Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN

PRAKTIKUM KESEHATAN MASYARAKAT


DI BIDANG KESEHATAN LINGKUNGAN
PUSKESMAS GUNUNG KEMALA KOTA PRABUMULIH

OLEH :
NAMA: FEBY SHINTA
NIM : 10011381823175

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LAPORAN
PRAKTIKUM KESEHATAN MASYARAKAT
GAMBARAN HASIL PELAKSANAAN PROGRAM PEMICUAN STOP BABS
DI WILAYAH PUSKESMAS GUNUNG KEMALA
KOTA PRABUMULIH 2021
Laporan ini dibuat sebagai syarat
telah menyelesaikan Praktikum Kesehatan Masyarakat
peminatan Kesehatan Lingkungan

OLEH
NAMA: FEBY SHINTA
NIM : 10011381823175
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal Praktikum Kesehatan Masyarakat


mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
di Puskesmas Gunung Kemala Kota Prabumulih Provinsi Sumatera Selatan
dari tanggal 1 Juli sampai tanggal 30 Juli 2021

Prabumulih, 4 April 2021


Mengetahui,
Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Dosen Pembimbing
Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya

Dr. Novrika Sari S.KM,. M.Kes Imelda Gernauli Purba,S.KM,M.Kes


NIP. 197811212001122002 NIP .19750204201409200
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
ridho serta karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Praktikum
Kesehatan Masyarakat di Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga
Dinas Kesehatan Kabupaten Muara Enim. Laporan ini saya buat untuk memenuhi
syarat mata kuliah Praktikum Kesehatan Masyarakat pada semester VII Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya.

Saya berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi segenap civitas
akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya dan Dinas Kesehatan
Kabupaten Muara Enim serta bagi segenap yang membaca laporan ini. Ucapan terima
kasih saya ucapkan kepada :

1. Keluargaku: Bapak, Ibu, dan Adik Tersayang


2. Ibu Dr. Misnaniarti, SKM.,M.KM, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya;
3. Ibu Dr. Novrikasari, S.K.M.,M.Kes, selaku Kepala Program Studi Ilmu
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya;
4. Ibu Imelda G. Purba S.KM.,M.Kes, sebagai dosen pembimbing materi sekaligus
motivator agar laporan ini segera diselesaikan;
5. Ibu Yuli Susanti SKM, selaku Kepala Puskesmas Gunung Kemala Prabumulih
6. Bapak Mansyur Amd,Kes, selaku pembimbing lapangan kami dalam Praktikum
Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Gunung Kemala, yang telah mengarahkan,
memberi ilmu, dan menuntun kami.
7. Seluruh Staf dan Karyawan UPTD Puskesmas Gunung Kemala, atas
keramahtamahannya, serta segala bentuk bantuannya
8. Seluruh dosen, staf, dan karyawan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Praktikum
Kesehatan Masyarakat ini;
9. Rekan-rekan seperjuangan, mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya angkatan 2018, atas persaudaraannya, motivasi, semangat,
dukungan, dan kebersamaannya. Terkhusus untuk rekan peserta Praktikum
Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Gunung Kemala: Ulfa, Habiebah, Patimah,
Santri,dan Ima terima kasih atas kebersamaan serta silaturrahim yang terjalin
selama menjalani Praktikum Kesehatan Masyarakat.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, saya selaku penyusun, membuka diri terhadap kritik dan saran yang
membangun sebagai bahan pembelajaran saya agar lebih di masa mendatang.

Indralaya, 30 Juli 2021

Feby Shinta

NIM.10011381823175
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua


komponen bangsa yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang sehingga
diharapkan terjadi peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat adalah melalui program nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM).

Pada tahun 2008 Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan Kepmenkes


RI nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat yang diperkuat dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat, bahwa dalam rangka memperkuat upaya perilaku hidup bersih dan
sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan
kemampuan masyarakat, serta meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar
perlu menyelenggarakan STBM.

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah sebuah pendekatan


untuk memobilisasi masyarakat guna merubah perilaku hygiene dan sanitasi
melalui pemberdayaan masyarakat melalui metode pemicuan. Sanitasi Total
merupakan kondisi dimana suatu komunitas tidak buang air besar sembarangan
(BABS) atau Open Defecation Free (ODF). Prinsip dari pelaksanaan STBM
adalah tidak ada subsidi untuk fasilitas sanitasi dasar dengan pokok kegiatan
untuk menggali potensi yang ada di masyarakat yang bertujuan untuk
membangun sarana-sarana sanitasi dan mengembangkan solidaritas sosial.
Dalam Kemenkes RI nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) disebutkan peran dan tanggung
jawab pemangku kepentingan seperti di tingkat RT/Dusun/Kampung memiliki
peran dan tanggung jawab untuk mempersiapkan masyarakat untuk ikut
berpartisipasi aktif. Pada tingkat desa berperan dan bertanggung jawab dalam
membentuk tim fasilitator desa atau kader pemicu STBM untuk memfasilitasi
gerakan masyarakat dan pada tingkat kecamatan pemerintah ikut berperan dan
bertanggung jawab berkoordinasi dengan Badan Pemerintahan yang lain dan
memberi dukungan bagi kader pemicu STBM.

Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat merupakan strategi


dengan melibatkan lintas sektor dengan leanding sektor Kementerian Kesehatan
dan aksi terpadu untuk menurunkan angka kejadian penyakit menular berbasis
lingkungan dan meningkatkan perilaku hygiene sanitasi dan kualitas kehidupan
masyarakat Indonesia. STBM terdiri dari 5 pilar yang digunakan sebagai acuhan
penyelenggaraannya, yang meliputi : 1) Stop Buang Air Besar Sembarangan
(Stop BABS), 2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), 3) Mengelola Air Minum
dan Makanan yang Aman, 4) Mengelola Sampah dengan Benar, 5) Mengelola
Limbah Cair Rumah Tangga dengan Aman. Pelaksanaan program STBM dimulai
dari pilar pertama yaitu Stop BABS yang merupakan pintu masuk sanitasi total
serta upaya untuk memutuskan rantai kontaminasi kotoran manusia terhadap air
baku minum, makan, dan lainnya. Program STBM menggunakan pendekatan
yang mengubah perilaku hygiene sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat
dengan menggunakan cara pemicuan. Dengan metode pemicuan, diharapkan
program STBM dapat merubah perilaku masyarakat dalam upaya memperbaiki
keadaan sanitasi lingkungan mereka, sehingga tercapainya kondisi Open
Defecation Free (ODF), pada komunitas atau desa. Suatu desa di katakan ODF
jika 100% penduduk desa mempunyai akses BAB di jamban sehat.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui gambaran tentang program Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) pilar pertama yaiu Stop Buang Air Besar Sembarangan
(Stop BABS) di Puskesmas Gunung Kemala Kota Prabumulih Tahun 2021
1.2.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui Mengetahui gambaran dan tahap pelaksanaan kegitan pemicuan


Stop BABS program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di wilayah
kerja Puskesmas Gunung Kemala Kota Prabumulih, khususnya kegiatan
pemicuan Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS).

b. Mengetahui target dan capaian program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat


(STBM) pilar pertama yaitu tentang Stop Buang Air Besar Sembarangan
(Stop BABS) Di wilayah kerja Puskesmas Gunung Kemala Kota
Prabumulih.

c. Mengetahui sumber daya ( manusia, alat, metode dan dana) dalam


pelaksanaan kegiatan pelaksanaan pemicuan Stop BABS di wilayah kerja
Puskesmas Gunung Kemala Kota Prabumulih

1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Bagi Mahasiswa
Sebagai sarana untuk menambah pengalaman dan pembelajaran dalam
mengaplikasikan teori yang diperoleh selama perkuliahan, serta dapat
mengembangkan sikap profesional dan keterampilan di bidang kesehatan
lingkungan sehingga lebih siap dalam berkompetisi dalam dunia kerja.
1.3.2 Manfaat Bagi Puskesmas Gunung Kemala dan Pertanahan Prov. Sumsel
1. Pihak Puskesmas Gunung Kemala sebagai bahan informasi serta masukan dan
sebagai data untuk keperluan penyuluhan dan perencanaan program dimasa
yang akan datang yang berhubungan dengan perilaku BABS di wilayah kerja
Puskesmas Gunung Kemala.
2. Sebagai sarana dalam menambah pengetahuan penulis tentang factor faktor
yang berpengaruh terhadap perilaku masyarakat BABS di wilayah kerja
Puskesmas Gunung Kemala.

3. Mendapatkan masukan tentang perkembangan keilmuan lingkup kerja


yang diperoleh selama praktik kerja di lingkungan instasi.

4. Sebagai partisipasi dalam peningkatan kualitas pendidikan perguruan


tinggi dalam menciptakan lulusan yang berkualitas, terampil dan
memiliki pengalaman kerja.
1.4. Waktu dan Lokasi PKM
1.4.1 Waktu Praktikum Kesehatan Masyarakat.
Praktikum Kesehatan Masyarakat ini dilaksanakan di Puskesmas Gunung
Kemala Kota Prabumulih Prov. Sumsel yang dimulai pada tanggal 1 Juli 2021
sampai dengan 30 Juli 2020 pada jam kerja (08.00 – 14.00 WIB).

1.4.2 Lokasi Pelaksanaan PKM


Kegiatan Praktikum Kesehatan Masyarakat ini dilaksanakan di
Puskesmas Gunung Kemala yang beralamat di Jl.Lintas Gunung Kemala,
Payu Putat Kel.Gunung Kemala Kec.Prabumulih Barat Provinsi Sumatera
Selatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah STBM

STBM merupakan adopsi dari keberhasilan pembangunan sanitasi total


dengan menerapkan model CLTS (Community-Led Total Sanitation). Pendekatan
CLTS berasal dari evaluasi oleh Kamal Kar mengenai Water Aid dari VERC’s
(Village Education Resource). Hasil dari evaluasi adalah penemuan pendekatan
CLTS dengan metode PRA pada tahun 2000. Sejak tahun 2000, melalui
pelatihan langsung oleh Kamal Kar dan dukungan dari banyak lembaga serta
dibantu dengan kunjungan lintas Negara, CLTS telah menyebar ke organisasi
lain di Bangladesh dan Negara lain di Asia Selatan dan Asia Tenggara, Afrika,
Amerika Latin, dan Timur Tengah.
Dalam Uji coba implementasi CLTS di 6 kabupaten di Indonesia pada
tahun 2005. Pada Juni 2006, Departemen Kesehatan mendeklarasikan
pendekatan CLTS sebagai strategi nasional untuk program sanitasi. Pada
september 2006, program WSLIC memutuskan untuk menerapkan pendekatan
CLTS sebagai pengganti pendekatan dana bergulir di seluruh lokasi program (36
kabupaten). Pada saat yang sama, beberapa LSM mulai mengadopsi pendekatan
ini. Mulai Januari sampai Mei 2007, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan
Bank Dunia merancang proyek PAMSIMAS di 115 kabupaten. Program ini
mengadopsi pendekatan CLTS dalam rancangannya. Pada bulan juli tahun 2007,
Pemerintah dan Bank Dunia mulai mengimpletasikan sebuah proyek yang
mengadopsi pendekatan sanitasi total bernama Total Sanitation and Sanitation
Marketing (TSSM) atau Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi (SToPS), dan
pada tahun 2008 diluncurkannya sanitasi total berbasis masyarakat (STBM)
sebagai strategi nasional.

2.2. Pengertian STBM


Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan, strategi
dan program untuk merubah perilaku higyene dan sanitasi melalui pemberdayaan
masyarakat dengan metode pemicuan. Perilaku higyene dan sanitasi yang
dimaksud antara lain tidak buang air besar sembarangan, mencuci tangan pakai
sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman,mengelola sampah dengan
benar dan mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.Perilaku tersebut
merupakan rangkaian kegiatan sanitasi total (Fatonah, 2015). Selanjutnya
rangkaian perilaku tersebut disebut sebagai pilar STBM. Kelima pilar tersebut
merupakan satu kesatuan kegiatan namun perlu diprioritaskan pilar mana yang
paling mendesak. Prioritas berdasarkan kriteria: 1) luasnya dampak yang
ditimbulkan oleh perilaku itu; (2) kemampuan masyarakat untuk menanggulangi;
(3) keterdesakan untuk ditanggulangi; (4) keterdesakan akibat yang akan timbul
apabila persoalan tidak segera ditanggulangi.
STBM dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat dimana
masyarakat sadar, mau dan mampu untuk melaksanakan sanitasi total yang
timbul dari dirinya sendiri, bukan melalui paksaan. Melalui cara ini diharapkan
perubahan perilaku tidak terjadi pada saat pelaksanaan program melainkan
berlangsung seterusnya. Metode yang digunakan dalam STBM adalah metode
pemicuan. Metode pemicuan ini dilaksanakan oleh tim fasilitator dengan cara
memicu masyarakat dalam lingkup komunitas terlebih dahulu untuk
memperbaiki sarana sanitasi sehingga tercapai tujuan dalam hal memperkuat
budaya perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat serta mencegah
penyakit berbasis lingkungan. Faktor-faktor yang harus dipicu antara lain rasa
jijik, rasa malu, takut sakit, aspek agama, privacy, dan kemiskinan. Setelah
pemicuan faktor tersebut terlaksana, dibentuklah komite dari komunitas tersebut.
Komite dibentuk agar rencana aksi dari masyarakat yang terpicu dapat berjalan
dengan baik. Selain itu monitoring dari tim fasilitator juga harus diterapkan.
Kegiatan terus dilakukan sampai tercapai kondisi desa bebas buang air besar
sembarangan (ODF/ Open Defecation Free).
Terdapat 4 parameter desa ODF antara lain :
1. Semua rumah tangga yang mempunyai jamban yang memenuhi syarat
kesehatan.
2. Semua sekolah yang berada di wilayah tersebut mempunyai jamban yang
memenuhi syarat kesehatan dan program perbaikan hygiene.
3. Semua sarana jamban yang digunakan dan dipelihara.
4. Lingkungan tempat tinggal yang terbebas dari kotoran manusia.
Program STBM mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan
umum dari program STBM adalah memicu masyarakat sehingga dengan
kesadaran mereka sendiri yang mau menghentikan kebiasaan buang air besar di
tempat terbuka dan pindah ke tempat tertutup dan terpusat. Sedangkan tujuan
khusus dari program STBM antara lain:
1. Memfasilitasi masyarakat sehingga masyarakat dapat mengenali permasalahan
kesehatan lingkungannya sendiri.
2. Memfasilitasi masyarakat untuk menganalisis masalah kesehatan lingkungan
mereka dengan memicu perasaan jijik, malu, takut sakit, rasa dosa dan
sebagainya sehingga muncul kesadaran untuk merubah perilaku mereka kearah
perilaku hidup besih dan sehat dengan meninggalkan kebiasaan buang air besar
ditempat terbuka atau sembarangan.
3. Memimbulkan kemauan keras masyarakat untuk membangun jamban yang
sesuai dengan keinginnya dan kemauan mereka tanpa menunggu bantuan.
Dalam program ini masyarakat dilibatkan dalam suatu aktivitas. Keadaan
ini dapat memberi stimulasi, sehingga terjadi partisipasi. Partisipasi selanjutnya
yang menimbulkan interaksi antar anggota masyarakat sehingga timbul
pertanyaan-pertanyaan pada dirinya sehingga timbul kesadaran tentang keadaan
dirinya atau terjadi realisasi. Kesadaran atau realisasi inilah yang menimbulkan
keinginan ataupun dorongan untuk berubah, yakni mengubah keadaannya yang
jelek menjadi baik. Keadaan inilah yang menunjukkan motif pada diri seseorang
telah terbentuk. Atas dasar motif inilah akan terjadi perubahan perilaku. Prinsip
dari program nasional STBM antara lain non-subsidi, kebersamaan,
keberpihakan terhadap kelompok miskin, keberpihakan pada lingkungan, prinsip
tanggap kebutuhan, kesetaraan gander, pembangunan berbasis masyarakat, dan
keberlanjutan.
2.3. Pilar STBM
Tercapainya tujuan dari program STBM dapat terpenuhi dengan beberapa
pilar agar kondisi sanitasi total sebagai prasyarat keberhasilan STBM . Beberapa
pilar STBM antara lain:
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)
Stop BABS adalah kondisi dimana ketika individu dalam suatu
komunitas tidak membuang air besar di ruang terbuka atau disembarang
tempat. Tujuan dari pilar ini adalah untuk mencegah dan menurunkan angka
penyakit diare dan penyakit lainnya yang berbasis lingkungan.
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir
pada 5 waktu kritis. 5 waktu kritis tersebut antara lain sebelum makan, sesudah
makan, setelah BAB atau kontak dengan kotoran, setelah mengganti popok
bayi, dan sebelum memberikan makan bayi. Tujuan dari pilar ini adalah untuk
berkontribusi terhadap penurunan kasus diare pada anak balita di Indonesia.
3. Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga dan Makanan Sehat (PAM-RT)
PAM-RT merupakan suatu proses pengolahan, penyimpanan, dan
pemanfaatan air minum dan air yang digunakan untuk produksi makanan dan
keperluan oral lainnya. Tujuan dari pilar ini adalah untuk mengurangi kejadian
penyakit yang ditularkan melalui air minum.
4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PSRT)
PSRT merupakan proses pengelolaan sampah pada tingkat rumah
tangga dengan prinsip 3R ( Reduce,Reuse, and Recycle ).
5. Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga (PALRT)
PALRT merupakan proses pengelolaan air limbah pada tingkat rumah
tangga untuk menghindari terciptanya genangan yang berpotensi menimbulkan
penyakit berbasis lingkungan.

2.3.1. Pilar Pertama Stop BABS


Stop BABS memiliki standar teknis pemicuan dan promosi yang terdiri
dari perencanaa, pemicuan, dan setelah pemicuan, uraiannya sebagai berikut:
A. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan meliputi advokasi terhadap pemangku kepentingan
secara berjenjang, identifikasi masalah dan analisi situasi, penyiapan fasilitator
dan peningkatan kapasitas kelembagaan.

1) Advokasi kepada pemangku kepentingan secara berjenjang


Advokasi adalah upaya persuasi yang mencakup kegiatan-kegiatan
penyadaran dan rasionalisasi terhadap orang lain yang dianggap
mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau kegiatan
yang dilaksanakan. Tujuan umum dari advokasi adalah diperolehnya
komitmen dan dukungan dalam upaya kesehatanbaik berupa kebijakan,
tenaga, dana, saran, kemudahan, keikutsertaan dalam kegiatan maupun
berbagai bentuk lainnya sesuai keadaan dan suasana.
Advokasi dilakukan untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah
daerah, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan penyandang dana agar
stakeholder yang terlibat dalam kegiatan ini memahami prinsip-prinsip
yang berlaku pada pengelolaan Stop BABS. Dukungan mereka sangat
penting karena merupakan panutan masyarakat. Sehingga para tokoh
masyarakat perlu ditumbuhkan kesadaran dan pemahaman tentang konsep
STBM terlebih dahulu sebelum melaksanakan pemicuan. Upaya
menggalang dukungan tokoh masyarakat diharapkan adanya kontribusi
dalam proses pelaksanaan program mulai perencanaan hingga
terwujudnya desa ODF.

2) Identifikasi masalah, kebutuhan, dan analisis situasi


Identifikasi masalah dilakukan dengan menemukan suatu
kesenjangan antara apa yang diharapkan atau yang telah direncanakan.
Sedangkan analisis situasi merupakan langkah yang sangat diperlukan
dalam suatu proses perencanaan karena jika dilakukan dengan tepat maka
kita dapat mendefinisikan masalah sesuai dengan realita yang kita
harapkan.
Bersama masyarakat mengidentifikasi masalah yang terjadi Tidak
semua desa dapat mejadi lokasi pemicuan. Lokasi pemicuan lebih efektif
apabila daerah itu penuh dengan kekumuhan, belum pernah ada
pembangunan sarana sanitasi dengan pendekatan subsidi, dan pernah
menjadi daerah dengan angka kejadian diare yang cukup tinggi.

3) Penyiapan fasilitator
Dalam rangka mensosialisasikan program dan meningkatkan
partisipasi masyarakat untuk kegiatan Stop BABS, maka diperlukan
tenaga fasilitator yang handal, trampil dan memahami prinsip fasilitasi
yang benar. Tugas utama fasilitator adalah mempersiapkan dan melakukan
pemicuan kepada masyarakat. Proses penyiapan fasilitator dapat dilakukan
melalui seleksi yang dilanjutkan dengan pelatihan. Substansi pelatihan
adalah keterampilan, pengetahuan, dan sikap sebagai fasilitator serta
langkah pemicuan untuk pilar Stop BABS. Pelatihan fasilitator ini
biasanya ada dua macam yaitu pelatihan bagi pelatih (Training Of
Trainers) dan pelatihan bagi fasilitator.
Pengembangan SDM kesehatan melalui pendidikan dan pelatihan
(diklat) merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam suatu
departemen, instansi, atau organisasi agar pengetahuan (knowledge),
kemampuan (ability), dan keterampilan (skill) mereka sesuai tuntutan
pekerjaan yang mereka lakukan. Tenaga yang telah menduduki suatu
jabatan atau pekerjaan tertentu di instansi yang bersangkutan perlu
mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan.
Diklat merupakan suatu bentuk investasi pada sumber daya manusia untuk
mencapai tingkat produktivitas yang optimum .

B. Tahap Pemicuan
Tahap Pemicuan terdiri dari beberapa langkah, antara lain:
1. Perkenalan
Petugas Puskesmas terlebih dahulu mengumpulkan warga yang
bersedia untuk mengikuti penyuluhan serta menyampaikan tujuan mereka,
dan melihat kondisi sanitasi lingkungan sekitar dan memberikan penyuluhan
Kesehatan tentang BABS (Buang Air Besar Sembarangan).
2. Analisis Partisipatif
Tim mengajak masyarakat untuk menganalisa kondisi lingkungan dan
kebiasaan BAB dengan alat peraga, sebagai berikut:
a. Menghitung Jumlah kotoran tinja
Perhitungan kotoran adalah menghitung bersama jumlah kotoran
manusia yang dihasilkan dari BABS dari jumlah harian, mingguan,
bulanan dan tahunan dari hasil tersebut. Kemudian di analisis dan
dikaitkan dengan kemungkinan tinja untuk mencemari sumber air dan
sumber makanan.

b. Transect Walk
Transect walk berfungsi untuk memicu rasa jijik. Transect dilakukan
dengan cara mengajak masyarakat untuk menganalisis keadaan sanitasi
secara langsung di lapangan dengan menelusuri lokasi pemicuan dari
tempat yang satu ke tempat yang lain. Memicu rasa jijik bisa dengan cara
menawarkan air minum yang telah dikotori dengan rambut. Kemudian
rambut dianalogikan sebagai kaki lalat yg telah hinggap di kotoran
manusia.

c. Simulasi Alur Pencemaran / Alur Kontaminasi


Penentuan alur kontaminasi yang dilakukan oleh komunitas
menggunakan media gambar sketsa kontaminasi dari kotoran ke mulut.
Tim fasilitator menggunakan rambut ditempelkan ke tinja yang
dianalogikan seperti kaki lalat yang hinggap di tinja. Kemudian rambut
dicelupkan ke air minum. Tim fasilitator memicu rasa jijik ke masyrakat
dengan meminta mereka untuk meminum air tersebut.
3. Pemicuan
Pemicuan menggunakan alat pemicu seperti yang telah disebutkan
dan melalui proses ini dengan melepaskan berbagai elemen pemicu untuk
mendorong masyarakat agar timbul rasa malu, jijik, takut berdosa, gengsi,
bersalah dan bertanggung jawab atas perhatian di masa lalu dalam kebijakan
BABS.
Kunci pokok dari pemicuan adalah tercapai jika masyarakat sampai
pada tahap kesadaran bersama bahwa disebabkan BAB di sembarang
tempat, setiap orang dapat menelan tinja orang lain dan akan terus berlanjut
jika tidak dihentikan secara total.

C. Pasca Pemicuan
Tahap ini tim fasilitator melakukan pendampingan untuk menjaga
komitmen komite mengenai rencana pembangunan sarana sanitasi. Hal yang
dilakukan adalah memantau perkembangan perubahan perilaku, bimbingan
teknis dengan menyampaikan tangga sanitasi dan opsi teknologi.
Pendampingan dilaksanakan selambat- lambatnya 5 hari setelah pemicuan.
Selain kepada komite, tim fasilitator juga mengadvokasi sasaran tidak
langsung yaitu kepala desa dan perangkatnya. Pendampingan dilakukan hingga
desa mencapai kondisi ODF. Desa yang dinyatakan ODF dilakukan verifikasi
oleh Dinas Kesehatan dan desa tetangga ( PKK, Perangkat desa, Tokoh
masyarakat dan lain-lain)

2.3.2. Indikator Pilar Pertama STBM


Terkait dengan penilaian kinerja program, maka diperlukan indikator
yang dapat dijadikan acuan dalam penilaiannya. Indikator pilar pertama atau
Stop BABS yang digunakan sebagai acuan di Puskesmas Gunung Kemala
Kota Prabumulih adalah “ Masyarakat sudah berubah perilaku, dan tidak
Buang Air Besar Sembarangan 100% “. Namun sejalan dengan target yang
sudah di tentukan, masyarakat harus mampu melakukan perubahan melalui
tangga sanitasi yaitu :
1. Buang Air Besar Sembarangan (BABS)
2. Stop Buang air besar Sembarangan (SBS)
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
4. Sanitasi Total

2.3.3. Buang Air Besar Sembarangan ditinjau dari Kesehatan Lingkungan


Kotoran manusia merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung
dalam tubuh manusia dimana terjadi pemisahan dan pembuangan zat-zat yang
tidak dibutuhkan oleh tubuh. Ditinjau dari kesehatan lingkungan, tinja dapat
menjadi masalah apabila dalam pembuangannya tidak baik dan sembarangan.
Buang air besar sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air,
tanah, udara, makanan, dan perkembangbiakan lalat. Penyakit yang dapat
terjadi akibat kontaminasi tersebut antara lain tifoid, paratiroid, disentri, diare,
kolera, penyakit cacing, hepatitis viral, dan beberapa penyakit infeksi
gastrointestinal lain, serta infeksi parasit lain. Penyakit tersebut dapat menjadi
beban kesakitan pada komunitas dan juga menjadi penghalang bagi
tercapainya kemajuan di bidang sosial dan ekonomi. Pembuangan kotoran
manusia yang baik merupakan hal yang mendasar bagi keserasian lingkungan.

Faktor yang mendorong kegiatan pembuangan tinja secara sembarangan


antara lain tingkat sosial ekonomi yang rendah, pengetahuan di bidang
kesehatan lingkungan yang kurang, dan kebiasaan buruk dalam pembuangan
tinja yang diturunkan dari generasi ke generasi. Proses pemindahan kuman
penyakit dari tinja yang dikeluarkan manusia sebagai pusat infeksi sampai
inang baru dapat melalui berbagai perantara, antara lain air , tangan, serangga,
tanah, makanan, susu serta sayuran. Proses terjadinya penularan penyakit
diperlukan faktor sebagai berikut :
a. Kuman penyebab penyakit
b. Sumber infeksi (reservoir) dari kuman penyebab
c. Cara keluar dari sumber
d. Cara berpindah dari sumber ke inang
e. Cara masuk ke inang yang baru
f. Inang yang peka (susceptible)
Sumber terjadinya penyakit, dengan melihat transmisi penyakit melalui
tinja adalah tinja. Dengan demikian untuk memutus terjadinya penularan
penyakit dapat dilaksanakan dengan memperbaiki sanitasi lingkungan.
Tersedianya jamban merupakan usaha untuk memperbaiki sanitasi dasar dan
dapat memutus rantai penularan penyakit. Jamban merupakan tempat yang
aman dan nyaman untuk digunakan sebagai tempat buang air besar. Jamban
sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang mencegah kontaminasi ke badan
air, kontak antara manusia dan tinja, bau yang tidak sedap, membuat tinja tidak
dapat dihinggapi serangga, serta binatang lainnya, dan konstruksi dudukannya
dibuat dengan baik, aman, dan mudah dibersihkan.

2.4. Masyarakat
2.4.1 Pengertian Masyarakat
Masyarakat (society) diartikan sebagai sekelompok orang yang
membentuk sebuah sistem semi terbuka atau tertutup, dimana sebagian besar
interaksi antara individu yang berada dalam kelompok. Kata "masyarakat"
sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya,
sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubunganhubungan antar entitas-
entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling
tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk
mengacuh sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang
teratur.
Pengertian masyarakat menurut para ahli, sebagai berikut:
1. Menurut Solo Soemardjan, Masyarakat adalah orang-orang yang hidup
bersama dan menghasilkan kebudayaan .
2. Menurut Max Weber. Masyarakat sebagai uatu struktur atau aksi yang pada
pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada
warganya.
3. Menurut Emile Durkheim, Masyarakat adalah suatu kenyataan objektif
individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.
4. Menurut Karl Marx, Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita
ketegangan organisasi ataupun perkembangan karena adanya pertentangan
antara kelompok-kelompok yang terpecah-pecah secara ekonomis.

2.4.2 Ciri-Ciri dan Golongan Masyarakat


Ciri-ciri masyarakat antara lain :
1. Manusia yang hidup bersama sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang.
2. Bergaul dalam waktu cukup lama. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbul
sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar
manusia.
3. Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan.
4. Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama
menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terkait satu
dengan yang lainnya.
Masyarakat dapat di golongkan menjadi :
1. Masyarakat Tradisional
Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang kehidupannya masih
banyak dikuasai oleh adat istiadat lama. Masyarakat tradisional di dalam
melangsungkan kehidupannya berdasarkan pada cara-cara atau
kebiasaankebiasaan lama yang masih diwarisi dari nenek moyangnya.
Kehidupan mereka belum terlalu dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang
berasal dari luar lingkungan sosialnya.
2. Masyarakat Modern
Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya
mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban
dunia masa kini. Perubahan-Perubahan itu terjadi sebagai akibat masuknya
pengaruh kebudayaan dari luar yang membawa kemajuan terutama dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada umumnya masyarakat modern
ini disebut juga masyarakat perkotaan atau masyarakat kota.
3. Masyarakat Transisi
Masyarakat transisi ialah masyarakat yang mengalami perubahan dari
suatu masyarakat ke masyarakat yang lainnya. Misalnya masyarakat pedesaan
yang mengalami transisi ke arah kebiasaan kota, yaitu pergeseran tenaga kerja
dari pertanian, dan mulai masuk ke sektor industri. Ciri-ciri masyarakat transisi
adalah : adanya pergeseran dalam bidang pekerjaan, adanya pergeseran pada
tingkat pendidikan, mengalami perubahan ke arah kemajuan, masyarakat sudah
mulai terbuka dengan perubahan dan kemajuan zaman, tingkat mobilitas
masyarakat tinggi dan biasanya terjadi pada masyarakat yang sudah memiliki
akses ke kota misalnya jalan raya.
2.4.3 Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat
dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut.
Partisipasi masyarakat dibidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh
anggota masyarakat dan memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Di
dalam partisipasi disebutkan bahwa setiap anggota masyarakat dituntut suatu
kontribusi atau sumbangan. Kontribusi tersebut bukan hanya terbatas pada
dana dan finansial saja, tetapi dapat berbentuk daya (tenaga) dan ide
(pemikiran). Dalam hal ini dapat diwujudkan di dalam 4 M, yakni manpower
(tenaga), money (uang), material (benda-benda lain seperti kayu, bambu, beras,
batu, dan sebagainya) dan mind (ide tau gagasan) .
Partisipasi masyarakat memiliki hubungan yang erat antara individu satu
dengan individu yang lain atau sebaliknya, terdapat hubungan yang bersifat
timbal balik dan saling mempengaruhi. Hubungan tersebut terdapat di antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan
kelompok. Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa tanpa partisipasi
masyarakat maka setiap kegiatan pembangunan akan kurang berhasil.
Berdasarkan beberapa pengertian partisipasi masyarakat menurut beberapa
ahli, maka dapat diambil kesimpulan bahwa partisipasi masyarakat adalah
keikutsertaan masyarakat yang saling berhubungan satu dengan yang lain dan
dipengaruhi oleh faktor-faktor instrinsik maupun ekstrinsik dalam
keberlangsungan suatu kegiatan.
Partisipasi masyarakat sering diartikan sebagai keikutsertaan,
keterlibatan dan kebersamaan anggota masyarakat dalam suatu kegiatan
tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Mulai dari gagasan,
perumusan kebijakan hingga pelaksanaan operasional program. Partisipasi
secara langsung berarti anggota masyarakat tersebut ikut memberikan bantuan
tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan. Dengan demikian dapat
dirumuskan adanya tiga dimensi partisipasi, yaitu :
1. Keterlibatan semua unsur atau keterwakilan kelompok (group
representation) dalam proses pengambilan keputusan. Namun, mengingat
sulitnya membuat peta pengelompokan masyarakat, maka cara paling mudah
pada tahap ini adalah mengajak semua anggota masyarakat untuk mengikuti
tahap ini.
2. Kontribusi massa sebagai pelaksana/implementor dari keputusan yang
diambil. Setelah keputusan diambil, ada tiga kemungkinan reaksi
masyarakat yang muncul, yaitu: a)secara terbuka menerima keputusan dan
bersedia melaksanakannya, b)secara terbuka menolaknya, dan c)tidak secara
terbuka menolak, namun menunggu perkembangan yang terjadi.
3. Anggota masyarakat secara bersama-sama menikmati hasil dari program
yang dilaksanakan.
Partisipasi dapat terwujud apabila syarat-syarat berikut terpenuhi:
1. Adanya rasa saling percaya antar anggota dalam masyarakat, maupun antara
anggota masyarakat, dan pihak petugas (pemerintah, pihak luar
nonpemerintah). Ketidakpercayaan dan saling curiga dapat merusak
semangat untuk berpartisipasi yang mulai tumbuh. Rasa saling percaya
diciptakan melalui suatu niat untuk melakukan sesuatu demi kesejahteraan
masyarakat.
2. Adanya ajakan dan kesempatan bagi anggota masyarakat untuk berperan
serta dalam kegiatan atau program.
3. Adanya manfaat yang dapat dan segera dapat dirasakan oleh masyarakat.
4. Adanya contoh dan keteladanan dari para tokoh dan pemimpin masyarakat,
terutama masyarakat yang bercorak paternalistik
.
2.4.4 Tingkat Partisipasi Masyarakat
Masyarakat yang menjadi sasaran dalam Program Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat tidak di paksa untuk menerapkan kegiatan program tersebut, akan
tetapi program ini berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
kegiatannya. Tingkat partisipasi masyarakat dalam program STBM di mulai
dari tingkatan partisipasi yang terendah sampai tertinggi, sebagai berikut :
a. Masyarakat hanya menerima informasi. Ketelibatan masyarakat hanya
sampai dengan diberikannya informasi ( misalnya melalui pengumuman )
dan bagaimana inforamasi itu diberikan ditentukan oleh si pemberi
informasi.
b. Masyarakat mulai di ajak untuk berdiskusi. Pada tingkatan ini sudah ada
komunikasi dua arah, daimana masyarakat mulai di ajak untuk berdiskusi.
Dalam tahapan ini meskipun sudah dilibatkan dalam suatu perundingan,
pembuatan keputusan adalah orang luar atau orang tertentu.
c. Membuat keputusan secara bersama-sama antara masyarakat dan pihak luar.
Pada tahap ini masyarakat lebih diajak untuk membuat keputusan secara
bersama-sama untuk kegiatan yang dilaksanakan.
d. Masyarakat mulai mendapatkan wewenang untuk mengontrol sumber daya
dan mengambil keputusan. Pada tahap ini masyarakat tidak hanya membuat
keputusan, akan tetapi telah ikut dalam mengontrol pelaksanaan program.
Dari keempat tingkatan partisipasi, yang di perlukan dalam Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat adalah tingkat partisipasi tertinggi, dimana
masyarakat tidak hanya diberikan informasi saja, tidak hanya diajak berdiskusi
tetapi juga terlibat dalam proses pembuatan keputusan dan bahkan
mendapatkan wewenang untuk mengontrol sumber daya masyarakat itu sendiri
serta keputusan yang telah mereka buat.
BAB III

DESKRIPSI TEMPAT PRAKTIKUM


KESEHATAN MASYARAKAT

3.1 SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA PUSKESMAS GUNUNG KEMALA


Puskesmas Gunung Kemala merupakan pemecahan dari Puskesmas Prabumulih
Barat. Pada tahun 2008 warga di kelurahan Gunung Kemala menghibahkan
sebidang tanah di wilayah Talang borvit untuk pendirian Puskesmas. Pembangunan
gedung dan bangunan Puskesmas Gunung Kemala dimulai pada tahun 2012.
Dengan diterbitkannya Perwako Prabumulih no. 13 tahun 2013 tentang
perubahan atas Perwako no.23 tahun 2011 tentang pembentukan Unit Pelaksana
Teknis Dinas/Badan di lingkungan Pemerintah Kota Prabumulih tanggal 10 Mei
2013 maka Puskesmas Gunung Kemala memulai operasional dan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat di bawah pemantauan dari Puskesmas Prabumulih
Barat
Seiring kesiapan Puskesmas Gunung Kemala baik secara ketenagaan, peralatan
medis, obat-obatan dan pelaksanaan program layanan lainnya kepada masyarakat
maka terhitung 2 Januari 2014 Puskesmas Gunung Kemala secara resmi memulai
langkah barunya sebagai Puskesmas mandiri dan terpisah dari Puskesmas
Prabumulih Barat. Puskesmas Gunung Kemala membawahi 3 wilayah kerja yaitu :
Kelurahan Gunung Kemala, Kelurahan Payu Putat, dan Desa Tanjung Telang.
Dari awal berdirinya sampai sekarang Puskesmas Gunung Kemala telah
dipimpin 2(dua) pimpinan yaitu
1. Bpk. S. Parido Candra,SKM (Plt. Ka UPTD sejak 10 Mei 2013 s.d 31 Mei 2014)
2. Ibu Dedeh Kurniasih,SKM,M.Kes (1 Juni 2014 s.d 26 Juni 2020)
3. Ibu Yuli Susanti, SKM (27 Juni 2020 s.d sekarang)

3.2 SITUASI DAN KONDISI PUSKESMAS GUNUNG KEMALA


3.2.1 Geografi
Wilayah kerja UPTD Puskesmas Gunung kemala terdiri dari 2 kelurahan dan
1 desa yaitu Kelurahan Gunung Kemala, Kelurahan Payuputat dan Desa
Tanjung Telang. Luas wilayah kerja puskesmas Gunung Kemala adalah 10,15
Km. Batas–batas wilayah Kerja Puskesmas Gunung kemala adalah sebagai
berikut:
 Sebelah utara berbatasan dengan Kec. Tanah Abang, Kab. PALI.
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Prabumulih Barat.
 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Prabumulih Barat .
 sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Rambang Dangku , Kab.
Muara Enim.
3.2.2 Topografi
Ditinjau dari Topografi wilayah kerja Puskesmas Gunung Kemala
sebagian besar keadaan jalannya berasal dari tanah merah kuning pada
ketinggian antara 0-100 m dari permukaan laut,seperti pada umumnya daerah di
indonesia ,di wilayah kerja Puskesmas Gunung Kemala terdapat dua musim
yaitu musim penghujan dan musim kemarau.

3.2.3 Data Demografi


Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Gunung Kemala Tahun
2020 sebesar 10.382 jiwa sedangkan jumlah Kepala Keluarga sebesar 2146 KK.
Adapun rincian jumlah penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Gunung
Kemala berdasarkan kelurahan dan desa yang ada adalah sebagai berikut:
Tabel. 1 Wilayah Kerja dan Penduduk Puskesmas Gunung Kemala Tahun 2020
Jumlah Penduduk
No Kelurahan / Desa Luas (Ha)
Total KK
1 Gunung Kemala 1.084 3.234 945
2 Payuputat 3.019 4.232 1.164
3 Tanjung Telang 1.257 1.821 574
3.2.4 Sosial Budaya
a. Pendidikan
Sarana pendidikan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Gunung Kemala
sebagai berikut:
1) Paud/TK :4
2) SD Negeri :5
3) SMP / MTS :2
4) SMA Negeri :1
b. Sarana Ibadah
Sebagian besar penduduk di wilayah kerja Puskesmas Gunung
Kemala beragama Islam, sarana yang ada yaitu
1) Masjid :7
2) Gereja :0
c. Mata Pencarian
Sebagian besar penduduk di wilayah kerja Puskesmas Gunung
Kemala adalah petani karet, dan mata pencarian lain seperti Pegawai Negeri
Sipil , pedagang , karyawan swasta, buruh, TNI/POLRI dan lain-lain.
3.2.5 Transportasi
Transportasi dari kelurahan dan desa ke puskesmas Gunung Kemala
dapat dijangkau dengan mudah kendaraan roda dua maupun roda empat
karena jalan menuju Puskesmas merupakan jalan cor beton dengan kondisi
jalan yang bagus dan mulus. Jarak tempuh dari kelurahan/desa ke
puskesmas Gunung Kemala dilihat pada tabel berikut.
Tabel. 2 Jarak kelurahan/desa Ke Puskesmas Gunung Kemala
tahun 2020
No Kelurahan / Desa Jarak Waktu
tempuh
1 Gunung Kemala 0 km 5 menit
2 Payuputat 4 km 10 menit
3 Tanjung Telang 3 km 8 menit
Puskesmas Gunung Kemala merupakan salah satu Puskesmas yang ada di
wilayah Kota Prabumulih yang melakukan pelayanan Program UGD (Unit Gawat
Darurat) dan merupakan Puskesmas non rawat inap dengan sarana fisik sebagai
berikut:
1. Luas tanah : 8.000 m2
2. Luas bangunan : 330 m2
3. Rumah dokter : 2 buah
Puskesmas Gunung Kemala terletak di jalan lintas Gunung Kemala –
Payuputat yang merupakan akses vital bagi warga di wilayah tersebut sehingga jalan
ini termasuk jalan cukup ramai dilalui warga masyarakat baik kendaraan umum
maupun pribadi. Letaknya strategis dan mudah dijangkau sehingga
pengunjung/pengguna jasa di Puskesmas Gunung Kemala cepat mendapatkan
pelayanan kesehatan.
Pengunjung atau pemakai jasa pelayanan kesehatan di Puskesmas Gunung
Kemala pada umumnya dari wilayah kerja Puskesmas Gunung Kemala baik dari
ekonomi yang kurang mampu maupun menengah ke atas. Citra dan penampilan yang
baik dari seluruh staf Puskesmas merupakan tujuan bersama sehingga sekarang
masyarakat yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan di Puskesmas ini sudah
ramai baik pengunjung umum maupun pengguna BPJS dan Jamsoskes.
Waktu pelayanan publik, klinik dan administrasi di Puskesmas Gunung
Kemala adalah hari Senin s.d Kamis jam 08.00 WIB s.d 14.00 WIB dan hari Jumat
dan Sabtu pukul 08.00 WIB s.d 12.00 WIB, pelayanan UGD 24 Jam dan pelayanan
persalinan normal 24 jam.
3.3. Visi dan Misi
1. Visi
“Mewujudkan Puskesmas Gunung Kemala Sebagai Puskesmas
Unggulan Melalui Pelayanan Prima Dan Berkualitas”
2. MISI
a. Membuat Masyarakat Sehat Dengan:
b. Memberikan Pelayanan Kesehatan Yang Ramah, Nyaman, Terjangkau,
Bermutu Dan Bermusyawarah.
c. Mewujudkan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (Phbs).
d. Mendorong Kemandirian Masyarakat Untuk Hidup Sehat.
e. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Bidang Pelayanan.
3. Motto Dan Janji Pegawai Puskesmas Gunung Kemala
a. Motto
“Senyum, Sapa, Cepat & Tepat”
b. Janji Pegawai
Kami pegawai uptd puskesmas gunung kemala berjanji:
1. Menjunjung Tinggi Keadilan , Kejujuran Dan Disiplin Dalam
Lingkungan Kerja
2. Meningkatkan Profesionalisme Dalam Memberikan Pelayanan
Kesehatan Kepada Masyarakat
3. Mengutamakan Pelayanan Kesehatan Di Atas Kepentingan Pribadi
Atau Golongan
4. Tidak Membedakan Pangkat Dan Golongan Dalam Memberikan
Pelayanan
3.4 Sarana Dan Prasarana Kesehatan
Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
Puskesmas Gunung Kemala ditunjang dengan unit-unit pelayana kesehatan yaitu :
Puskesmas Pembantu, Pos Kesehatan Kelurahan (Poskeskel), Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes) dan Puskesmas Keliling (ambulans).
Tabel. 3 Data Dasar Sarana Puskesmas Gunung Kemala Tahun 2020
No Kelurahan/ Desa Puskesma Pustu Poskesdes Poskeskel
s
1 Gunung Kemala 1 1 0 1
2 Payuputat 0 1 0 1
3 Tanjung Telang 0 1 1 0
Jumlah 1 3 1 2

Tabel. 4 Data Dasar Sarana Pustu / Poskeskel / Poskesdes di Puskesmas Gunung


Kemala tahun 2020
No Kelurahan / Puskesm Pustu Poskesdes/ Pimpinan/
Desa as Poskeskel Penjab
1 Gunung Puskesma - - Yuli Susanti,
Kemala s GK SKM
- Pustu - Wartini
Gn.Kemal
a
- - Poskeskel Afriani Setya
Gn.Kemala Ningrum, Am.
Keb
2 Payuputat - Pustu - Haryati
Payuputat
- - Poskeskel Aldes
Payuputat Trianti,SST
3 Tanjung - Pustu - Erick Juestrada,
Telang Tj.Telang S. Kep, Ners
- - Poskesdes Okti
Tj.Telang Anggraini,Am.K
eb

Untuk menunjang pelayanan dan program Puskesmas Gunung Kemala


dilengkapi sarana penunjang, seperti posyandu balita dan posyandu lansia, ambulans
dan motor dinas. Data dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. 5 Data Dasar Sarana Penunjang Program Puskesmas Gunung Kemala


Tahun 2020
No Kelurahan / Desa Posyandu Posyand Ambulan Motor
Balita u Lansia s dinas
1 Puskesmas 0 0 2 4
Gn.Kemala
2 Gunung Kemala 2 1 0 1
3 Payuputat 2 1 0 0
4 Tanjung Telang 1 1 0 0
Jumlah 5 3 1 5
3.5 Pelayanan Kesehatan Tingkat Puskesmas
Puskesmas Gunung Kemala memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat di wilayah kerjanya dan masyarakat di perbatasan wilayah kerja.
Berdasarkan Kepmenkes no.128/MENKES/SK/11/2004 tentang upaya kerja
Puskesmas adalah:
1. Upaya Kesehatan Wajib
 Upaya Promosi Kesehatan
 Upaya Kesehatan Lingkungan
 Upaya KIA/KB
 Upaya P2M
 Upaya Pengobatan
2. Upaya Kesehatan Pengembangan
 UKS
 Upaya kesehatan olahraga
 Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
 Upaya Kesehatan kerja
 Upaya kesehatan gigi dan mulut
 Upaya kesehatan jiwa
 Upaya kesehatan mata
 Upaya kesehatan usia lanjut
 Upaya pembinaan pengobatan trdisional
 Pos UKK

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Proses Kegiatan STBM Pilar I tentang Stop BABS di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Kemala
a. Kegiatan Pemicuan

Pemicuan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan satu


gerakan yang dilakukan oleh pihak puskesmas untuk melakukan pendekatan
partisipatif dalam mengajak masyarakat untuk menganalisa kondisi sanitasi
mereka melalui proses pemicuan, sehingga masyarakat dapat berpikir dan
mengambil tindakan untuk meninggalkan kebiasaan buruk mereka mengenai
Buang Air Besar di sembarang tempat. Di desa mengadakan pertemuan warga
yang tepatnya berada di wilayah masing-masing desa, yang diselenggarakan ketua UPT
Puskesmas Gunung Kemala dalam rangka memberikan informasi tentang pentingnya
pemicuan STBM kepada masyarakat.
 Kegiatan pemicuan di hadiri oleh warga masyarakat yang dengan ketersediaanya
meluangkan waktu ditengah kesibukannya untuk bisa menghadiri perkumpulan.
Pelaksanaan STBM yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan puskesmas gunung
kemala bertujuan untuk menuju perilaku hidup bersih dan sehat, dengan tidak Buang Air
Besar Sembarangan. Maka dari itu dengan adanya kegiatan tersebut diharapkan
masyarakat akan memiliki kesadaran untuk  menggunakan  sarana air bersih dan
berperilaku hidup sehat.
Kegiatan Pemicuan bertujuan untuk meningkatkan capain desa Stop
BABS di wilayah kerja Puskesmas Gunung Kemala Kegiatan yang dilakukan
yaitu mengumpulkan masyarakat yang belum mempunyai jamban. Langkah-
langkah pemicuan ialah:

1. Tansect Walk, bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang


paling sering dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat ke
sana dan berdiskusiserta diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan
bagi yang merasa BAB di sembarang tempat akan terpicu rasa malunya.

2. Alur kontaminasi (Oral Fecal), bertujuan untuk mengajak masyarakat


melihat bagaimana kotoran manusia dapat termakan oleh manusia
lainnya.

3. Simulasi Air yang Telah Terkontaminasi bertujuan untuk mengajak


masyarakat bagaimana kotoran manusia dapat termakan oleh manusia
lainnya.

4. Diskusi Kelompok (FGD) bertujuan untuk bersama-sama dengan


masyarakat melihat kondisi yang ada dan menganalisa sehingga
diharapakan dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan apa yang
sebaiknya dilakukan dan apa yang sebaiknya tidak dilakukan. Pembahasan
ini juga meliputi perhitungan jumlah tinja dari masyarakat yang BABS per
hari, bulan dan tahun.

5. Menyusun Komitmen, pada tahap ini masyarakat yang belum mempunyai


jamban kemudian mereka berkomitmen untuk berubah. Mereka membuat
perjanjian tertulis yang ditanda tangani oleh Kepala Desa atau Kelurahan,
Kepala Puskesmas dan Tenaga Sanitarian Puskesmas.

b. Kegiatan Pasca Pemicuan

Rencana kegiatan tindak lanjut dari kegiatan pemicuan adalah memantau


perubahan perilaku masyarakat apakah sudah membuat jamban atau masih
melakukan BAB secara sembarangan. Pendampinganb petugas snitasi puskesmas
dilakukan hingga desa tersbut mencapai kondisi SBS (Stop Buang Air Besar
Sembarangan). Desa yang telah mencapai status SBS, maka petugas sanitarian
puskesmas akan melaporkan hasil tersebut ke Dinas Kesehatan untuk segera
melengkapi berkas-berkas untuk verifikasi sehingga dapat dideklarasikan sebagai
desa SBS.

c. Bimbingan Teknis

Bimbingan Teknis kepada tenaga pengelola sanitasi di puskesmas


dilakukan untuk memantau kemajuan program dan masalah yang ada di
puskesmas.

4.2. Capaian Pelaksanaan STBM di Puskesmas Gunung Kemala

Capaian pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ( STBM ) pilar


pertama yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan ( Stop BABS ) dengan
menggunakan metode pemicuan. Indikator keberhasilan dari program ini adalah
masyarakat tidak lagi buang air besar sembarangan atau SBS. Diketahui di
puskesmas gunung kemala setelah melakukan kegiatan pemicuan dan mencapai
100% masyarakat di gunung kemala dinyatakan SBS (Stop Buang Air Besar
Sembarangan).

Berikut ini merupakan tabel capaian pelaksanaan sanitasi total berbasis


masyarakat di puskesmas gunung kemala kota prabumulih

No Puskes Jumlah Sanitasi Total Berbasis Masyarakat


mas desa/ke Desa Melakukan STBM Desa STBM Desa Stop
lurahan BABS (SBS)

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Gunun 3 3 100 3 100 3 100
g % % %
Kemal
a
Jumlah 3 3 100 3 100 3 100
% % %
Sumber : Profil Kesehatan Puskesmas Gunung Kemala kota Prabumulih

4.3. Capaian Kemajuan SBS Dengan Disediakan Fasilitas Sanitasi Yang Layak
(JAMBAN SEHAT) di Puskesmas Gunung Kemala
Kel/Des KK Sharing/Komunal Jamban Sehat Jamban Sehat
a Semi Permanen Permanen (JSP)
(JSSP)
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Penduduk Sarana Pendudu Sarana Pengguna
Pengguna k
Pengguna
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Gunung 796 102 408 0 0 694 3470 87 %
Kemala
Payu 1.13 118 752 0 0 942 4710 83 %
Putat 0
Tanjung 505 12 48 0 0 493 2465 97 %
Telang
Jumlah 2431 302 1.208 0 0 2129 10.645 88 %

Berdasarkan Tabel diatas di wilayah kerja puskesmas yang telah


mencapai 100% SBS ( Stop Buang Air Besar Sembarangan ) yaitu di wilayah
kerja Puskesmas Lembak dan Puskemas Belida Darat. Dan sebagian besar
wilayah kerja Puskesmas lain telah melakukan pemicuan dan telah SBS ( Stop
Buang Air Besar Sembarangan ) namun belum semuanya SBS. Ada peningkatan
di wilayah kerja Puskesmas di Kecamatan Kelakar telah melakukan verifikasi ke
desa dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Muara Enim. Puskemas
yang telah melakukan Pemicuan namuan belum SBS ( Stop Buang Air Besar
Sembarangan ) yaitu diwilayah kerja Puskesmas Kecamatan Lubai Ulu dan
Kecamatan Muara Belida .

Berdasarkan Tabel diatas, diketahui bahwa Desa Gunung Kemalaterdapat


2 Kecamatan yang seluruh wilayahnya sudah mencapai 100% Stop Buang Air
Besar Sembarangan (SBS) yaitu Kecamatan Belida Darat dan Kecamatan
Lembak. Terus menyusul Kecamatan Muara Enim sebesar 99.21% dan diikuti
dengan kecamatan lainnya. Dan kecamatan dengan progres yang terendah adalah
Kecamatan Muara Belida sebesar 6.50%.

Komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi


dasar yang berkaitan dalam pencapaian Sustainable Development Goals ( SDGs )
berada pada point ke-6 dengan target 100% seluruh Kabupaten atau Kota telah
SBS (Stop Buang Air Besar Sembarangan ) di tahun 2019. Berdasarkan grafik
Dinas Kesehatan, maka Kabupaten Muara Enim masih belum mencapai target
untuk kegiatan STBM karena masih banyak desa yang masih belum SBS ( Stop
Buang Air Besar Sembarangan ).

Untuk itu diharapkan kepada pengelola program kesehatan lingkungan di


puskesmas agar segera melakukan pendampingan tindak lanjut pasca pemicuan
serta memantau pelaksanaan STBM diwilayah kerjanya sehingga dapat segera
mendeklarasikan diri sebagai desa SBS ( Stop Buang Air Besar Sembarangan )
sehingga Kabupaten Muara Enim dapat 100% SBS ( Stop Buang Air Besar
Sembarangan ).

4.4. Desa SBS ( Stop Buang Air Besar Sembarangan ) Di Puskesmas Gunung
Kemala
Tabel 4.1

Tabel desa SBS ( Stop Buang Air Besar Sembarangan ) Di

Puskesmas Gunung Kemala

No Kecamatan Jumlah Desa melaksanakan Desa belum Desa


Desa STBM ( sudah dipicu melaksanakan STBM SBS
) ( belum dipicu )
1. Belida Darat 10 10 - 10

2. Belimbing 10 10 - 1
3. Benakat 6 4 2 3
4. Gelumbang 23 22 1 4
5. Gunung megang 13 8 5 8
6. Kelekar 7 7 - 0
7. Lawang Kidul 7 6 1 1
8. Lembak 10 10 - 10
9. Lubai 10 10 - 3
10. Lubai Ulu 11 11 - 0
11. Muara Belida 8 7 1 0
12. Muara Enim 16 12 4 6
13. Rambang 13 13 - 7
14. Rambang Dengku 26 22 4 4
15. Semendo Darat 10 10 - 6
Laut
16. Semendo Darat 12 12 - 8
Tengah
17. Semendo Darat 10 10 - 7
Ulu
18. Sungai Rotan 19 12 7 5
19. Tanjung Agung 26 21 5 5
20. Ujan Mas 8 5 3 1
Jumlah 255 222 33 89
Sumber : Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga Dinas Kesehatan

Kabupaten Muara Enim

Berdasarkan tabel diatas, dari jumlah keseluruhan desa yaitu 255 desa.
Jumlah desa yang telah melaksanakan STBM ( yang telah melakukan pemicuan )
sebanyak 222 desa dan desa yang belum melaksanakan STBM ( yang belum
melakukan pemicuan ) sebanyak 33 desa. Jumlah desa SBS ( Stop Buang Air
Besar ) pada bulan agustus mengalami kenaikan sebanyak 90 desa dengan
persentase 35,29%. Target pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs)
sanitasi dasar yaitu 100% pada tahun 2019 yang berarti bahwa Kabupaten Muara
Enim belum mencapai target tersebut karena pencapaian desa SBS baru
mencapai 35,29%.

Hasil dan Pembahasan :

1. Dana

Dana yang digunakan untuk kegiatan ini berasal dari dana pusat
( Kemenkes ) dan dana yang berasal dari Bantuan Operasional Kegiatan ( BOK
) Puskesmas. Pemerintah telah menetapkan desa-desa yang dijadika lokus-
lokus pemicuan STBM , karena itu dana tersebut berasal dari Kemenkes.
Apabila desa tersebut tidak menjadi bagian dari lokus pemerintah pusat, maka
pihak puskesmas dapat mengajukan kegiatan puskesmas dalam RUK
Puskesmas melalui dana Puskesmas.
Pembangunan jamban di sebagian desa di Wilayah Kerja Puskesmas
Gunung Kemala di dukung dengan dana desa (ADD) dan bantuan dari sektor
lain sehingga membantu mempercepat pembangunan jamban di desa.
Sedangkan desa yang kurang dukungan dana dari desa maupun sektor lainnya,
perkembangan pembangunan jamban sangat lambat karena masyarakat
beranggapan bahwa membuat jamban itu membutuhkan biaya yang sangat
besar.

2. Tenaga

Seluruh tenaga Sanitarian di puskesmas di wilayah kerja Dinas


Kesehatan Muara Enim telah diberikan TOT ( Training of Trainer ) mengenai
kegiatan pemicuan. Namun kendala yang di alami adalah banyak tenaga
sanitarian yang pindah tempat kerja dan belum menurunkan ilmunya kepada
petugas pengganti sehingga banyak tenaga sanitarian baru yang belum
memahami tentang atau cara pemicuan STBM, sehingga Dinas Kesehatan
memberikan bantuan berupa pendampingan saat kegiatan pemicuan.

3. Perilaku Masyarakat

Faktor yang mempengaruhi kegiatan pembuangan tinja secara


sembarangan antara lain, kurangnya pengetahuan di bidang kesehatan
lingkungan, dan kebiasaan buruk dala pembuangan tinja yang diturunkan dari
generasi ke generasi. Sehingga diperlukan upaya yang lebih dari pengelolaan
program sanitasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat supaya tidak BAB
di sembarangan tempat. Selain kurangnya kemauan dari masyarakat untuk
membuat jamban dengan biaya pribadi juga menjadi hambatan untuk
pencapaian program ini. Dan masih banyak masyarakat yang menganggap
sanitasi bukan sebagai prioritas sehingga mereka enggan menggunakan biaya
pribadi untuk membuat jamban.

Program STBM pilar I dilaksanakan tanpa adanya bantuan langsung


dari Pemerintah, karena program ini bertujuan untuk merubah perilaku
masyarakat. Pelaksana program lebih fokus pada upaya peningkatan kesadaran
masyarakat terhadap lingkungan, yaitu dengan cara pemicuan.

4. Letak Geografis

Kabupaten Muara Enim yang dilintasi oleh aliran sungai menyebabkan


masih banyak masyarakat yang menggunakan air sungai untuk MCK ( mandi
cuci kakus ). Selain memiliki potensi di sektor energi ( migas dan non migas )
yang berlimpah, Kabupaten Muara Enim juga memiliki potensi yang melimpah
di sektor perkebunanm dan pertanian. Lahan-lahan perkebunan inilah yang
dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat buang air besar sembarangan.

BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka pelaksanaan kegiatan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat ( STBM ) pilar pertama Stop Buang Air Besar
Sembarangan di Puskesmas Gunung Kemala dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Proses Kegiatan Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) pada
pilar pertama yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan yaitu berupa Pelaporan
dan Pencatatan, Kegiatan Pemicuan, Kegiatan Pasca Pemicuan.
2. Target dari SDGs 100% sanitasi masih belum tercapai. 255 desa yang ada di
Kabupaten Muara Enim sebanyak 222 desa telah melakukan pemicuan, 33
desa belum melakukan pemicuan dan 90 desa ( 35,29%) telah SBS ( Stop
Buang Air Besar Sembarangan ).
3. Dua kecamatan di Kabupaten Muara Enim telah mendeklarasikan diri sebagai
Wilayah SBS ( Stop Buang Air Besar Sembarangan ) yaitu Kecamatan Belida
Darat dan Kecamatan Lembak.
4. Seluruh petugas sanitasi di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Muara
Enim telah mengikuti TOT ( Training Of Trainer ) atau pelatihan STBM.

5.2. SARAN
1. Peserta yang telah dilatih agar tetap melakukan pemicuan secara
berkesinambungan selalu melakukan monitoring pasca pemicuan agar hasil
pemicuan STBM tercapai dengan sebagaimana yang diharapkan.
2. Seluruh kecamatan di Kabupaten Muara Enim dapat mendukung sepenuhnya
terhadap kegiatan STBM dengan penduduk, tokoh masyarakat, dan bidan desa
agar dapat melakukan pemicuan di banyak wilayah kerja sehingga tercapai
seluruh desa atau kelurahan di Kabupaten Muara Enim bebas dari buang air
besar sembarangan.
3. Diharapkan agar petugas sanitasi lebih aktif melakukan pendekatan terhadap
masyarakat untuk merubah perilaku sehingga dapat mendorong SBS diwilayah
kerja masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

Fadmi, F. R., & Buton, L. D. (2021). Peningkatan Perilaku Tidak Bab Sembarangan
Melalui Pembuatan Septic Tank Komunal Pada Masyarakat Pesisir Desa
Pamataraya. MONSU’ANI TANO Jurnal Pengabdian Masyarakat, 4(1), 66–74.
https://doi.org/10.32529/tano.v4i1.825
Fatonah, N. S. (2015). Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat Pilar Pertama ( Stop Babs ) Di Desa Purwosari
Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Universitas Negeri Semarang, 1–90.
Kementrian Kesehatan RI. (2008). Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat. Kepmenkes RI No 852, 1–11. http://www.un.org/millenniumgoals/
Kementrian Kesehatan RI dan Millenium Cahallenge Account Indonesia. (2016).
Pedoman Pelaksanaan Pemicuan Desa Program Kesehatan dan Gizi Berbasis
Masyarakat (PKGBM) untuk Menurut Stanting. Kemenkes RI, 1–31.
Masli, J., Suwarni, A., Kesehatan, D., Pasaman, K., Barat, S., Kesehatan Yogyakarta,
P., & Penelitian Kependudukan, P. (2010). Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam
Pengadaan Jamban Keluarga Melalui Community Lead Total Sanitation
Community Participation in the Provision of Family Toilet Through Community
Lead Total Sanitation. Berita Kedokteran Masyarakat, 26(3), 144–151.
Musriyati, S. (2019). Perilaku Masyarakat dalam Menggunakan Jamban Bersih Dan
Sehat di Dusun Banglandek, Desa Gunung Kesan, Kecamatan Karang Penang.
Wiraraja Medika, 9(1), 11–16. https://doi.org/10.24929/fik.v9i1.690
Syam, S., & Asriani, A. (2019). Penerapan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (Stbm)
Pilar 1 Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop Babs) Dengan Kejadian Penyakit
Diare Di Kelurahan Lakkang Kecamatan Tallo Kota Makassar. Sulolipu: Media
Komunikasi Sivitas Akademika Dan Masyarakat, 19(1), 109.
https://doi.org/10.32382/sulolipu.v19i1.1035
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai