Anda di halaman 1dari 4

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK

(LKPD)
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Kelas 12 semester gasal
KD 4.41 Menyeleksi Ragam Informasi Sebagai Bahan Teks Editorial

Bacalah Teks Editorial berikut kemudian kerjakan tugas pada lembar


tugas yang sudah disediakan!

Yuk, Jangan Ikut Masa Bodoh pada Pandemi


Oleh : NELI TRIANA
3 Oktober 2020
Di bulan ketujuh pandemi bersarang di Indonesia, jumlah kasus positif
Covid-19 menanjak naik. Hasil survei BPS menunjukkan, masih ada warga
yang yakin tidak akan tertular dan sebagian lain makin sering keluar rumah.
Kampanye gerakan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga
jarak) di tengah pandemi, di Jalan Kesehatan, Tanah Sareal, Kota Bogor,
Jawa Barat, Kamis (1/10/2020).
Tahu, tetapi tidak mau tahu. Hal itu terlintas di benak saat melihat orang-
orang berkerumun di restoran, taman, pasar, dan banyak tempat lain di
masa pandemi ini. Informasi terkait bahaya corona dan bagaimana cara
mencegah penularan sudah begitu tersebar luas lewat berbagai platform
media massa dan elektronik, juga spanduk dan baliho mencolok di jalanan
ataupun kampanye oral di perkampungan oleh para petugas puskesmas dan
RT-RW setempat.
Kebijakan pembatasan sosial masih berlaku, bahkan peraturan daerah
terkait sedang dimatangkan di beberapa daerah, termasuk di DKI Jakarta
dan Bekasi, yang bakal berlaku tak lama lagi. Namun, sudah lama dirasakan
bahwa kebijakan pembatasan itu hampir tidak bergaung lagi di tengah
masyarakat. Kala angka kasus positif Covid-19 dan angka kematian
meningkat, kerumunan di mana-mana masih terjadi.
Kerumunan justru semakin mudah terlihat seiring hal lain yang memanas
selama pandemi ini. Hal lain tersebut, di antaranya, pilkada yang tetap
dihelat dan telah membuat beberapa calon pemimpin—juga penyelenggara

1
pemilihan umum—sakit ataupun meninggal karena Covid-19. Di sisi lain,
masih ada pejabat turun ke lapangan sambil terus mengumpulkan massa
dan berujung menimbulkan kluster-kluster penularan baru.
Melihat itu semua, rasanya persentase orang-orang yang tidak taat protokol
pasti besar. Namun, saat dilakukan survei resmi, ternyata jauh lebih besar
persentase responden yang patuh protokol kesehatan daripada yang tidak.
Survei terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) yang laporannya dapat diunggah
di laman Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada 1 Oktober, misalnya,
menunjukkan fakta tersebut.
Hasilnya, ada 38,75 persen responden yang makin jarang keluar rumah,
36,62 persen tetap keluar rumah seperti sebelum AKB, dan 24,63 persen
yang justru makin sering keluar rumah.
Survei BPS bertujuan untuk mengetahui perilaku masyarakat selama
pandemi, khususnya penerapan protokol kesehatan dan upaya pencegahan
penyebaran Covid-19. Survei Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi oleh
BPS tersebut dilakukan pada 7-14 September dan diikuti 90.967 responden.
Sebanyak 27,93 persen responden dalam survei BPS ini adalah aparatur sipil
negara dan sisanya masyarakat umum. Responden survei didominasi warga
berusia kurang dari 45 tahun dan berpendidikan minimal sarjana. Akan
tetapi, tidak disebutkan kota atau di wilayah mana responden berasal.
Hasil survei menunjukkan tingkat kepatuhan memakai masker, menjaga
jarak, rutin mencuci tangan, menghindari menjabat tangan,
memakai handsanitizer, dan menghindari kerumunan secara umum sudah
baik. Tercatat 73-92 persen responden mematuhi berbagai protokol
kesehatan tersebut. Sebanyak 86-92 persen responden juga yakin bahwa
mematuhi protokol kesehatan ampuh untuk memutus penularan wabah.
Responden yang tidak mematuhi semua protokol kesehatan beralasan, di
antaranya, harga masker serta peralatan lain untuk menghindari virus tidak
terjangkau (23 persen). Selain itu, mereka menjadi sulit melaksanakan
pekerjaannya jika mengikuti protokol (33 persen), aparat atau pimpinan
mereka tidak memberi contoh (19 persen), serta sekadar mengikuti orang
lain (21 persen).
Disebutkan pula bahwa penyebab utama warga melanggar protokol
pencegahan penularan virus karena tidak ada sanksi tegas (55 persen) dan

2
tidak ada kejadian orang tertular korona di dekat mereka (39 persen). Alasan
lain orang tidak melaksanakan protokol kesehatan ialah terkait rendahnya
kesadaran, misalnya menganggap remeh, tidak terbiasa, dan lupa.
Survei BPS yang terakhir ini melengkapi survei serupa pada April lalu. Kala
itu, hasil survei menyebutkan bahwa semakin tinggi usia responden, ada
kecenderungan mereka semakin taat memenuhi imbauan menjaga protokol
kesehatan. Intinya, demi menekan laju penularan Covid-19, sebagian besar
warga sudah paham bahwa mereka harus mematuhi protokol kesehatan.
Tangkapan layar hasil Survei Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi oleh
BPS, September 2020.
Sebelumnya, pada akhir Juni lalu, dipublikasikan hasil Studi Persepsi Risiko
yang dilakukan LaporCovid19.org dan Social Resilience Lab NTU di Jakarta
dan Surabaya. Mirip dengan hasil survei BPS, Studi Persepsi Risiko juga
menunjukkan bahwa warga di dua kota sudah tinggi tingkat kepatuhannya
terhadap protokol kesehatan. Hasil studi itu menyebutkan bahwa 97,8
persen responden selalu bermasker saat berada di luar rumah. Sebanyak
96,5 persen responden juga rutin mencuci tangan dan 93 persen patuh
menjaga jarak.
Dengan mematuhi protokol kesehatan, warga di kedua kota metropolitan itu
juga yakin dan menilai risiko dirinya terpapar virus sangatlah kecil.
Yakin tidak akan tertular diduga memengaruhi keputusan untuk lebih berani
keluar rumah. Pada masa adaptasi kebiasaan baru (AKB) yang kini diadopsi
hampir di semua wilayah Indonesia, tren orang keluar rumah untuk berbagai
keperluan sungguh nyata terjadi.
BPS dalam survei yang sama pada September lalu juga membandingkan
kebiasaan bepergian keluar rumah semasa sebelum dan setelah ada AKB.
Hasilnya, ada 38,75 persen responden yang makin jarang keluar rumah,
sebanyak 36,62 persen tetap keluar rumah seperti sebelum AKB, dan 24,63
persen yang justru makin sering keluar rumah. Alasan utama keluar rumah
ialah untuk bekerja, sedangkan sisanya untuk bersenang-senang dan
kebutuhan sosial.
Apakah hasil survei BPS tersebut dan survei-survei sebelumnya dari
lembaga lain benar mencerminkan kondisi masyarakat kita? Tentu tidak
bisa lugas ya atau tidak karena selalu ada kelemahan dalam setiap survei.

3
Meskipun demikian, sebagai gambaran umum, seperti semakin banyak
orang yang ternyata berkegiatan di luar rumah pada saat harus menahan
diri, tidak berbeda jauh dengan kondisi di lapangan.
Tangkapan layar hasil Survei Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi oleh
BPS, September 2020.
Keluar rumah untuk mengais rezeki di kala kondisi serba susah ini tentu
masih bisa dimaklumi, terlebih kalau yang bersangkutan tetap patuh pada
protokol kesehatan di mana pun berada. Namun, mereka yang abai dan demi
mendapat kesenangan, juga kekuasaan, semata sengaja membuat
kerumunan di luar sana, sungguh tidak patut ditiru. Bagai menyalakan api
dalam sekam.
Operasi yustisi berikut sanksi teguran, sanksi tertulis, sanksi sosial,
penyitaan KTP, hingga denda untuk meningkatkan kepatuhan pada protokol
kesehatan Covid-19 sudah dan masih digelar di Ibu Kota. Namun,
pelanggaran masih terus terjadi. Masih mudah dijumpai individu tanpa
masker dan minim jarak. Kasus positif korona pun tidak juga landai selama
hampir tiga pekan pelaksanaan PSBB yang lebih ketat ini.
Yang terbaru, pembentukan satuan tugas penanganan Covid-19 pada level
pemerintah se-Jabodetabek dijajaki. Tiga provinsi terlibat, yakni DKI
Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Hal itu atas kesadaran bahwa penanganan
pandemi di Ibu Kota tidak bisa lepas dari situasi dan kondisi kota/kabupaten
di sekitarnya.
Pada akhirnya, kembali kepada tiap individu. Mau ikut mengumbar hasrat
suka-suka gue dan cepat atau lambat membuat orang lain, juga dirinya,
tertimpa musibah, atau menjadi manusia yang sadar lingkungan dan
bertanggung jawab. Yuk, jangan segan menolak ikut masa bodoh pada
situasi seperti sekarang ini. Pandemi masih jauh dari usai. Sungguh, ini
bukan main-main.

Anda mungkin juga menyukai