Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Subak merupakan lembaga irigasi dan pertanian yang bercorak sosio-


religius terutama bergerak dalam pengolahan air untuk produksi tanaman setahun
khususnya padi berdasarkan prinsip Tri Hita Karana (Sutawan,2002 : 80). Subak
sebagai lembaga tradisional memang sudah di kenal di mancanegara. United
Nation Education, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), pada 12 juni
2012 menetapkan subak sebagai warisan budaya dunia dalam kategori lanskap
budaya. Nama yang diberikan oleh UNESCO untuk warisan tersebut adalah
“Cultural Landscape of Bali Province: the Subak System as a Manifestation of the
Tri Hita Karana Philosophy” (Warisan Budaya Orang Bali: Subak sebagai
Manifestasi dari Tri Hita Karana). Sebagai organisasi yang mengurus tentang
sistem irigasi tradisional, subak juga memiliki daya tarik tersendiri bagi
wisatawan yaitu rice terrace (sawah berteras) yang umumnya tersusun atas petak
sawah yang bertingkat-tingkat atau berundak-undak menyerupai anak tangga yang
tidak berukuran, pemandangan itulah yang menyuguhkan para wisatawan baik
lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke Bali. Sebagai organisasi
tradisional, subak juga memiliki aturan tertulis sebagai produk hukum yang
disusun berdasarkan hasil musyawarah masyarakat subak yang disebut Awig-
awig. Salah satu aturan tertulis pada Awig-awig menurut Sutawan pada buku
ORGANISASI DAN MANAJEMEN SUBAK DI BALI adalah “Pelanggaran
yang berkaitan dengan bibit dan tanaman padi. Hal-hal yang termasuk dalam
pelanggaran ini antara lain adalah: varitas bibit yang ditanam menyimpang dari
kesepakatan subak atau tidak mengikuti perintah pengurus subak; mulai
pembibitan melampaui batas waktu yang diperbolehkan misalnya dalam jangkau
waktu selambat-lambatnya 10 hari; mencuri bibit; mencabut tanaman padi milik
orang lain; menanam padi pada waktu mendapat giliran menanam palawija; dan
membakar jerami sampai mengakibatkan kebakaran tanaman padi milik orang
lain; membuang jerami di sungai; menumpuk jerami di jalan subak”. Dalam

1
menerapkan Awig-awig tersebut berlandaskan Tri Hita Karana sehingga
keseimbangan antara Tuhan, manusia dan lingkungan tetap terjaga.

Tri Hita Karana merupakan ajaran filosofi agama Hindu yang selalu ada
dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Bali. Istilah Tri Hita Karana adalah
tiga penyebab kebahagiaan yang dapat dicapai dengan cara menjaga
keharmonisan dalam Tri Hita Karana yaitu hubungan harmonis antara manusia
dengan Tuhan (Parhyangan), hubungan harmonis antara manusia dengan sesama
manusia (Pawongan) dan hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan
(Palemahan). Tujuan Tri Hita Karana bagi masyarakat Bali sangat memberikan
pengaruh yang besar terhadap aspek kehidupan mereka, maka dari itu subak
sebagai sistem irigasi traditional Bali menerapkan konsep Tri Hita Karana dengan
harapan akan tetap menjaga keseimbangan antara Tuhan, manusia, dan
lingkungan.

Para leluhur nenek moyang petani di Bali mengimplementasikan Tri Hita


Karana dalam subak sebagai cara yang efektif dalam mengintensifkan pertanian
sawah di Bali. Subak bukan sekedar budidaya, tetapi juga menjadi salah satu inti
dari budaya Bali. Budaya atau kebudayaan dalam subak mencakup pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat serta kebiasaan sekelompok
masyarakat Bali. Selain itu, sebagai kebudayaan subak merupakan hasil karya,
rasa dan cipta nenek moyang. Melalui cipta, rasa dan karya nenek moyang petani
Bali telah mengembangkan subak menjadi organisasi tradisional yang memiliki
nilai-nilai yang luar biasa, melewati batas etnis, bangsa agama dan kepercayaan.
Berbagai nilai kemanusiaan diimplementasikan dalam bentuk yang luhur itu Tri
Hita Karana. Tujuannya bukan hanya dalam mengelola siklus tanam padi. Namun
yang jauh lebih penting, implementasi Tri Hita Karana bertujuan mengatur siklus
kehidupan, agar manusia dapat hidup di bumi ini secara berkelanjutan (Kaler
Surata, 2013:126).

Menurut Sutawan dalam buku ORGANISASI DAN MANAJEMEN


SUBAK DI BALI “Masyarakat Bali pada umumnya sering membayangkan atau
mengintepretasikan subak dengan salah satu gambaran berikut, suatu kompleks
persawahan tentang luas dan batas-batas tertentu, para petani padi sawah yang

2
terhimpun dalam satu wadah organisasi yang bergerak di bidang pengelolaan air
irigasi, dan sistem fisik atau jaringan irigasi itu sendiri sebagai telabah (saluran-
saluran), empelan (empangan air di sungai), tembuku (bangunan-bangunan
pembagi air) dan fasilitas lainnya”. Kurangnya pemahaman masyarakat Bali
tentang subak membuat masyarakat Bali menginterpretasikan subak seperti itu.
Pemahaman seperti itu tidaklah salah, akan tetapi kegiatan ritual anggota irigasi di
Bali lebih dominan dibandingkan yang dilakukan petani di daerah-daerah lain
sehingga dapat dikatakan kegiatan ritual yang terkait dengan tradisi dan agama
Hindu di Bali itulah yang membedakan sistem irigasi di Bali dengan sistem irigasi
di daerah lainnya. Pengenalan kembali mengenai subak di Bali sangatlah penting
untuk memperjelas pemahaman masyarakat Bali tentang subak terutama
pembelajaran untuk generasi muda di Bali.

Subak dapat menjadi model yang tepat dan teruji bagi pembelajaran, karena
mampu menghilangkan pembatas antara belajar di sekolah dan kehidupan nyata,
antara ilmu alam dan ilmu sosial, antara sains modern dan sains tradisional, dan
terutama pembatas antara generasi dan warisan kebudayaan leluhurnya. Sejarah
perkembangan subak dapat memberikan fokus yang jelas tentang tantangan dalam
mengimplementasikan pembelajaran berbasis lingkungan lokal. Pada saat ini
subak menghadapi berbagai ancaman. Yang paling serius adalah minat generasi
muda untuk bekerja dalam bidang pertanian sangat rendah. Kesan bekerja sebagai
petani yang identik dengan penghasilan rendah, suasana kerja yang kotor, dan
kurang terdidik mengakibatkan sebagian besar generasi muda menjauhi budidaya
bertani.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kalangan generasi muda sekarang tidak


tertarik dengan sektor pertanian. Hal ini menyebabkan kurangnya pemahaman
generasi muda terhadap organisasi subak. Fenomena ini ditunjukan dengan
semkin sedikitnya petani yang berusia muda, lembaga pendidikan pertanian baik
tingkat menengah maupun perguruan tinggi sangat sedikit peminat. Bahkan
beberapa pendidikan pertanian tingkat menengah sudah tutup karena tidak ada
siswa. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, salah satunya adalah dengan
memberikan beasiswa kepada mahasiswa di berbagai perguruan tinggi bidang
pertanian, termasuk di Universitas Udayana sebagai salah satu Perguruan Tinggi

3
Negeri di Bali. Namun, hal itu saja tampaknya belum cukup, karena mengenalkan
dan memberikan pemahaman tentang sistem subak sebagai budaya masyarakat
Bali yang harus dipertahankan (Windia, 2012 : 58).

Mengenalkan dan memberi pemahaman tentang sistem atau organisasi


subak kepada masyarakat Bali telah dilakukan dengan cara membuat buku yang
menjelaskan tentang subak tersebut. Buku formal yang telah ada menjelaskan
segala tentang subak. Namun, karena buku yang menjelaskan tentang subak
terkesan formal tersebut membuat remaja kurang tertarik untuk membaca dan
memahami isi buku tersebut. Remaja awal yaitu SMP (Sekolah Menengah
Pertama) melakukan pembelajaran lebih banyak menggunakan buku dan menurut
guru yang mengajar remaja sekolah menengah pertama lebih tertarik jika terdapat
gambar atau ilustrasi dalam buku tersebut. Mereka lebih mudah memahami isi
buku jika terdapat ilustrasi sebagai penunjang dari isi buku.

1.2. Masalah Perancangan


1.2.1. Identifikasi Masalah

Dengan melihat latar belakang permasalahan tentang pemahaman


implementasi Tri Hita Karana pada organisasi subak oleh pemahaman
masyarakat Bali, identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya pemahaman masyarakat Bali khususnya remaja Bali


mengenai implementasi Tri Hita Karana dalam organisai subak.
2. Kurangnya media informatif yang memperkenalkan
implementasi Tri Hita Karana dalam organisasi subak dengan
bahasan yang mudah dimengerti usia remaja.

1.2.2. Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah fenomena implementasi Tri Hita Karana pada


organisasi subak, Rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perancangan media yang informatif untuk


memperkenalkan implementasi Tri Hita Karana dalam organisasi
subak kepada masyarakat Bali dengan bahasan yang mudah
dimengerti usia remaja?

4
1.2.3. Ruang Lingkup Masalah

Dalam fenomena implementasi Tri Hita Karana pada organisasi


subak di petakan ruang lingkup agar memperoleh bahasan yang lebih
terarah. Adapun ruang lingkup masalah tersebut adalah:

1. Apa?

Penelitian mengenai pemahaman implementasi Tri Hita Karana


pada organisasi subak kepada masyarakat Bali khususnya kepada
remaja Bali sebagai pembeda organisasi irigasi di Bali dengan di daerah
lain, untuk menjadi landasan perancangan buku ilustrasi implementasi
Tri Hita Karana pada organisasi subak.

2. Bagian mana?

Fokus penelitian pada perancangan buku ilustrasi yang


menjelaskan unsur hubungan harmonis antara manusia dengan tuhan
(Parhyangan) dalam Tri Hita Karana yang terdapat pada organisasi
subak yaitu kegiatan ritual anggota irigasi di Bali sehingga dapat
dikatakan kegiatan ritual itulah yang membedakan sistem irigasi di Bali
dengan sistem irigasi didaerah lainya. Buku ini dibuat dengan bahasan
yang ringan sehingga dapat dipahami remaja Bali.

3. Tempat?

Penelitian ini berlokasi di beberapa subak Kabupaten Tabanan Bali


yang dijuluki sebagai daerah lumbung padi Bali dan beberapa Pura
yang berhubungan dengan subak seperti Pura Baturaru.

4. Waktu?

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 23


Maret 2015 sampai 25 April 2015.

5
1.3. Tujuan Perancangan
Adapun tujuan dari perancangan buku ilustrasi implementasi Tri Hita
Karana pada organisasi subak ini adalah:
1. Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat Bali terutama
remaja Bali tentang implementasi Tri Hita Karana pada
organisasi subak di Bali.
2. Merancang buku ilustrasi implementasi Tri Hita Karana pada
organisasi subak dengan ilustrasi yang menarik dan bahasan yang
mudah dimengerti remaja Bali.

1.4. Manfaat Perancangan


1.4.1. Bagi Daerah
1. Meningkatkan pemahaman masyarakat Bali terutama remaja Bali
tentang implementasi Tri Hita Karana dalam organisasi subak.
2. Meningkatkan minat baca remaja Bali dengan media buku
ilustrasi yang menarik dan bahasan yang ringan.
1.4.2. Bagi Masyarakat
1. Mengetahui ritual-ritual keagamaan pada subak sebagai pembeda
antara sistem irigasi di Bali dengan sistem irigasi di daerah lain.
2. Mendapatkan informasi mengenai ritual-ritual keagamaan yang
ada di subak.
3. Mengetahui implementasi Tri Hita Karana pada organisasi subak
khususnya pada keharmonisan manusia pada Tuhan (pharyangan).

1.5. Cara pengumpulan data & Analisa


Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Menurut
Bogdan dan Taylor (1975:5) metodelogi kualitatif adalah prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan prilaku yang diamati. Berikut ini langkah-langkah yang
diambil dalam pengumpulan data & Analsis:

1. Observasi

6
Observasi dilaksanakan pada tanggal 23 Maret 2015.
Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati, mencatat,
dan turun langsung kepada anggota organisasi subak di Bali. Dengan
harapan mencari data pengetahuan mereka tentang subak dan
implementasi Tri Hita Karana pada organisasi subak yang nantinya
akan mendapatkan kesimpulan dari hasil observasi dan dijadikan dasar
untuk perancangan.

2. Wawancara
Penelitian dilakukan dengan cara melakukan kegiatan wawancara
tatap muka kepada narasumber Ibu Ratna Pawitrani sebagai pengurus
meseum subak, Bapak I Gusti Made Matra sebagai Kepala Sub. Dinas
(Kasubdin) Persubakan dan para saudara yang terlibat langsung dalam
objek penelitian.

3. Study literatur
Untuk mencari data dan informasi melalui buku-buku dan jurnal
yang berkaian dengan topik pembahasan tugas akhir, diantaranya:
Buku TRI HITA KARANA Menurut Konsep Hindu, Lanskap Budaya
Subak, SUBAK WARISAN BUDAYA DUNIA, ORGANISASI DAN
MANAJEMEN SUBAK DI BALI, WARNA, Desain Grafis
Komputer, Pengantar Desain Komunikasi Visual.

7
1.6. Kerangka Perancangan

8
1.7. Pembabakan
Pembabakan berikut ini berisi gambaran singkat mengenai pembahasan di
setiap bab penulisan laporan:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang masalah yang menjabarkan gambaran


umum tentang masalah pemahaman masyarakat Bali tentang organisasi subak dan
implementasi Tri Hita Karana pada organisasi subak, dan juga menjelaskan
permasalahan kurangnya pemahaman masyarakat Bali tentang organisasi subak
dan implementasi Tri Hita Karana pada organisasi subak dengan ruang lingkup
sebagai fokus pembahasan yaitu keharmonisan hubungan manusia dengan tuhan
(pharyangan) dalam implementasi Tri Hita Karana pada organisasi subak. Pada
bab ini juga dijelaskan metode pengumpulan data yang dilakukan yaitu
menggunakan metode kualitatif dengan cara observasi, wawancara, studi literatur
dan kuisoner untuk mendapat data sebagai bahan perancangan.

BAB II DASAR PEMIKIRAN

Berisikan teori-teori yang relevan untuk perancangan buku ilustrasi


implementasi Tri Hita Karana pada organisasi subak. Teori-teori yang digunakan
adalah teori dari anatomi buku, ilustrasi, dan ilmu desain komunikasi visual.

BAB III DATA DAN ANALISA MASALAH

Menguraikan data-data yang telah didapatkan dari hasil observasi,


wawancara, studi literatur dan kuesioner kepada masyarakat, pekaseh (ketua
subak), petugas museum subak dan para saudara yang terlibat langsung dalam
objek penelitian serta menjelaskan hasil analisis dari data yang telah didapatkan
dan dengan menggunakan teori yang telah dijabarkan pada Bab II untuk strategi
perancangan.

BAB IV KONSEP DAN HASIL PERANCANGAN

Berisikan konsep desain dari rancangan buku ilustrasi yang akan


dibuat. Konsep tersebut akan berupa buku ilustrasi untuk memperkenalkan dan
menambah pemahaman remaja Bali tentang implementasi Tri Hita Karana pada

9
organisasi subak dengan fokus bahasan unsur pharyangan dalam Tri Hita Karana
yaitu harmonisasi manusia dengan tuhan dan dikemas dengan visual yang menarik
serta bahasan yang ringan sehingga isi buku dapat tersampaikan dengan tepat.
Kemudian selain konsep juga berisikan hasil rancangan yang dibuat berdasarkan
data yang telah didapatkan dan konsep yang telah ditentukan.

BAB V PENUTUP

Berisi kesimpulan dari data keseluruhan dan saran pada waktu sidang.

10

Anda mungkin juga menyukai