Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. Doni Koesoema mendefinisikan nilai sebagai kualitas hal yang menjadikan hal itu dapat
disukai, diinginkan, berguna dan dihargai sehingga dapat menjadi semacam objek bagi
kepentingan tertentu. Nilai juga merupakan sesuatu yang memberi makna dalam hidup,
yang memberikan titik tolak, isi dan tujuan dalam hidup.
2. Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli merumuskan nilai sebagai standar atau ukuran
(norma) yang kita gunakan untuk mengukur segala sesuatu. Selanjutnya, dikatakan bahwa
ada bermacam-macam hukum nilai sesuai dengan jenis-jenis nilai tersebut, juga sesuai
dengan beragamnya perhatian kita mengenai segala sesuatu. Ada nilai materialis (berkaitan
dengan ukuran harta pada diri kita), nilai kesehatan (mengungkapkan tentang signifikansi
kesehatan dalam pandangan kita), nilai ideal (mengungkapkan tentang kedudukan, keadilan
dan kesetiaan dalam hati kita), serta nilai-nilai sosiologis (menunjukkan signifikansi
kesuksesan dalam kehidupan yang praktis), dll.
1. Hakikat Tuhan
2. Etika, tata susila
3. Ritual, tata cara beribadat
Tidak ada agama yang tidak mengajarkan etika/ moralitas. Kualitas keimanan (spiritualitas)
seseorang ditentukan bukan saja oleh kualitas peribadatan (kualitas hubungan manusia dengan
Tuhan), tetapi juga oleh kualitas moral/ etika (kualitas hubungan manusia dengan manusia lain
dalam masyarakat dan dengan alam). Dapat dikatakan bahwa nilai ibadah menjadi sia-sia tanpa
dilandasi oleh nilai-nilai moral.
Sejatinya, setiap manusia harus menyadari bahwa kesempatan hidup di dunia ini hendaknya
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mencapai tingkat kesadaran Tuhan (kesadaran transcendental/
kesadaran spiritual). Sungguh menarik apa yang dikatakan oleh Chopra bahwa karakter/ sifat-sifat
yang dimiliki oleh mereka yang telah mencapai tingkat kesadaran Tuhan sebenarnya sama persis
dengan karakter/sifat-sifat yang dimiliki oleh sel tubuh manusia.
1) Ada maksud yang lebih tinggi. Masing-masing sel bekerja bukan untuk kepentingan sendiri-
sendiri, melainkan demi kesejahteraan tubuh secara keseluruhan.
2) Kesatuan (keutuhan). Semua sel saling berhubung dan berkomunikasi dengan segala jenis
sel lainnya.
3) Kesadaran. Sel-sel beradaptasi dari saat ke saat.
4) Penerimaan. Sel-sel saling mengenal satu dengan yang lain sebagai bagian yang sama
pentingnya.
5) Kreatifitas. Walaupun setiap sel mempunyai fungsi unik, mereka mampu menggabungkan
atau menemukan cara-cara baru yang kreatif.
6) Keberadaan. Sel-sel patuh kepada siklus universal berupa adanya saat istirahat dan saat aktif
dalam kegiatannya.
7) Efisiensi. Dalam menjalankan fungsinya, sel-sel mengeluarkan energi sekecil mungkin.
8) Pembentukan ikatan. Karena kesamaan genetika, sel-sel itu tahu bahwa mereka itu pada
dasarnya sama.
9) Memberi. Kegiatan sel yang utama adalah memberi dan memelihara integritas sel-sel
lainnya.
10) Keabadian. Sel-sel berproduksi untuk meneruskan pengetahuan, pengalaman dan talenta
mereka tanpa menahan apa pun untuk generasi sel berikutnya.
Konsep etika Nafis berdasarkan paradigma manusia utuh yaitu, masalah manusia dengan
dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain dan alam, serta manusia dengan Tuhan.
Merumuskan karakter memang diperlukan, namun langkah konkret berikutnya adalah yang
lebih penting, yaitu bagaimana melakukan proses transformasi diri untuk mencapai atau bergerak
menuju idealisme karakter tersebut. Pada saat ini belum banyak ilmu pengetahuan dan teknologi
yang mampu mengkaji ranah spiritual melalui pendekatan rasional/ ilmiah. Dan ajaran agama yang
seharusnya dijadikan panduan pengembangan batin seringkali lebih bersifat indoktrinasi, sekedar
menjalankan praktik berbagai ritual serta kurang mngedepankan pendekatan melalui proses nalar,
pengamalan, dan pengalaman langsung melalui refleksi diri, terlihat dari maraknya bentuk kejahatan
seperti korupsi, kekerasan, konflik antar pemeluk agama berbeda dan sejenisnya justru makin
menjadi-jadi.
Meskipun terlambat akhir-akhir ini sudah banyak pakar dari berbagai latar keilmuan mulai berani
dan tertarik untuk menyelami ranah spiritual ini dari pendekatan yang lebih rasional.
Olah Pikir (brainware management) adalah suatu konsep dan keterampilan untuk mengatur
gelombang otak manusia yang paling sesuai dengan aktivitasnya sehingga bisa mencapai hasil
optimal (Senttanu, 2007). Gelombang otak dapat diukur melalui Elektroensefalogram (EEG). Dilihat
dari frekuensi gelombang otak ini, setidaknya terdapat empat golongan gelombang otak.
Ketika pikiran dalam keadaan sadar (aktif), berarti sedang berada dalam gelombang beta.
Dalam gelombang ini akan memaksa otak untuk mengeluarkan hormon kristol dan norepinephrin
yang menyebabkan timbulnya rasa cemas, khawatir, gelisah, dan sejenisnya. Sedangkan gelombang
alpha bertujuan untuk membangun karakter positif, seperti: tenang, sabar, nyaman, ikhlas, bahagia,
dan sebagainya. Kunci untuk membangun karakter adalah melatih pikiran untuk memasuki
gelombang alpha, melalui meditasi, yoga, zikir, retret, dan sejenisnya. Meditasi (termasuk zikir dan
sejenisnya) adalah upaya mendiamkan suara percakapan dalam pikiran dan menemukan ruang yang
tenang (Rodenbeck, 2007).
Terdapat dua model tentang hakikat keberadaan manusia: (1) model hakikat manusia yang
dilandasi paradigma tidak utuh (paradigma materialisme) sehingga timbul berbagai permasalahan
yang memunculkan ketidakbahagiaan. Pada model ini tujuan manusia hanya mengejar kekayaan dan
kesenangan, dan kekuasaan duniawi. Kecerdasan yang dikembangkan hanya IQ dan kesehatan fisik
sehingga praktis kurang atau bahkan lupa mengembangkan EQ dan SQ. (2) model yang
dikembangkan untuk kembali kepada paradigma tentang hakikat manusia seutuhnya. Dalam
pengembangan manusia utuh, perlu dikembangkan juga secara seimbang kecerdasan emosional dan
spiritual disamping kecerdasan intelektual dan kesehatan fisik. Meditasi, zikir, retret dan sejenisnya
sangat efektif untuk melengkapi agama guna mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual.