Anda di halaman 1dari 11

BAHASA DAN KOMUNIKASI

Tugas ini disususn untuk memenuhi tugas mata kuliah


Anak Berkebutuhan Khusus
Oleh Dosen Pengampu : Ramdhan Harjana, M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 2

Yoga Anggara Putra 16144600020


Dewi Puspita Wulasari 16144600100
Lolita Pebiola 16144600102
Meisya Luthfia Dewi 16144600106

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2019
A. Definisi
1. Filsafat Bahasa
Komponen besar dalam filsafat adalah ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Ketiganya tidak akan terlepas dalam bahasan filsafat. Tiga ranah itu kemudian
akan diturunkan ke dalam beberapa filsafat terapan. Dalam bahasan ini adalah
filsafat bahasa yang merupakan salah satu cabang filsafat terapan dengan
konsentrasi bahasa. Hidayat (2009:13) menyebutkan bahwa filsafat bahasa dapat
menduduki sebagai metode berpikir. Dengan demikian acuan yang dikedepankan
adalah berpikir mendalam, logis dan universal. Filsafat dipahami sebagai proses
berfikir (Alwasilah, 2008:8). Hal ini berkaitan dengan bahwa ketika seseorang
berfilsafat maka ia senantiasa bertitik tolak pada logika, estetika, metafisika dan
epistemologi (KBBI, 2001:277). Jika berfilsafat adalah proses berfikir maka
secara otomatis berfikir itu adalah berbahasa. Tidak mungkin seseorang berpikir
tanpa ada ungkapan yang dibahasan. Maka posisi bahasa di sini adalah simbol
dari proses berfikir itu. Bahasa tidak sekedar urutan bunyi yang dapat dicerna
secara empiris, tetapi juga kaya akan makna yang sifatnya non-empiris
(Alwasilah, 2008:14).
Dengan demikian filsafat bahasa dapat dikelompokkan ke dalam dua
kategori besar. Pertama, bahasa dalam menjelaskan berbagai objek filsafat.
Kedua, bhasa sebagai objek materi dari kajian filsafat seperti halnya filsafat
hukum, filsafat seni, filsafat manusia, filsafat agama dan sejenisnya (Alwasilah,
2008:14).

2. Hakikat Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi jika dilihat dari sudut pandang fungsi.
Bloch dan Trager dalam Asep Ahmad Hidayat (2006:22) mendefinisikan bahasa
sebagai suatu sistem simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh
suatu kelompok sosial sebagai alat untuk komunikasi (Language is a system of
arbitrary vocal symbols by means of which a social group cooperates). Di lain
pihak Josep Bram (Hidayat, 2006:22) mengatakan bahwa bahasa adalah suatu
sistem yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh
anggota suatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain (a language is a
structured system of arbitrary vocal symbols by means of which members of a
social group interact). Sementara Wardaugh (Hidayat, 2006:22) memberikan
definisi bahwa bahasa adalah suatu sitem simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang
digunakan untuk komunikasi manusia (a system of arbitrary vocal symbols used
for human communication). Dalam bahasa, antara lambang dan sesuatu yang
dilambangkannya bukanlah sesuatu yang terjadi dengan sendirinya atau bersifat
alamiah, seperti yang terdapat antara awan hitam dan turunnya hujan. Simbol
memperoleh fungsinya khususnya dari konsenses atau kesepakatan kelompok atau
konvensi sosial (Hidayat, 2009 : 25).
Dari beberapa pendapat di atas dapat dilihat persamaan dalam definisi adalah
‘simbol’. Simbol menjadi satu bahasan utama dalam bahasa. Dengan simbol
seseorang dapat memahami satu sama lain dan terjadilah komunikasi. Bahasa pada
dasarnya rangkaian simbol dari semua peristiwa atau fenomena yang ada. Dengan
demikian bahasa dimaknai sebagai simbol.

3. Fungsi Bahasa
Menurut Hidayat salah satu aspek terpenting dari bahasa ialah aspek fungsi
bahasa. Secara umum fungsi bahasa adalah sebagai alat Komunikasi, bahkan dapat
di Pandang sebagai fungsi utama dari bahasa (Swandy N, 2017:1-19). Sebagai
sistem simbol, bahasa mengandung makna. Ucapan penutur bahasa dihubungkan
dengan secara simbolis dengan obyek atau kejadian dalam dunia praktis. Ucapan itu
berarti atau terdiri atas aneka ragam ciri pengalaman atau mengandung makna.
Makna merupakan masalah yang selalu hadir dalam lingkungan kehidupan manusia.
Persoalan makna akan selalu berkembang sesuai dengan berkembangnya peristiwa
yang ada dalam lingkungan kehidupan manusia.
Dalam filsafat, persoalan makna ini telah menjadi perhatian utama para tokoh
filsafat bahasa. Tidak ada manusia tanpa bahasa dan juga tidak ada bahasa tanpa
manusia. Aspek terpenting dalam bahasa adalah komunikasi. Kata komunikasi atau
dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin communicatio, dan
bersumber dari kata communis yang berarti “sama” Effendy (Hidayat, 2006:26).
Jika dua orang terlibat dalam komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada
kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan.

4. Hakikat Komunikasi
Komunikasi adalah proses perhubungan antara berbagai pihak. Di dalam
komunikasi terdapat pesan yang disampaikan dan alat atau sarana yang
dipergunakan.. Oleh sebab itu, dalam proses komunikasi terkandung sejumlah
komponen utama, yaitu komunikator (penyamapain pesan), komunikasi (penerima
pesan), isi pesan yang dikomunikasikan, dan sarana komunikasi adalah alat bantu
yang dipergunakan dalam proses komunikasi.

B. Deskripsi Bahasa dan Komunikasi yang Baik


Kami ucapkan terima kasih kepada semua kawan2, spesial buat teman2 di
Himpunan Mahasiswa PGSD yg mensupport ku sampai selesai menjadi sarjana
pendidikan, kalian kawan terbaikku, toop...

Tanggapan :
Tuturan di atas menunjukkan kesantunan dengan pilihan bahasa ucapan terima
kasih. Lokus cerita ini adalah salah seorang anggota organisasi di Himpunan
Mahasiswa Prodi PGSD yang baru saja menyelesaikan studinya yang diakhiri
dengan seremoni wisuda. Kesantunan yang ditunjukkan dalam ungkapan di atas
adalah terima kasih, spesial, mensupport, terbaik, toop. Diksi yang digunakan oleh
si penutur memiliki makna mendalam bagaimana seseorang dapat mengakui
kesuksesan dirinya hari ini tidak semata-mata oleh dirinya saja akan tetapi banyak
teman yang telah turut serta menemani, membimbing, mengingatkan dan membantu
langsung penyelsaian studinya sampai sarjana. Makna terima kasih ini ditunjukkan
dengan bahasa santun dengan pengakuan terbuka tentang kesuksesannya.
Kesantunan bahasa juga ditunjukkan dengan penyebutan tim (Himpunan
Mahasiswa). Penutur mencoba untuk menegaskan dalam hal pengakuan terhadap
publik yang lebih banyak terhadap kesuksesan yang sudah didapatinya. Lalu
diakhiri dengan kata ‘toop’.
Kata ini penuh makna bahwa terima kasih tak terhingga kepada teman-temannya
yang luar biasa dalam mendorong dirinya untuk sukses. Kesantunan ditunjukkan di
sini bahwa kesuksesannya sangat dipengaruhi oleh dorongan teman-teman yang luar
biasa atau menurut penutur adalah ‘toop’.

C. Kasus
1. Kasus Pencemaran Nama Baik

Media sosial memang memberikan banyak keuntungan bagi penggunanya,


dengan akses serta jangkauannya yang tanpa batas. Namun sekaligus juga
membawa pengaruh buruk, dengan semakin mudahnya sebuah ‘status’ yang berisi
pernyataan yang belum tentu kebenarannya diketahui banyak orang bahkan menjadi
viral (baca juga: etika komunikasi digital). Pencemaran nama baik bisa berupa
penghinaan, fitnah, maupun penistaan.

1. Contoh kasus penghinaan di media sosial misalnya kasus status facebook Ibnu
Rachal Farhansyah pada 16 Maret 2010 silam,  yang memicu kemarahan
masyarakat Bali. Status yang memicu konflik saat masyarakat Bali menggelar
ritual Nyepi tersebut menuai kemarahan banyak pihak, hingga dilaporkan
kepada pihak yang berwenang.
2. Contoh kasus penistaan misalnya penangkapan Bagus Panji oleh Polres
Banyuwangi pada bulan Juni 2016 silam, akibat ulahnya memposting status
yang isinya berisi penghinaan terhadap agama Islam serta Nabi Muhammad
akibat rasa sakit hatinya melihat pemberitaan razia pedagang yang dilakukan
Satpol PP di Serang, Banten.
3. Contoh kasus pencemaran nama baik berupa fitnah misalnya kasus yang
dilakukan oleh Muhammad Arsyad, seorang pedagang sate yang mengedit lalu
menyebarkan foto seronok antara Jokowi dan Megawati Soekarno Putri melalui
facebook.

Sumber:https://pakarkomunikasi.com/contoh-kasus-pelanggaran-etika-dalam-
media-sosial

2. Kasus anak tunarungu dalam memahami komunikasi untuk menyesuaikan diri di


sekolah inklusi.

Penyesuaian diri anak penderita tunarungu di dalam lingkungna sekolah


inklusi kerap menjadi masalah dalam perkembangan anak di sekolah. Siswa
tunarungu yang bersekolah di sekolah inklusi memiliki permasalahan
penyesuaian diri yang lebih besar di sekolah luar biasa (Adwiasa dan
Muryantinah, 2013:2) hal ini disebabkan karena, adanya kompetisi di dalam
sekolah inklusi yang dialami oleh siswa tunarungu menyebabkan munculnya
permasalahan penyesuaian diri. Siswa tunarungu memiliki masalah psikososial
yang lebih kecil ketika di sekolah inklusi di banding ketika di sekolah luar biasa.
Hal ini di karenakan sekolah inklusi memberikan akses yang lebih baik terhadap
teman sebaya yang normal dan dukungan dari para spesialis yang baik
dibandingkan di sekolah luar biasa. Hal ini menghasilkan kinerja anak di
sekolah yang lebih baik serta potensi anak yang bisa lebih terlihat tanpa harus
mengisolasikan diri dengan anak-anak lain yang sama dengan dirinya. Anak
tunarungu dalam proses mereka menyesuaikan diri berbeda-beda. Berikut
beberapa kesimpulan yang dapat di ambil, di antaranya:

a. Anak tunarungu memilih untuk menarik diri dari sekolah dan berusaha
untuk tidak banyak terlibat dalam lingkungan sekolah tersebut. hal ini
disebabkan karena keadaan lingkungan yang tidak mendukung baik
teman yang kerap mendeskriminasikan dan guru yang tidak pedulu
dengan perkembangan anak tersebut.
b. Anak tunarungu memilih untuk fokus kepada hal yang penting saja yaitu
pelajaran, cenderung untuk membuat batasan dan mengabaikan
lingkungan sekolah yang menurutnya tidak kondusif.
c. Anak tunarungu memilih untuk berteman hanya dengan yang tunarungu
saja dan juga pembimbingnya.
d. Anak tunarungu dalam mencari sahabat dekat yang bisa mengerti dan
membatu dirinya dalam menyesuaikan diri di lingkungan sekolah
inklusi.

Secara teoritis, dalam penelitian ini dapat memperkaya kajian


komunikasi antarpribadi dalam konteks komunikasi pengurangan
kecemasan dan ketidakpastian yang dialami oleh orang berebutuhan
khusu di lingkungan yang tidak berkebutuhan khusus. Penyesuaian diri
anak tunarungu di sekolah inklusi khususnya dalam tahap kecemasan
dan ketidakpastian sangat bergantung dari motivasi yang didapatkan oleh
mereka dari lingkungan eksternal mereka. Lingkungan eksternal mereka
dapat menjadi dorongan tersendiri atau bahkan menjadi penghambat
dalam apakah mereka mau dan bisa menyesuaikan diri di sekolah inklusi
tersebut.
Sumber: Susilo, Alysha Paxia. Memahami komunikasi penyesuaian diri
anak tunarungi di sekolah inklusi.

D. Fakta
Anak tunarungu merupakan anak yang mengalami gangguan pada organ
pendengarannya sehingga mengakibatkan ketidakmampuan mendengar, mulai dari
tingkatan yang ringan sampai yang berat sekali yang diklasifikasikan kedalam tuli
(deaf) dan kurang dengar (hard of hearing). Gangguan pada organ pendengaran
biasa terjadi pada telinga luar, tengah, maupun bagian dalam. Dampak langsung
dari ketunarunguan adalah terhambatnya komunikasi verbal/lisan, baik secara
ekspresif (berbicara) maupun reseptif (memahami pembicaraan orang lain),
sehingga sulit berkomunikasi dengan lingkungan orang mendengar yang lazim
menggunakan bahasa verbal sebagai alat komunikasi. belajar berbicara dan
berbahasa. Oleh karena itu anak tunarungu memerlukan layanan khusus untuk
mengembangkan kemampuan berbahasa dan berbicara, sehingga dapat
meminimalisi dampak dari ketunarunguan yang dialaminya.
Sumber: Hernawati, Teti. 2007. Pengembangan Kemampuan Berbahasa Dan
Berbicara Anak Tunarungu. Universitas Pendidikan Indonesia.

E. Opini
Anak berkebutuhan khusus dalam hal ini tunarungu mengalami kesulitan
beradaptasi dilingkungan sekitar sehingga mengakibatkan permasalahan
perkembangan bahasa anak tersebut. Persentase permasalahan anak tuna rungu
lebih besar bersekolah di sekolah inklusi dari pada di sekolah luar biasa. Dalam hal
ini diakibatkan pengruh lingkungan sekitar. Siswa tunarungu memiliki masalah
psikososial yang lebih kecil ketika di sekolah inklusi di banding ketika di sekolah
luar biasa. Hal ini di karenakan sekolah inklusi memberikan akses yang lebih baik
terhadap teman sebaya yang normal dan dukungan dari para spesialis yang baik
dibandingkan di sekolah luar biasa. Hal ini menghasilkan kinerja anak di sekolah
yang lebih baik serta potensi anak yang bisa lebih terlihat tanpa harus
mengisolasikan diri dengan anak-anak lain yang sama dengan dirinya. Anak
tunarungu dalam proses mereka menyesuaikan diri berbeda-beda. Diantaranya,
anak tunarungu lebih memilih menarik diri dari lingkungan sekolah, anak
tunarungu lebih fokus pada hal yang dikira pending oleh dirinya, dan lebih
memilih berteman hanya dengan sesama anak tunarungu.

F. Solusi
Anak tunarungu merupakan anak yang mengalami gangguan pendengaran
yang diklasifikasikan kedalam tuli (deaf) dan kurang pendengaran (hard of
hearing). Ketunarunguan memberikan dampak terhadap perkembangan bahasa dan
bicaranya terutama bagi anak tunarungu sejak lahir (prabahasa). Perkembangan
berbahasa dan berbicara mereka menjadi terhambat, sehingga berakibat juga pada
keterhambatan dalam pengembangan potensinya.
Kemampuan berbahasa dan berbicara anak tunarungu dapat dikembangkan
melalui layanan khusus serta didukung dengan berbagai fasilitas, baik yang
berkaitan dengan materi latihan, maupun dengan fasilitas yang digunakan untuk
mengoptimalkan sisa pendengarannya. Pengembangan kemampuan berbahasa dan
berbicara anak tunarungu harus dilakukan sedini mungkin agar diperoleh hasil
yang efektif.
Kemampuan berbahasa anak tunarungu dapat dikembangkan berdasarkan
pemerolehan bahasa pada anak mendengar melalui percakapan antara anak dengan
ibunya atau orang yang dekat dengannya. Anak mendengar memperoleh bahasa
berawal dari adanya pengalaman atau situasi bersama anatara bayi dan ibunya atau
orang ’terdekatnya’. Melalui pengalaman tersebut, anak ’belajar’ menghubungkan
pengalaman dengan lambang bahasa yang diperoleh malalui pendengarannya.
Sedangkan anak tunarungu dapat memperoleh bahasa melalui belajar
menghubungkan pengalaman dalam situasi bersama antara anak dan orang tua atau
guru dengan lambang visual berupa gerakan organ artikulasi yang membentuk
kata-kata. Bagi anak yang kurang dengar, dengan bantuan alat bantu dengar,
pendengarannya dapat mendukung proses pemerolehan bahasa tersebut.
Kemampuan bicara anak tunarungu dikembangkan setelah bahasa reseptif
anak mulai terbentuk. Pembinaanya dapat dilakukan secara individual maupun
klasikal. Adapun tujuan akhir dari pengembangan kemampuan bicara pada anak
tunarungu adalah agar ia memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar
untuk: berkomunikasi di masyarakat; bekerja dan berintegrasi dalam kehidupan
masyarakat; serta berkembang sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.
DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. (2008). Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT.


Remaja Roda Karya.

Hidayat, Asep Ahmad. (2006). Filsafat Bahasa-Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna


dan Tanda. Bandung: PT. Remaja Roda Karya.

Manan. (2018). Etika Bahasa Dalam Komunikasi Media Sosial. Jurnal Ilmiah
Educater ISSN 2442-5427 Volume 4, No. 1, Juli 2018, pp. 25-35

Swandy N, Eduardus. (2017). Bahasa Gaul Remaja dalam Media Sosial Facebook.
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017. Hlm.1-19 www.kuningankab.go.id-
diunduh pada 07/11/2017

Tati Hernawati. (2007). Pengembangan Kemampuan Berbahasa Dan Berbicara Anak


Tunarungu. JASSI_Anakku Volume 7 Nomor 1 Juni 2007 Hlm 101-110

Anda mungkin juga menyukai