Anda di halaman 1dari 16

Argumen Fitrah Tentang Adanya

Tuhan
Didin Komaruddin
Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati, Bandung.
Email: pak_din76@yahoo.com

Abstract
By nature, human beings have a sense of God. This nature can not be eliminated; it
can only be suppressed and hidden, with the various pressures of culture, science
and others, so that sometimes it appears at certain moments like when they are
stricken or in trouble that they can not really handle. In this condition, they (nature)
expect another figure that has more capabilities than them to come in and give them
some aids.
Keywords:
Argument; Nature; Human and God
Abstrak
Secara alami manusia memiliki rasa akan keberadaan Allah. Watak alami ini tidak
dapat dihilangkan; ia hanya bisa ditekan dan tersembunyi, dengan berbagai tekanan
budaya, ilmu pengetahuan dan lain-lain, sehingga kadang-kadang muncul di saat-
saat tertentu seperti ketika terserang atau dalam kesulitan yang benar-benar tidak
bisa mereka atasi. Dalam kondisi ini, mereka (alam) berharap sosok lain yang
memiliki kemampuan lebih dari mereka untuk datang dan memberi mereka
bantuan.
Kata Kunci:
Argumentasi; Alam; Manusia dan Tuhan

A. Pendahuluan maupun dari kebebasan kehendak (free


will)nya. Sehubungan dengan manusia,
Manusia dalam kehidupan dunia telah terbukti bahwa setiap manusia
yang fana ini selalu mencari segala hal selalu berusaha untuk memenuhi segala
yang dianggap sempurna. Demi kekurangan yang ada pada dirinya. Dan
terwujudnya kesempurnaan pada sebelum ia berhasil merealisasikan hal
dirinya, berbagai sarana ia gunakan. itu, kita saksikan, biasanya ia selalu
Cinta terhadap kesempurnaan menutup-nutupi segala kekurangan
merupakan hal yang wajar dan alami yang ia miliki di hadapan orang lain.
(fitrah) bagi setiap makhluk di muka Dengan potensi akal yang
bumi, khususnya makhluk yang dimilikinya, manusia akan terus
dinamakan manusia—baik kecintaan itu mencari segala bentuk kesempurnaan
datang dari hal-hal yang bersifat natural
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
105
dirinya. Ia berusaha mencari berbagai argumen mereka tentang pembatasan
bentuk sarana penunjang demi wujud hanya pada hal-hal yang bersifat
tercapainya kesempurnaan yang ia inderawi dan dapat dibuktikan secara
harapkan. Meskipun sering kita jumpai ekperimen itu harus dibatalkan terlebih
betapa banyak orang salah dalam dahulu.
menentukan wujud riil kesempurnaan
Pendukung positifisme dari
tersebut. Hal itu disebabkan kekeliruan
kelompok materialisme menyatakan
mereka dalam mendefinisikan hakikat
bahwa kami hanya mempercayai segala
kesempurnaan diri, atau karena sebab-
hal yang dapat dideteksi dengan indera
sebab eksternal yang bersifat negatif
dan dibuktikan keberadaannya dengan
yang banyak mempengaruhinya—
cara eksperimen di laboratorium yang
lingkungan, pendidikan dan sebagainya.
bersifat ilmiah. Adapun selain cara itu,
Di sisi lain, manusia merupakan mereka anggap tidak ada artinya dan
makhluk hidup yang tediri dari berbagai merupakan hayalan belaka. Dengan
susunan, baik susunan yang bersifat kata lain, bagi mereka, eksistensi
materi dan inderawi, maupun susunan konkrit adalah segala sesuatu yang
yang terdiri dari hal-hal immateri dan dapat dibuktikan keberadanya secara
non-inderawi (supra-natural). Semua sel eksperimen. Jika tidak, maka hal itu
yang terdapat dalam tubuh manusia bersifat abstrak, merupakan hayalan
merupakan bukti konkrit bahwa belaka, tidak ilmiah dan tidak dapat
manusia tersusun dari hal-hal yang dipertanggungjawabkan kebenarannya.
bersifat materi dan inderawi.
Konsekuensi dari ungkapan
Pembuktian akan hal ini dapat
tersebut adalah bahwa, menurut
dilakukan secara eksperimen, sehingga
mereka, ajaran agama tidak bersifat
tiada seorangpun mengingkarinya. Ini
ilmiah dan tidak dapat
bahkan dapat dibuktikan oleh siapapun,
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
yang tidak beragama sekalipun.
Karena agama menekankan
Sementara susunan manusia dari pemeluknya untuk beriman dan
sesuatu yang bersifat immateri dan non- meyakini keberadaan hal-hal yang
inderawi masih sering dipermasalahkan bersifat gaib dan eksistensi supra-
oleh banyak pihak. Mereka yang biasa natural yang tidak dapat dibuktikan
menolak kebenaran segala hal yang keberadaannya melalui jalan
bersifat non-materi dan tidak dapat eksperimen secara indrawi. Tentu saja
dibuktikan secara eksperimen, seperti agama apapun dengan keras
para pendukung materialisme, tidak menyangkal anggapan semacam itu.
mudah menerima adanya eksistensi Karena salah satu kesamaan yang
non-inderawi tersebut. Untuk terdapat di antara semua ajaran agama
membuktikan adanya susunan manusia adalah meyakini eksistensi non-
dari unsur immaterial seperti ruh, maka inderawi dan supra-natural. Untuk
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
106
membatalkan pendapat para pendukung lebih canggih, ternyata atompun
materialisme—khususnya positifisme— tersusun dari beberapa partikel lagi,
yang mengingkari eksistensi immateri yaitu proton, netron dan elektron.
dan supra-natural, terlebih dahulu kita Lantas, apakah ketika mereka belum
harus melakukan paling tidak dua hal: menemukan alat pendeteksi yang lebih
Pertama, membuktikan keterbatasan canggih tersebut ketiga partikel tadi
indera manusia dalam melakukan harus dikatakan tidak ada karena belum
eksperimen dan menyingkap segala terbukti secara eksperimen? Sebenarnya
eksistensi materi alam semesta. Kedua, di dunia material ini masih sangat
membuktikan keberadaan hal-hal yang banyak hal-hal yang belum dapat
bersifat non-inderawi, namun memiliki diungkap melalui jalan eksperimen. Ya,
eksistensi riil. eksperimen inderawi memang perlu
dipakai untuk menyingkap berbagai
Enigma yang belum tersingkap
rahasia alam, namun tentunya tidak
dari berbagai macam fenomena alam
dapat menggarap seluruh eksistensi
menunjukkan kelemahan eksperimen
yang ada di alam raya ini. Hanya
inderawi manusia. Apakah karena
dengan berbekal eksperimen inderawi,
selama ini teka-teki itu tidak dapat
manusia tidak akan mampu
dipecahkan dengan jalan akal pikiran,
menyingkap semua rahasia alam
lantas kita harus mengingkari
semesta. Karena ia hanyalah merupakan
keberadaannya di alam semesta ini?
salah satu sarana dari beberapa sarana
Lau, ketika telah terbuktikan
yang ada. Ini merupakan langkah
(terpecahkan) keberadaannya melalui
pertama yang telah disinggung di atas.
eksperimen, dan sesuatu yang semula
Dengan demikian dapat kita pahami
kita ingkari keberadaannya itu
bahwa eksperimen memiliki banyak
kemudian menjadi ada. Bukankah ini
keterbatasan yang tidak mungkin
berarti bahwa ada dan tiadanya sesuatu
dijadikan satu-satunya tolok ukur dalam
itu sangat bergantung kepada
menjawab teka-teki alam semesta ini.
eksperimen? Padahal banyak sekali hal-
hal material yang telah ada, belum bisa Langkah kedua adalah
terungkap karena keterbatasan sarana membuktikan eksistensi non-materi dan
yang dimiliki. bersifat supra-natural. Abu Ali Sina
yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu
Dahulu, para ilmuwan
Sina adalah seorang filosof muslim
mengatakan bahwa partikel terkecil
paripatetik terkemuka. Dia pernah
yang ada di alam ini adlah atom.
mengajarkan satu teori yang terkenal
Karena pada saat itu partikel terkecik
dengan sebutan “terbang di awang-
yang dapat dideteksi oleh alat
awang” (al-khala>’ / al-thayr ala> al-
pendeteksi tercanggih (mikroskop)
hawa>’). Beliau mengajarkan
hanyalah atom. Namun setelah mereka
bagaimana cara untuk membuktikan
dapat menemukan alat pendeteksi yang
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
107
keberadaan “aku” (al-ana>). Siapakah ruhnya. Namun, apakah hakikat ruh itu?
aku? Apakah aku “ada”? Pertanyaan Berbagai eksperimen telah mereka
tentang eksistensi diri (jiwa). Apakah lakukan, namun sedikitpun mereka
aku adalah tubuh materi ini, yang dapat tidak berhasil menyingkap esensi ruh
berinteraksi melalui panca indera? manusia. Hal ini merupakan salah satu
Sehubungan dengan persoalan tersebut, bukti bahwa ada eksistensi rill yang
Ibnu Sina memberikan resep untuk bersifat non-inderawi yang tidak dapat
menjawab teka-teki tadi dengan dibuktikan berdasarkan eksperimen
mengajarkan sebuah terapi yang dapat inderawi, karena ia bersifat supra-
membuktikan eksistensi diri. Dia natural.
mengatakan: “Hendaknya anda berada
Setelah kita meyakini keberadaan
di sebuah ruangan yang gelap dan
supra-natural di alam semesta ini,
sunyi, sehingga semua panca indera
termasuk pada diri manusia yang
anda dapat diistirahatkan secara total
biasanya disebut dengan ruh, jiwa, akal,
dan dalam posisi tubuh yang senyaman
hati sanubari, fitrah dan sebagainya,
mungkin. Manakala semua panca
maka muncul pertanyaan dalam hati
indera anda sudah dapat beristirahat
kita: dari manakah asal-muasal
secara total dan semua anggota tubuh
eksistensi supra-natural tersebut, yang
anda telah lepas dari berbagai sentuhan
dari sisi tingkat kesempurnaannya di
dan ikatan apapun. Ketika itu bisikkan
atas eksistensi material? Dari sinilah
pada hati anda, apakah aku ini ada? Jika
mulai muncul pembahasan tentang
aku ini tidak ada, niscaya tidak akan
ketuhanan. Tuhan yang oleh setiap
pernah terlintas pertanyaan seperti itu
pemeluk agama diyakini sebagai
pada diriku. Berarti aku ini ada. Tetapi
sumber segala eksistensi.
siapakah aku? Apakah wujudku ini
hanya berupa tubuh materi, padahal Tuhan merupakan eksistensi
semua anggota tubuh materiku telah absolut, oleh karena itu konsekuensi
kuistirahatkan secara total?”. Setelah logisnya adalah bahwa Dia dari segala
anda melakukan perenungan melalui sisi-Nya—termasuk semua atribut yang
terapi semacam itu, pasti akan anda ada pada eksistensi dzat-Nya—bersifat
dapati bahwa sebenarnya diri anda absolut juga. Karena mustahil sesuatu
memiliki eksistensi, namun ia adalah yang terbatas terdapat pada sesuatu
sesuatu yang bersifat non-materi. yang tidak terbatas dan bersifat absolut.
Tuhan dengan keabsolutan-Nya,
Hingga detik ini, para pengingkar
menjadi kausa prima dari alam semesta
eksistensi non-materi masih terus
ini, baik yang bersifat materi maupun
kebingungan tentang teka-teki yang
yang bersifat non-materi. Lalu,
menyebabkan manusia itu hidup. Tetapi
Benarkah eksistensi absolut yang
di sisi lain, mereka tahu bahwa manusia
bernama Tuhan itu ada, sebagaimana
itu dapat hidup karena keberadaan
yang diklaim oleh para pengikut ajaran
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
108
agama? kalangan dan lapisan. Karenanya
metode tersebut lebih bersifat
B. HASIL DAN membumi dibanding dua metode
PEMBAHASAN
lainnya. Oleh karena itu, dapat kita
saksikan betapa banyak agamawan
1. Cara Membuktikan yang memiliki kecenderungan teologis
Wujud Tuhan dibanding dengan kecenderungan
filosofis dan mistis. Alhasil, walaupun
Sebagaimana telah disinggung di metode mereka berbeda, namun tujuan
atas, agama mengklaim bahwa mereka satu, yaitu mengungkap teka-
sebenarnya ada eksistensi absolut teki tentang Tuhan. Hal ini karena
pencipta alam semesta ini yang diberi mereka meyakini Tuhan sebagai Dzat
nama Tuhan. Para agamawan dalam Yang bersifat absolut.
membuktikan keberadaan eksistensi
tersebut memberikan berbagai macam Sementara itu, manusia—
argumen, dimana metode penggunaan betapapun tinggi derajatnya—tetap
dan penyampaian argumen tersebut memiliki keterbatasan dan berbagai
sangat bergantung kepada disiplin ilmu kekurangan. Adalah mustahil, apabila
masing-masing agamawan tersebut. wujud dan eksistensi yang serba
terbatas (manusia) mampu mengenal
Paling tidak, ada tiga metode semua sisi wujud dan eksistensi yang
yang mereka gunakan sebagai argumen tak terbatas (Tuhan). Para agamawan
keberadaan Tuhan: Pertama, metode tersebut meyakini bahwa semua
yang dipakai oleh para teolog. Selain eksistensi yang ada di alam semesta ini
berlandaskan pada argumen akal, berasal dari Tuhan. Dengan demikian,
metode ini juga bertumpu pada teks- semua person dalam eksistensi alam
teks agama dan fenomena semesta ini bisa menjadi sarana
keberagamaan yang lain. Kedua, pengenalan atas penciptanya. Tentu hal
metode yang dipakai oleh para filosof. itu sesuai dengan kapasitas
Penggunaan argumen akal murni kesempurnaan yang dimiliki masing-
merupakan ciri khas metode kedua ini. masing person tersebut, sebab masing-
Ketiga, metode yang dipakai oleh para masing sudah merupakan
ahli mistik (tasawuf/irfan). pengejawantahan kesempurnaan
Metode ini lebih bertumpu pada penciptanya.
pembuktian keberadaan Tuhan melalui
2. Fitrah: Cara Mudah
penglihatan mata batin (kasyf wa
syuhu>d) yang didahului oleh Mengenal Tuhan
penyucian jiwa. Metode pertama, selain Dari sekian argumen yang
memiliki cakupan argumen yang lebih dikemukakan oleh para agamawan,
luas, ia juga dapat dicerna oleh banyak argumen fitrah merupakan salah satu
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
109
cara termudah untuk dapat mengenal merupakan esensi dasar bagi
Tuhan. Ini karena argumen tersebut penciptaannya.
bertumpu pada esensi dasar manusia.
Sebagaimana telah disinggung di
Oleh karenanya, setiap orang akan
atas, fitrah insan senantiasa
dapat mencernanya dengan lebih
mengajarkan manusia untuk mencintai
mudah, karena setiap manusia mesti
segala bentuk kesempurnaan. Seruan
memiliki esensi dasar tersebut.
fitrah ini tidak akan pernah berhenti
Dari segi fungsinya, fitrah selama pemiliknya belum dapat
memiliki tiga kekhasan utama: menunaikan ajakannya tersebut dengan
Pertama, cinta kepada kesempurnaan; baik sesuai dengan idealisme fitrah.
kedua, cinta kepada kebenaran; dan Bentuk kesempurnaan yang dilihat oleh
ketiga, cinta kepada keindahan. fitrah insani adalah kesempurnaan yang
Walaupun ketiga hal tersebut berbeda bersifat absolut.
dari sisi konsep dan definisi, namun
Oleh karenanya, sebelum pemilik
secara umum kekhasan kedua dan
fitrah itu dapat mencapai kesempurnaan
ketiga kembali kepada kekhasan yang
absolut, niscaya fitrah akan selalu
pertama, yaitu cinta kepada
mengajaknya menuju kepada
kesempurnaan. Sebab, meskipun secara
kesempurnaan yang bersifat absolut
praktis masing-masing keindahan dan
tersebut. Tetapi, mengingat semua
kebenaran memiliki contoh luar
kesempurnaan yang ada pada eksistensi
(perwujudan / mishdaq) yang berbeda,
alam materi ini bersifat terbatas,
namun secara global semua perwujudan
sementara fitrah itu terus mengajak
dari dua hal tersebut dapat
kepada suatu yang tidak terbatas,
dikategorikan sebagai bentuk dari
dengan demikian tidak ada jalan lain
kesempurnaan.
bagi pemilik fitrah kecuali ia harus
Ditinjau dari sisi dasar menelusuri alam non-materi dan supra-
eksistensinya, fitrah juga memiliki natural demi mencari kesempurnaan
empat kekhasan: Pertama, ia tidak yang dituntut oleh fitrah tersebut.
mengalami perubahan dengan Tetapi, alam non-materi pun memiliki
berubahnya waktu dan tempat; kedua: gradasi wujud yang sangat banyak, dan
ia bisa diperoleh tanpa memerlukan semua gradasi wujud tersebut tetap
proses belajar-mengajar; ketiga, ia tidak akan sesuai dengan seruan fitrah
dimiliki oleh setiap manusia, walaupun yang senantiasa menuntut
pengaruhnya terhadap diri setiap kesempurnaan yang bersifat absolut.
individu berbeda-beda; keempat, ia
Oleh karena itu, hanya eksistensi
senantiasa hadir dalam diri setiap insan,
yang bersifat absolut dan yang memiliki
dan tidak akan pernah sirna dari diri
kesempurnaan absolut saja yang
mereka, karena ia merupakan bagian
mampu menghentikan tuntutan fitrah.
primer dari penciptaan manusia, dan
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
110
Eksistensi yang brsifat absolut dan yang melihat kesempurnaan hanya pada
memiliki kesempurnaan absolut itu— harta kekayaan, niscaya ia akan
dalam bahasa agama—disebut Tuhan. memusatkan konsentrasinya secara
penuh untuk meraih semua harta
Ketika seseorang telah dapat
kekayaan semaksimal mungkin.
menemukan pemilik kesempurnaan
Mengingat bahwa materi dan kekayaan
absolut (Tuhan) dan berhasil meraih-
duniawi bersifat terbatas, sementara
Nya, niscaya ia tidak akan menganggap
fitrah insani menuntut kekayaan yang
lagi berbagai bentuk kesempurnaan
tidak terbatas (absolut), oleh karena itu
apapun selain-Nya. Monoteisme sejati
meskipun kekayaan duniawi telah dapat
adalah seseorang yang menganggap
ia raih, namun hal itu tidak akan dapat
bahwa kesempurnaan sejati itu hanya
menghentikan tuntutan fitrahnya. Dia
milik Tuhan. Dia sama sekali tidak
senantiasa akan diteror dengan tuntutan
mengharap dan menginginkan bentuk
fitrah untuk memperoleh kekayaan
kesempurnaan apapun selain
absolut yang merupakan bagian dari
kesempurnaan Tuhan yang bersifat
kesempurnaan sejati. Dan hal itu tidak
abstrak, apalagi sampai terikat padanya.
mungkin didapati kecuali dari Dzat
Kalaupun dia berusaha mencari
Yang Maha Kaya, Pemilik
kesempurnaan selain kesempurnaan
kesempurnaan absolut.
Tuhan, hal itu ia lakukan hanya sebagai
sarana dan perantara untuk mencapai 3. Argumentasi Keberadaan
kesempurnaan yang lebih tinggi, yang
Tuhan
berakhir pada kesempurnaan absolut
yang ada pada Dzat Tuhan. Allah sebagai wujud mutlak
tidaklah terbatas, sehingga hakikat diri-
Setiap orang yang tidak mau
Nya tidak akan pernah dicapai. Namun,
berusaha untuk mengenal
pemahaman tentang-Nya dapat
kesempurnaan absolut Tuhan, pasti
dijangkau sehingga kita mengenal-Nya
akan merasa gundah dan gelisah
dengan pengenalan yang secara umum
terhadap tuntutan fitrah insaniahnya.
dapat diperoleh malalui jejak dan tanda-
Mengapa tidak? Di satu sisi, fitrah
tanda yang tak terhingga. Imam `Ali ra.
dirinya secara terus menerus
dalam hal ini menjelaskan bahwa:
menuntutnya untuk mencari
“Allah tidak memberitahu akal
kesempurnaan. Sedang di sisi lain,
bagaimana cara menjangkau sifat-sifat-
karena pengetahuannya terhadap
Nya, tapi pada saat yang sama tidak
konsep kesempurnaan hanya terbatas
menghalangi akal untuk mengetahui-
pada wujud materi saja, maka ia hanya
Nya.”155
akan menyibukkan dirinya dalam upaya
mencari kesempurnaan tersebut di alam Selain itu, jika kita menyelami
materi, sementara hal itu tidak dapat
menghentikan tuntutan fitrahnya. Orang 155
Syarif Radhi, Nahjul Balaghah khutbah ke-49.
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
111
diri kita sendiri, maka secara fitrah swt.157
manusia memiliki rasa berketuhanan.
a) Argumentasi Kesempurnaan
Fitrah ini tidak dapat dihilangkan,
hanya saja dapat ditekan dan Semua manusia mendambakan
disembunyikan, dengan berbagai kesempurnaan dirinya. Saat manusia
tekanan kebudayaan, ilmu dan lainnya, melihat ke sekelilingnya, maka ia
sehingga ia terkadang muncul pada menemukan tingkat-tingkat
saat-saat tertentu seperti pada saat kesempurnaan, dan merasa bahwa
tertimpa musibah atau dalam kesulitan dirinyalah yang paling sempurna dari
yang benar-benar tidak mampu ia atasi. sekelilingnya. Akan tetapi, ia melihat
Pada kondisi ini, kita secara fitriah dirinya memiliki banyak kekurangan.
mengharapkan adanya sosok lain yang Hal ini menghasilkan kesimpulan
memiliki kemampuan lebih dari kita bahwa ada suatu wujud yang lebih
untuk datang dan memberikan sempurna dari manusia, yang tidak
pertolongan kepada kita.156 memiliki kekurangan apapun. Wujud
itulah yang kita sebut dengan Tuhan.
Dalil fitrah ini merupakan
perasaan berketuhanan secara langsung b) Argumentasi Keteraturan (nizham)
yang tertanam pada diri manusia. Ia Keteraturan adalah
menjadi model sekaligus modal khusus berkumpulnya bagian-bagian yang
manusia. Akan tetapi untuk beragam dalam sebuah tatanan dengan
memperkuat fitrah itu kita memerlukan kualitas dan kuantitas khusus, yang
dalil-dalil yang argumentatif yang berjalan seiring menuju sebuah tujuan
bersandar pada akal dan kemudian tertentu. Secara jelas kita dapat
wahyu sebagai tambahan dan penguat menyaksikan adanya sebuah sistem
argumentasi. Untuk itu di bawah ini harmonis dan teratur di dunia ini. Setiap
akan dijabarkan secara singkat dan sesuatu yang harmonis dan teratur pasti
sederhana beberapa argumentasi memiliki pengatur. Dengan demikian,
tentang keberadaan dan ke-esa-an Allah keteraturan dan keharmonisan alam
156
pasti memiliki pengatur. Pengatur
Tentang hal ini al-Quran menggambarkan
tersebut mestilah memiliki kemampuan
dengan sangat baik: “Apabila kamu ditimpa
marabahaya di lautan, hilanglah segala yang dan kebijaksanaan agar sistem yang
kamu puja-puja itu dari ingatanmu, kecuali Dia. mengatur alam tersebut berjalan dengan
Akan tetapi setelah kamu diselamatkan-Nya ke
baik.158
daratan, lalu kamu berpaling lagi. Dan
sesungguhnya manusia itu tidak tahu berterima
kasih” (Q.S. Al-Isra>: 67); “Maka hadapkanlah
157
wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). Bisa di lihat pada makalah lain pembahasan
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah tentang Sumber Jiwa Beragama.
158
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak Allah berfirman: “Sesungguhnya di dalam
ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama Penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya
yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak siang dan malam, terdapat tanda-tanda
mengetahui” (Q.S. Al-Ru>m: 30). (keberadaan Allah) bagi orang-orang yang
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
112
c) Argumentasi Keterbatasan atau Jika dijawab yang mengadakan
Kebermulaan (huduts) adalah wujud terbatas, maka argumen
di atas akan terulang lagi yaitu bahwa
Jika kita melihat diri dan
yang terbatas adalah berawal, dan yang
sekeliling kita maka kita menemukan
berawal berarti diadakan oleh sesuatu
berbagai keterbatasan. Ada yang
yang lain. Karena hanya ada dua jenis
terbatas oleh ruang dan waktu, seperti
wujud, maka selain wujud terbatas
wujud-wujud material (benda-benda),
adalah wujud tidak terbatas, dengan
atau keterbatasan dalam esensinya
demikian maka yang mengadakan
(hakikat) seperti manusia bukanlah
segala wujud yang terbatas pastilah
kambing, bukan kuda, bukan batu. Kita
wujud yang tidak terbatas yang selalu
ketahui bahwa secara prinsipil setiap
ada dan tidak pernah tidak ada. Wujud
yang terbatas mempunyai batasan, dan
seperti ini kita sebut Allah swt.
setiap yang mempunyai batasan berarti
memiliki rangkapan, dan setiap yang d) Argumentasi Kemungkinan
mempunyai rangkapan berarti (Imkan)
keberadaanya adalah akibat dari
Dalil ini membicarakan posisi
bersatunya bagian-bagian, dan setiap
keberadaan (wujud). Keberadaan
akibat pasti membutuhkan sebab untuk
sesuatu (wujud) itu dapat kita bagi pada
menjadi ada. Dengan demikian, setiap
dua: 1) Sesuatu yang selalu ada dan
yang terbatas berarti membutuhkan
tidak pernah tidak ada yang disebut
sebab. Artinya, setiap yang terbatas
dengan wa>jib al-wuju>d; 2) Sesuatu
adalah berawal, dan sesuatu yang
yang bisa diandaikan ada dan bisa
berawal maka ia diadakan karena
diandaikan tidak ada yang disebut
sebelum awal dia tidak ada dan setiap
mungkin wujud (mumkin al-wuju>d).
yang diadakan berarti ada yang
Karena mungkin wujud bersifat netral,
mengadakan.159 Persoalannya,
yaitu menempati posisi ada dan tidak
bagaimanakah wujud yang mengadakan
ada secara seimbang, maka, keberadaan
itu, terbatas atau tidak terbatas?
wujud mungkin disebabkan oleh wujud
lain.
Dan wujud lain yang
berakal”. (Q.S. Ali Imra>n: 190). menyebabkan keberadaan wujud
159
Argumen ini juga disebut a novitiate mundi, mungkin tersebut pasti bukanlah
yaitu argumen yang menegaskan bahwa setiap
yang tersusun dari rangkapan pastilah terdiri
bersifat wujud mungkin juga, karena hal
dari beberapa bagian yang menjadi sebab bagi ini akan menghasilkan tasalsul
keberadaan ‘wujud yang tersusun tersebut’. (rentetan tiada akhir) yang menurut
Karena keberadaan ‘wujud tersusun’ bermula
hukum akal adalah mustahil. Artinya,
dari sesuatu yang lain (yaitu bagian-bagiannya),
maka kesimpulannya, setiap ‘wujud yang seandainya yang menciptakan alam
tersusun’ pastilah sesuatu yang bermula (hadits). yang ‘mungkin’ ini adalah sesuatu yang

Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam


113
‘mungkin’ juga, maka berarti sesuai dengan hukum akal, kontradiksi
“pencipta” tersebut juga butuh kepada tersebut tidak dapat dibenarkan. Oleh
selainnya, dan begitulah seterusnya, karenanya, Tuhan (sebagai ada murni)
akan terjadi saling membutuhkan jika haruslah ada secara niscaya (wa>jib al-
yang menciptakan masih bersifat wuju>d) dan tidak mungkin untuk
‘wujud mungkin’. Karena selain wujud dikatakan tidak ada.
mungkin adalah wujud wajib, maka,
Argumentasi di atas telah
mau tidak mau, kita harus
mengukuhkan prinsip ketuhanan
menghentikan rentetan sebab tersebut
(teisme) sekaligus meruntuhkan
pada wa>jib al-wuju>d dan pasti
pandangan anti Tuhan (ateisme).
Dialah yang menjadi penyebab
keberadaan wujud mungkin tersebut. 4. Karakteristik Tuhan
Dan wajib wujud merupakan suatu
Ada beberapa karakter yang
wujud yang senantiasa ada, yang
harus dikenali dari wa>jib al-wuju>d
keberadaan-Nya tidak membutuhkan
(Tuhan) sehingga dapat dibedakan
dan tidak disebabkan oleh apa pun.
dengan mumkin al-wuju>d (makhluk).
Wajib wujud inilah yang disebut Tuhan.
Diantara karakter pentingnya adalah :
e) Argumentasi Wujud
1) Sederhana. Wujudnya merupakan
Wujud memiliki satu makna wujud murni yang tidak memiliki
yaitu wuju>d (ada adalah ada) dan rangkapan apapun secara esensi:
menjadi lawan dari ‘adam atau tidak merupakan susunan, dan tidak
ketiadaan (ada bukanlah tiada). Karena merupakan bagian, karena semua itu
ada memiliki satu makna, maka ia tidak merupakan karakter wujud mungkin.
bisa diandaikan tidak ada, serta tidak
2) Tidak mengalami perubahan dalam
bisa pula dikatakan bercampur dengan
semua kondisi, karena perubahan
ketiadaan, sebab ketiadaan adalah tidak
meniscayakan ketersusunan.
ada, maka tidak mungkin bisa
bercampur dengan ada (ada tidak 3) Keberadaannya tidak bergantung
bercampur dengan tiada). Dengan dengan apapun selain diri-Nya,
demikian, ada adalah sebuah karena ketergantungan
keniscayaan. Ada yang senantiasa meniscayakan kebutuhan dan
murni dari ketiadaan, inilah yang kebutuhan berarti kelemahan,
dikenal dengan Tuhan. Maksudnya, sedangkan kelemahan menunjukkan
wuju>d (ada) itu tunggal dan berlaku karakter wujud mungkin.
pada semua realitas. Selain itu, ‘wujud’ Ami>r al-Mukmini>n, Ali bin
juga bersifat murni, makanya mustahil Abi Thalib, dengan indah melukiskan
untuk dikatakan tidak ada. Sebab, hal karakteristik Tuhan dengan sempurna
itu akan menghasilkan kontradiksi dalam lembaran-lembaran Nahj al-
yakni “ada adalah tidak ada”, dan
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
114
Balaghah sebagai berikut: “Dia adalah di sebut al-tauhi>d yang berakar kata
satu, tapi bukan dalam arti jumlah. Dia dari ahad berarti esa (tunggal).
tidak dibatasi oleh batasan-batasan
Jika kita memahami dalil-dalil
ataupun tidak dihitung oleh angka-
pembuktian keberadaan Tuhan
angka. Siapa yang menunjuk-Nya
sebelumnya, seperti dalil
berarti mengakui batas-batas-Nya, dan
kesempurnaan, keterbatasan,
yang mengakui batas-batas-Nya berarti
keteraturan, kemungkinan, bahkan
telah menghitung-Nya. Siapa yang
argumentasi ontologis (wujud), maka
menggambarkan-Nya, berarti
jelas bahwa tidak mungkin Tuhan lebih
membatasi-Nya, memberikan jumlah
dari satu. Hal ini karena kesempurnaan,
kepada-Nya, menolak keazalian-Nya.
ketidakterbatasan, kepengaturan,
Segala sesuatu yang disebut satu
kepastian, dan keberadaan puncak,
adalah kurang, kecuali Dia.”
hanyalah satu (esa). Di bawah ini, akan
5. Ke-Esa-An Tuhan diuraikan argumentasi pembuktian
keesaan Tuhan berdasarkan pada lima
Jika kita melihat perkembangan argumentasi keberadaan Tuhan
agama-agama di dunia maka berbagai sebelumnya, sebagai berikut :
pandangan tentang jumlah Tuhan ini
sangat beragam, mulai dari yang a) Argumentasi Kesempurnaan
monoteis (satu Tuhan), diteis atau Menyebutkan bahwa wujud
dualisme (dua Tuhan), triteis atau tertinggi mestilah sempurna dari segala
tirinitas (tiga tuhan), hingga politeis sisinya. Wujud seperti ini mestilah
(banyak Tuhan) dalam berbagai tunggal, karena jika tidak, maka akan
bentuknya. Untuk itu, kita perlu menghasilkan kekurangan pada tiap
menentukan pilihan kita dari berbagai wujud. Misalnya, jika ada dua wujud
pandangan tersebut dengan argumentasi yang sempurna yaitu: wujud sempurna
yang kokoh dan utuh. Kajian ini akan A dan wujud sempurna B. Ini berarti,
difokuskan untuk membuktikan kedua wujud itu menjadi saling
kebenaran pandangan keesaan Tuhan di berkekurangan, karena wujud sempurna
antara pandangan-pandangan lainnya. A tidak memiliki kesempurnaan B, dan
Islam meyakini bahwa Allah swt sebaliknya pula, wujud sempurna B,
adalah Esa secara mutlak, tidak tidak memiliki kesempurnaan A. Dan
berbilang dan tidak bersekutu dalam hal wujud yang tidak sempurna tidak layak
apapun. Siapa saja yang meyakini menjadi Tuhan. Jika dikatakan bahwa
sebaliknya, maka ia telah jatuh pada wujud sempurna A dan B masing-
kezhaliman dan dosa yang besar (syirk). masing memiliki kesempurnaan yang
Dimensi terpenting dari persoalan sama, maka itu berarti, wujud A dan B
tauhid adalah masalah keesaan Allah sebenarnya adalah satu dalam
ini, karena itu ushuluddi>n pertama ini realitasnya. Ini berarti, wujud sempurna

Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam


115
hanyalah satu. terbatas’ A akan dibatasi oleh ‘wujud
tidak terbatas’ B. Dan begitu pula
b) Argumentasi Keteraturan
sebaliknya, wujud tidak terbatas B akan
Menegaskan bahwa alam ini dibatasi wujud tidak terbatas A. Oleh
dikuasai oleh sistem yang harmonis dan karena itu wujud yang tidak terbatas
teratur bersumber dari wujud yang dari segala seginya mestilah satu (Esa).
berkemampuan dan bijaksana. Wujud
d) Argumentasi Kemungkinan
yang mengatur semesta tidak mungkin
lebih dari satu, karena, akan Telah diyatakan bahwa wa>jib
mengakibatkan sistem yang bekerja al-wuju>d merupakan wujud yang
pada semesta juga menjadi lebih dari menjadi sebab bagi semua keberadaan,
satu, dan hal ini mustahil. Artinya, jika yang keberadaan diri-Nya tidak
ada dua pengatur, yaitu Pengatur A dan disebabkan oleh apapun. Statemen ini
Pengatur B, maka ini berarti Pengatur A dengan jelas menekankan bahwa
dan seluruh sistemnya tidak diatur oleh wa>jib al-wuju>d hanyalah satu, sebab
Pengatur B, dan sebaliknya juga, jika lebih dari satu, maka semua wujud
Pengatur B dengan seluruh sistemnya akan menjadi wujud mungkin.
tidak diatur oleh Pengatur A. Jika Misalnya, kita asumsikan ada dua
demikian, berarti Pengatur A dan wujud wajib yaitu Wujud Wajib A dan
Pengatur B, tidak layak disebut sebagai Wujud Wajib B, jika demikian, maka
Pengatur Sempurna, karena ia masih wujud wajib A bukan merupakan wujud
lemah dan tidak memiliki kemampuan, wajib yang mutlak karena ada wujud
sebab masih ada yang tidak diaturnya. yang tidak disebabkan darinya yaitu
Wujud yang lemah tidak layak menjadi wujud wajib B dengan semua akibat-
Tuhan. akibatnya.
c) Pada Argumentasi Keterbatasan Begitu pula, wujud wajib B juga
dan Kebermulaan (huduts) bukan wujud wajib (yang mutlak)
karena ada wujud lain yang tidak
Ditegaskan bahwa wujud terbatas
berasal darinya yaitu wujud wajib A
berasal dari wujud yang tak terbatas
dengan semua akibat-akibatnya.
dalam hal apapun, maka membuktikan
Dengan demikian, wujud wajib A dan
ke-Esaan Tuhan adalah hal yang
wujud wajib B memiliki kekurangan,
mudah. Yaitu bahwa sesuatu yang tidak
keterbatasan, rangkapan dan
terbatas tidak mungkin lebih dari satu,
kelemahan, dan wujud yang seperti itu
karena jika lebih dari satu maka akan
adalah karakter wujud mungkin yang
terjadi keterbatasan. Misalnya ada dua
tidak layak menjadi Tuhan. Jadi, wujud
wujud tidak terbatas yaitu: wujud tidak
wajib haruslah satu.
terbatas A dan wujud tidak terbatas B.
Jika kita cermati maka keduanya akan
menjadi terbatas, karena ‘wujud tidak

Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam


116
e) Dalam Argumentasi Ontologis dan tinggi di atas makhluk-Nya.
(wujud) Allah Subhanah senantiasa bersama
makhluk-Nya dimanapun mereka
Secara tegas dinyatakan bahwa
berada dan mengetahui segala
wujud murni hanyalah satu, karena jika
sesuatu yang mereka kerjakan.
tidak diakui, berarti ada wujud selain
Sebagaimana hal ini Allah sebutkan
wujud atau ada wujud yang bukan
dalam firman-Nya.
wujud. Artinya, jika wujud lebih dari
“Dialah yang menciptakan langit
satu, maka akan menghasilkan
dan bumi dalam enam masa.
kesimpulan kontradiksi, yaitu wujud
Kemudian Dia bersemayam di atas
adalah bukan wujud (ada = tidak ada),
‘Arsy dia mengetahui apa yang
dan hal itu adalah mustahil. Itulah
masuk ke dalam bumi dan apa yang
sebabnya mengapa dikatakan bahwa
keluar daripadanya dan apa yang
wujud hanya satu dan selain wujud
turun dari langit dan apa yang naik
adalah katiadaan.
kepadanya. Dan Dia bersama kamu
Dengan kelima argumentasi di di mana saja kamu berada. Dan
atas, maka dapat dengan kokoh dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
utuh kita menerima keyakinan bahwa kerjakan.” (Qs. Al-Hadi>d :4)
Tuhan mestilah Esa (tauhid). Maha
Dan ayat ini (Allah bersama
benar Allah yang mengabarkan melalui
kalian dimanapun kalian berada)
firman-Nya “Katakan, Dia (Allah)
tidaklah bermakna Allah bercampur-
Maha Esa” (Q.S. Al-Ikhla>s: 1).
baur dengan hamba-Nya. Karena
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah makna seperti ini tidak bisa diterima
rahimahullah berkata dalam kitab dari sisi kaidah bahasa. Bahkan
beliau, al-aqi>dah al-wasathiyyah, rembulan yang menjadi salah satu tanda
“Dan telah kami sebutkan atas kebesaran Allah, dimana ia adalah
bahwasanya diantara unsur iman makhluk kecil diantara makhluk-
kepada Allah adalah mengimani makhluk ciptaan-Nya juga berada di
berita yang Allah sampaikan melalui atas langit. Ia pun selalu bersama
kitab-Nya, juga berita yang Allah dengan musafir maupun yang bukan
sampaikan melalui sabda Rasul-Nya musafir dimanapun mereka berada.
shallallahu’alaihi wasallam yang Sementara Allah berada diatas ‘Arsy
mutawatir dan berita-berita yang dan Dia juga dekat dengan hamba-Nya,
disepakati (kebenarannya) oleh para senantiasa mengawasi, mengetahui apa
ulama terdahulu. yang mereka kerjakan dan sifat-sifat
lainnya yang memiliki makna
Dan diantara (berita) tersebut rubu>biyyah. Dan kalimat yang Allah
menyebutkan bahwa Allah sebutkan ini (yaitu Allah berada di atas
Subhanahu Wa Ta’ala berada diatas ‘Arsy dan juga senantiasa bersama kita)
langit, bersemayam diatas Arsy-Nya
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
117
adalah kalimat yang benar tidak perlu satu “sebab”. Oleh karenanya, “akibat”
diselewengkan maknanya (kepada itu dapat mengantarkan manusia kepada
makna yang lain).” Jadi, setiap manusia “sebab”nya yang hakiki (Bermula dari
akan selalu dituntut dan dituntun oleh berbagai “akibat” dan berujung kepada
fitrahnya untuk menuju Dzat Yang satu “sebab”).
Maha Sempurna. Dzat itulah yang
Hal itu karena fitrah selalu
dalam bahasa agama disebut sebagai
menuntut hal yang paling hebat
Tuhan, yaitu pemilik kesempurnaan
(perfect) dari berbagai kesempurnaan
absolut.
yang ada. Dari sekian mata rantai
C. PENUTUP sebab-akibat di alam semesta ini, tidak
ada yang lebih hebat kesempurnaannya
Mengenal dan membuktikan selain sebab utama keberadaan alam
keberadaan Tuhan melalui sarana fitrah, semesta. Dia-lah kausa prima dan
merupakan jalan yang paling mudah sekaligus merupakan titik akhir segala
diterima oleh banyak kalangan. Hal itu bentuk kesempurnaan yang dikehendaki
karena setiap manusia memiliki fitrah, oleh fitrah. Meskipun terkadang
sementara fitrah manusia senantiasa terdapat penyimpangan dalam
hadir dan tidak akan pernah sirna dari persoalan penentuan realitas luar
dirinya untuk selamanya. Kecintaan (ekstensi) bentuk kesempurnaan, namun
fitrah kepada segala bentuk dengan sedikit perenungan, manusia
kesempurnaan merupakan modal dasar akan memahami dan menyadari bahwa
kecintaannya kepada Tuhan, Sang apa yang selama ini ia anggap sebagai
Pemilik kesempurnaan sejati. Segala kesempurnaan sejati ternyata hanyalah
kesempurnaan di alam semesta ini kesempurnaan semu dan abstrak. Hidup
merupakan tetesan dari memang membutuhkan perenungan di
pengejewantahan kesempurnaan Tuhan. samping berpikir.
Dengan kata lain sebagai “akibat” dari

Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam


118
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Atabik dan Muhdhor, Ahmad Zuhdi. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia.
Yagyakarta: Multi Karya Grafika, 1996.
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin, Imam Jalaluddin As-Suyuti. Tafsir Jalalin, pener.
Bahrun Abu Bakar. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003.
Alwi Syihab. Islam Inklusif. Bandung: Mizan, 1999.
Amuli, Zawad. Karamah Dalam Al-Qur’an, penerj. Toha Musawa. Bogor: Cahaya,
2004.
Arifan. Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
Amsal Bachtiar. Filsafat Agama 1. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1997.
Anton Bakker dan A. Charris Zubair. Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta:
Kanisius, 1990.
Bagir, Haidar. Murtadha Muthahhari Sang Mujahid Sang Mujtahid. Bandung:
Yayasan Muthahhari, 1993.
Bawani, Imam. Ilmu Jiwa Perkembangan dalam Kontekas Pendidikan Islam.
Surabaya: Bina Ilmu, 1990.
Basrowi dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta,
2008.
Baheshti, Muhammad Husayni. Tuhan Menurut Al-Qur’an: Sebuah Kajian
Metafisika, penerj. Arif Mulyadi. Jakarta: Al-Huda, 2003.
Bustanuddin Agus. Agama dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2007.
Daud, Ali, Muhammad. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raj Grafindo
Persada, 2005.
Donuhue, John J., Jon L. Esposito. Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedia
Masalah-Masalah, diterjemahkan oleh Machnun Husein dari judul asli, Islam in
Transition, Muslim Perspective. Jakarta: Raja Grafindo, 1995.
Dadang Kahmad. Sosiologi Agama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.
E.E Evans Pritchard. Teori-teori tentang Agama Primitif. Yogyakarta: PL2M (pusat
latihan, penelitian dan oengembangan Masyarakat), 1984.
Fazlur Rahman. Tema Pokok Al-Qur’an. Bandung: Pustaka, 1980.
Herdiansyah, Haris. Metodelogi Penelitian Kualitatif Seni Dalam Memahami
Fenomena Sosial. Yogyakarta: greentea publishing, 2009.
--------------------------. Metodelogi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ILMU Sosial.
Jakarta: 2010.
K. Sukajadi. Agama yang Berkembang di Dunia dan Para Pemeluknya. Bandung:
Angkasa, 1993.
Madjid, Nurcholis. Islam, Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Yayasan Paramadina,
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
119
1992.
Ma’luf, Lui., Al-Munjid fi al Lughoh wa al A’lam. Bairut: Dar el Mashreq, 2000.
Murtadha, Muthahhari. Manusia Seutuhnya: Studi Kritis Berbagai Pandangan
Filosofis. Jakarta: Sadra Press, 2012.
---------------------------. Fitrah Menyingkap Hakikat, Potensi dan Jati Diri Manusia.
Jakarta; Lentera, 2008.
---------------------------. Manusia dan Agama: Membumikan Kitab Suci. Bandung:
Mizan, 2007.
---------------------------. Ceramah-Ceramah Seputar Persoalan Penting Agama dan
Kehidupan. Jakarta: 2000
---------------------------. Keadilan Ilahi: Asas Pandangan Dunia Islam. Bandung:
Mizan, 2009.
---------------------------. Pengantar Epistemologi Islam. Jakarta: Sadra press, 2010.
---------------------------. Semangat Pemikiran Islam. Penerbit: Yapi, 1989.
---------------------------. Imamah dan Khilafah. Penerbit: Cv. Firdaus, 1991 .
---------------------------. Menguak Masa depan Umat Manusia: Suatu Pendekatan
Filsafat Sejarah. Penerbit: Pustaka Hidayah, 2000
---------------------------. Menapak Jalan Spritual. Penerbit: Pustaka Hidayah, 1997.
---------------------------. Kritik Islam terhadap Materialisme. Penerbit: ICJ Al-Huda,
2001.
---------------------------. Manusia dan Takdirnya. Penerbit: basrie Press, 1991.
---------------------------. Islam Agama Keadilan. Penerbit: Pustaka Hidayah, 1992.
---------------------------. Kehidupan yang Kekal. Penerbit: Pustak, 1984.
---------------------------. Kebebasan Berpikir dan Berpendapat dalam Islam.
Penerbit: Risalah Masa, 1990.
Mujib, Abdul. Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis.
Jakarta: Darul Falah, 1999.
Munawir, A.W. Kamus Al-Munawir: Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif,
1997.
Muhaimin, Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan
Kerangka Dasar Oprasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya, 1993.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004.
Nasr, Hossein. Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, terj: Luqman
Hakim. Bandung: Penerbit Pustaka, 1994.
Pals, L. Daniel. Seven theories of religion. New York: Oxford University Press,
1996.
Qiraati, Muhsin. Membangun Agama, terj. MJ. Bafaqih. Bogor: Cahaya, 2004.
.Rajabi, Mahmoud. Horizon Manusia, terj. Yusuf Anas. Jakarta: Al-Huda, 2006.
Rakhmat, Jalaluddin. “Kata Pengantar” dalam Murtadha Mutahhari. Perspektif al-
Qur’an tentang Manusia dan Agama. Bandung; Mizan, 1992
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam
120

Anda mungkin juga menyukai