Anda di halaman 1dari 16

INDEPENDENT LEARNING

BPH (Benign Prostatic Hyperolasis)


PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Disusun Oleh :
Tegar Wira Darmawan
1710201263
PSIK 8C/c5

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYiYAH
YOGYAKARTA
2021
MIND MAPPING BPH

Definisi:
BPH (Benign Prostatic Hyperolasis) adalah Penatalaksanaan
penyakit pembesaran prostat yang disebabkan oleh 1. Observasi
proses penuaan yang dialami oleh pria usia > 50 2. Terapi medikamentosa
tahun yang mengakibatkan obstruksi leher 3. Terapi bedah
kandung kemih, menghambat pengosongan
kandung kemih, dan gangguan perkemihan.

BPH Pemeriksaan diagnostik


Klasifikasi BPH : 1. Pemeriksaan fisik
Derajat 1 2. Pemeriksaan laboratorium
Derajat 2 3. Ultrasonography (USG)
4. Pemeriksaan IVP
Derajat 3
Derajat 4

Komplikasi:
Etiologi: 1. Retensio urin akut
1. Teori Dehidrotestosteron 2. Infeksi saluran kemih
2. Teori hormone Manifestasi klinis: 3. Involusi kontruksi kandung
3. Factor interaksi stroma dan epitel 1. Kelainan pada saluran kemih bawah kemih
a. Gejala obstruksi : retensi urine, 4. Refluk kandung kemih
epiltel hesitansi, pancaran miksi lemah,
4. Teori berkurangnya kematian sel 5. Hydroureter dan hidronefrosis
intermiten, miksi tidak puas
5. Teori sel stem b. Gejala iritasi : frekuensi, nekturia, 6. Gagal ginjal
urgensi, dysuria 7. Hematuri
2. Gejala pada saluran kemih atas
Gejala obstruksi : nyeri pinggang, benjolan
dipinggang, dan demam
3. Gejala diluar saluran kemih
4. Hernia inguinalis
PATHWAY

Penuaan

Perubahan keseimbangan estrogen dan testosterone

Produksi testosterone menurun dan estrogen meningkat

BPH

Pre Operasi Post operasi

Pembesaran prostat Prostalektomi

Penyempitan uretra
pars prostat Trauma bekas insisi

Nyeri akut Pendarahan

Kekurangan
volume cairan
ASUHAN KEPERAWATAN
ANALISIS DATA
Data Fokus Masalah Penyebab
Ds : Nyeri akut Agen cidera
biologis
- Pasien mengatakan nyeri dan
terasa panas saat BAK
- P : Post operasi TURP
- Q : Ditusuk tusuk
- R : Saluran kencing
- S : Skala 6 dengan rentang (1-
10)
- T : Hilang timbul

Do :

- Pasien tampak berbicara


dengan intonasi lemah
merintih kesakitan karena
merasakan nyeri

Ds : Kekurangan Kehilangan cairan


volume cairan aktif
- Pasien mengatakan selama
dirumah sakit konsumsi air
putih pasien 2-3 gelas per hari
- Pasien mengatakan BAK 3-4
kali sehari berwarna putih
sedikit kuning

Do :

- Konjungtiva anemis
- Bibir pucat dan kering
- Capillary refil < 2 detik
- Terpasang kateter urine
berwarna kuining pekat
- NaCl 0,9% 20 tpm
- S : 36,7

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis


2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Tujuan Intervensi
No. Diagnosa Rasionalisasi
NOC NIC
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri 1. Untuk
dengan agen cidera biologis asuhan keperawatan selama 3x 1. Lakukan pengkajian mengetahui
24 jam, nyeri akut dapat teratasi nyeri komprehensif keseriusan nyeri
dengan kriteria hasil : yang meliputi lokasi, yang dirasakan
Tingkat nyeri : karakteristik, oleh pasien
1. Nyeri yang dilaporkan onset/durasi,frekuensi, 2. Untuk
dari skor 2 menjadi 4 kualitas, intensitas mengetahui
2. Mengerang dan atau beratnya nyeri respon non
menangis dari skor 2-4 dan factor pencetus verbal pasien
3. Ekspresi wajah dari skor 2. Observasi adanya terhadap nyeri
2 menjadi 4 petunjuk non verbal 3. Istirahat dapat
4. Tidak bisa istirahat dari mengenai membantu
skor 2-4 ketidaknyamanan penurunan nyeri
pada pasien
3. Dukung istirahat/tidur
yang adekuat untuk
membantu penurunan 4. Agar nyeri yang
nyeri dirasakan pasien
4. Ajarkan teknik non menurun
farmakologi seperti
relaksasi
2. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan Manajemen cairan : 1. Agar jumlah
berhubungan dengan asuhan keperawatan selama 3x 1. Jaga intake/asupan intake dan
kehilangan cairan aktif 24jam, kekurangan volume yang akurat dan catat output pasien
cairan dapat teratasi dengan output pasien tidak kurang
kriteria hasil : 2. Monitor status hidrasi dari kebutuhan
Keseimbangan cairan : pasien 2. Untuk
1. Keseimbangan intake 3. Monitor tanda tanda mencegah
dan output selama 24 jam vital pasien dehidrasi pada
dari skor 2 menjadi 4 4. Dukung pasien dan pasien
2. Kelembaban membrane keluarga untuk 3. Untuk
mukosa dari skor 2 membantu dalam mengetahui
menjadi 4 pemberian makan kondisi vital
3. Berat jenis urin dari skor yang baik pasien yang
2 menjadi 4 abnormal
5. Berikan cairan dengan 4. Agar intake
tepat pasien sesuai
dengan
kebutuhan tubuh
5. Untuk
mencegah
dehidrasi pada
pasien
A. Pembahasan intervensi keperawatan
Relaksasi Progresif untuk meringankan nyeri pada jurnal yang berjudul ‘Relaksasi
Progresif terhadap Intensitas Nyeri Post Operasi BPH (Benigna Prostat Hyperplasia)’ yang
disusun oleh Aprina 2017, Noven Ilham Yowanda , Sunarsih pada tahun 2020 menyatakan
bahwa nilai rata-rata intensitas nyeri sebelum diberikan relaksasi progresif adalah 5.20
dengan standar deviasi 0.834 yang termasuk dalam katagori nyeri sedang, sedangkan
setelah diberikan relaksasi progresif adalah 3.60 dengan standar deviasi 0.681 yang
termasuk dalam katagori nyeri ringan. Sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan
yang bermakna antara rata- rata skala intensitas nyeri pasca operasi BPH (Benigna Prostat
Hyperlasia) sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi progresif. Beberapa penelitian,
telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pascaoperasi. Ini
mungkin karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri pascaoperatif atau
kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi tersebut agar efektif. Periode relaksasi
yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi
dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri
Relaksasi Progresif terhadap Intensitas Nyeri
Post Operasi BPH (Benigna Prostat Hyperplasia)

Aprina1, Noven Ilham Yowanda2, Sunarsih3


1,2,3
Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang
Email: aprinamurhan@yahoo.co.id

Abstract: Progressive Relaxation of Pain Intensity Post Operation BPH (Benigna Prostate
Hyperplasia). Pain is one of the most common complaints in patients after experiencing a surgery.
Surgery is a biphasic event against the human body that implies pain management. In post-surgery
patients feel severe pain and 75% of patients have unpleasant experiences due to inadequate pain
management.Based on the results of activity reports in Dr. Hi. Abdul Moeloek Public Hospital in
Lampung Province in July-December 2016 obtained data operation BPH as many as 51
inhabitants. The objective of this research was to find out the effect of progressive relaxation to an
intensity of pain for BPH (Benigna Prostate Hyperplasia) post-surgery patient. This was a quasi-
experiment research by using one group pretest and posttest design. 20 respondent samples were
taken by using accidental sampling. Data were collected by using observation sheet and analyzed
by using univariate and bivariate analyses with Wilcoxon sign test. The results showed that the
mean value of pain before the progressive relaxation therapy equal to 5.20 with standard deviation
0.834. While the mean value of pain scale after it was 3.60 with standard deviation 0.681. Analysis
with Wilcoxon sign test derived p-value 0.000 (ρ-value 0.000 < α 0.05), and the conclusion there
was a significant effect the mean value of pain in the post-surgery patient’s BPH (Benigna Prostate
Hyperplasia) after progressive relaxation therapy. The researcher expects that the progressive
relaxation therapy can be used by more operational methods.

Keywords: BPH, Pain, Progressive relaxation

Abstrak: Relaksasi Progresif terhadap Intensitas Nyeri Post Operasi BPH (Benigna Prostat
Hyperplasia). Nyeri merupakan salah satu keluhan tersering pada pasien setelah mengalami suatu
tindakan pembedahan. Pembedahan merupakan suatu peristiwa yang bersifat bifasik terhadap
tubuh manusia yang berimplikasi pada pengelolaan nyeri. Pada pasca pembedahan pasien
merasakan nyeri hebat dan 75% penderita mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan
akibat pengelolaan nyeri yang tidak adekuat. Berdasarkan pre survey total populasi post operasi
BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dari
bulan Juli-Desember 2016 adalah sebanyak 51 pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
pengaruh terapi relaksasi progresif terhadap intensitas nyeri post op BPH (Benigna Prostat
Hyperplasia). Rancangan penelitian Quasi Eksperimen dengan desain penelitian One Group Pre-
Post Test dengan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Accidental Sampling. Jumlah
sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 20 responden. Pengumpulan data
menggunakan lembar observasi, analisa data menggunakan analisa univariat dan bivariat dengan
uji Wilcoxon. Hasil penelitian yang dilakukan peneliti diketahui skala intensitas nyeri sebelum
terapi relaksasi progresif didapatkan hasil mean 5.20 Dengan standar deviasi 0.834. Sedangkan
skala intensitas nyeri sesudah terapi relaksasi progresif didapatkan hasil mean 3.60 dengan standar
devisiasi 0.681 hasil uji statistik didapatkan nilai nilai ρ-value 0.000 (ρ-value 0.000 < α 0.05),
maka dapat disimpulkan ada pengaruh rata-rata intensitas nyeri yang bermakna pada pasien post
op BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) yang sudah dilakukan tindakan teknik relaksasi progresif.
Peneliti berharap agar kedepannya banyak dilakukan penelitian terapi relaksasi progresif dengan
metode operasional yang lebih bervariasi.

Kata kunci: BPH, Nyeri, Relaksasi Progresif

BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) makin bertambah sesuai dengan penambahan


merupakan suatu penyakit dimana terjadi usia, sehingga pada usia di atas 80 tahun kira-kira
pembesaran dari kelenjar prostat akibat 80% dari laki-laki yang menderita kelaininan ini.
hyperplasia jinak dari sel-sel yang biasa terjadi Menurut beberapa referensi di Indonesia, sekitar
pada laki-laki berusia lanjut. kelainan ini 90% laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas
ditentukan pada usia 40 tahun dan frekuensinya mengalami gangguan berupa pembesaran

289
Aprina, Relaksasi Progresif terhadap Intensitas Nyeri Post Operasi BPH ... 290

kelenjar prostat (Bufa,2006 dalam Samidah & yang memiliki prevalensi kanker prostat tertinggi
Romadhon, 2015). adalah Yogyakarta, Bali, Sulawesi Utara, dan
Pada beberapa pasien dengan usia diatas Sulawesi Selatan yaitu sebesar 0,5%. Estimasi
40 tahun kelenjar prostatnya mengalami jumlah absolut penderita kanker prostat di
pembesaran, karena terjadi perubahan Sulawesi Utara adalah 601 penderita (Solang
keseimbangan testoteron dan estrogen, dkk, 2016).
komplikasi yang disebabkan dari pembesaran Sejauh ini, faktor risiko yang diketahui
prostat dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal, terkait dengan terjadinya kanker prostat adalah
refluks vesikuoreter batu hematuria, dan umur, ras dan riwayat kanker prostat dalam
disfungsi seksual. keluarga. Umumnya kanker prostat mengenai
Menurut WHO pada tahun 2012, pria dewasa tua dengan puncak pada umur 65-75
diperkirakan bilangan penderita BPH (Benigna tahun. Hasil otopsi dari berbagai negara
Prostat Hyperplasia) adalah sebanyak 30 juta, menunjukkan sekitar 15- 30% laki-laki berusia
bilangan ini hanya pada kaum pria kerana wanita 50 tahun menderita kanker prostat secara samar
tidak mempunyai kalenjar prostat, maka oleh dengan usia 80 tahun sebanyak 60-70% laki-laki
sebab itu, BPHterjadi hanya pada kaum pria memiliki gambaran patologi anatomi keganasan
(Samidah & Romadhon, 2015). prostat (Solang dkk, 2016).
BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) Data pre survey di RSUD Dr. H. Abdul
menjadi masalah global pada pria usia lanjut. Di Moeloek pasien dengan post op BPH (Benigna
dunia, hampir 30 juta pria menderita Prostat Hyperplasia) adalah sebanyak 51 pasien
BPH(Benigna Prostat Hyperplasia). Pada usia 40 yaitu dari Juli-Desember 2016.
tahun sekitar 40%, usia 60-70 tahun meningkat Pembedahan merupakan suatu tindakan
menjadi 50% dan usia lebih dari 70 tahun pengobatan yang menggunakan cara invasif
mencapai 90%. Diperkirakan sebanyak 60% pria dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh
usia lebih dari 80 tahun memberikan gejala yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh
Lower Urinary Tract sympstons (LUTS). Di ini umumnya dilakukan dengan membuat
Amerika Serikat, hampir 14 juta pria menderita sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani
BPH (Benigna Prostat Hyperplasia). Prevalensi ditampilkan, selanjutnya dilakukan perbaikan
dan kejadian BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan
di Amerika Serikat terus meningkat pada tahun luka. Setiap pembedahan selalu berhubungan
1994-2000 dan tahun 1998-2007. Peningkatan dengan insisi yang merupakan trauma bagi
jumlah insiden ini akan terus berlangsung sampai penderita yang menimbulkan berbagai keluhan
beberapa dekade mendatang (Sampekalo dkk, dan gejala. Salah satu keluhan yang sering
2015). dikemukakan adalah nyeri (Sjamsuhidajat &
Data di USA menunjukkan bahwa lebih Jong, 2005).
dari 90% kanker prostat ditemukan pada stadium Nyeri merupakan salah satu keluhan
dini, sedangkan di Indonesia banyak ditemukan tersering pada pasien setelah mengalami suatu
pada stadium lanjut karena terjadi keterlambatan tindakan pembedahan. Pembedahan merupakan
diagnosis. Gejala pada kanker prostat berupa suatu peristiwa yang bersifat bifasik terhadap
keluhan kemih atau retensi, sakit punggung dan tubuh manusia yang berimplikasi pada
hematuria, namun gejala tersebut juga terdapat pengelolaan nyeri. Lama waktu pemulihan pasien
pada penyakit BPH (Benigna Prostate post operasi normalnya terjadi hanya dalam satu
Hyperplasia) sehingga pemeriksaan fisik saja sampai dua jam (Potter & Perry, 2005).
tidak dapat diandalkan (Solang dkk, 2016). Pada pasca pembedahan (pasca operasi)
Di Indonesia, berdasarkan data Globocan pasien merasakan nyeri hebat dan 75% penderita
tahun 2012 menunjukan insidens kanker prostat mempunyai pengalaman yang kurang
menempati urutan ke-3 kanker pada pria setelah menyenangkan akibat pengelolaan nyeri yang
kanker paru dan kanker kolorektum, sedangkan tidak adekuat (Sutanto, 2004 dalam Pinandita
angka kematian menempati urutan ke-4. Untuk dkk, 2012).
kanker pada kedua jenis kelamin, kanker prostat Nyeri menurut asosiasi internasional untuk
berada pada urutan ke-5, data menurut Globocan penelitian nyeri (International Association for
tahun 2008 menunjukkan kanker prostat di The study of pain, IASP, 1979) mendefnisikan
Indonesia menempati urutan ke-5 (Solang dkk, nyeri sebagai suatu subjektif pengalaman
2016). emosional yang tidak menyenangkan berkaitan
Prevalensi kanker prostat di Indonesia dengan kerusakan jaringan yang aktual,
tahun 2013 adalah sebesar 0,2 % atau potensial, atau yang dirasakan dalam kejadian-
diperkirakan sebanyak 25.012 penderita. Provinsi kejadian saat terjadi kerusakan (Sulistyo, 2013).
291 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 2, Agustus 2017, hlm 289-295

Menurut (Potter & Perry, 2006) teknik NRS dengan menggunakan skala nyeri 0-10 dan
relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik lembar observasi. Intrumen yang digunakan
dari ketegangan dan stress. Teknik relaksasi dalam terapi latihan relaksasi progresif adalah
memberikan individu kontrol diri ketika terjadi menggunakan SOP relaksasi progresif dengan
rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan cara megukur skala nyeri sebelum dan sesudah
emosi pada nyeri.Teknik relaksasi dapat diberikan relaksasi progresif. Analisa data
digunakan. saat individu dalam keadaan sehat menggunakan analisa univariat dan bivariat
atau sakit. Teknik relaksasi dan imajinasi salah dengan uji Wilcoxon.
satu teknik yang digunakan dalam menurunkan
nyeri pada pasien, dalam penelitian ini khususnya
pada pasien pasca bedah. Teknik relaksasi HASIL
meliputi meditasi, yoga, Zen, teknik imajinasi,
dan latihan relaksasi progresif (Potter & Perry, Tabel 1. Analisa Data Univariat Skala
2006). Intensitas Nyeri Sebelum Dan Setelah
Relaksasi progresif pada seluruh tubuh Diberikan Terapi Relaksasi Progresif
memakan waktu sekitar 15 menit. Klien member Min -
perhatian pada tubuh, memperlihatkan daerah Nyeri Mean Median SD Maks
ketegangan. Daerah yang tegangdigantikan
dengan rasa hangat dan relaksasi. Latihan Sebelum 5.20 5.00 0.834 4-6
relaksasi progresif meliputi kombinasi latihan
pernafasan yang terkontrol dan rangkaian Sesudah 3.60 4.00 0.681 4-6
kontraksi serta relaksasi kelompok otot (Potter &
Perry, 2006).
Berdasarkan fenomena tersebut diatas Dari tabel diatas diketahui skala intensitas
maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh nyeri pasca operasi nilai sebelum terapi relaksasi
relaksasi progresif terhadap penurunan nyeri post progresif didapatkan hasil mean 5.20, median
BPH(Benigna Prostat Hyperplasia) di RSUD Dr. 5.00, standar deviasi 0.834, nilai minimum 4 dan
H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. nilai maksimum 6. Sedangkan skala intensitas
intensitas nyeri pasca operasi nilai sesudah terapi
relaksasi progresifdi dapatkan hasil mean 3.60,
METODE median 4.00, standar deviasi 0.681, nilai
minimum 2 dan nilai maksimum 5.
Jenis penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan desain kuasi eksperimen Tabel 2. Perbandingan Skala Intensitas Nyeri
(quasy experiment ) yang diperluas dengan Sebelum Dan Sesudah Diberikan
rancangan one group pretest-posttest. Populasi Terapi Relaksasi Progresif
dalam penelitian adalah pasien post operasi Nyeri Mean SD SE p-value n
BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) di ruang
kutilang RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Sebelum 5.20 0.834 0.182
Provinsi lampung sebanyak 51 pasien. 0.000 20
Jenis penelitian kuantitatif, Peneliti Sesudah 3.60 0.681 0.152
menggunakandesain pra eksperimen dengan
rancangan desain one group pre-post test.
Populasi penelitian ini adalah penderita post Rata-rata intensitas nyeri sebelum
BPH(Benigna Prostat Hyperplasia)<6 jam dan diberikan terapi relaksasi progesif adalah 5.20
hari ke-2 post operasi. BPH (Benigna Prostat dengan standar deviasi 0.834. Sedangkan sesudah
Hyperplasia). Teknik pengambilan sampel pada diberikan terapi relaksasi progresif adalah 3.60
penelitian ini menggunakan teknik Accidental dengan standar deviasi 0.681. Hasil uji statistik
sampling. Pada penelitian ini sampel sampel dengan menggunakan uji wilcoxon didapatkan
yang digunakan sebanyak 20 responden. Teknik nilai ρvalue 0.000 (ρvalue 0.000 < α 0.05), maka
sampling yang digunakan dalam penelitian ini dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang
adalah teknik Accidental sampling, adalah bermakna rata-rata skala intensitas nyeri pasca
pengambilan sampel dilakukan dengan operasi sebelum dan sesudah diberikan terapi
mengambil kasus atau responden yang kebetulan relaksasi progresif
ada atau tersedia disuatu tempat sesuai dengan
konteks penelitian (Notoatmodjjo, 2010). Alat
pengumpul data penelitian ini adalah lembar
Aprina, Relaksasi Progresif terhadap Intensitas Nyeri Post Operasi BPH ... 292

PEMBAHASAN subjektif tempatnya pada korteks (pada fungsi


evaluatif kognitif). Persepsi ini dipengaruhi oleh
Intensitas Nyeri Pada Pre Dan Post Intervensi faktor yang dapat memicu stimulasi nociceptor.
Pasca Operasi BPH (Benigna Prostat Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah
Hyperplasia) toleransi (Hidayat, 2006).
Manajemen nyeri merupakan salah satu
Dari hasil penelitian yang dilakukan cara yang digunakan dibidang kesehatan untuk
menunjukkan nilai rata-rata intensitas nyeri mengatasi nyeri yang dialami oleh pasien.
sebelum diberikan relaksasi progresif adalah 5.20 Manajemen nyeri yang tepat haruslah mencakup
dengan standar deviasi 0.834 yang termasuk penanganan secara keseluruhan, tidak hanya
dalam katagori nyeri sedang, sedangkan setelah terbatas pada pendekatan farmakologi saja,
diberikan relaksasi progresif adalah 3.60 dengan karena nyeri juga dipengaruhi oleh emosi dan
standar deviasi 0.681 yang termasuk dalam tanggapan individu terhadap dirinya. Secara garis
katagori nyeri ringan. Selisih perbedaan mean besar ada dua manajemen untuk mengatasi nyeri
antara skala intensitas nyeri sebelum dan sesudah yaitu manajemen farmakologi dan manajemen
adalah 0.253 dari hasil uji statistik didapatkan non farmakologi. Teknik farmakologi adalah cara
nilai ρvalue 0.000 (ρvalue 0.000 < α 0.05), maka yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri
dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang
bermakna antara rata-rata skala intensitas nyeri berlangsung selama berjam-jam atau bahkan
pasca operasi BPH (Benigna Prostat Hyperlasia) berhari-hari (Smeltzer and Bare, 2002).
sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi Pemberian analgesik dan pemberian narkotik
progresif. untuk menghilangkan nyeri tidak terlalu
Menurut Potter dan Perry (2005) dianjurkan karena dapat mengaburkan diagnosa
menyatakan bahwa kemampuan seseorang dalam (Sjamsuhidayat, 2002). Metode pereda nyeri non
mempersepsikan nyeri dipengaruhi oleh sejumlah farmakologis biasanya mempunyai resiko yang
faktor seperi usia, jenis kelamin, lingkungan, sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan
kecemasan dan lain-lain. Dimana faktor-faktor merupakan pengganti untuk obat–obatan,
tersebut dapat meningkatkan atau menurunkan tindakan tesebut mugkin diperlukan atau sesuai
toleransi terhadap nyeri, dan memengaruhi sikap untuk mempersingkat episode nyeri yang
namun menurun sejalan dengan proses berlangsung hanya beberapa detik atau menit
penyembuhan. Hasil penelitian menununjukkan (Smeltzer and Bare, 2002).
bahwa tidak ada responden yang tidak mengalami Teknik relaksasi merupakan salah satu
nyeri. Hal ini sesuai dengan pernyataan di dalam metode manajemen nyeri non farmakologi dalam
Smeltzer & Bare (2002) dimana nyeri yang strategi penanggulangan nyeri,disamping metode
dialami klien post operasi muncul disebabkan TENS (Transcutaneons Electric Nerve
oleh rangsangan mekanik luka yang Stimulation), biofeedack, plasebo dan distraksi.
menyebabkan tubuh menghasilkan mediator- Manajemen nyeri dengan melakukan teknik
mediator kimia nyeri, sehingga muncul nyeri relaksasi merupakan tindakan eksternal yang
pada setiap klien post operasi. Sedangkan mempengaruhi respon internal individu terhadap
menurut Sjamsuhidayat R (dalam nyeri. Manajemen nyeri dengan tindakan
Pringtahayuningtyas, 2015) nyeri yang dirasakan relaksasi mencakup latihan pernafasan diafragma,
setiap orang bersifat subjektif, sehingga skala teknik relaksasi progresif, guided imagery, dan
nyeri yang dihasilkan responden berbeda-beda meditasi, beberapa penelitian telah menunjukkan
setiap orangnya. bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam
Faktor yang dapat menyebabkan nilai menurunkan nyeri pasca operasi (Brunner &
nyeri berbeda-beda atau bervariasi dan Suddart, 2001 dalam Pinandita dkk, 2012).
menunjukan perubahan yang rerlatif kecil, dan Beberapa penelitian, telah menunjukkan bahwa
reaksi terhadap nyeri. Arti nyeri bagi seseorang relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri
memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagaian pascaoperasi. Ini mungkin karena relatif kecilnya
arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti peran otot-otot skeletal dalam nyeri pasca-
membahayakan merusak dan lain-lain. Keadaan operatif atau kebutuhan pasien untuk melakukan
ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, teknik relaksasi tersebut agar efektif. Periode
jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, relaksasi yang teratur dapat membantu untuk
lingkungan, dan pengalaman sensosri itu sendiri. melawan keletihan dan ketegangan otot yang
Persepsi nyeri juga merupakan faktor yang dapat terjadi dengan nyeri kronis dan yang
mempengaruhi nyeri dari setiap individu berbeda. meningkatkan nyeri (Smeltzer and Bare, 2002).
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik
293 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 2, Agustus 2017, hlm 289-295

dari ketegangan dan stress, karena dapat Penelitian lain yang mendukung adalah
mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif Andika Sandi (2015) dengan judul Perbedaan
pasien. Teknik relaksasi membuat pasien dapat Intensitas Nyeri Setelah Dilakukan Tindakan
mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman Teknik Distraksi dan Relaksasi Pasien Post Sectio
atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri Caesarea di Ruang Delima RSUD Dr. Abdul
(Potter & Perry, 2005). Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015. Metode
Penurunan skala nyeri setelah dilakukan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
terapi relaksasi progresif dikarenakan Latihan metode penelitian Comparative. Menggunakan
relaksasi progresif meliputi kombinasi latihan teknik Accidental Sampling dengan besar sampel
pernafasan yang terkontrol dan rangkaian berjumlah 26 responden. Hasil penelitian
kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Klien menunjukan bahwa nilai rata-rata intensitas nyeri
mulai latihan bernafas dengan perlahan dan terhadap responden setelah dilakukan teknik
menggunakan diafragma, sehingga distraksi sebesar 2.69 dan setelah dilakukan
memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan teknik relaksasi progresif sebesar 4.69 dengan
dada mengembang penuh. Saat klien melakukan nilai p-value=0,00<α=0,05 yang menunjukan
pola pernapasan yang teratur, perawat bahwa ada perbedaan intensitas nyeri setelah
mengarahkan klien untuk melokalisasi setiap melakukan teknik distraksi dan relaksasi di
daerah yang mengalami ketegangan otot, berfikir Ruang Delima RSUD Dr. H. Abdul moeloek
bagaimana rasanya, menegangkan otot Provinsi Lampung Tahun 2015.
sepenuhnya, dan kemudian merelaksasikan otot- Sedangkan penelitian lain yang mendukung
otot tersebut. Kegiatan ini menciptakan sensasi adalah Kurniawan yang meneliti mengenai
melepaskan ketidaknyamanan dan stres (Potter & pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap
Perry, 2006). nyeri pada psien pasca operasi section caesarea
Relaksasi progresif meliputi kombinasi di RSUD Djojonegoro Temanggung dengan
latihan pernafasan yang terkontrol dan rangkaian menggunakan penelitan eksperimen dengan
kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Klien metode kuesioner pre test-post test kepada 26
mulai latihan bernafas dengan perlahan dan informan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
menggunakan diafragma, sehingga didapatkan tenggapan informan mengenai
memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan efektivitas tindakan relaksasi nafas dalam untuk
dada mengembang penuh. Saat klien melakukan menurunkan tindakan skala nyeri, yang member
pola pernapasan yang teratur, perawat jawaban efektif adalah 14 orang atau 53,85%,
mengarahkan klien untuk melokalisasi setiap efektivitas sadang adalah sebanyak 8 orang atau
daerah yang mengalami ketegangan otot, berfikir 30,77% dan tidak efektiv sebanyak 4 orang atau
bagaimana rasanya, menegangkan otot 15,38%. Hal ini juga menunjukkan adanya
sepenuhnya, dan kemudian merelaksasikan otot- efektivitas teknik relaksasi nafas dalam
otot tersebut. Kegiatan ini menciptakan sensasi mengurangi nyeri yang signifikan atau p=<0.05
melepaskan ketidaknyamanan dan stress. Secara (Sari, 2013).
bertahap, klien dapat merelaksasikan otot-otot Menurut peneliti pasien yang telah
tersebut. Saat klien mencapai relaksasi penuh, menjalani operasi BPH akan merasakan nyeri hal
maka persepsi nyeri berkurang dan rasa cemas ini dikarenakan tindakan yang dilakukan adalah
terhadap pengalaman nyeri menjadi minimal mengiris kelenjar prostat selapis demi selapis
(Potter & Perry, 2006). sehingga menyebabkan nyeri yang dirasakan
Penelitian ini sejalan dengan yang pasien post operasi. Penanganan nyeri dapat
dilakukan oleh Fitria & Ambarwati (2015) menggunakan terapi non farmologi sebagai
dengan judul Efektifitas Teknik Relaksasi pendamping terapi farmakologi, salah satunya
Progresif Terhadap Intensitas Nyeri Pasca adalah terapi relaksasi progresif yang dapat
Operasi Laparatomi di ruang Mawar II RSUD Dr. menurunkan intensitas nyeri pada pasien post
Moewardi rata-rata nyeri sebelum diberikan operasi BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) hal
intervensi adalah 5.93 atau dalam kategori nyeri ini dikarenakan klien dapat merelaksasikan otot-
sedang dan setelah diberikan intervensi rata-rata otot selama latihan. Saat klien mencapai relaksasi
nyeri adalah 3.93 atau dalam kategori nyeri penuh, maka persepsi nyeri berkurang dan rasa
sedang. Analisis secara statistik membuktikan cemas terhadap pengalaman nyeri menjadi
bahwa perbedaan skala nyeri antara sebelum dan minimal selain itu terapi relaksasi progresif dapat
sesudah relaksasi progresif dinyatakan signifikan menimbulkan efek rileks pada pasien sehingga
(thitung = 6,481 > tabel = 2,145 atau p = 0,000 < rasa tidak nyaman akibat nyeri post operasi
0,05). menjadi berkurang dikarena efek rileks tersebut.
Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan,
Aprina, Relaksasi Progresif terhadap Intensitas Nyeri Post Operasi BPH ... 294

terdapat pengaruh pada penurunan intensitas 1. Rata-rata intensitas nyeri pada post operasi
nyeri setelah dilakukan terapi relaksasi progresif BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) sebelum
hal ini dikarenakan terapi relaksasi progresif diberikan terapi relaksasi progresif adalah
merupakan gabungan antara relaksasi pernafasan 5.20.
dan latihan otot yang dapat menimbulkan 2. Rata-rata intensitas nyeri pada post operasi
relaksasi pada pasien sehingga pasien merasa BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) setelah
nyaman dan nyeri yang dirasakan berkurang. diberikan terapi relaksasi progresif adalah
Setelah mengetahui bahwa terapi non 3.60.
farmakologi relaksasi progresif dapat 3. Terdapat perbedaan rata-rata intensitas nyeri
menurunkan intensitas nyeri diharapkan bagi sebelum dan sesudah terapi relaksasi
pihak perawat RSUD Dr. H. Abdul Moeloek progresifpada post operasi BPH (Benigna
untuk dapat memberikan terapi non farmakologi Prostat Hyperplasia) didapatkan Hasil uji
salah satunya adalah terapi relaksasi progresif statistik dengan mengguanakan uji wilcoxon
yang dapat diterapkan sebagai terapi pendamping didapatkan nilai ρvalue 0.000 (ρ-value .000 <
selain terapi farmakologi atau sebagai bagian dari α 0.05).
intervensi keperawatan dalam pemberian asuhan
keperawatan khususnya pada pasien yang
mengalami nyeri pasca operasi BPH (Benigna SARAN
Prostat Hyperplasia), perawat hendaknya
memberikan pengarahan, membimbing, dan Dari hasil penelitian ini, maka dapat disarankan:
menganjurkan pasien untuk dapat melaksanakan 1. Perawat RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
relaksasi progresif untuk mengatasi keluhan nyeri dapat memberikan terapi non farmakologi
dan untuk pasien sebaiknya umempelajari khusunya relaksasi progresif yang dapat
berbagai tehnik manajemen nyeri khususnya diterapkan sebagai terapi pendamping atau
relaksasi progresif agar secara mandiri dapat sebagai bagian dari intervensi keperawatan
mempraktekkan sendiri ketika merasakan nyeri, dalam pemberian asuhan keperawatan
sehingga nyeri dapat teralihkan dan bisa khususnya pada pasien yang mengalami
berkurang setelah melakukan terapi relaksasi nyeri pasca operasi BPH (Benigna Prostat
progresif. Hyperplasia).
2. Perawat hendaknya memberikan
pengarahan, membimbing, dan
SIMPULAN menganjurkan pasien untuk dapat
melaksanakan relaksasi progresif untuk
Berdasarkan hasil penelitian yang mengatasi keluhan nyeri.
dilakukan di ruang kutilang RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung tahun 2017, dapat
disimpulkan bahwa:

DAFTAR PUSTAKA

Fitria & Ambarwati. 2014. Efektivitas Tekhnik Kesehatan Keperawatan, Vol. 8, No. 1,
Relaksasi Progresif Terhadap Intensitas Februari 2012. 32-43.
Nyeri Pasca Operasi Laparatomi. Jurnal http://ejournal.stikesmuhgombong.ac.id/in
Akper Stikes PKU Muhamadiyah dex.php /JIKK/article/view/66 (Diakses
Surakarta. pada tangal 02 januari 2017 pukul 18.30
http://journal.akpergshwng.ac.id/index.php WIB).
/gsh/article/view/1 0 (Diakses pada tanggal Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental
28 Desember, pukul 13.00). Keperawatan: Konsep, Proses dan
Hidayat, A. A. A. 2007. Metode Penelitian Praktik, Ed 4, Vol.2. Jakarta: EGC.
Keperawatan dan Tehnik Analisis Data. Samidah & Romadhon. 2015. Faktor-Faktor
Jakarta: Salemba Medika. Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Pinandita, Purwanti, dan Utoyo. 2012. Pengaruh Benigna Prostat Hyperplasi (BPH) Di Poli
Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap Urologi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
Penurunan intensitas Nyeri Pada Pasien tahun 2014. Jurnal Of Nursing And Public
Post Operasi Laparatomi. Jurnal Ilmiah Health, Volume 3, No 1, 61-68. http://e-
journal.stikesdehasen.ac.id/index.php/jnphj
295 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 2, Agustus 2017, hlm 289-295

15/article/vie wFile/4/4 (Diakses pada Penurunan Nyeri Sedang Pada Pasien Post
tangal 03 januari 2017 pukul 06.45 WIB). Operasin Sectio Casarea di Ruang
Sampekalo, Monoarfa, dan Salem. 2015. Angka Kebidanan RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Kejadian yang Disebabkan oleh BPH di Palembang. Jurnal Maternitas Bina
RSUD Prof. Dr. R. D Kandu Manado Husada, Vol 2, Program studi Ilmu
Periode 2009-2013. Jurnal e-Clinic (eCl), Keperawatan STIK Bina Husada
Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015, Palembang.
h.568-572 Smeltzer, Suzanna C dan Bare, Brende G. 2002.
Sandi, Andika. 2015. Perbedaan Intensitas Nyeri Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Setelah Dilakukan Tindakan Teknik Edisi 8, Vol.1. Buku Kedokteran. Jakarta:
Distraksi dan Relaksasi Pasien Post Sectio EGC.
Caesarea di Ruang Delima RSUD Dr. Solang, Monoarfa dan Tjandra. 2016. Profil
Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Karya Penderita Kanker Prostat di RSUP. Dr. R.
Ilmiah. Poltekkes Tanjungkarang. D. Kandau Manado Periode Tahun 2013-
Sari & Murdiono. 2013. Efektifitas Pemberian 2015. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4,
Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Nomor 2, Juli-Desember 2016.

Anda mungkin juga menyukai