalkan duktus. Jumlah jaringan adiposa
dapat bertambah atau berkurang. Payudara cenderung mengecil dan
terletak dalam posisi menggantung. Atrofi pascamenopause
disebabkan oleh tidak adanya hormon estrogen ovarium dan
progesteron (Snell, 2012).

8
DAFTAR PUSTAKA

Liebich, Hans George.2002. Veterinary Anatomy of Domestic


Mammals. London: Sohottouce.
Blakely, J. and D.H. Bade.1991. Ilmu Peternakan, edisi keempat.
Jogjakarta: Gadjah Mada University Press.
Sutarno, T.1999. Manajemen Ternak Perah. Jogjakarta: Gadjah Mada
University Press.

Anda mungkin juga menyukai