Anda di halaman 1dari 40

k jarak jauh ke jarak dekat karena kemampuan lensa untuk

mengubah bentuknya, suatu fenomena yang dikenal sebagai akomodasi.


Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa untuk menjadi lebih
atau kurang bulat (sferis), tergantung besarnya tegangan serat-serat
zonula pada kapsul lensa. Tegangan zonula dikendalikan oleh aktivitas
musculus ciliaris, yang bila berkontraksi akan mengendurkan tegangan
zonula. Dengan demikian lensa menjadi lebih bulat dan dihasilkan daya
dioptri yang lebih kuat untuk memfokuskan objek-objek yang lebih
dekat. Relaksasi musculus ciliaris akan menghasilkan kebalikan
rentetan peristiwa-peristiwa tersebut, membuat lensa mendatar dan
memungkinkan objek-objek jauh terfokus. Dengan bertambahnya usia,
daya akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan-lahan seiring
dengan penurunan elastisitasnya.1

2.2. Fisiologi Mata


2.2.1. Proses Akomodasi
Akomodasi merupakan suatu proses ketika lensa merubah fokus
untuk melihat benda dekat. Pada proses terjadi perubahan bentuk lensa
yang dihasilkan oleh kinerja otot siliaris pada serabut zonular.
Kelenturan lensa paling tinggi dijumpai pada usia kanak-kanak dan
dewasa muda, dan semakin menurun dengan bertambahnya usia. Ketika
lensa
7

1
Universitas Muhammadiyah Palembang
Gambar 2.4. Proses Refraksi7
Proses refraksi dimulai dari sinar berjalan lebih cepat melalui
udara daripada melalui media trasnparan lain misalnya air dan kaca.
Ketika masuk ke suatu medium dengan densitas tinggi, berkas cahaya
melambat (dan sebaliknya). Arah berkas berubah jika cahaya tersebut
mengenai permukaan medium baru yang tidak tegak lurus. Berbeloknya
berkas sinar dikenal sebagai refraksi. Pada permukaan melengkung
seperti lensa, semakin besar kelengkungan, semakin besar derajat
pembelokan dan senakin kuat lensa. Ketika suatu berkas cahaya
mengenai permukaan lengkungan lengkung suatu benda dengan
densitas lebih besar, arah refraksi bergantung pada sudut kelengkungan.
Permukaan konveks melengkung keluar, sementara permukaan konkaf
melengkung ke dalam (seperti gua). Permukaan konveks menyebabkan
konvergensi berkas sinar, membawa berkas-berkas tersebut lebih dekat
satu sama lain. Karena konvergensi adalah hal esensial untuk membawa
suatu bayangan ke titik fokus, permukaan refraktif mata terbentuk
konveks. Permukaan konkaf membuyarkan berkas sinar (divergensi).
Lensa konkaf bermanfaat untuk mengoreksi kesalahan refraktif tententu
mata, misalnya untuk penglihatan dekat. 7

2
Universitas Muhammadiyah Palembang
2.3. Katarak
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa. Penuaan merupakan
penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain yang
mungkin terlibat, antara lain: trauma, toksin, penyakit sistemik (misal
diabetes), merokok, dan herediter. Katarak akibat penuaan merupakan
penyebab umum gangguan penglihatan. Berbagai studi uoss-sectional
melaporkan prevalensi katarak pada individu berusia 65-74 tahun adalah
sebanyak 50%; prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu di atas
75 tahun.2
Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun
demikian, pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat
protein yang menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi
transparansinya. Perubahan protein lainnya akan mengakibatkan perubahan
warna lensa menjadi kuning atau coklat. Temuan tambahan mungkin berupa
vesikel di antara serat-serat lensa atau migrasi sel epitel dan pembesaran sel-
sel epitel yang menyimpang. Sejumlah faktor yang diduga turut berperan
dalam terbentuknya katarak, antara lain kerusakan oksidatif (dari proses
radikal bebas), sinar ultraviolet, dan malnutrisi. Hingga kini belum
ditemukan pengobatan yang dapat memperlambat atau membalikkan
perubahan-perubahan kimiawi yang mendasari pembentukan katarak.2
2.3.1. Etiologi dan Faktor Risiko Katarak
Beberapa faktor risiko katarak dapat dibedakan menjadi faktor
individu, lingkungan, dan faktor protektif. Faktor individu terdiri atas
usia, jenis kelamin, ras, serta factor genetik. Faktor lingkungan
termasuk kebiasaan merokok, paparan sinar ultraviolet, status
sosioekonomi, tingkat pendidikan, diabetes mellitus, hipertensi,
penggunaan steroid, dan obat-obat penyakit gout. Faktor protektif
meliputi penggunaan aspirin dan terapi pengganti hormon pada
wanita.1
Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang
menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa
dapat dipercepat oleh faktor risiko seperti merokok, paparan sinar UV

3
Universitas Muhammadiyah Palembang
yang tinggi, alkohol, defisiensi vit E, radang menahun dalam bola
mata, dan polusi asap motor/pabrik yang mengandung timbal Cedera
pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi,
dan trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala
seperti katarak. Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak,
disebut sebagai katarak kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat
adanya peradangan/infeksi ketika hamil, atau penyebab lainnya.
Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan
metabolik lainnya seperti diabetes mellitus.1

2.3.2. Patofisiologi Katarak


Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa. 
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengakibatkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya ke retina.  Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein
lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi.  Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.1
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori
hidrasi dan sklerosis:
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada
epitellensa yang berada di subkapsular anterior, sehingga air
tidak dapatdikeluarkan dari lensa. Air yang banyak ini akan
menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan
kekeruhan lensa1.
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana
serabut kolagen terus bertambah sehingga terjadi pemadatan

4
Universitas Muhammadiyah Palembang
serabut kolagen di tengah. Makin lama serabut tersebut semakin
bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa1.
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:1
1. Kapsula
- Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
- Mulai presbiopia
- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur 
- Terlihat bahan granular 
2. Epitel-makin tipis
- Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan
berat)
- Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
- Iregular
- Pada korteks jelas kerusakan serat sel
- Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah
proteinnukelus lensa, sedang warna coklat protein lensa
nucleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal
- Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi
dan menghalangi foto oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparasi, akibat perubahan pada serabut halus multipel yang
memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya
menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa
menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan
penghambatan jalannya cahaya ke retina.1
2.3.3. Gejala Klinis Katarak
Pasien dengan katarak mengeluh, gangguan penglihatan dapat
berupa4:
1. Merasa silau
2. Berkabut, berasap

5
Universitas Muhammadiyah Palembang
3. Sukar melihat dimalam hari atau penerangan redup
4. Melihat ganda
5. Melihat halo sekitar sinar
6. Penglihatan menurun
2.3.4. Klasifikasi Katarak
A. Berdasarkan Usia
1) Katarak kongenital
Sepertiga kasus katarak kongenital adalah diturunkan,
sepertiga berkaitan dengan penyakit sistemik, dan sisanya
idiopatik. Separuh katarak kongenital disertai anomaly mata
lainnya, seperti PHPV (Primary Hyperplastic Posterior
Vitreous), aniridia, koloboma, mikroftalmos, dan buftalmos
(pada glaukoma infantil).2
2) Katarak Juvenil
Katarak yang lembek yang terdapat pada orang muda,
yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan
lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital.4
3) Katarak senilis
Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan,
penebalan, serta penurunan daya akomodasi, kondisi ini
dinamakan katarak senilis. Katarak senilis merupakan 90%
dari semua jenis katarak. Terdapat tiga jenis katarak senilis
berdasarkan lokasi kekeruhannya, yaitu1:
a) Katarak nuklearis
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan
sentral dan perubahan warna lensa menjadi kuning
atau cokelat secara progresif perlahan-lahan yang
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Derajat
kekeruhan lensa dapat dinilai menggunakan slitlamp.
Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun

6
Universitas Muhammadiyah Palembang
dapat juga asimetris. Perubahan warna mengakibatkan
penderita sulit untuk membedakan corak warna.1
Katarak nuklearis secara khas lebih
mengganggu gangguan penglihatan jauh daripada
penglihatan dekat. Nukleus lensa mengalami
pengerasan progresif yang menyebabkan naiknya
indeks refraksi, dinamai miopisasi. Miopisasi
menyebabkan penderita presbiopia dapat membaca
dekat tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi ini
disebut sebagai second sight.1

Gambar 2.5. Katarak Nuklearis1


b) Katarak kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan proses
oksidasi dan presipitasi protein pada sel-sel serat
lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral, asimetris,
dan menimbulkan gejala silau jika melihat ke arah
sumber cahaya. Tahap penurunan penglihatan
bervariasi dari lambat hingga cepat. Pemeriksaan
slitlamp berfungsi untuk melihat ada tidaknya vakuola
degenerasi hidropik yang merupakan degenerasi epitel
posterior, dan menyebabkan lensa mengalami
elongasi ke anterior dengan gambaran seperti embun.1

7
Universitas Muhammadiyah Palembang
Gambar 2.6. Katarak Kortikalis1
c) Katarak subkapsuler
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior
dan posterior. Pemeriksaannya menggunakan slitlamp
dan dapat ditemukan kekeruhan seperti plak di
korteks subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau,
penglihatan buruk pada tempat terang, dan
penglihatan dekat lebih terganggu daripada
penglihatan jauh.1
didapatkan iris tremulans, bilik mata depan dalam,
sudut bilik mata terbuka, serta shadow test positif palsu. 1

Gambar 2.10. Katarak Hipermatur1

Tabel 2.1. Perbedaan Stadium Katarak


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air (air+masa
masuk) lensa

8
Universitas Muhammadiyah Palembang
berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
an slit lamp biasanya dijumpai keadaan palpebra, konjungtiva,
dan kornea dalam keadaan normal. Pemeriksaan funduskopi dapat
dilakukan bila memungkinkan. Kelainan yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan oftalmologi pasien katarak imatur adalah sebagai
berikut: 1
- Lensa
Pada lensa pasien didapatkan lensa keruh sebagain dengan kesan
berwarna putih keabuan tidak merata, sedangkan pada katarak
imatur warna lensa putih padat merata dan lensa berwarna putih
seperti susu cair pada katarak hipermatur.
- Kamera okuli anterior
Pada katarak imatur kamera okuli anterior dapat menjadi
dangkal. Hal ini disebabkan oleh lensa yang mencembung akibat
proses penyerapan air ke dalam lensa, kemudian lensa
mendorong iris ke depan dan menyebabkan kamera okuli anterior
menjadi dangkal.
- Bayangan iris
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui derajat kekeruhan
lensa. Pada pemeriksaan ini, sentolop disinarkan pada pupil
dengan membuat sudut 45° dengan dataran iris. Semakin sedikit
lensa keruh pada bagian posterior maka semakin besar bayangan
iris pada lensa tersebut.
Interpretasinya bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan
letaknya jauh terhadap pupil berarti lensa belum keruh selurunya,
ini terjadi pada katarak imatur, keadaan ini disbut iris shadow
test (+). Bila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terhadap
pupil berarti lensa sudah keruh seluruhnya. Keadaan ini terjadi
pada katarak matur dengan iris shadow test (-). Pada katarak
hipermatur, lensa sudah keruh seluruhnya mengecil serta terletak

9
Universitas Muhammadiyah Palembang
jauh di belakang pupil, sehingga bayangan iris pada lensa besar
dengan iris shadow test (-).
- Fundus reflex
Pada katarak imatur akan tampak titik hitam diantara warna
merah, sedangkan pada katarak matur fundus reflek negatif
karena seluruh lensa sudah keruh merata
- Tekanan intraokular
Bisa normal atau meningkat. Peningkatan TIO yang meningkat
pada katarak imatur biasanya jika sudah terjadi komplikasi
berupa glaukoma sekunder. 1
2.3.6.Tatalaksana Katarak
Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan
bedah. Beberapa penelitian seperti penggunaan vitamin C dan E dapat
memperlambat pertumbuhan katarak, namun belum efektif untuk
menghilangkan katarak. Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk
mengoptimalkan fungsi penglihatan. Keputusan melakukan tindakan
bedah tidak spesifik tergantung dari derajat tajam penglihatan, namun
lebih pada berapa besar penurunan tersebut mengganggu aktivitas
pasien Indikasi lainnya adalah bila terjadi gangguan stereopsis,
hilangnya penglihatan perifer, rasa silau yang sangat mengganggu,
dan simtomatik anisometrop.1
Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi
antara lain: glaucoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis
fakoantigenik, dislokasi lensa ke bilik depan, dan katarak sangat padat
sehingga menghalangi pandangan gambaran fundus karena dapat
menghambat diagnosis retinopati diabetika ataupun glaukoma.
Beberapa jenis tindakan bedah katarak 1:
1. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)
EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang
lensa dan kapsul secara keseluruhan. EKIK menggunakan
peralatan sederhana dan hampir dapat dikerjakan pada
berbagai kondisi. Terdapat beberapa kekurangan EKIK,

10
Universitas Muhammadiyah Palembang
seperti besarnya ukuran irisan yang mengakibatkan
penyembuhan luka yang lama, menginduksi astigmatisma
pasca operasi, cystoid macular edema (CME), dan ablasio
retina.1,9 Meskipun sudah banyak ditinggalkan, EKIK masih
dipilih untuk kasus-kasus subluksasi lensa, lensa sangat
padat, dan eksfoliasi lensa.Kontraindikasi absolut EKIK
adalah katarak pada anak-anak, katarak pada dewasa muda,
dan ruptur kapsul traumatik, sedangkan kontraindikasi relatif
meliputi miopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni,
dan adanya vitreus di kamera okuli anterior. 1
2. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)
EKEK adalah jenis operasi katarak dengan membuang
nukleus dan korteks lensa melalui lubang di kapsul anterior.
EKEK meninggalkan kantong kapsul (capsular bag) sebagai
tempat untuk menanamkan lensa intraokuler (LIO). Teknik
ini mempunyai banyak kelebihan seperti trauma irisan yang
lebih kecil sehingga luka lebih stabil dan aman, menimbulkan
astigmatisma lebih kecil, dan penyembuhan luka lebih cepat.
Pada EKEK, kapsul posterior yang intak mengurangi risiko
ablasio retina, edema kornea, serta mencegah penempelan
vitreus ke iris, LIO, atau kornea.
3. Small Incision Cataract Surgery(SICS)
Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu
teknik operasi dengan irisan sangat kecil (7-8 mm) dan
hampir tidak memerlukan jahitan, teknik ini dinamai SICS.
Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan relative
lebih cepat dan risiko astigmatisma lebih kecil dibandingkan
EKEK konvensional. SICS dapat mengeluarkan nukleus lensa
secara utuh atau dihancurkan. Teknik ini populer di Negara
berkembang karena tidak membutuhkan peralatan
fakoemulsifikasi yang mahal, dilakukan dengan anestesi
topikal, dan bias dipakai pada kasus nukleus yang

11
Universitas Muhammadiyah Palembang
padat.Beberapa indikasi SICS adalah sklerosis nucleus derajat
II dan III, katarak subkapsuler posterior, dan awal katarak
kortikal.1
4. Fakoemulsifikasi
Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip
ultrasonik untuk memecah nucleus lensa dan selanjutnya
pecahan nucleus dan korteks lensa diaspirasi melalui insisi
yang sangat kecil. Dengan demikian, fakoemulsifikasi
mempunyai kelebihan seperti penyembuhan luka yang cepat,
perbaikan penglihatan lebih baik, dan tidak menimbulkan
astigmatisma pasca bedah. Teknik fakoemulsifikasi juga
dapat mengontrol kedalaman kamera okuli anterior serta
mempunyai efek pelindung terhadap tekanan positif vitreus
dan perdarahan koroid. Teknik operasi katarak jenis ini
menjadi pilihan utama di negara-negara maju.1

2.4. Miopia
Miopia adalah kelainan refraksi pada mata dimana bayangan jatuh di
depan retina ketika mata tidak dalam keadaan berakomodasi. Hal ini
digambarkan dengan keadaan tanpa akomodasi, kondisi refraksi dimana
cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk ke dalam mata akan jatuh di
depan retina. Manifestasi miopia yaitu penglihatan yang kabur jika melihat
jauh atau istilah populernya adalah “nearsightedness”.9
2.4.1. Epidemiologi
Pada saat ini telah terjadi peningkatan prevalensi miopia di
seluruh dunia, terutama di Asia dan lebih khusus lagi pada kelompok
usia anak sekolah. Statistik di China yang merupakan salah satu negara
dengan prevalensi miopia tertinggi di dunia menunjukkan bahwa
terdapat 9,7% anak berusia 7 tahun mengalami miopia, 43,8% pada
anak-anak yang berusia 12 tahun dan 72,8% pada remaja usia 18 tahun.
Prevalensi miopia di negara ini juga menunjukkan bahwa angka miopia

12
Universitas Muhammadiyah Palembang
penduduk yang menetap di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk yang menetap di daerah.10
2.4.2. Etiologi
Miopia terjadi akibat sinar sejajar yang datang dari jarak tak
terhingga yang masuk ke dalam mata, dibiaskan di depan retina dalam
keadaan mata tanpa akomodasi. Akomodasi adalah kemampuan mata
untuk mengubah daya bias lensa dengan kontraksi otot siliar yang
menyebabkan penambahan tebal dan kecembungan lensa sehingga
bayangan pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus tepat di retina.
Penderita miopi tidak dapat melihat objek atau benda dengan jarak yang
jauh, namun akan terlihat jelas apabila objek atau benda tersebut berada
dalam jarak yang dekat.6
Mata miopia memiliki sumbu bolamata lebih panjang dan ruang
vitreus lebih dalam, yang disebabkan oleh peregangan dinding bolamata
(sklera, koroid dan retina). Pemanjangan sumbu bola mata terjadi
karena abnormalitas pertumbuhan dan kerentanan (susceptibility)
terhadap kenaikan tekanan intra okular (TIO)11,12. Pada mata dengan
kondisi demikian sering didapatkan nisbah cup:disc yang lebar,
penipisan serabut saraf retina (SSR) dan abnormalitas lamina cribrosa
serta disfungsi vaskuler. Perubahan-perubahan akibat pemanjangan
sumbu bolamata membuat mata miopia lebih rentan terhadap perubahan
glaukomatosa13. Miopia terjadi karena bola mata tumbuh terlau panjang
saat bayi. Dikatakan juga, semakin dini mata seseorang terkena sinar
terang secara langsung maka semakin besar kemungkinan mengalami
miopia. Ini karena organ mata sedang berkembang dengan cepat pada
tahun-tahun awal kehidupan.11
Faktor genetik juga merupakan faktor yang mengambil andil
dalam etiologi terjadinya miopia. Ada dua hipotesis yang
mengemukakan mengenai hubungan antara miopia pada orang tua dan
anak. Yang pertama adalah teori dari kondisi lingkungan yang
diwariskan. Tendensi untuk miopia dalam keluarga lebih mungkin
disebabkan lingkungan yang mendorong untuk melakukan kegiatan

13
Universitas Muhammadiyah Palembang
yang berjarak dekat dan intens dalam keluarga, daripada faktor genetik.
Orang tua dengan miopia biasanya akan menetapkan standar akademik
yang tinggi atau mewariskan kesukaan membaca pada anakanak mereka
daripada mewariskan gen itu sendiri. Suatu penelitian di Tanzania
menunjukkan bahwa orang tua yang memiliki status pendidikan tinggi,
terutama ayahnya, lebih banyak mempunyai anak yang menderita
miopia. Selain itu mengenai adanya faktor lingkungan yang
mempengaruhi miopia didukung melalui penelitian yang dilakukan di
Australia. (Curtin, 2002).
Beberapa penyebab telah diketahui memiliki hubungan potensial
dengan risiko untuk pengembangan miopia antara lain sering
melihat/memfokuskan mata pada objek yang dekat dalam waktu yang
cukup lama, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, kegiatan di luar
ruangan, kekeruhan lensa, dimensi mata, genetik, jenis kelamin dan
etnis. Kegiatan yang sering dilakukan, seperti, menulis, membaca,
penggunaan komputer atau ponsel pintar, dan bermain video game
merupakan kegiatan yang berpotensi untuk menigkatkan kejadian
miopia.14
Paparan cahaya yang berkepanjangan dapat menyebabkan mipoia,
paparan terus menerus terhadap cahaya yang terlalu terang
menyebabkan kornea menjadi pipih dan hiperopia . Pemaparan cahaya
berkepanjangan juga dapat menyebabkan kerusakan retina dan
glaukoma.15
2.4.3. Klasifikasi
Miopia secara klinis dapat dibagi menjadi 5, yaitu9:
1) Miopia Simpleks: Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata
yang terlalu panjang atau daya bias kornea dan lensa kristalina
yang terlalu kuat.
2) Miopia Nokturnal: Miopia yang terjadi Karena pencahayaan yang
redup.
3) Pseudomiopia: Diakibatkan oleh peningkatan daya bias mata
karena rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme

14
Universitas Muhammadiyah Palembang
akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot siliar yang
menyangga lensa kristalina.
4) Miopia Degeneratif: Miopia derajat tinggi dengan perubahan
degeneratif pada segmen posterior mata yang dikenal dengan
miopia degeneratif atau miopia patologis. Perubahan degeneratif
tersebut dapat menyebabkan fungsi penglihatan yang tidak normal,
seperti penurunan koreksi ketajaman visual atau perubahan lapang
pandang. Terkadang terdapat gejala lain yaitu ablasio retina
maupun glaukoma.
5) Miopia Induksi: Miopia yang didapat akibat paparan dari zat-zat
farmakologis, variasi kadar gula darah, sklerosis lensa kristalina
atau kondisi tidak normal lainnya. Miopia ini sering hanya
sememtara dan bersifat reversibel.
Berdasarkan ukuran Dioptri lensa yang dibutuhkan untuk
mengkoreksinya, miopia diklasifikasikan menjadi:4
1) Ringan: Lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 dioptri
2) Sedang: Lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 dioptri
3) Berat: Lensa koreksinya > 6,00 dioptri
Miopia dapat pula diklasifikasikan berdasarkan umur, yaitu: 4
1) Kongenital: Sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
2) Miopia onset anak-anak: Di bawah umur 20 tahun
3) Miopia onset awal dewasa: Di antara umur 20 tahun sampai 40 tahun
23
4) Miopia onset dewasa: Di atas umur 40 tahun.
Menurut perjalanannya miopia dibagi dalam:4
1) Miopia stasioner, yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.
2) Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa
akibat bertambah panjangnya bola mata.
3) Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia
pernisiosa atau disebut miopia degenaratif.
2.4.4. Patofisiologi

15
Universitas Muhammadiyah Palembang
Kata kunci dari konsep miopia adalah pada dua masalah yang jelas
bebeda. Pada satu masalah, adanya masalah penglihatan yang lemah
dalam memfokuskan cahaya dikarenakan dari ketidakselarasan antara
panjang aksial dari bola mata dan lensa yang membentuknya (kornea dan
lensa kristalina). Pada masalah yang satunya, miopia merupakan salah
satu dari masalah kedokteran yang belum diketahui penyebab pastinya
yang terjadi lebih sering pada orang-orang dengan dengan kondisi
patologis seperti retinal detachment (terlepasnye retina), glaukoma,
perdarahan macular, katarak, ataupun keempatnya. Penelitian di China
menunjukkan bahwa anak-anak usia sekolah yang memiliki waktu tidur
yang kurang pada malam hari akan memiliki prevalensi yang lebih tinggi
untuk mendapatkan sleep disorder. Kaitannya dengan terjadinya miopia
pada anak adalah, 24 terdapat ketumpang-tindihan antara jalur biologi
yang mengatur waktu tidur dengan perkembangan penglihatan pada anak.
Tidur merupakan pekerjaan fisiologis tubuh yang diatur oleh irama
Sirkadian, yang mana pada saat itu terjadi sintesis melatonin. Proses
sintesis melatonin ini dikontrol oleh suatu hubungan timbal balik dengan
dengan jalur dopaminergik dari retina (retinal dophaminergic pathways).
Bersamaan dengan itu, jalur dopaminergik ini juga beperan dalam
perkembangan dari mata, sehingga apabila terjadi kekacauan dalam
regulasi irama Sirkadian sudah pasti akan menyebabkan gangguan pula
pada perkembangan dari penglihatan.12
Singkatnya normal miopia yaitu miopia dengan derajat dioptri
kurang dari 6 atau panjang aksial bola mata kurang dari 26 mm,
sedangkan untuk high miopia atau dikenal dengan nama magna,
degeneratif, progresif, atau maligna miopia yang dicirikan dengan bola
mata yang semakin panjang selama hidup si pasien. Progres ini
menyebabkan atrofi pada jaringan mata sehingga bisa berakhir menjadi
kebutaan. 12
Terdapat dua pendapat yang menerangkan penyebab miopia: 4
1) Berhubungan dengan faktor herediter dan keturunan
2) Berhubungan erat dengan faktor lingkungan.

16
Universitas Muhammadiyah Palembang
2.4.5. Manifestasi klinis
Pada penderita miopia, keluhan-keluhan yang dialami meliputi
pengelihatan yang kabur ketika melihat objek yang jaraknya jauh, namun
mata tetap berfungsi baik untuk melihat objek-objek yang jaraknya dekat.
Keluhan sakit kepala dan mata merasa cepat lelah yang sering disertai
dengan juling dan celah kelopak mata sempit merupakan manifestasi-
manifestasi klinis yang juga kita biasa temukan pada seseorang yang
menderita miopia. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan
mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk
mendapatkan efek pinhole. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum
(titik terjauh yang masih dapat dilihat dengan jelas) yang dekat sehingga
mata selalu dalam keadaan konvergensi. Hal ini yang akan menimbulkan
keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka
penderita akan terlihat juling kedalam atau esotropia Pada penderita
miopia yang memiliki derajat tinggi akan mengeluhkan nyeri kepala
lebih sering bila dibandingkan dengan penderita miopia dengan derajat
sedang. Keluhan ini terutama bila penderita miopia derajat tinggi tidak
dikoreksi secara tepat.9
2.4.6. Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis miopia, harus dilakukan dengan
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada 26
anamnesa, pasien mengeluh penglihatan kabur saat melihat jauh, cepat
lelah saat membaca atau melihat benda dari jarak dekat. Pada
pemeriksaan opthalmologis dilakukan pemeriksaan refraksi yang dapt
dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara subjektif dan objektif. Cara
subyektif dilakukan dengan menggunakan optotipe dari Snellen dan trial
lenses; dan cara objektif dengan opthalmoskopi direk dan pemeriksaan
retinoskopi. 9
Pemeriksaan dengan optotipe Snellen dilakukan dengan jarak
pemeriksa dan pasien sebesar 6 meter sesuai dengan jarak tak terhingga,
dan pemeriksaan harus dilakukan dengan tenang, baik pemeriksa maupun
pasien. Pada pemeriksaan terlebih dahulu di tentukan tajam penglihatan

17
Universitas Muhammadiyah Palembang
atau visus (VOD/VOS) yang dinyatakan dengan bentuk pecahan. Jarak
antara pasien dengan optotipe Snellen: Jarak yang seharusnya dilihat oleh
pasien dengan visus normal. Visus yang terbaik adalah 6/6, yaitu pada
jarak pemeriksaan 6 meter dapat terlihat huruf yang seharusnya terlihat
pada jarak 6 meter. Bila huruf terbesar dari optotipe Snellen tidak dapat
terlihat, maka pemeriksaan dilakukan dengan cara meminta penderita
menghitung jari pada dasar putih, pada bermacam-macam jarak. Hitung
jari pada penglihatan normal terlihat pada jarak 60 meter, jika pasien
hanya dapat melihat pada jarak 2 meter, maka besar visusnya adalah
2/60. Apabila pada jarak terdekat pun hitung jari tidak dapat terlihat,
maka pemeriksaan dilakukan 27 dengan cara pemeriksa menggerakan
tanganya pada berbagai arah dan meminta pasien mengatakan arah
gerakan tersebut pada berbagai jarak. Gerakan normal pada mata normal
dapat terlihat dari jarak 300 meter, jika pasien hanya dapat melihat pada
jarak 1 meter, maka visus pasien tersebut 1/300. Dan apabila gerakan
tangan tidak dapat terlihat pada jarak terdekat sekalipun, maka
pemeriksaan dilanjutkan dengan menggunakan sinar atau cahaya dari
senter pemeriksa dan mengarahkan sinar tersebut pada mata pasien dari
segala arah dengan salah satu mata ditutup. Pada pemeriksaan ini
penderita harus dapat melihat arah sinar dengan benar, apabila masih
dapat melihat arah sinar dengan benar, maka fungsi retina bagian perifer
masih baik dan dikatakan visusnya 1/~ dengan proyeksi baik. Namun jika
penderita hanya dapat melihat sinar dan tidak dapat menentukan arah
dengan benar atau pada beberapa tempat tidak dapat terlihat maka berarti
retina tidak berfungsi dengan baik dan dikatakan sebagai proyeksi buruk.
Bila cahaya senter sama sekali tidak terlihat oleh penderita maka berarti
terjadi kerusakan dari retina secara keseluruhan dan dikatakan dengan
visus 0 (nol) atau buta total). 9
Ketajaman penglihatan yang kurang baik dapat dikoreksi dengan
menggunakan lensa sferis + (S+), sferis - (S-), dan silindris +/- (C+/-).
Pada kelainan refraksi miopia, ketajaman penglihatan dapat dikoreksi
dengan menggunakan lensa sferis negatif terkecil yang memberikan

18
Universitas Muhammadiyah Palembang
ketajaman penglihatan terbaik tanpa akomodasi. Pemeriksaan
oftalmoskopi, pada kasus yang disertai kelainan refraksi akan
memperlihatkan gambaran fundus yang tidak jelas terkecuali jika lensa
koreksi pada lubang penglihatan oftalmoskopi diputar. Sehingga dengan
terlebih dahulu memperlihatkan keadaan refraksi pemeriksa, maka pada
pemeriksaan oftalmoskopi besar lensa koreksi yang digunakan dapat
menentukan macam dan besar kelainan refraksi pada penderita secara
kasar. Pada penderita miopia, pada segmen anterior tampak bilik mata
dalam dan pupil lebih lebar dan kadang ditemukan bola mata yang agak
menonjol. 9
2.4.7. Penatalaksanaan
Beberapa strategi seperti penggunaan alat-alat optik merupakan hal
yang sudah lama dilakukan untuk mengurangi perkembangan miopia.
Pada dasarnya pasien yang menderita miopia dan tidak melakukan
koreksi apapun pada matanya akan meningkakan progresi dari miopia
yang dideritanya. 9
Secara umum penatalaksaan miopia dapat dibagi menjadi dua,
yaitu penggunaan alat-alat optik seperti kacamata dan kontak lensa serta
cara pembedahan. Pada pemakaian kacamata atau terapi optikal, miopia
dikoreksi dengan kacamata sferis negatif atau lensa kontak sehingga
cahaya yang sebelumnya di fokuskan didepan retina dapat jatuh tepat di
retina. 9
Penggunaan soft multifocal contact lens membuktikan terjadi
penurunan progresi dari miopi sekitar 30-50% dan sekitar 30% dalam
penurunan panjang aksial bola mata tergantung dari design contact lens
tersebut. 1
Pada saat ini terdapat berbagai cara pembedahan pada miopia
seperti: 4
1) Keratotomi radial (radial keratotomy –RK): Pada keratotomi radier
dilakukan sayatan radier pada permukaan kornea sehingga berbentuk
jari-jari roda. Bagian sentral kornea tidak disayat. Bagian kornea
yang disayat akan menonjol sehingga bagian tengah kornea menjadi

19
Universitas Muhammadiyah Palembang
rata. Ratanya kornea bagian tengah akan memberikan suatu
pengurangan kekuatan bias kornea sehingga dapat mengganti lensa
kacamata negatif.
2) Keratotomi fotorefraktif (Photorefractive keratotomy – PRK): PRK
merupakan cara yang mempergunakan sinar eximer untuk
membentuk permukaan kornea. Sinar pada eximer akan memecah
molekul sel kornea.
3) Laser assisted in situ interlamelar keratomilielusis (Lasik)
SMILE (Small Incision Lenticule Extraction) adalah salah satu
altenatif terbaru yang bisa menjadi pilihan untuk pembedahan mata
yang mengalami kelainan refraksi. SMILE adalah suatu prosedur
operasi yang menggunakan laser femtosecond yang mana laser
femtosecod ini akan menembus permukaan kornea tampa membuat
sayatan (flap free) dan fokus pada bagian kornea yang diseut
lenticule. Keuntungan menggunakan smile dibanding lasik adalah
hasilnya yang 31 dapat meminimalisasi mata kering dan juga lebih
aman digunakan pada kornea yang tipis dan sensitif. 12
Orthokeratology atau yang dikenal sebagai orthoK atau OK adalah
lensa yang di design rigid dan dapat menghantarkan oksigen yang tujuan
penggunaannya adalah untuk memodifikasi kurvatura dari kornea (Liu et
al, 2015). Pada anak-anak yang menggunakan OK sebagai koreksi mata
miopia yang dideritanya ditemukan penuruan panjang aksial bola mata
sekitar 32-55% dibandingkan dengan rekan-rekannya yang menggunkan
kacamata atau kontak lensa biasa. 12

2.5. Presbiopia
Presbiopia merupakan gangguan penglihatan yang berkaitan dengan
usia. Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses
penuaan pada semua orang disebut presbiopia. Seseorang dengan mata
emetrop (tanpa kesalahan refraksi) akan mulai merasakan ketidakmampuan
membaca huruf kecil atau membedakan benda-benda kecil yang terletak
berdekatan pada usia sekitar 44-46 tahun. Gagal penglihatan dekat akibat

20
Universitas Muhammadiyah Palembang
usia, berhubungan dengan penurunan amplitudo akomodasi atau peningkatan
punctum proximum. 4
2.5.1. Epidemiologi Presbiopia
Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia
harapan hidup yang tinggi. Karena presbiopi berhubungan dengan
usia, prevalensinya berhubungan langsung dengan orang-orang lanjut
usia dalam populasinya.Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan
insiden presbiopia karena onsetnya yang lambat, tetapi bisa dilihat
bahwa insiden tertinggi presbiopia terjadi pada usia 42 hingga 44
tahun. Studi di Amerika pada tahun 2006 menunjukkan 112 juta orang
di Amerika mempunyai kelainan presbyopia. 3
2.5.2. Etiologi Presbiopia
Etiologi dari presbiopia adalah kelemahan otot akomodasi dan
lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis
lensa. 2
2.5.3. Patofisiologi Presbiopia
Cahaya masuk ke mata dan dibelokkan (refraksi) ketika melalui
kornea dan struktur-struktur lain dari mata ( kornea, humor aqueus,
lensa, humor vitreus ) yang mempunyai kepadatan berbeda-beda
untuk difokuskan di retina. Mata mengatur (akomodasi) sedemikian
rupa ketika melihat objek yang jaraknya bervariasi dengan menipiskan
dan menebalkan lensa. Penglihatan dekat memerlukan kontraksi dari
cilliary body, yang bisa memendekkan jarak antara kedua sisi cilliary
body yang diikuti relaksasi ligament pada lensa. Lensa menjadi lebih
cembung agar cahaya dapat terfokuskan pada retina. 7
Pada mata presbiopia yang dapat terjadi karena kelemahan otot
akomodasi atau lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya,
menyebabkan kurang bisa mengubah bentuk lensa untuk
memfokuskan mata saat melihat. Akibat gangguan tersebut bayangan
jatuh di belakang retina. Karena daya akomodasi berkurang, maka
titik dekat mata makin menjauh. Akomodasi suatu proses aktif yang
memerlukan usaha otot, sehingga dapat lelah. Jelas musculus cilliary

21
Universitas Muhammadiyah Palembang
salah satu otot yang terlazim digunakan dalam tubuh. Derajat
kelengkungan lens yang dapat ditingkatkan jelas terbatas dan sinar
cahaya dari suatu objek yang sangat dekat individu tak dapat dibawa
ke suatu focus di atas retina, bahkan dengan usaha terbesar. Titik
terdekat dengan mata, tempat suatu objek dapat dibawa ke fokus jelas
dengan akomodasi dinamai titik dekat penglihatan. Titik dekat
berkurang selama hidup, mula-mula pelan-pelan dan kemudian secara
cepat dengan bertambanya usia, dari sekitar 9 cm pada usia 10 tahun
sampai sekitar 83 cm pada usia 60 tahun. Pengurangan ini terutama
karena peningkatan kekerasan lens, dengan akibat kehilangan
akomodasi karena penurunan terus-menerus dalam derajat
kelengkungan lens yang dapat ditingkatkan. Dengan berlalunya
waktu, individu normal mencapai usia 40-45 tahun, biasanya
kehilangan akomodasi, telah cukup menyulitkan individu membaca
dan pekerjaan dekat. 4
2.5.4. Faktor Resiko Presbiopia
Usia merupakan faktor resiko utama penyebab presbiopia. Namun
pada kondisi tertentu dapat terjadi presbiopia prematur sebagai hasil
dari faktor-faktor seperti trauma, penyakit sistemik, penyakit jantung,
atau efek samping obat. 3
Faktor resiko presbiopia lainnya adalah sebagai berikut: 3
a. Usia, terjadi pada atau setelah usia 40 tahun.
b. Hipeporia (Hipermetropia), kerusakan akomodasi tambahan jika
tidak di koreksi.
c. Jenis kelamin, onset awal terjadi pada wanita.
d. Penyakit atau trauma pada mata, kerusakan pada lensa, zonula, atau
otot siliar.
e. Penyakit sistemik : diabetes mellitus, multiple sklerosis, kejadian
kardiovaskular, anemia, Influenza, campak.
f. Obat-obatan, penurunan akomodasi adalah efeksamping dari obat
nonprescription dan prescription (contoh : alkohol, klorprozamin,
hidroklorotiazid, antidepresan, antipsikotik, antihistamin, diuretik).

22
Universitas Muhammadiyah Palembang
g. Lain-lain : Kurang gizi, penyakit dekompresi.
2.5.5. Klasifikasi Presbiopia
a. Presbiopia insipient
Presbiopia insipient merupakan tahap awal di mana gejala atau
temuan klinis menunjukkan beberapa kondisi efek penglihatan
dekat. Pada presbiopia insipient dibutuhkan usaha ekstra untuk
membaca cetakan kecil. Biasanya, pasien membutuhkan tambahan
kacamata atau adisi, tetapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes
dan pasien lebih memilih untuk menolak diberikan kacamata baca. 4
b. Presbiopia Fungsional
Ketika dihadapkan dengan amplitude akomodasi yang berangsur –
angsur menurun, pasien dewasa akhirnya melaporkan adanya
kesulitan melihat dan akan didapatkan kelainan ketika diperiksa. 4
c. Presbiopia Absolut
Sebagai akibat dari penurunan akomodasi yang bertahap dan terus
menerus, dimana presbiopi fungsional berkembang menjadi
presbiopia absolut. Presbiopia absolut adalah kondisi di mana
sesungguhnya tidak ada sisa kemampuan akomodatif. 4
d. Presbiopia Prematur
Pada presbiopia prematur, kemampuan akomodasi penglihatan
dekat menjadi berkurang lebih cepat dari yang diharapkan.
Presbiopia ini terjadi dini pada usia sebelum 40 tahun.
Berhubungan dengan lingkungan, gizi, penyakit atau obat – obatan,
hipermetropia yang tidak terkoreksi, premature sklerosis dari
cristaline lensa, glaukoma simple kronik. 4
e. Presbiopia nocturnal
Presbiopia nokturnal adalah kondisi dimana terjadi kesulitan untuk
melihat dekat disebabkan oleh penurunan amplitudo akomodasi di
cahaya redup. Peningkatan ukuran pupil, dan penurunan kedalaman
menjadi penyebab berkurangnya jarak penglihatan dekat dalam
cahaya redup. 4
2.5.6. Gejala Presbiopia

23
Universitas Muhammadiyah Palembang
Presbiopia terjadi secara bertahap. Penglihatan yang kabur, dan
ketidak mampuan melihat benda – benda yang biasanya dapat dilihat
pada jarak dekat merupakan gejala dari presbiopia (Ilyas & Yulianti,
2014).
Meurut Ilyas & Yulianti (2014), gejala lain yang umumnya terjadi
pada presbiopia adalah:
 Keterlambatan saat memfokuskan pada jarak dekat
 Mata terasa tidak nyaman, berair, dan sering terasa pedas
 Sakit kepala
 Astenopia karena kelelahan pada otot siliar
 Menyipitkan mata saat membaca
 Kelelahan atau mengantuk saat membaca dekat
 Membutuhkan cahaya yang lebih terang untuk membaca.
Kesulitan melihat pada jarak dekat yang biasa dilakukan dan
mengubah atau mempertahankan fokus disebabkan oleh penurunan
amplitudo akomodasi. Penggunaan cahaya terang untuk membaca pada
pasien menyebabkan penyempitan pupil, sehingga peningkatan
kedalaman fokus. Kelelahan dan sakit kepala berhubungan dengan
kontraksi otot orbicularis atau bagian dari otot occipitofrontalis, dan
diduga berhubungan dengan ketegangan dan frustrasi atas
ketidakmampuan untuk mempertahankan jelas penglihatan dekat.
Mengantuk dikaitkan dengan upaya fisik dikeluarkan untuk akomodasi
selama beberapa waktu. 4
2.5.7. Diagnosa Presbiopia
a. Anamnesa
Anamnesa gejala–gejala dan tanda presbiopi. Keluhan pasien terkait
presbiopi dapat bermacam-macam, misalnya pasien merasa hanya
mampu membaca dalam waktu singkat, merasa cetakan huruf yang
dibaca kabur atau ganda, kesulitan membaca tulisan huruf dengan
cetakan kualitas rendah, saat membaca membutuhkan cahaya yang
lebih terang atau jarak yang lebih jauh, saat membaca merasa sakit
kepala dan mengantuk. 6

24
Universitas Muhammadiyah Palembang
b. Pemeriksaan Oftamologi
Untuk usia lanjut dengan keluhan dalam membaca, dilanjutkan
dengan pemeriksaan presbiopia. Caranya antara lain6 :
 Dilakukan penilaian tajam penglihatan dan koreksi kelainan
refraksi bila terdapat miopia, hipermetropia, atau astigmatisma,
sesuai prosedur di atas.
 Pasien diminta membaca kartu baca pada jarak 30-40 cm ( jarak
baca)
 Diberikan lensa mulai +1 dinaikkan perlahan-lahan sampai
terbaca huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa
ini ditentukan.
2.5.8. Penatalaksanaan Presbiopia
a. Kacamata
Presbiopia dikoreksi dengan, menggunakan lensa plus untuk
mengatasi daya fokus otomatis lensa yang hilang. Pada pasien
presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat
yang berkekuaan tertentu. Karena jarak baca biasanya 33 cm,
maka adisi + 3.0 dioptri adalah lensa positif terkuat yang dapat
diberikan pada seseorang. 2
Kacamata baca memiliki koreksi-dekat di seluruh aperture
kacamata sehingga kacamata tersebut baik untuk membaca, tetapi
membuat benda-benda jauh menjadi kabur. Untuk mengatasi
gangguan ini, dapat digunakan kacamata yang bagian atasnya
terbuka dan tidak terkoreksi untuk penglihatan jauh. Kacamata
bifokus melakukan hal serupa tetapi memungkinkan untuk
koreksi kalainan refraksi yang lain. Kacamata trifokus
mengoreksi penglihatan jauh disegmen atas, penglihatan sedang
di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah. Lensa
progresif juga mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh
tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan
bertingkat. 2
b. Pembedahan

25
Universitas Muhammadiyah Palembang
Terdapat beberapa teknik bedah untuk mengoreksi
presbiopi, namun keselamatan, keberhasilan dan kepuasan pasien
masih belum bisa ditetapkan: 3
- Multifocal intraocular lens implants
- Accommodating intraocular lens implants
- Small-diameter corneal inlays
- Modified corneal surface techniques to create multifocal
corneas
- Conductive keratoplasty (CK)
- Moldable intraocular lens implants (IOLs) to develop
pseudophakic accommodation

26
Universitas Muhammadiyah Palembang
BAB III
LAPORAN KASUS

ANAMNESIS Nama : Harini Ruang : -


Umur : 51 tahun Kelas : -

Nama Lengkap : Harini


Tempat dan Tanggal Lahir :
Umur : 51 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : 7 Ulu, Palembang

Jenis Kelamin : Perempuan


Pendidikan : SD

Dokter yang Merawat : dr. Hj. Hasmeinah B., Sp. M


Dokter Muda : Nisa Nurrahma Fitria, S.Ked

Tanggal Pemeriksaan : 12 Maret 2020

Keluhan Utama : Penglihatan kabur

Keluhan Tambahan : Pasien mengeluh penglihatan kabur, pusing dan mata


berair saat membaca, dan pandangan seperti terdapat asap.

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh penglihatannya kabur secara perlahan ±sejak 1 tahun yang

27
Universitas Muhammadiyah Palembang
lalu. Penglihatan kabur, pusing dan berair terutama saat membaca, selain itu
pasien mengaku seperti melihat asap. Silau(-), halo sign (-), mata merah (-).

2. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat Diabetes Melitus Tipe II (-)
- Hipertensi (+)
- Astma (-)

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi

Nama : Harini Ruang : -


PEMERIKSAAN FISIK
Umur : 51 tahun Kelas : -

Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 140/100 mmHg
- Nadi : 88x/menit
- Laju Napas : 18x/menit
- Suhu :

Status Oftalmologis

OD OS

No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus 20/80, PH:20/30, 20/50, PH: 20/30,

28
Universitas Muhammadiyah Palembang
koreksi visus: -0,25 koreksi visus: -0,25
add +2,00 add +2,00
2. Tekanan Intra Okuler
3. Kedudukan Bola Mata
Posisi Ortoforia Ortoforia
Eksoftalmus (-) (-)
Enoftalmus (-) (-)
4. Pergerakan Bola Mata
Atas Baik Baik
Bawah Baik Baik
Temporal Baik Baik
Temporal atas Baik Baik
Temporal bawah Baik Baik
Nasal Baik Baik
Nasal atas Baik Baik
Nasal bawah Baik Baik
Nistagmus (-) (-)
5. Palpebrae
Hematom (-) (-)
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Fistel (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Sekret (-) (-)
Trikiasis (-) (-)
Madarosis (-) (-)
6. Punctum Lakrimalis
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Fistel (-) (-)
7. Konjungtiva Tarsal Superior
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Sekret (-) (-)
Epikantus (-) (-)
8. Konjungtiva Tarsalis Inferior
Kemosis (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Anemis (-) (-)

29
Universitas Muhammadiyah Palembang
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
Lithiasis (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
9. Konjungtiva Bulbi
Kemosis (-) (-)
Pterigium (-) (-)
Pinguekula (-) (-)
Flikten (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
Injeksi konjungtiva (-) (-)
Injeksi siliar (-) (-)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-) (-)
10. Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Edema (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Erosi (-) (-)
Infiltrat (-) (-)
Flikten (-) (-)
Keratik presipitat (-) (-)
Macula (-) (-)
Nebula (-) (-)
Leukoma (-) (-)
Leukoma adherens (-) (-)
Stafiloma (-) (-)
Neovaskularisasi (-) (-)
Imbibisi (-) (-)
Pigmen iris (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
Tes sensibilitas
11. Limbus kornea
Arkus senilis (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
12. Sklera
Sklera biru (-) (-)
Episkleritis (-) (-)
Skleritis (-) (-)
13. Kamera Okuli Anterior
Kedalaman Sedang Sedang
Kejernihan Jernih Jernih
Flare (-) (-)
Sel (-) (-)
Hipopion (-) (-)
Hifema (-) (-)

30
Universitas Muhammadiyah Palembang
14. Iris
Warna Coklat Coklat
Gambaran radier Radier Radier
Eksudat (-) (-)
Atrofi (-) (-)
Sinekia posterior (-) (-)
Sinekia anterior (-) (-)
Iris bombe (-) (-)
Iris tremulans (-) (-)
15. Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Besar ±3 mm ±3 mm
Regularitas Reguler Reguler
Isokoria Isokor Isokor
Letak Central Central
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Seklusio pupil (-) (-)
Oklusi pupil (-) (-)
Leukokoria (-) (-)
16. Lensa
Kejernihan Keruh Keruh
Shadow test (+) (+)
Refleks kaca (-) (-)
Luksasi (-) (-)
Subluksasi (-) (-)
Pseudofakia (-) (-)
Afakia (-) (-)
17. Funduskopi Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks fundus
Papil
- warna papil
- bentuk
- batas
Retina
- warna
- perdarahan
- eksudat
Makula lutea

Pemeriksaan Penunjang:
Koreksi kacamata
Slit lamp
Funduskopi

31
Universitas Muhammadiyah Palembang
RINGKASAN ANAMNESIS DAN Nama : Harini Ruang : -
PEMERIKSAAN JASMANI Umur:51Tahun Kelas : -
Anamnesis :

Pasien mengeluh penglihatannya kabur secara perlahan ±sejak 1 tahun yang lalu.
Penglihatan kabur, pusing dan berair terutama saat membaca, selain itu pasien
mengaku seperti melihat asap. Silau(-), halo sign (-), mata merah (-).
Pada riwayat penyakit dahulu didapatkan pasien menderita Hipertensi. Keluarga
pasien juga memiliki riwayat Hipertensi.
Status Oftalmologikus :

OS
OD Daftar Masalah:
20/80 20/50
PH: 20/30 Visus PH: 20/30 1. Penglihatan

Koreksi visus: -0,50 add +2,00 Koreksi visus: -0,50 add +2,00 kabur secara
Jernih Kornea Jernih perlahan ±
sedang COA sedang
Bulat, refleks cahaya (+) Pupil Bulat, refleks cahaya (+) sejak 1 tahun
Normal Iris Normal yang lalu.
Keruh,Shadow test (+) Lensa Keruh, Shadow test (+)
2. Penglihatan
kabur, pusing dan berair terutama saat membaca.
3. Pandangan seperti melihat asap.
4. VOD: 20/80, PH:20/30, Koreksi visus: -0,50 add +2,00
5. VOS: 20/50, PH: 20/30, Koreksi visus -0,05 add +2,00

Kemungkinan Penyebab Masalah :


Katarak Senilis Imatur ODS
Miopia
Presbiopia
Nama : Harini Ruang : -
RENCANA PENGELOLAAN
Umur:51Tahun Kelas : -

Medikamentosa:

32
Universitas Muhammadiyah Palembang
- Pemberian tetes mata Catarlens (CaCl2 anhidrat, Kalium iodida, Natrium
tiosulfat, Fenilmerkuri nitrat) untuk menghambat Katarak, 1-2 tetes pada
masing-masing mata 3x/hari

Nonmedikamentosa:
- Edukasi pasien tentang penyakit nya
- Penggunaan kacamata bifokal
- Kontrol dengan dokter spesialis mata untuk nengetahui perkembangan
penyakit Katarak pasien

Nama dan tanda tangan dokter muda :

Diperiksa dan disahkan oleh :

Dokter Pembimbing: dr. Hj. Hasemeinah B., Sp.M

Tanggal :

Tanda tangan,

( )

BAB IV
PEMBAHASAN

33
Universitas Muhammadiyah Palembang
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologis. Pasien wanita usia 51 tahun datang ke poli RSMP dengan keluhan
penglihatannya kabur secara perlahan ± sejak 1 tahun yang lalu. Penglihatan
kabur, pusing dan berair terutama saat membaca, selain itu pasien mengaku
seperti melihat asap. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa keluhan
penglihatan kabur, pusing dan berair terutama saat membaca merupakan gejala
klinis dari presbiopia, gejala klinis dari presbiopia antara lain keterlambatan saat
memfokuskan pada jarak dekat, mata terasa tidak nyaman, berair, dan sering
terasa pedas, sakit kepala, menyipitkan mata saat membaca, kelelahan atau
mengantuk saat membaca dekat, dan membutuhkan cahaya yang lebih terang
untuk membaca. Sedangkan penglihatan kabur seperti melihat asap merupakan
gejala klinis dari katarak, gejala klinis dari katarak antara lain merasa silau,
penglihatan seperti berkabut/berasap, sukar melihat dimalam hari atau penerangan
redup, melihat ganda, melihat halo sekitar sinar, dan penglihatan menurun.
Pada pemeriksaan visus didapatkan visus oculus dextra 20/80 dengan
pinhole terdapat perbaikan menjadi 20/30 dan visus oculus sinistra 20/50 dengan
pinhole terdapat perbaikan menjadi 20/30. Saat dilakukan koreksi dengan
menggunakan trial lens didapatkan pasien membutuhkan lensa spheris dengan
kekuatan -0,50 D pada oculi dextra & sinistra, dan lensa +2,00 D untuk membaca
dekat. Menurut kepustakaan, Miopia (rabun jauh) yaitu penglihatan yang kabur
jika melihat jauh dan dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa spheris negatif
(-). Sedangkan Presbiopia yang merupakan gangguan penglihatan yang berkaitan
dengan usia yang dapat dikarenakan hilangnya daya akomodasi yang terjadi
bersamaan dengan proses penuaan dapat dikoreksi dengan penambahan/addisi
lensa positif (+).
Pada pemeriksaan dengan menggunakan loop tampak kekeruhan yang tidak
merata pada lensa dan shadow test (+). Hal ini sesuai dengan kepustakaan, bahwa
katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa yang dpat disebabkan oleh
seiring bertambah nya usia, serabut kolagen terus bertambah sehingga terjadi
pemadatan serabut kolagen di tengah dan makin lama serabut tersebut semakin
bertambah banyak.
Menurut kepustakan, stadium katarak dibagi menjadi:

34
Universitas Muhammadiyah Palembang
1) Iminens/insipiens
Pada stadium ini, lensa bengkak karena termasuki air, kekeruhan lensa
masih ringan, visus biasanya > 6/60. Pada pemeriksaan dapat ditemukan iris
normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata normal, serta shadow test
negatif.
2) Imatur
Pada tahap berikutnya, opasitas lensa bertambah dan visus mulai
menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa bertambah akibatnya iris
terdorong dan bilik mata depan menjadi dangkal, sudut bilik mata sempit,
dan sering terjadi glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test
positif.
3) Matur
Jika katarak dibiarkan, lensa akan menjadi keruh seluruhnya dan visus
menurun drastis menjadi 1/300 atau hanya dapat melihat lambaian tangan
dalam jarak 1 meter. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test negatif.
4) Hipermatur
Pada tahap akhir, korteks mencair sehingga nukleus jatuh dan lensa
jadi turun dari kapsulnya (Morgagni). Lensa terlihat keruh seluruhnya, visus
sudah sangat menurun hingga bisa mencapai 0, dan dapat terjadi komplikasi
berupa uveitis dan glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans,
bilik mata depan dalam, sudut bilik mata terbuka, serta shadow test positif
palsu.
Katarak yang dialami pada pasien merupakan katarak senilis yang
dikarenakan seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan,
serta penurunan daya akomodasi. Dan berdasarkan stadium nya pada pasien
didapatkan katarak senilis imatur.
Penanganan pada katrak yang dialami pasien dapat dilakukan pemberian
obat tetes mata yang dapat digunakan untuk memperlambat pertumbuhan katarak,
namun belum efektif untuk menghilangkan katarak. Tatalaksana definitif katarak
adalah dengan tindakan bedah. Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk
mengoptimalkan fungsi penglihatan. Keputusan melakukan tindakan bedah tidak
spesifik tergantung dari derajat tajam penglihatan, namun lebih pada berapa besar

35
Universitas Muhammadiyah Palembang
penurunan tersebut mengganggu aktivitas pasien Indikasi lainnya adalah bila
terjadi gangguan stereopsis, hilangnya penglihatan perifer, rasa silau yang sangat
mengganggu, dan simtomatik anisometrop.
Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara lain:
glaucoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dislokasi lensa
ke bilik depan, dan katarak sangat padat sehingga menghalangi pandangan
gambaran fundus karena dapat menghambat diagnosis retinopati diabetika
ataupun glaukoma. Beberapa jenis tindakan bedah katarak :
1. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)
EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan
kapsul secara keseluruhan. EKIK menggunakan peralatan sederhana dan
hampir dapat dikerjakan pada berbagai kondisi.
2. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)
EKEK adalah jenis operasi katarak dengan membuang nukleus dan
korteks lensa melalui lubang di kapsul anterior. EKEK meninggalkan
kantong kapsul (capsular bag) sebagai tempat untuk menanamkan lensa
intraokuler (LIO). Teknik ini mempunyai banyak kelebihan seperti trauma
irisan yang lebih kecil sehingga luka lebih stabil dan aman, menimbulkan
astigmatisma lebih kecil, dan penyembuhan luka lebih cepat. Pada EKEK,
kapsul posterior yang intak mengurangi risiko ablasio retina, edema kornea,
serta mencegah penempelan vitreus ke iris, LIO, atau kornea.
3. Small Incision Cataract Surgery(SICS)
Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi
dengan irisan sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan,
teknik ini dinamai SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan
relative lebih cepat dan risiko astigmatisma lebih kecil.
4. Fakoemulsifikasi
Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik
untuk memecah nucleus lensa dan selanjutnya pecahan nucleus dan korteks
lensa diaspirasi melalui insisi yang sangat kecil. Dengan demikian,
fakoemulsifikasi mempunyai kelebihan seperti penyembuhan luka yang
cepat, perbaikan penglihatan lebih baik, dan tidak menimbulkan

36
Universitas Muhammadiyah Palembang
astigmatisma pasca bedah. Teknik fakoemulsifikasi juga dapat mengontrol
kedalaman kamera okuli anterior serta mempunyai efek pelindung terhadap
tekanan positif vitreus dan perdarahan koroid.
Prognosis pada pasien ini baik, hal ini disebabkan karena katarak

merupakan suatu kekeruhan lensa yang dapat diperbaiki. Sehingga tajam

penglihatan pasien setelah dilakukan tindakan operasi akan lebih baik

dibandingkan sebelum dilakukan operasi. Dan juga Miopia dan Presbiopia yang

dialami pasien dapat diberikan kacamata bifokal untuk mengatasi gangguan

refraksi pasien. Selain itu pasien dapat diberikan edukasi mengenai penyakit nya.

BAB V
KESIMPULAN

37
Universitas Muhammadiyah Palembang
Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan kekeruhan lensa
mata sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke mata. Berdasarkan usia,
katarak dibagi menjadi katarak kongenital, juvenil dan senilis. Sedangkan
morfologi katarak senilis dibagi menjadi katarak senilis nuklearis, kortikalis dan
subkapsularis. Berdasarkan stadium katarak dibagi menjadi katarak
imminens/insipiens, katarak imatur, katarak matur dan katarak hipermatur.
Miopia adalah kelainan refraksi pada mata dimana bayangan jatuh di depan
retina ketika mata tidak dalam keadaan berakomodasi. Manifestasi miopia yaitu
penglihatan yang kabur jika melihat jauh atau istilah populernya adalah
“nearsightedness”.
Presbiopia merupakan gangguan penglihatan yang berkaitan dengan usia.
Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada
semua orang disebut presbiopia.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien, pasien di
diagnosa mengalami Katarak senilis imatur ODS+Miopia+Presbiopia.
Penatalaksanaan katarak pada pasien dapat diberikan obat tetes mata untuk
menghambat perkembangan katarak atau dapat dilakukan pembedahan.
Sedangkan tatalaksana untu Miopia dan Presbiopia pasien dapat diberikan
kacamata bifokal. Prognosis pada pasien yaitu baik.

DAFTAR PUSTAKA

38
Universitas Muhammadiyah Palembang
1. Astari, P. Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana dan Komplikasi Operasi. CDK
Jurnal Vol. 45 No. 10. 2018
2. Riordian-Eva, P. & Witcher. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Jakarta: EGC. 2009
3. American Academy of Opthalmology. Clinical Refraction. Clinical Optics.
Section 5,Chapter 3. 2010.
4. Ilyas S & Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata.Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2014.
5. Snell, R. S. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC hal 621-628.
2015
6. Suhardjo & Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada Bagian Ilmu Penyakit Mata. 2007
7. Sherwood, L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC .
2014
8. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar
Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
9. American Optometric Association. Care of The Patient with Myopia.
American Optometric Association, U.S.A. 2006
10. Jin, J.X. et al. Effect of outdoor activity on myopia onset and progression in
school-aged children in northeast china: the sujiatun eye care study. BMC
Ophtalmology Journal Vol. 15 No. 73. 2015
11. Curtin B.J., The Myopia. Philadelphia : Harper & Row. 2002
12. , Yue M. O.D., Ph.D., M.P.H.and Peiying Xie, M.D., Ph.D.,. Epidemiology,
genetics and treatment for miopia. Int J Ophthalmol.Vol.4.No.6. 2015
13. Saw, S.M., Tan, S.B., Fung, D., Chia, K.S., Koh, D., Stone, R.A., et al., IQ
and the Association with Myopia in Children. Investigative Ophtalmology
and Visual Science, Vol.45, No.9, 2943- 2948,. 2005.
14. Algorinees RM, Alqahtani NT, Aljarbou AM, AlShammari RS, Alrashidi
AG, et al.. Prevalence of Myopia and its Related Risk Factors among Medical
Students in Saudi Arabia. Adv Ophthalmol Vis Syst Vol. 6 No.1. 2017

39
Universitas Muhammadiyah Palembang
15. Deng, L., Gwiazda, J., & Thorn, F. Children’s refractions and visual activities
in the school year and summer. Optometry and Vision Science, Vol 87 No 6.
2010

40
Universitas Muhammadiyah Palembang

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 1.2.3
    Bab 1.2.3
    Dokumen23 halaman
    Bab 1.2.3
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Case BST
    Case BST
    Dokumen30 halaman
    Case BST
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Case BST
    Case BST
    Dokumen37 halaman
    Case BST
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Case BST
    Case BST
    Dokumen33 halaman
    Case BST
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Case BST
    Case BST
    Dokumen41 halaman
    Case BST
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Case BST
    Case BST
    Dokumen38 halaman
    Case BST
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Case BST
    Case BST
    Dokumen43 halaman
    Case BST
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Ulkus Kornea Sentral
    Laporan Kasus Ulkus Kornea Sentral
    Dokumen6 halaman
    Laporan Kasus Ulkus Kornea Sentral
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Fokus Mata
    Fokus Mata
    Dokumen49 halaman
    Fokus Mata
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Bab 1.2.3
    Bab 1.2.3
    Dokumen19 halaman
    Bab 1.2.3
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Case BST
    Case BST
    Dokumen50 halaman
    Case BST
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • OPTIMALKAN PENGLIHATAN
    OPTIMALKAN PENGLIHATAN
    Dokumen44 halaman
    OPTIMALKAN PENGLIHATAN
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Bab 1.2.3
    Bab 1.2.3
    Dokumen26 halaman
    Bab 1.2.3
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Bab 1.2.3
    Bab 1.2.3
    Dokumen13 halaman
    Bab 1.2.3
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Case BST
    Case BST
    Dokumen52 halaman
    Case BST
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • MENGOBATI KATARAK
    MENGOBATI KATARAK
    Dokumen39 halaman
    MENGOBATI KATARAK
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Herpes Zoster - M Putra Nur Cahya
    Herpes Zoster - M Putra Nur Cahya
    Dokumen31 halaman
    Herpes Zoster - M Putra Nur Cahya
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • BAB II Case obKK
    BAB II Case obKK
    Dokumen5 halaman
    BAB II Case obKK
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Herpes Zoster dan Impetigo Vesikobulosa
    Herpes Zoster dan Impetigo Vesikobulosa
    Dokumen22 halaman
    Herpes Zoster dan Impetigo Vesikobulosa
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • BAB II Case Ob
    BAB II Case Ob
    Dokumen10 halaman
    BAB II Case Ob
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • BAB II Case ObgyN
    BAB II Case ObgyN
    Dokumen15 halaman
    BAB II Case ObgyN
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Herpes Zoster dan Diagnosanya
    Herpes Zoster dan Diagnosanya
    Dokumen39 halaman
    Herpes Zoster dan Diagnosanya
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • TBI Airway
    TBI Airway
    Dokumen12 halaman
    TBI Airway
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • TBI Airway
    TBI Airway
    Dokumen12 halaman
    TBI Airway
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • NIJOJO
    NIJOJO
    Dokumen3 halaman
    NIJOJO
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen6 halaman
    Bab Iii
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • D Fix Blok 20
    D Fix Blok 20
    Dokumen14 halaman
    D Fix Blok 20
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • D Fix Blok
    D Fix Blok
    Dokumen8 halaman
    D Fix Blok
    putracahya
    Belum ada peringkat
  • Laporan Tutorial Sken
    Laporan Tutorial Sken
    Dokumen26 halaman
    Laporan Tutorial Sken
    putracahya
    Belum ada peringkat