Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PEPTIC ULCER
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan manusia yang sangat mendasar
oleh karena itu setiap individu berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi
dirinya secara maksimal (Depkes RI, 2012). Salah satu tanda tubuh yang sehat adalah
memiliki pencernaan yang sehat. Hal ini di karenakan apa yang kita konsumsi setiap
hari menjadi penentu kesehatan tubuh. Ketika makanan yang dikonsumsi kurang
bernutrisi, maka yang paling awal terkena dampaknya ialah sistem pencernaan
(Sulaeman, 2018).
Peptic ulcer / ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa
yang meluas di bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, sub mukosa
hingga lapisan otot dari suatu daerah saluran cerna yang langsung berhubungan
dengan cairan lambung asam-pepsin (Sanusi, 2011).
Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40
dan 60 tahun. Tetapi, relative jarang pada wanita menyusui, meskipun telah di
observasi pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering dari pada
wanita, karna dari faktor gaya hidup pria seperti kebiasaan minum-minuman yang
mengandung kafein, merokok dan stress tapi terdapat beberapa bukti bahwa insiden
pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah menopause, insiden ulkus peptikum
pada wanita hampir sama dengan pria. Diperkirakan bahwa 5% sampai 15% dari
populasi di Amerika Serikat mengalami ulkus, tetapi hanya kira-kira setengahnya
yang diketahui. Insiden ini telah menurun sebanyak 50% selama 20 tahun terakhir
(Smeltzer, 2013). Penyebab utama penurunan produksi mukus berhubungan dengan
infeksi bakterium helicobacter pylori membuat kolon pada sel-sel penghasil mukus di
lambung dan duodenum, sehingga menurunkan kemampuan sel memproduksi mukus.
Dengan ditemukan kuman helicobacter pylori pada kelainan saluran cerna, saat ini
dianggap helicobacter pylori merupakan penyebab utama tukak peptik, non steroid
dan alkohol. Organisme ini melekat pada epitel lambung dan merusak lapisan mukosa
pelindung dan meninggalkan daerah-daerah epitel yang rusak. Dampak dari ulkus
peptikum dapat terjadi perdarahan jika ulkus menyebabkan erosi arteri atau vena di
usus. Hal ini dapat menyebabkan hematemesis (muntah darah), atau melena
(keluarnya darah dari saluran gastrointestinal atas melalui feses). Apabila
perdarahannya hebat dan mendadak, dapat timbul gejala syok. Apabila perdarahannya
lambat, dapat terjadi anemia. Beberapa gejala dari ulkus peptikum seperti nyeri pada
abdomen yang biasanya terletak di area tengah epigastrium, dapat menyebar ke
punggung atau bahu. Nyeri yang terjadi ketika lambung kosong, yang terjadi segera
atau setelah makan. Nyeri sering terjadi setiap hari selama beberapa minggu
kemudian menghilang sampai periode perburukan selanjutnya.
Penanganan pada ulkus peptikum biasanya dengan menghindari makanan
yang dapat menyebabkan sekresi asam hidroklorida berlebih, menghindari minum-
minuman alkohol dan kafein dapat meredakan gejala serta 4 meningkatan proses
penyembuhan ulkus yang sudah ada. Penderita ulkus akibat helicobacter pylori dapat
ditangani dengan penambahan antibiotik. Penatalaksanaan stress, teknik relaksasi,
atau sedative dapat di gunakan untuk mengatasi pengaruh psikologis.
Meskipun angka kejadian kecil namun penyakit tukak peptik perlu mendapat
perhatian serius karna bila tidak di tangani dengan benar dapat menyebabkan
kekambuhan, komplikasi pendarahan pada saluran cerna, kanker bahkan dapat
menyebabkan kematian. Di harapkan dengan adanya evaluasi pengobatan tukak
peptik dapat menjadi pertimbangan penting bagi kesehatan untuk memberikan
pengobatan kepada pasien sehingga tercapai keberhasilan terapi yang optimal (Putri,
2010).Hal ini menjadi sangat penting mengingat tingginya angka kekambuhan paska
pengobatan ulkus peptikum dengan memberikan edukasi yang tepat adalah mengenai
perubahan gaya hidup yang mampu mengurangi faktor resiko ulkus peptikum di
kemudian hari. Sebagai contoh perawat dapat melakukan tindakan teknik relaksasi
atau sedative dapat di gunakan untuk mengatasi pengaruh psikologis.
Peran perawat sangat penting dalam pemberian asuhan keperawatan pasien.
dengan ulkus peptikum secara komprehensif dan profesional Asuhan keperawatan
yang di berikan pada pasien dengan ulkus peptikum bertujuan untuk mengatasi
masalah keperawatan yang di alami klien melalui lima tahapan asuhan keperawatan
meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan (Smeltzer, 2013). Dibutuhkan peran
perawat dalam proses penyembuhan dengan perawatan yang tepat seperti
mengajarkan teknik manajemen nyeri, mengatur posisi, memberikan edukasi tentang
pengobatan ulkus peptikum, menganjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering,
dan makan secara perlahan.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Definisi
Ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas
di bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, sub mukosa hingga lapisan otot
dari suatu daerah saluran cerna yang langsung berhubungan dengan cairan lambung
asam/pepsin (Sanusi, 2011).
Ulkus dapat disebabkan oleh beberapa kondisi, salah satunya ulkus diinduksi
stres oksidatif yaitu kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara produksi
oksigen reaktif dan kemampuan sistem biologi untuk mendetoksifikasi reaktif
intermediet, yang bisa menyebabkan kerusakan oksidatif protein, lipid dan DNA
(Priya et al.,2012).
B. Etiologic
Ada beberapa penyebab terjadinya peptic ulcer/ulkus peptikum, yaitu:
1. Infeksi kuman Helicobacter pylori
Terapi eradikasi kuman Helicobacter pylori menyebabkan kesembuhan dan
menangkal kekambuhan ulkus sehingga mendukung pendapat bahwa kuman
Helicobacter pylori memegang peranan penting dalam etiologi ulkus
peptikum.
2. Obat-obat NSAID
Mekanisme NSAID sebagian besar adalah dengan menghambat sintesa
prostaglandin, dimana kedua enzim Cyclo-oxygenase diblok. Sedangkan
NSAID ideal hendaknya hanya bekerja dengan menghambat enzim COX-2
yang berperan dalam inflammasi dan tidak menghambat COX-1 yang
berperan memberikan perlindungan mukosa lambung.
3. Stress fisiologis berat
Misalnya pada luka bakar, trauma susunan saraf pusat, pembedahan dan
penyakit medis yang berat.
4. Keadaan-keadaan yang ditandai adanya hipersekresi asam lambung seperti
gastrinoma (Zollinger-Elison Syndrome), atau neoplasma endokrin yang
multiple, hiperplasia sel G pada antrum, sistemik mastositosis, leukemia
basofilik.
Sampai saat ini diketahui terdapat tiga penyebab utama tukak peptik, yaitu
NSAID, infeksi H. Pylori, dan kondisi hipersekresi asam seperti Zollinger-Ellison
syndrome. Adanya infeksi H.Pylori atau penggunaan NSAID harus ditelusuri pada
semua penderita dengan tukak peptikum (Sanusi,2011).
C. Patofisiologi
Tukak terjadi karena gangguan keseimbangan antara faktor agresif (asam,
pepsin atau faktor-faktor iritan lainnya) dengan faktor defensif
(mukus,bikarbonat,aliran darah) (Sanusi,2011). Sel parietal mengeluarkan asam
lambung HCI, sel peptik atau zinogen mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCI
dirubah menjadi pepsin dimana HCI dan pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin
dengan pH < 4 (sangat agresif terhadap mukosa lambung). Bahan iritan dapat
menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi difusi balik ion H. Histamin terangsang
untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, kemudian menimbulkan dilatasi
dan peningakatan permebilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung,
gastritis akut dan kronik, dan tukak peptik.
Helicobacter pylori dapat bertahan dalam suasana asam di lambung, kemudian
terjadi penetrasi terhadap mukosa lambung, dan pada akhirnya H. Pylori berkolonisasi
di lambung. Kemudian kuman tersebut berpoliferasi dan dapat mengabaikan sistem
mekanisme pertahanan tubuh. Pada keadaan tersebut beberapa faktor dari H. Pylori
memainkan peranan penting diantaranya urase memecah urea menjadi amoniak yang
bersifat basa lemah yang melindungi kuman tersebut terhada asam HCI (Rani &
Fauzi, 2006).
Obat NSAID yang dapat menyebabkan tukak antara lain : Indometasin,
Pirosikam, Ibuprofen, Naproksen, sulindak, ketoprofen, ketorolac, flubiprofen dan
aspirin (Berardi & Welage,2008). Obat-obat tersebut menyebabkan kerusakan mukosa
secara lokal dengan mekanisme difusi non ionik pada sel mukosa (pH cairan lambung
<< pKa NSAID). Stress yang amat berat dapat menyebabkan terjadinya tukak, seperti
pasca bedah dan luka bakar luas, hal ini terjadi karena adanya gangguan aliran darah
mukosa yang berkaitan dengan peningkatan kadar kortisol plasma. Stres emosional
yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kortisol yang kemudia diikuti peningkatan
sekresi asam lambung dan pepsinogen, sama halnya dengan gaya hidup yang tidak
sehat, seperti merokok, konsumsi alkohol dan pemakaian NSAID yang berlebihan
(Sanusi,2011).
D. Manifestasi Klinis
Secara umum pasien tukak peptik biasanya mengeluh dispepsia. Dispepsia
adalah suatu sindrom klinik beberapa penyakit saluran cerna seperti mual,
muntah,kembung,nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh di ulu hati setelah
makan, dan cepat merasakan kenyang (Sanusi,2011).
Pasien tukak peptik menunjukkan ciri-ciri keluhan seperti ulu hati, rasa tidak
nyaman pada perut dan disertai muntah. Rasa sakit tukak peptik timbul setelah makan,
rasa sakit terdapat di sebeah kiri, sedangkan tukak deodenum rasa sakit terdapat di
sebelah kanan garis perut. Rasa sakit bermula pada satu titik, kemudian bisa menjalar
ke darah punggung. Hal ini menandakan bahwa penyakit tersebut sudah semakin
parah atau mengalami komplikasi berupa penestrasi tukak ke organ pankreas.
Meskipun demikian, rasa sakit saja tidak cukup untuk menegakkan diagnosis tukak
peptik, karena dispepsia juga bisa menimbulkan rasa sakit yang sama, juga tidakdapat
ditentukan dengan lokasi rasa sakit di sebelah kiri atau kanan garis perut. Sedangkan
tukak yang disebabkan oleh NSAID dan tukak pada usia lanjut biasanya tidak
menimbulkan keluhan, hanya diketahui melalui komplikasinya yang berupa
perdarahan dan perforasi (Sanusi, 2011).
E. Pathway
Pengeluaran histamin
Anoreksia
Kurang informasi
Detruksi kapiler dan vena Reaksi radang
tentang penyakit
Peningkatan
asam lambung
Perdarahan Pelepasan hormone
Defisit bradykinin, serotonin
Pengetahuan
Mual,Muntah
Penurunan volume darah
Merangsang
Hipoksia jaringan hipotalamus pada pusat
dan sel Risiko nyeri
Penurunan hemoglobin
Hipovolemia
Penurunan
pembentukan ATP Anemia Nyeri Akut
dan penumpukan
asam laktat jaringan
Hematemesis
Perfusi Perifer Tidak Efektif
Keletihan – Intoleransi
Aktivitas
Ansietas Krisis situasional
F. Factor Risiko
1. Pasien dengan sejarah penyakit ulkus peptikum, pendarahan GI bagian atas,
komplikasi akibat NSAID, atau penggunaan ulcerogenic medications (seperti
kortikosteroid) atau antikoagulan yang meningkatkan risiko pendarahan
(seperti warfarin dan clopidogrel) berisiko besar menyebabkan tukak peptik.
2. Usia, kebiasaan, merokok, alkohol, dan penyakit kardiovaskular dapat
meningkatkan risiko komplikasi GI dengan NSAID.
3. Beberapa makanan seperti kopi, teh, soda, minuman beralkohol, susu, dan
makanan rempah dapat menaikkan sekresi asam lambung dan menyebabkan
dispepsia.
4. Faktor genetik dapat berisiko menyebabkan ulkus peptikum, namun belum
diketahui secara jelas.
5. Penderita Zollinger-Ellison’s syndrome (ZES)
G. Komplikasi
Komplikasi potensial dari peptic ulcer adalah :
1. Hemoragi-gastrointestinal atas, gastritis dan hemoragi akibat ulkus peptikum
adalah dua penyebab paling umum perdarahan saluran GI.
2. Perforasi, merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang menembus ke
dalam rongga peritoneal tanpa disertai tanda.
3. Penetrasi atau Obstruksi, penetrasi adalah erosi ulkus melalui serosa lambung
ke dalam struktur sekitarnya seperti pankreas, saluran bilieratau omentum
hepatik.
4. Obstruksi pilorik terjadi bila areal distal pada sfingter pilorik menjadi jaringan
parut dan mengeras kar ena spasme atau edema atau karena jaringan parut
yang terbentuk bila ulkus sembuh atau rusak.
H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita peptic ulcer yaitu:
1) Pemeriksaan radiologis (Barium meal)
Pemeriksaan radiologi dengan barium meal kontras ganda dapat digunakan
dalam menegakkan diagnosis ulkus peptikum, tetapi akhir-akhir ini lebih
dianjurkan pemeriksaan endoskopi.
2) Pemeriksaan Endoskopi
Saat ini untuk diagnosis ulkus peptikum lebih dianjurkan pemeriksaan
endoskopi saluran cerna bagian atas. Di samping itu untuk memastikan
diagnosa keganasan tukak gaster harus dilakukan pemeriksaan histopatologi,
sitologi brushing dengan biopsi melalui endoskopi. Pada obstruksi ditemukan
sisa makanan pada endoskopi.
3) Infeksi Helycobacter pylori dapat didiagnosis dengan test antibodi (tes
serologi), biopsi lambung pada pemeriksaan endoskopi, tes antigen tinja, dan
tes napas urea yang non invasif, yang dapat mengidentifikasikan produksi
enzim bakteri dalam lambung.
4) Hematologi
Hemoglobin, hematokrit, lekosit, eritrosit, trombosit, morfologi darah tepi, dan
golongan darah. Jika diperlukan periksa faal pembekuan.
5) Biokimia darah
Uji faal hati yaitu transaminase, bilirubin, elektroforesa protein, kolesterol,
dan fosfatase alkali. Uji faal ginjal yaitu urea nitrogen dan kreatinin.
6) Urine rutin
I. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Medikamentosa
Istirahat
Istirahat yang cukup dapat mempercepat penyembuhan.Secara
umum pasien tukak peptik dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila
kurang berhasil atau ada kompliksai baru dianjurkan rawat inap.
Penyembuhan akan lebih cepat dengan rawat inap walaupun
mekanismenya belum jelas, kemungkinan bertambahnya jumlah jam
istirahat, berkurangnya refluks empedu, menurunnya stres dan
penghentian penggunaan analgesik. Stres dan kecemasan memegang
peran dalam peningkatan asam lambung dan penyakit tukak
Diet
Cabai, makanan yang merangsang, dan makanan yang
mengandung asam dapat menimbulkan rasa sakit, walaupun belum
didapat bukti keterkaitannya. Pasien mungkin mengalami intoleransi
terhadap makanan tersebut, atau makanan tersebut mempengaruhi
motilitas usus. Dalam hal ini dianjurkan untuk menghindari makanan
tersebut. Beberapa peneliti menganjurkan makanan biasa, lunak, tidak
merangsang, dan diet seimbang. Merokok sebaiknya dihindari.
Merokok dapat menghalangi penyembuhan ulkus gaster kronik,
menghambat sekresi bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus
duodenum, menambah refluks duodenogastrik akibat relaksasi sfingter
pilorus, sekaligus meningkatkan kekambuhan ulkus. Alkohol
sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan risiko perdarahan dan
komplikasi lain. Air jeruk yang asam, coca cola, bir, kopi tidak
mempunyai pengaruh ulserogenik pada mukosa lambung, tetapi dapat
menambah sekresi asam lambung sehingga sebaiknya jangan
dikonsumsi saat perut kosong.
Obat-obatan
Menghindari penggunaan NSAID karena seperti telah
dijelaskan sebelumnya bahwa NSAID dapat menekan produksi
prostaglandin yang sangat berperan dalam proteksi mukosa lambung.
Saat ini telah tersedia COX 2 inhibitor yang selektif untuk penyakit
osteoartritis/rematoid artritis yang kurang menimbulkan keluhan pada
lambung.
2. Terapi Medikamentosa
Antasida
Antasida bekerja sebagai penetralisir asam. Antasida diberikan
dengan dosis 3 x 1 tablet atau 4 x 30 cc (3 kali sehari, dan sebelum
tidur/ 3 jam setelah makan).
Sukralfat
Mekanisme kerjanya melalui pelepasan kutub aluminium
hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein
membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus sehingga dapat
melindungi ulkus dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Selain itu,
sukralfat dapat membantu sintesis prostaglandin, bekerja sama dengan
EGF, meningkatkan sekresi bikarbonat dan mukus, serta meningkatkan
daya pertahanan dan perbaikan mukosa. Dosisnya 4 x 1 gram sehari.
Efek samping berupa konstipasi.
Prostaglandin
Obat ini bekerja dengan cara mengurangi sekresi asam
lambung, menambah sekresi mukus, bikarbonat, dan meningkatkan
aliran darah mukosa serta meningkatkan pertahanan dan perbaikan
mukosa. Biasanya digunakan sebagai penangkal terhadap ulkus akibat
pemakaian NSAID. Contoh prostaglandin adalah misoprostol dan telah
diakui oleh FDA. Dosisnya 4 x 200 mg atau 2 x 400 mg pagi dan
malam hari. Efek sampingnya berupa diare, mual, muntah, dan
menimbulkan kontraksi otot uterus/perdarahan sehingga tidak
dianjurkan pada ibu hamil.
Antagonis Reseptor H2
Obat golongan ini mempunyai satu persamaan, yaitu memiliki
gugus imidazol histamin yang dianggap penting sekali menghambat
reseptor Histamin-2yang merupakan mediator untuk sekresiasam.
a. Cimetidin
Cimetidin mempunyai fungsi menghambat sekresi asam
basal dan nokturnal. Obat ini juga akan menghambat sekresi
asam lambung, oleh karena rangsangan makanan. Obat ini dapat
juga digunakan untuk pengobatan gastritis kronis dengan
hipersekresi asam lambung dan tukak peptik yang mengalami
perdarahan.
Dosis cimetidin yang dianjurkan sehari, 3 kali 200 mg,
ditambah 200 mg sebelum tidur malam yang diberikan 4-6
minggu, kemudian dilanjutkan 200 mg tiap malam. Adapula
yang memberikan 400 mg sehari 2 kali, yang juga cukup
efektif. Obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan pada wanita
hamil. Cimetidin 200-400 mg yang diberikan pada malam hari,
cukup efektif untuk mencegah kambuhnya kembali tukak peptik
b. Ranitidin
Ranitidin banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tukak
peptik baik yang akut maupun yang kronis, dan khasiatnya 4-10
kali cimetidin. Ranitidin menghambat sekresi asam lambung
baik dalam keadaan basal maupun sebagai respon terhadap
berbagai rangsangan. Sifat inhibitor terhadap sekresi asam
lambung tergolong kuat dengan masa kerja lama, sehingga
cukup diberikan dua kali sehari. Ranitidin tidak mempengaruhi
fungsi hati. Sebagian besar ranitidin baik yang diberikan
peroral maupun parenteral secara intravena.
Pemberian ranitidin dalam dosis terapi menunjukkan
tidak terjadi interaksi dengan obat lain. Ranitidin selain
digunakan untuk mengobati tukak peptik, juga digunakan untuk
mengobati gastritis dengan hipersekresi asam lambung.
Ranitidin juga bermanfaat untuk pengobatan kelainan lambung
akibat pemberian obat antirematik (NSAID = Non Steroid Anti
Inflammatory Disease) baik dengan atau tanpa perdarahan.
Dosis peroral yang dianjurkan dua kali 100 mg, yang diberikan
4-6 minggu, untuk selanjutnya dilanjutkan 150 mg diberikan
tiap malam.
c. Roxatidin
Pemberian roxatidin asetat terbukti sangat kuat
menghambat sekresi asam lambung pada malam hari.
Pengeluaran asam lambung basal juga berkurang sekitar 90%
setelah 3 jam pemberian peroral 50 mg roxatidin asetat.
Efektivitas roxatidin asetat setara dengan cimetidin dan ranitidin
dalam mempertahankan bebas tukak, tetapi dengan roxatidin hal
ini dapat dicapai dengan dosis rendah.
Berdasarkan hasil penelitian obat ini lebih aman
daripada cimetidin. Dosis yang dianjurkan yaitu dua kali 75 mg
sehari atau 150 mg yang diberikan malam hari sebelum tidur.
Pada tukak peptik sebaiknya diberikan selama 4-6 minggu
dengan dosis 150 mg/hari, selanjutnya diberikan 75 mg tiap
malam hari untuk mencegah kekambuhan. Pada gangguan
fungsi ginjal sebaiknya dosis roxatidin dikurangi menjadi 75
mg/hari.
d. Famotidin
Famotidin dapat diberikan pada penderita tukak peptik
yang disertai sirosis hati, dan juga pada gangguan faal ginjal
yang ringan. Dosis yang dianjurkan adalah 20 mg sehari atau 40
mg yang diberikan hanya sekali sebelum tidur malam hari. Pada
tukak peptik diberikan pengobatan selama 4-6 minggu,
selanjutnya diberikan 20 mg tiap malam selama 4 minggu guna
mencegah kekambuhan. Penderita tukak peptik yang mengalami
perdarahan atau pada ”stress ulcer” dengan perdarahan
sebaiknya diberikan famotidin 20 mg secara intravena dua kali
sehari. Pemberian ini selama 3-5 hari dan biasanya perdarahan
akan berhenti, kemudian dilanjutkan peroral. Penderita dengan
gastritis dapat diberikan dosis lebih rendah yaitu 20 mg tiap
malam sebelum tidur.
e. Proton Pump Inhibitor/PPI
Contoh obat ini adalah omeprazol, lansoprazol,
pantoprazol, dll. Mekanisme kerjanya adalah memblokir kerja
enzim K+H+ ATPase yang akan memecah K+H+ ATP untuk
menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam
HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. Efek
penekanan sekresi asam maksimal 2-6 jam dan lama efek
kerjanya 72-96 jam. Dosis yang diberikan untuk omeprazole 2 x
20 mg/ standar dosis atau 1 x 40 mg/ dobel dosis, dan
lanzoprazole/pantoprazole 2 x 40 mg/standar dosis atau 1 x 60
mg/ dobel dosis. Efek sampingnya pada jangka panjang akan
menimbulkan kerusakan gastrin darah dan menimbulkan tumor
karsinoid.
3. Tindakan Operasi
Indikasi operasi pada peptic ulcer dalah :
Elektif, karena gagal terhadap pengobatan
Darurat, karena terdapat komplikasi berupa perforasi, perdarahan, atau
stenosis pilorik
Ulkus gaster dengan dugaan keganasan pada korpus dan fundus (70%
keganasan
Ulkus pada daerah antrum dilakukan anterektomi, dan Bilroth 1
anastomosis/gastroduodenostomi, bila disertai ulkus duodenum dilakukan
vagotomi. Ulkus di daerah esofago-gastrik dilakukan operasi
radikal/subtotal gastrektomi dengan Roux-en-Y/esofagogastro jejunostomi
(prosedur Csendo).
J. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Mengehentikan konsumsi minuma beralkohol, rokok dan penggunaan NSAID
2. Beristirahat yang cukup, menghindari stress
3. Menghindari makanan dan minuman yang memicu sekresi asam lambung
yang berlebih, seperti cabai, teh, kopi, dan alkohol.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, Kelemahan otot dan tonus,
penurunan ROM
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, Peningkatan JVP,
tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
c. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, Menolak, cemas, takut,
marah, irritable
d. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat warna
merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
e. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual,
muntah, rasa logam pada mulut, asites, Penurunan otot, penurunan lemak subkutan
f. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan
Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma
g. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
Distraksi, gelisah
h. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal Dyspnea (+)
Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
i. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie,
ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas
j. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
k. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya
III. Luaran
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Luaran Utama : Tingkat Nyeri (L.08066)
Ekspektasi : Menurun
Kriteria hasil :
Meningkat :
Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat
Menurun :
Keluhan nyeri
Meringis
Gelisah
Kesulitan tidur
Anoreksia menurun
Mual
Muntah
Membaik :
Frekuensi nadi
IV. Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Intervensi Utama : Manajemen Nyeri (I.08238)
Observasi :
- Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnosis, akupresure, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
- Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna,
suhu, anklebrachial index)
- Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes, perokok, orang
tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
- Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik :
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,turgor kulit
menurun, membrane mukosa kering, volume urine menurun, hematokrit
meningkat, haus dan lemah)
- Monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi modified Trendelenburg
- Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
Smeltzer, Suzannce C., & Bare, Brenda G. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth Volume 2. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson., & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Volume 1 Ed 6. Jakarta: EGC.
Rasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M., Wagner, Cheryl M.
2013.