Anda di halaman 1dari 66

RESPON SISTEM IMUN TERHADAP AGEN

PENGINFEKSI
Hafiz Muchti Kurniawan, S.Si., M.Si
Dosen Mata Kuliah Biologi Reproduksi
Universitas Adiwangsa Jambi
Mekanisme Respon Imun
• Respon imun tubuh terhadap infeksi
bakteri, virus, parasit, fungus atau
antigen asing lain seperti sel darah
dari proses transfusi darah akan
merangsang sistem imun yang
terbagi jadi dua sistem yaitu :

• 1. Imunitas natural ( natural


immunity )
• 2. Imunitas didapat ( acquired
immunity )
Imunitas Natural

• Imunitas natural ( non spesifik ) terdapat


untuk semua mekanisme dalam bentuk
barier yang non spesifik terhadap infeksi
seperti:
1. Barier mekanik :
kulit, saluran pencernaan,
mukus membran saluran pernapasan,
dan area genital.
2. Barier kimiawi :
sekresi enzim lisosim yang terdapat di air
mata,saluran napas dan area genital.
• 3. Fagositosis
fagositosis adalah proses memakan
dan menghancurkan mikroorganisme
atau benda asing lain dengan
menggunakan enzim lisosim dari granula.
Sel fagosit akan ditarik ke tempat infeksi
oleh bahan kimia yang disebut faktor
kemotaksis.

• Sel fagosit ada dua :


- sel netrofil ( PMN )
- sel mononuklear ( monosit dan makrofag)
• 4. Flora komensal
Flora normal dalam tubuh dapat
menghambat pertumbuhan
kuman patogen yang masuk,
dengan cara berkompetisi
dalam mengambil makanan dan
mengeluarkan bahan yang
bersifat antagonis terhadap
bakteri patogen. Flora normal
ini keadaaannya harus
seimbang, kalau tidak maka
jamur akan tumbuh misal pada
pemakaian antibiotik jangka
panjang
Imunitas didapat
• Imunitas didapat (spesifik) terdiri dari :
- respon terhadap toksin dan
mikroorganisme yang kemudian di
inaktivasi dan dihancurkan.
- membentuk sel memori terhadap
toksin
atau m.o. tersebut untuk infeksi
selanjutnya.
Respon imun pertama terjadi selama dua
minggu .
• Imunitas didapat terdiri dari dua sistem :
1. Imunitas humoral
2. Imunitas selular

Ad 1. Imunitas Humoral tdd :


- Limfosit B
- Sel plasma penghasil antibodi
- Sel memori
Ad 2. Imunitas Selular tdd :
- Limfosit T
IMUNITAS HUMORAL
1. Limfosit B
Limfosit B dihasilkan oleh
kelenjar getah bening seperti
tonsil, limpa, kelenjar limfe di
saluran cerna . Limfosit B di
aliran darah hanya sebentar
saja.
2. Sel plasma
Sel plasma identik dengan
limfosit B dan
menghasilkan antibodi (
imunoglobulin).
Reaksi antigen - antibodi

• Reaksi antibodi dengan antigen tergantung


pada jenis antigen nya , mis :
- antitoksin inaktivasi toksin
- antibodi men `coated` virus sehingga
virus tidak dapat masuk ke sel.
- ikatan ag-ab pada dinding bakteri akan
menarik
makrofag dan sel fagosit. Bakteri akan
dimakan
dengan lebih mudah. Ini yang disebut
opsonisasi.
- antibodi bereaksi dengan antigen pada
dinding sel bakteri, mengaktifkan sistem
komplemen (C1 – C9) yang akan
menghancurkan bakteri.
Respon memori
• Pada respon pertama terhadap antigen
yang baru masuk, maka tubuh akan
membentuk sel memori yang bentuknya
seperti sel plasma yang imatur.
• Sel memori ini akan berdiam diri sampai
ada respon yang kedua dari antigen yang
sama yang masuk ke dalam tubuh dan
terbentuk lagi sel –sel memori baru yang
lain tapi lebih cepat dalam waktu 48 jam.
Sel-sel memori ini akan menghasilkan
antibodi-antibodi yang banyak.
Mekanisme ini adalah dasar dari proses
imunisasi.
ANTIGEN

• Antigen adalah bahan yang masuk ke dalam tubuh


yang menyebabkan diproduksinya antibodi.
Antibodi yang terbentuk akan berikatan secara
spesifik dengan antigen tadi.
• Antigen dapat berupa bahan yang larut, ataupun
dapat berupa toksin,atau bahan yang berasal dari
bakteri, virus, sel darah merah.
• Bahan dasar ag dapat berupa protein, polisakarida,
glikoprotein, glikolipid,atau nukleoprotein.
• BM > 10.000
Imunitas Selular
• Imunitas selular diperankan
oleh limfosit T.
• Limfosit T dihasilkan oleh
kelenjar timus sejak lahir ,
kemudian dewasa dihasilkan
di limpa, tonsil, apendiks,
kelenjar limfe di sepanjang
dinding usus.
• Limfosit T berperan dalam
melawan antigen “non-self”
artinya antigen dari luar
tubuh.
• Peran Limfosit T :
- bereaksi dengan sel yang
mengandung
mikroorganisme, mis :
M.tuberculosa
yang masuk ke dalam makrofag.
- bereaksi dengan sel “non-self”
pada
proses transplantasi jaringan.
- bereaksi melawan sel kanker.
Faktor-faktor yang berperan pada sistem
imun

Faktor-faktor yang menyebabkan kekebalan tubuh setiap orang


berbeda-beda.
1. Umur, bayi , anak-anak dan orang lansia
rendah daya tahan tubuhnya.
2. Malnutrisi, daya tahan tubuh rendah.
3. Kehamilan, daya tahan tubuh rendah.
4. Infeksi HIV, virus campak, CMV, malaria,TBC.
5. Penyakit dasar, mis: DM, gagal ginjal,
lekemia, keganasan lain, limfoma.
6. Faktor genetik dan obat-obatan imunosupresan.
• Sistem imun akan mengenali ag sebagai suatu
benda asing (non-self) yang merangsang
timbulnya antibodi.
• Ag ada yang lemah ada yang kuat.
• Jenis-jenis ag :
- antigen mikroorganisme
- hapten
- isoantigen
• 1. Ag dari mikrorganisme, mis :
- dinding sel ( ag O )
- flagela ( ag H )
- kapsul ( ag B )
- fimbrial
- ekstraselular ( eksotoksin )
- intraselular
2. Hapten, mis :
- obat penisilin, bahan benzyl penicillic
menempel pada eritrosit menjadi ag
menyebabkan timbulnya ab sehingga
terjadi ikatan ag-ab menyebabkan proses
hemolitik.
3. Isoantigen
adalah antigen yang secara natural sudah ada
di dalam tubuh, mis : antigen golongan darah
pada eritrosit dan yang lain adalah HLA ( Human
Leucocyte Antigen ) yang terdapat di lekosit dan
sel lain dari tubuh dan berperan pada uji silang
sebelum proses transplantasi jaringan. Antigen
HLA juga disebut sebagai histocompatibility
antigen.
ANTIBODI ( Imunoglobulin )
• Antibodi dihasilkan dalam tubuh karena respon terhadap
adanya antigen non-self.
• Antibodi akan berikatan dengan antigen.
• Antibodi disebut juga Imunoglobulin (Ig), berupa protein
globulin, dan jumlahnya ± 20% dari total protein plasma.
- Struktur dasar Ig, molekul Ig terdiri dari empat rangkaian
asam amino yang berikatan dengan jembatan disulfida.
Masing-masing setengah dari molekul Ig terdiri dari satu
rantai panjang dan satu rantai pendek.
• Molekul Ig dibagi menjadi dua fragmen (F) :
1. Fragmen F ab (fragmen antigen-binding):
fragmen ini adalah bagian molekul
tempat mengikat antigen.
2. Fragmen Fc :
bagian ini berfungsi untuk fiksasi
komplemen, menarik makrofag dan
transfer molekul Ig G melalui plasenta.
Fragmen ini juga membantu fragmen
Fab untuk netralisasi virus.
KLAS Imunoglobulin
• Berdasar pada perbedaan struktur rantai panjang nya
Ig dibagi menjadi 5 klas yaitu Ig M, Ig G, Ig A, Ig D, Ig
E.

• Berdasar pada perbedaan rantai pendek nya Ig dibagi


menjadi 2 klas rantai Kappa dan rantai Lambda.
Fungsi Ig
• Ig M
adalah Ig dengan BM paling besar
karena terdiri dari 5 subunit Ig dasar
yang dapat mengikat 5 antigen.
Ig ini terutama ditemukan pada respon awal
terjadinya infeksi.
Ig ini berperan pada reaksi aglutinasi.
Ig ini juga berperan pada fiksasi komplemen
yang dapat melisiskan bakteri.
• Ig G
Ig ini adalah molekul single unit.
Ig ini adalah Ig yang dapat dengan mudah masuk ke
jaringan.
Ig ini akan timbul setelah tahap Ig M dalam proses
infeksi.
Ig ini adalah satu-satunya Ig yang dapat menembus
plasenta.
Ig ini berperan pada proses presipitasi.
• Ig A
Ig ini terdiri dari dua subunit.
Ig ini terdapat pada cairan sekresi.
Ig ini terdapat pada permukaan mukus mebran
saluran napas untuk melindungi dari infeksi saluran
napas. Selain intu juga terdapat pada saluran cerna,
saluran urogenital, saliva, air mata, dan ASI.
Ig A adalah Ig yang pertama muncul bila ada bakteri
patogen di mukus membran.
• Ig E
Ig ini paling banyak terdapat lapisan sub-mukosa
jaringan dan terikat pada
sel mast dan basofil.
Ig ini berperan pada reaksi hipersensitif- anafilaktif.
Penderita asma kadar Ig E nya tinggi dalam serum
nya.
Ig ini juga berperan pad infeksi parasit terutama
schistosomiasis, ascariasis, ankylostomiasis, filariasis.
• Ig D
Tidak banyak informasi tentang Ig ini.
Ig ini terdapat pada permukaan limfosit B di darah tali
pusat.
Bagaimana antibodi melindungi tubuh
melawan infeksi
• Setiap mikroorganisme mempunyai antigen yang
berbeda dan menimbulkan antibodi yang berbeda
pula dimana antibodi berperan sebagai opsonins,
bakteriolisin, antitoksin, antibodi netralising virus
dan antibodi monoklonal.
• Opsonins membuat bakteri lebih mudah dikenali oleh
fagosit. Ig G dan Ig M berperan dalam proses ini.
• Bakteriolisin mengaktifkan komplemen untuk
melisiskan bakteri.Ig M lebih berperan daripada Ig G.
• Antitoksin menetralkan toksin dari bakteri.Ig G lebih
banyak perannya dibanding Ig A.
• Antibodi menetralkan virus. Ig A di membran mukus, Ig
G di aliran darah.
• Antibodi monoklonal adalah antibodi yang spesifik
untuk satu macam antigen.
PEMERIKSAAN IMUNOLOGI
• Dasar pemeriksaan imunologi adalah interaksi antara antigen dan
antibodi secara in vitro.
• Ada dua kategori pemeriksaan imunologi :
- kategori primer yaitu reaksi ag-ab yang hasilnya
tidak terlihat oleh mata sehingga membutuhkan
indikator, tehnik ini untuk penetapan ag-ab yang
kadarnya rendah mis:
RIA ( Radio Immunoassay )=>label radioisotop
ELISA ( Enzyme Linkage Immunosorbent Assay )
=> label enzim
IFA ( Immunofluorescent Assay )=> fluoresen
• Kategori sekunder adalah reaksi ag-ab mengakibatkan
presipitasi atau aglutinasi. Reaksi ini memerlukan suatu
partikel, misal
partikel lateks,eritrosit, atau partikel lain.
Jenis tehnik ini mis aglutinasi lateks,
hemaglutinasi, fiksasi komplemen, turbidimetri, nefelometri,
imunodifusi dll.

Ikatan antigen dan antibodi ini terjadi karena daya tarik


menarik yang masing-masing mempunyai muatan listrik yang
berlawanan.
Spesifisitas dan sensitivitas
• Antibodi bervariasi dalam spesifisitas dan sensitivitas
nya. Antibodi disebut spesifik bila hanya bereaksi
dengan antigen yang merangsang produksinya.

• Tehnik imunoasai ini dapat mendeteksi kadar antigen


atau antibodi yang rendah sehingga sensitivitas nya
tinggi.
Tehnik-tehnik yang digunakan
1. Imunopresipitasi
Ab bereaksi dengan ag spesifik membentuk kompleks yang tidak
larut (presipitat). Reaksi ini dapat dilihat dengan media cair atau
semisolid.
a. Imunodifusi ganda
lapisan gel agarosa di atas lempeng kaca dengan
sumur-sumur, dimasukkan antigen pada sumur
yang pinggir dan yang tengah dimasukkan
antibodi. Ag dan ab dibiarkan berdifusi ke dalam
agar membentuk garis presipitasi.
b. Imunodifusi radial
Tehnik ini hanya memerlukan reagen lebih sedikit dan
waktu inkubasi lebih pendek. Lapisan agar sudah
mengandung Ab spesifik kemudian ag dimasukkan dalam
sumur untuk ditentukan kadarnya. Presipitasi yang tejadi
akan tampak sebagai suatu cincin. Yang melingkari
sumur. Konsentrasi ag-ab pada titik ekuivalen akan
membentuk suatu garis linear dimana kadar ag
menunjukkan korelasi yang linear dengan diameter
cincin presipitasi.
c. Imunoelektroforesis
Tehnik ini merupakan gabungan antara tehnik pemisahan
fraksi-fraksi protein dengan tehnik imunodifusi ganda.
Setelah fraksi protein dipisahkan dengan elektroforesis ,
ke dalam parit dibuat sejajar dengan garis migrasi fraksi
protein dimasukkan antiserum kemudian dibiarkan
berdifusi. Setiap fraksi protein bereaksi dengan masing-
masing ab spesifik yang terdapat dalam antiserum dan
membentuk presipitasi berbentuk busur sehingga setiap
fraksi dapat diidentifikasi terpisah.
2. Aglutinasi
• Reaksi aglutinasi terjadi ikatan ag-ab membentuk suatu
gumpalan yang tak larut.
• Macam reaksi aglutinasi :
a. Aglutinasi direk
Ag harus berupa partikel atau sel mis pada
Widal menggunakan kuman S.typhi dan
S.paratyphi sebagai ag. Ab dalam serum
dapat ditentukan titernya dengan cara
pengenceran.
Penentuan golongan darah juga menggunakan
tehnik ini.
b. Aglutinasi indirek ( pasif )
pada tehnik ini sering dipakai partikel dari lateks atau eritrosit
yang dipakai sebagai carrier. Eritrosit domba dilapisi ag
kemudian direaksikan dengan ab yang terdapat dalam serum
dimana ab ini sebelumnya diabsorben dulu untuk
menghindari reaksi non-spesifik.
Contoh :
- Pemeriksaan TPHA , ag berasal dari
Treponema pallidum yang dipakai melapisi
eritrosit domba.
- Uji faktor rheumatoid menggunakan lateks.
C. Aglutinasi pasif terbalik ( reversed passive
hemagglutination assay = RPHA )
Tehnik ini digunakan untuk mendeteksi ag
yang larut dalam serum atau cairan tubuh
lain. Ab spesifik dilekatkan pada permukaan
carrier baik eritrosit atau partikel lain. Ag
yang terdapat dalam serum di absorpsi
dalam larutan absorben.
d. Uji hambatan aglutinasi
tehnik ini digunakan untuk deteksi ag yang larut,
pengujian ini dinyatakan positif
bila tidak terjadi aglutinasi
Enzyme Linked Immunosorbent Assay (
ELISA )
• Tehnik ELISA mereaksikan ag dalam sampel dengan
ab yang di label enzim. Kompleks ag-ab yang
terbentuk kemudian dipisahkan dari ag dan ab yang
bebas (dicuci), lalu diinkubasi dengan kromogen yang
semula tak berwarna , tapi kemudian menjadi
berwarna apabila dihidrolisis oleh enzim. Intensitas
warna yang terbentuk dapat diukur.
• ELISA adalah asai yang biasanya menggunakan ab
yang diimobilisasi pada fase solid dan menggunakan
ag yang berlabel enzim.
• Enzim yang sering digunakan adalah :
- ALP
- GOD
- G-6PD
- Peroksidase
Ada dua jenis pemeriksaan ELISA :
1. Langsung ( direk )
untuk penentuan antigen atau antibodi

2. Tidak langsung ( indirek )


untuk penentuan antibodi
ELISA direk (penentuan Ag )
Reaksi :
I-Ab + Ag*E + S  perubahan warna
W W

I = fase solid
Ab = antibodi pada fase solid
W = cuci
Ag*E = Ag berlabel enzim
S = Substrat
Elisa direk ( penentuan antibodi)
Reaksi :
I-Ag + Ab*E + S  perubahan warna
W W

I = fase ssolid
Ag = ag pada fase solid
W = cuci
Ab*E = ab berlabel enzim
S = substrat
ELISA indirek

Reaksi :
I-Ag + Ab + Anti-Ab*E + S  baca
W W W

Anti-Ab*E = anti-antibodi berlabel enzim


Penentuan Ag - Ab dengan ELISA, dapat
secara :
• Kompetitif ( persaingan )
• Tehnik Sandwich langsung
• Tehnik Sandwich tidak langsung
• Tehnik Inhibisi
• Tehnik Inhibisi tidak langsung
ELISA Inhibisi

Reaksi
I-Ag + Ab + Ab*E +
Kompetisi ELISA Ab direk (penentuan Ab)
Reaksi :
I-Ag + Ab*E + S  baca
W W
+AB

AB = ab dalam serum
Ab*E = ab berlabel enzim
AB dan Ab*E diinkubasi secara bersamaan
agar berkompetisi mengikat ag. Penentuan ab dalam serum dilakukan
secara titrasi dengan melihat derajat perubahan warna yang terjadi
sehingga dapat dibuat kurva standar.
Kompetisi ELISA Ag direk (penentuan ag)
Reaksi :
I-Ag + Ab*E + S  baca
W W
+ Ag dengan pengenceran

Ag serum yang diencerkan akan berikatan dengan Ab


berlabel enzim sehingga Ab berlabel tidak dapat
berikatan dengan Ag pada fase solid. Derajat
perubahan warna dapat dibuat kurva standar.
ELISA Sandwich direk
(penentuan Ag )
Reaksi :
I-Ab + Ag + AB*E + S  baca
W W W
ELISA Sandwich Ag indirek
( penentuan ag )
Reaksi :
I-Ab + Ag + AB + Anti-AB*E + S  baca
W W W W
Inhibisi ELISA direk

Reaksi :
Ag + Ab*E (berlebih)
I-Ag + Ab*E (bebas) + S  baca

Ag dalam serum di inkubasi terlebih dahulu dengan ab


berlabel enzim berlebihan,kemudian Ab berlabel enzim
yang bebas direaksikan dengan Ag fase padat. Kadar Ag
berbanding terbalik dengan warna yang terbentuk.
Inhibisi ELISA indirek
Reaksi :
Ag + Ab*E (berlebih)
I-Ag +Ab*E (bebas) + Anti-Ab*E + S  baca

- Antigen sampel direaksikan dengan ab spesifik berlebih.


- Antibodi bebas diinkubasi pada ag fase padat
- Selanjutnya reaksikan dengan antibodi anti-Ig
- Kadar ag berbanding terbalik dengan warna yang
terbentuk
KROMATOGRAFI
Mekanisme
metode kromatografi dapat memisahkan komponen
dalam sampel berdasarkan interaksi polar dan non polar
dari komponen tsb.
Adsorpsi
interaksi antara molekul yang larut (fase mobil) dengan
partikel solid pada permukaan (fase solid) adalah dasar
dari mekanisme adsorpsi, dimana terdapat dua tipe
adsorben yaitu polar (asam/penerima elektron) dan non
polar (basa/donor elektron).
Tes Antiglobulin (Coomb`s test)
Tes antiglobulin adalah modifikasi dari reaksi aglutinasi
untuk deteksi ab inkomplet (IgG) yang tidak dapat
menimbulkan aglutinasi meskipun sudah diikat
dengan partikel. IgG kurang efektif untuk
menimbulkan aglutinasi dibanding IgM karena
ukurannya yang kecil.Bila anti-IgG reagen Coomb
ditambahkan pada partikel yang di coated IgG, maka
reagen Coomb akan menjembatani antara partikel
dan ab yang tidak tergalutinasi.
• Coomb`s direk bertujuan menentukan adanya IgG
pada sel darah merah yang dilakukan di bank darah.

• Coomb`s` indirek bertujuan untuk deteksi ab yang


bebas terhadap sel darah merah yang terdapat dalam
serum penderita.
Serum di uji saring dalam panel-panel sdm yang
diketahui dengan antigenisitas yang bervariasi.
Aglutinasi dari sdm dengan ab penderita
menunjukkan adanya ab terhadap ag pada sdm.

Anda mungkin juga menyukai