Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ULUMUL HADITS

Hadits Maudhu’

Oleh :
Abdullah Fathur Rasyid (11960110773)
Fatimah Fiony Rawijaya ( 11960124727 )

Dosen Pengampu :
Dr. Ahmadin Tohar, M. A.

JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN SUSKA RIAU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah untuk mata
Ulumul Hadits. Dan juga kami berterima kasih pada bapak Dr. Ahmadin Tohar., MA.
Selaku dosen Ulumul Hadits yang telah memberikan tugas ini kepada kami sehingga
kami bisa menelaah lebih dalam tentang materi ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Ulumul Hadits. kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari
apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Pekanbaru, Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………3
B. Rumusan Masalah………………………………………………………..3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadis Maudhu’……………………………………………….4
B. Sejarah kemunculan………………………………………………………5
C. Faktor yang melatarbelakangi…………………………………………...6
D. Macam-macam hadis maudhu’…………………………………………..7
E. Hukum meriwayatkan hadis maudhu……………………………………9
F. Tanda tanda hadis maudhu’ (pada sanad dan matan)…………………10
G. Usaha para ulama dalam menanggulangi hadist maudhu’…………….13
H. Para pendusta dan kitab kitab hadis maudhu’…………………………14
BAB III KESIMPULAN
A. Kesimpulan ……………………………………………………………….15
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...16

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber hukum islam paling pokok.akan tetapi tampa
hadits umat islam tidak akan mampu menangkap dan merealisasikan hukum-hukum
yang terkandung didalam AL-Qur’an secara mendalam.ini menunjukkan hadits
menduduki posisi yang sangat penting juga didalam sumber hukum islam.Dan
sesungguhnya pun hadits mempunyai fungsi dan kedudukan beitu besar ,namun
hadits tidak seperti AL-Qur’an yang secara resmi telah di tulis di zaman nabi dan
dibukukan pada masa khalifah Abu Bakar AL-Shiddiq.Hadits baru di tulis dan
dibukukan pada masa khalifah umar ibn’Abd AL-Aziz (Abad ke-2).
Hadits maudu’ ini tidak layak untuk di nyatakan sebuah hadits,karena sudah
jelas bukan hadits yang di sandarkan pada nabi SAW.Berbeda dengan hadts dha’if
yang diperkirakan masih ada kemungkinan isstishal pada nabi.Hadts maudu’ sudah
ada kejelasan akan kepalsuannya sedangkan hadist dha’if belum jelas (samar-samar).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Hadis Maudhu’
2. Bagaimana sejarah kemunculannya
3. Faktor yang melatarbelakangi
4. Macam-macam adis maudhu’
5. Hukum meriwayatkan hadis maudhu
6. Tanda tanda hadis maudhu’ (pada sanad dan matan)
7. Usaha para ulama dalam menanggulangi hadist maudhu’
8. Para pendusta dan kitab kitab hadis maudhu’

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadist Maudhu’


Hadits palsu dalam bahasa ‘Arab dikenal dengan istilah Hadits Maudhu’.
Secara etimologi al-Maudhu’ (‫ )الموضوع‬merupakan bentuk isim maf’ul dari kata ‫وضع‬
‫ ـ يضيع‬. Kata tersebut memiliki makna menggugurkan, meletakkan, meninggalkan,
dan mengada-ada. Jadi secara bahasa Hadits Maudhu’ dapat disimpulkan yaitu hadits
yang diada-adakan atau dibuat-buat.1 Menurut istilah, hadist maudhu’ adalah :
‫اكذب المختلق الموضوع المنسوب الى رسول هللا عليه وسلم‬
Kebohongan yang diciptakan dan dibuat yang disandarkan kepada Rasulullah
Saw.2
Mustafa as-siba’I mendefenisikan hadist maudhu’ dengan :
‫ما نسب الي رسول هللا صلى عليه وسلم اختالقا وكذبا مما يقله أو يفعله أو يقره‬
Hadis yang disandarkan kepada Rasulullah Saw. Secara dibuat-buat dan dusta,
padahal beliau tidak mengatakan, memperbuat atau menetapkannya.3
Kata al-maudhu’ secara kebahasaan memiliki beberapa konotasi makna yang
berbeda-beda, tetapi mengarah pada satu pengertian yang sama. Beberapa konotasi
makna itu diantaranya adalah sebagai berikut :
a. bermakna al-Hoththah yang mempunyai arti menurunkan atau merendahkan derajat.
b. bermakna al-Isqah, yang mempyai konotasi arti mengugurkan.
c. bermakna al-Ikhtilaq yang berarti membuat-buat.
d. bermakna al-Islaq, yang berarti melatakkan

1
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia.
Gresik :  Pustaka AL FURQAN. 2009. hlm. 27
2
Ahmad zuhri dan Fatimah zahara. Ulumul hadist. Medan: CV. Manhaji dan fakultas
syariah.2015.hlm. 137
3
Ahmad zuhri dan Fatimah zahara. Ulumul hadist. Medan: CV. Manhaji dan fakultas
syariah.2015.hlm. 137

5
Beberapa contoh bentukan kata tersebut menunjukkan bahwa kata Al-
Maudhu’u mempunyai padanan dengan kata al-munthithu, al-musqithu, al-
mukhataliqu, dan al-mulshiqhu. Sehingga kata al-maudhu’u bisa mepunyai
pengertian menurunkan atau merendahkan derajat, megugurkan, membuat-buat, dan
meletakkan sesuatu yang bersifat tiruan pada sesuatu yang aslinya.
Hal tersebut sudah nampak bahwa hadits maudhu’ itu bukanlah hadits Nabi
SAW. Disebut hadits semata-mata hanya menuruti akuan dari perawi itu saja.
Hadits maudhu’ adalah hadits dhaif’ yang paling jelek dan paling membahayakan
bagi agama islam dan pemeluknya.4 Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa
hadits maudhu’ adalah bukan hadits yang bersumber dari Rasullulah atau dengan kata
lain bukan hadits Rasul, akan tetapi suatu paerkataan atau perbuatan seseorang atau
pihak tertentu dengan suatu alasan kemudian dinisbatkan kepada Rasul.5
B. Sejarah Kemunculan Hadist Maudhu’
Jumhur ulama berpendapat bahwa pemalsuan hadis mulai muncul pada masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib ( sekitar tahun 35-40 H) yaitu setelah terjadinya
pertentangan antara pendukung Ali dan Mu’awiyah ibn Abi Sufyan tentang masalah
jabatan khalifah.6 Betapa mengerikan pertentangan yang terjadi antara pengikut
saidina ali dan golongan mu’awiyah sehingga meledak menjadi perang terbuka yang
telah memakan banyak korban manusia.
Setelah timbul perselisihan tersebut diatas mayoritas kaum muslimin ternyata
berpihak kepada ali. Disamping itu ada golongan khawarij yang tidak memihak
bahkan tidak menyukai keduanya.
Oleh karenanya ada beberapa orang dari golongan tersebut yang menta’wilkan al-
qur’an tidak menurut hakikatnya dan membawa nash-nash hadis pada makna yang
tidak dikandungannya. Lebih dari itu, untuk menguatkan pendirian masing-masing,
mereka tidak mungkin mengubah Al-qur’an karena telah dibukukan dan dihafal orang
4
Itr Nurrudin, Ulumul Hadits, Jakarta: Raja Garfindo Persada, 2002, hlm.176-177
5
Munizer Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 176-177
6
Ahmad zuhri dan Fatimah zahara. Ulumul hadist. Medan: CV. Manhaji dan fakultas
syariah.2015.hlm.140

6
banyak. Karenanya mereka mengubah hadist, menambah-nambah, mengurangi, dan
bahkan membuat hadis palsu.7
Hadis palsu yang mula-mula dibuat ialah hadis yang berkenaan dengan
pengkultusan pribadi . hadis palsu dibuat dalam rangka mengangkat kedudukan
pemimpin ataupun imam mereka .
C. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Hadis Maudhu’
Adapun faktor-faktor penyebab munculnya hadis-hadis palsu antara lain
adalah sebagai berikut :8
a. Pertentangan politik dalam soal khalifah
Perpecahan umat Islam yang diakibatkan politik yang terjadi pada masa
kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib besar sekali pengaruhnya terhadap perpecahan umat
kedalam beberapa golongan dan kemunculan hadis palsu. Masing-masing golongan
berusaha mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang dengan membawa-
bawa Al-Qur’an dan sunnah. Konflik-konflik politik juga menyeret permasalahan
keagamaan masuk kedalam arena perpolitikan dan membawa pengaruh juga pada
madzhab-madzhab keagamaan. Pada akhirnya masing-masing kelompok mencari
dalilnya kedalam Al-Qur’an dan sunnah, dalam rangka mengunggulkan kelompok
atau madzhabnya masing-masing.
b. Usaha kaum zindik untuk merusak daan mengeruhkan agama islam
Kaum zindiq adalah golongan yang membenci islam, baik sebagai agama
maupun sebagai dasar pemerintahan.Mereka merasa tidak  dapat melampiaskan
kebencian melalui konfrontasi dan pemalsuan Al-Qur’an sehingga menggunakan cara
yang paling tepat dan memungkinkan, yaitu pemalsuan hadits untuk menghancurkn
agama islam dari dalam
c. Ashabiyah yakni fanatik terhadap bangsa, suku, negeri, bahasa, dan pimpinan
Mereka membuat hadis palsu karena didaorong oleh sikap ego dan fanatik
buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, atau yang lain.

7
Ibid . 141
8
Munizer Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 181-187

7
d. Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasehat.
Mereka memalsukan hadis karena untuk memperoleh simpati dari
pendengarnya dan agar pendengarnya kagum akan kemampuannya. Biasanya
hadisnya terlalu berlebih-lebihan dan tidak masuk akal.
e. Perselisihan madzhab dan ilmu kalam.
Munculnya hadis palsu dalam masalah fiqh dan ilmu kalam ini berasal dari
para pengikut mazhab. Hal ini karena ingin menguatkan mazhabnya masing-masing.
Contohnya : “siapa ynag mengangkat kedua tangannya dalam shalat, maka shalatnya
tidak sah.”
f. Membangkitkan gairah beribadat, tanpa mengertia apa yang dilakukan.
Banyak di antara para ulama yang membuat hadis palsu dan mengira
usahanya itu benardan merupakan upaya pendekatan diri kepada Allah, serta
menjunjung tinggi agama-Nya. Mereka mengatakan “kami berdosa semata-mata
untuk menjunjung tinggi nama Rasulullah dan bukan sebaliknya”
g. Menjilat penguasa
Untuk memperoleh penghargaan dari para pembesar, terutama dari Khalifah,
ulama su’ (ulama yang buruk) membuat hadis untuk membaikan sesuatu perbuatan
penguasa. Contoh : Ghiyas bin Ibrahim pada suatu hari masuk ke istana Al-Mahdy
yang sedang menyabung burung merpati.
D. Macam- macam Hadits Maudu’
Sebagaimana dilakukan Imam Muslim yang membuat bab khusus 'babul Isnadi'
(bab pembahasan tentang pentingnya sanad). Tiga hadits bermasalah itu dikenal
dengan istilah 3 M:
1. Maudhu' (hadis palsu, sengaja dipalsukan).
Contoh :
Para sahabatku bagaikan bintang, dengan siapapun diantara mereka kalian
mengikutinya maka kalian akan mendapat petunjuk.
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Abdil Barr dalam kitabJami’ Ilmi dan
Ibn Hazm dalam kitab Al-Ihkam, dari jalan Salam bin Salim dari Haris bin

8
Ghushoin dari dari Al-A’masy dari AbiSufyan dari Jabir secara marfu’. Ibn
Abdil Barr berkata: sanad ini tidak dapat dijadikan hujjah karena Haris bin
Ghushoin adalah seorang rowi majhul. Ibn Hazm berkata: ini riwayat yang
jatuh karena Abi Sufyan seorang yang dhoif, Salam bin Salim adalah perowi
hadis-hadis palsu dan ini salah satunya dengan tidak ada keraguan. Ibn
Khorrosy berkata: kazdzdab atau pembohong hadis (yang dimaksud Salam bin
Salim). Ibn Hibban berkata: dia meriwayatkan hadis-hadis palsu. Untuk Imam
Ahmad berkata hadis ini adalah tidak sah seperti yang dikutip oleh Ibn
Qudamah dalam kitab Al-Muntakhob.
Hukum periwatan hadis palsu adalah haram baik lafadz atau makna,
kecuali diberi penjelasan tentang kepalsuannya. Sedangkan hukum
mengamalkannya adalah haram.
2. Matruk (semi palsu, diriwayatkan seseorang karena dituduh berdusta).
Contoh :
‫ والحســن‬،‫ وعلى لقاحهــا‬،‫ ” أنا شجرة وفاطمة أصــلها أو فرعهــا‬:‫عن النبي صلى هللا عليه وسلم أنه قال‬
‫ االصل والفرع اللقاح والورق والثمــر‬،‫ فالشجرة أصلها من جنة عدن‬،‫ وشيعتنا ورقها‬،‫والحسين ثمرتها‬
‫في الجنة‬
Dari Nabi SAW beliau bersabda: aku adalah pohon dan Fatimah adalah
akarnya atau cabangnya, dan Ali adalah sarinya, Hasan dan Husain adalah
buahnya, dan syiahkita adalah daunnya, pohon itu asalanya dari surga and,
asalnya, cabangnya, sarinya, daunnya, dan buahnya ada dalam surga.
Hadis inidiriwayatkan oleh Ismail bin Ahmad dari Ismail bin
Mus’adah dari Hamzah bin Yusuf dari Abu Ahmad bin Adi dari Umar
bnSannan dari Hasan bin Ali Al-Azdi dari AbdurRozak dari ayahnya dari
Mayna bin AbiMayna dari Adurrohman bin ‘Auf dari Nabi.
Dalam sana disini terdapat Mayna bin Abi Mayna. Menurut Yahya bin
Ma’in dia bukanlah seorang tsiqoh, menurut Imam Ad-Daruquthni dia adalah
matruk, menurut IbnHibban tidak halal riwayat darinya kecuali sebagaiI’tibar,
dan tidak halal riwayat dari Hasan bin Ali Al-Azdi karena dia seorang yang

9
memalsukan hadis, menurut Ibn Jauzy dia telah sebagai tertuduh (yaitu
tertuduh berbohong). Dari penilaian para Imam ahli hadis di atas terhadap
sanadnya, bisa kita simpulkan bahwa hadis di atas matruk atau bisa jadi
maudhu’ atau palsu.
3. Munkar (hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang yang menyimpang atau punya
prilaku buruk).
Contoh :
‫ َوالَ ُغالَ ٌملَ ْم يَحْ تَلِ ْم‬، ‫ َوالَ أَ ْع َج ِم ٌّي‬، ‫َّف األَ َّو َل أَ ْع َرابِ ٌّي‬
َّ ‫اَ يَتَقَ َّد ُم الص‬
Tidak akan maju kebarisan depan seorang arab atau yang bukan arab atau seorang
anak yang belum baligh.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruquthni dalam kitab sunannya dari
Muhammad bin Gholib dari Abbas bin Sulaim dari Ubaidullah binSa’id dari Al-Laits
dari Mujahid dari Ibn Abbas. Dalam sanad hadis ini terdapat dua cacat yaitu Al-Laits,
dia adalah Ibn Abi Sulaim seorang yang dhoif lagi tercampur hafalannya, dan cacat
lain terdapat pada Ubaidullah bin Sa’id. Imam Bukhori mengatakan di dalam
hadisnya harus diteliti. Abu dawud mengatakan dia memiliki hadis-hadi spalsu. Imam
Dzahabi mengatakan dalam kitab Al-Mizan: di antara hadis-hadis munkar darinya
adalah yang dia riwayatkan dari Laits. Cacat yang ketiga adalah Abbas bin Salim dia
tidak diketahui kecuali dalam sanad ini. Ibn Qoththon mengatakan dia seorang yang
majhul.

E. Hukum Meriwayatkan Hadis Maudhu’


Umat Islam telah sepakat bahwa meriwayatkan hadis mudhu‘ adalah haram
hukumnya secara mutlak tidak ada perbedaan antara mereka. Menciptkan hadis
maudhu sama dengan mendustakan kepada Rasulullah. Karena perkataan itu dari
pencipta sendiri atau dari perkataan orang lain kemudian diklaim Rasulullah yang
menyabdakan berarti ia berdusta atas nama Rasulullah. Orang yng demikian di ancam
dengan api neraka, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yng artinya, barang siapa

10
yang mendustakanku dengan sengaja, maka hendaklah siap-siaplah tempat tinggalnya
didalam neraka.
Jumhur ahli hadis juga berpendapat, bahwa berdusta termasuk dosa besar.
Semua ahli hadis menolak khabar pendusta. Bahkan Syeikh Abu Muhammad al-
juwainiy mengkafirkan pemalsu hadis. Semua hadis maudhu bathil lagi tertolak dan
tidak bisa dijadikan pegangan, karena merupakan kedustan atas diri rasul SAW.
Disamping sepakat mengenai keharaman membuat hadis palsu, ulama juga
sepakat mengenai keharaman meriwayatknnya, tanpa menjelaskan kemaudhuannya
dan kedustaannya. Mereka tidak memperbolehkan meriwayatkan sedikit pun hadis
palsu, baik berkenaan dengan kisah, tarhib, targthib, hukum-hukum ataupun tidak,
berdasarkan sabda Rasulullah SAW
‫من احذث عني بحد ير انه كذب فهواحدالكاذبين‬
Artinya:” Barang siapa yang meriwayatkan dariku sebuah hadis dan terlihat
bahwa hadis itu dusta, maka Ia juga termasuk satu diantara para pendusta”.

F. Tanda-tanda Hadis Maudhu’


1. Tanda yang terdapat pada Sanad
a) Rawi tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang
rawi yang terpercaya yang meriwayatkan hadits dari dia.
b) Pengakuan dari sipembuat sendiri, seperti pengakuan seorang guru tasawwuf,
ketika ditanya oleh ibnu ismail tentang keutamaan ayat Al-Qur’an, maka
dijawab: “tidak seorang pun yang meriwayatkan hadits ini kepadaku. Akan
tetapi, kami melihat manusia membenci Al-qur’an, kami ciptakan untuk
mereka hadits ini (tentang keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an), agar mereka
menaruh perhatian untuk mencintai Al-Qur’an.”
c) Kenyataan sejarah, mereka tidak mungkin bertemu, misalnya ada pengakuan
seorang rawi bahwa ia menerima hadits dari seorang guru, padahal ia tidak
pernah bertemu dengan guru tersebut, atau ia lahir sesudah guru tersebut
meninggal, misalnya ketika Ma’mun ibn Ahmad As-Sarawi mengaku bahwa

11
ia menerima Hadits dari Hisyam ibn Amr kepada Ibnu Hibban maka Ibnu
Hibban bertanya, “kapan engkau pergi keSyam?” Ma’mun menjawab, “ pada
tahun 250 H.” Mendengar itu Ibnu Hibban berkata, Hisyam meninggal dunia
pada tahun 245 H.”
d) Keadaan rawi dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadits
maudhu’. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Giyats bin Ibrahim, kala ia
berkunjung kerumah Al- Mahdi yang sedang bermain dengan burung merpati
yang berkata:
Tidak sah perlombaan itu, selain mengadu anak panah, mengadu unta,
mengadu kuda, atau mengadu burung Ia menambahkan kata, “au janahin”
(atau mengadu burung), untuk menyenagkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi
memberinya sepuluh ribu dirham. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata: “
aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta, atas Nama
Rasulullah SAW, lalu ia memerintahkan tentang kemaudhu’an suatu Hadits.
2. Tanda yang terdapat pada Matan
a) Keburukan susunan lafadznya. Ciri ini akan diketahui setelah kita
mendalami ilmu bayan. Dengan mendalami ilmu bayan ini, kita akan
merasakan susunan kata, mana yang keluar dari mulut Rasulullah SAW,
dan mana yang tidak mungkin keluar dari mulut Rasulullah SAW.
b) Kerusakan maknanya.
1) Karena berlawanan dengan akal sehat, seperti Hadits:
“Sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf tujuh kali keliling ka’bah
dan bersembahyang dimaqam Ibrahim dua raka’at.”
2) Karena berlawanan dengan hukum akhlak yang umum, atau
menyalahi kenyataan, seperti Hadits:
“Tiada dilahirkan seorang anak sesudah tahun seratus, yang ada
padanya keperluan bagi Allah.”
3) Karena bertentangan dengan ilmu kedokteran, seperti hadits:
“Buah terong itu penawar bagi penyakit.”

12
4) Karena menyalahi undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang
ditetapkan akal kepada Allah.  Akal menetapkan bahwa Allah suci
dari serupa dengan makhluqnya. Oleh karena itu, kita menghukumi
palsu hadits berikut ini:
“Sesungguhnya Allah menjadikan kuda betina, lalu ia
memacukannya, maka berpeluhlah kuda itu, lalu tuhan menjadikan
dirinya dari kuda itu.”
5) Karena menyalahi hukum-hukum Allah dalam menciptakan alam,
seperti hadits yang menerangkan bahwa ‘Auj ibnu Unuq
mempunyai panjang tigab ratus hasta. Ketika Nuh menakutinya
dengan air bah, ia berkata: “ketika topan terjadi, air hanya sampai
ketumitnya saja. Kalu mau makan, ia memasukan tangannya
kedalam laut, lalu  membakar ikan yang diambilnya kepanas
matahari yang tidak seberapa jauh dari ujung tangannya.
6) Karena mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk akal
sama sekali, seperti hadits
“Ayam putih kekasihku dan kekasih dari kekasihku jibril.”
7) Bertentangan dengan keterangan Al-Qur’an, Hadits mutawatir, dan
kaidah-kaidah kuliyah. Seperti Hadits:
“Anak zina itu tidak dpat masuk syurga sampai tujuh turunan.”
Makna hadits diatas bertentangan dengan kandungan Q. S. Al-
An’am : 164, yaitu:
Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.
Ayat diatas menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat
dibebankan kepada orng lain. Seorang anak sekali pun tidak dapat
dibebani dosa orang tuanya.
8) Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan-
perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar terhadap
perbuatan yang kecil. Contohnya:

13
Barangsiapa mengucapkan tahlil (la ilaha illallh) maka Allah
menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai
70.000 lisan, dan setiap lisan yang mempunyai 70.000 bahasa yang
dapat memintakan ampun kepadanya.

G. Usaha Para Ulama Dalam Mengatasi Hadis Palsu


Ada beberapa usaha yang dilakukan para ulama dalam menanggulangi hadis
maudhu, dengan tujuan agar hadis tetap eksis terpelihara dan bersih dari pemalsuan
tangan orang-orang kotor. Disamping itu agar lebih jelas posisi hadis maudhu tidak
tercampur dengan hadis-hadis shahih. Diantara usaha-usaha itu adalah:
1. Memelihara sanad hadis
Dalam rangka memelihara sunnah siapa saja yang mengaku mendapat sunnah
harus disertai sanad. jika tidak disertai dengan sanad,maka suatu hadits tidak dapat di
terima. Abdullah bin Al-Mubarok berkata : yang mencari agamanya tanpa sanad
bagaikan orang yang naik loteng tanpa tangga.keharusan sanad dalam menerima
hadis bukan pada orang-orang khusus saja, bagi masyarakat umum pun pada saat itu
mengharuskan menerimanya dengan sanad. Hal ini mulai berkembang sejak masa
tabi’in, hingga merupakan suatu kewajiban bagi ahli hadis menerangkan sanad hadis
yang ia riwayat kan.
2. Meningkatkan kesungguhan penelitian
Sejak masa sahabat dan tabi’in, mereka telah mengadakan penelitian dan
pemeriksaan hadis yang mereka dengar dan yang mereka terima dari sesamanya. Jika
hadis yang mereka terima itu meragukan atau datang bukan dari sahabat yang
langsung terlibat dalam permasalahan hadis, segera mereka melakukan rihlah
(perjalanan) sekalipun dalam jarak jauh untuk mengecek kebenarannya kepada para
sahabat senior atau yang terlibat dalam kejadian hadis.
Hasilnya mereka bukukan dalam berbagai buku hadis seperti buku hadis induk
enam atau tujuh. Imam syafie menulis ar-risalah dan al-umm yang memuat ulumul
hadis, at-tirmidzi dalam akhir kitab jami-nya.

14
3. Mengisolir para pendusta hadis
Para ulama berhati-hati dalam menerima dan meriwayatkan hadis. Orang-orang
yang dikenal sebagai pendusta hadis dijauhi dan masyarakat pun di jauhkan dari
padanya. Semua ahli hadis juga menyampaikan hadis-hadis maudhu dan pembuatnya
itu kepada murid-muridnya, agar mereka menjauhi dan tidak meriwayatkan hadis dari
padanya. Diantara para ulama yang dkenal menentang para maudhu adalah Amir Asy-
Sya’bi,Syu’bah bin Al-Hajj, Sufyan Ats-Tsauri, Abdullah bin Mubarak dll.
4. Menerangkan keadaan para perawi
Para ahli hadis berusaha menelusuri sejarah kehidupan baik mulai dari lahir
hingga wafat atau pun dari segi-segi sifat-sifat para perawi hadis, dari yang jujur, adil,
dan andalnya ingatannya dan sebaliknya. Sehingga dapat dibedakan mana hadis
shahih dan mana hadis yang palsu. Hasilnya mereka himpun dalam buku Rijal Al-
Hadis dan Al-Jarrh wa At-Ta’dil sehingga oleh generasi berikutnya.
5. Memberikan kaidah-kaidah hadis
Para ulama meletakkan dasar-dasar secara metodelogis tentang penelitian hadis
untuk menganalisa otensitasnya sehingga dapat diketahui mana shahih, hasan, dhaif
dan maudhu. Kaidah-kidah itu dijadikan standar penilaian suatu hadis menurut
criteria sebagai hadis yang diterima atau ditolak.
H. Kitab-kitab yang memuat hadits maudhu
Para ulama muhaditsin, dengan menggunakan berbagai kaidah studi kritis hadits,
berhasil mengumpulkan hadits-hadits maudhu’ dalam sejumlah karya yang cukup
banyak, di antaranya;
1. Al-Maudhu’ Al-Kubra, karya Ibn Al-jauzi (ulama yang paling awal menulis
dalam ilmu ini).
2. Al-La’ali Al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, karya As-Suyuti
(Ringkasan Ibnu Al-jauzi dengan beberapa tambahan).
3. Tanzihu Asy-Syari’ah Al-marfu’ah an Al-Ahadits Asy-Syani’ah Al-
Maudhu’ah, karya Ibnu Iraq Al-kittani (ringkasan kedua kitab tersebut).
4. Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifak, karya Al-albani

15
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Pengertian hadits maudhu mempunyai bermacam-macam pendapat,
walaupun demikian dapat ditarik kesimpulah bahwa hadits maudhu adalah hadis
palsu yang dibuat oleh seseorang dan disandarkan kepada nabi Muhammad saw.
Adapun latar belakangnya hadits maudhu tersebut hakikatnya adalah pembelaan
atau pembencian terhadap suatu golongan tertentu.
Hadits maudhu dapat diidentifikasi keberadaannya dengan mengetahuinya
berdasarkan metode-metode tertentu, misalnya mengetahui ciri-ciri yang terdapat
pada sanad dan matannya.
Menyikapi terhadap adanya hadits maudhu sangat beragam, ada sekelompok
orang yang menyikapinya dengan menerima tanpa pertimbangan tertentu, ada pula
yang menerimanya dengan berbagai catatan tertentu, bahkan ada pula yang tidak
menerimanya sama sekali

16
Daftar pustaka

Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di
Indonesia. Gresik :  Pustaka AL FURQAN. 2009.
Ahmad zuhri dan Fatimah zahara. Ulumul hadist. Medan: CV. Manhaji dan fakultas
syariah.2015.
ltr Nurrudin, Ulumul Hadits, Jakarta: Raja Garfindo Persada, 2002.
Munizer Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 1997. Sisilah hadis Dha’if dan Maudhu.
Jakarta: Gema Insani Press
Al-khatib, Muhammad Ajaj. 1998. Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadits.
Jakarta: dar al-al-mas’udi, hafid hasan. Ilmu Musthalah Hadis. Surabaya: Al-Hikmah
Al-qaththan, syaikh manna. 2004. Pengantar Studi Ilmu Hadis. Jakarta : pustaka Al-
Kautsar
Al-adlabi, Shalahudin ibn Ahmad. 2004. Kritik Metodologi Matan Hadis. Jakarta:
Gaya Media Pratama.
Azami, M. Mustafa. 1996. Metedologi Kritik Hadis. Bandung: Pustaka Hidayah Fikr
Ismail, H.M. Syuhudi. 1995. Hadis Nabi Menurut Pembela, Pengikar, dan
Pemalsunya. Jakarta: Gema Insani Press
Khon, H. Abdul Majid. 2009. Ulumul Hadis. Jakarta:Amzah
Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Musthalahul hadis. Bandung:PT. Al Ma’arif
Yunus, H. Mahmud.1986. Terjemah Al-Qur’an Karim. Bandung: Pt Al-Ma’arif
https://sarina222.wordpress.com/2016/05/30/macam-macam-hadist-maudhu/

17

Anda mungkin juga menyukai