Oleh :
Febby Febriyandi YS (Peneliti Budaya BPNB Kepulauan Riau)
Rangkaian kebijakan ini juga dilakukan oleh pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Di
Tanjungpinang sendiri telah pula diambil kebijakan meliburkan seluruh tingkat pendidikan,
menerapkan Bekerja Dari Rumah bagi pegawai pemerintah, melakukan pengawasan terhadap
ODP, hingga melakukan penyemprotan desinfektan di tempat-tempat umum. Beberapa kepala
daerah di Provinsi lain bahkan menghentikan jalur transportasi ke daerahnya seperi Papua dan
Maluku. Di Provinsi Kepri baru pemerintah Kabupaten Lingga yang menutup akses transportasi
ke daerahnya sejak 28 Maret 2020 lalu (tanjungpinangpos.id, 26/3/2020).
Rangkaian kebijakan yang diambil pemerintah pusatsaat ini mendapat respon beragam dari
berbagai kalangan, ada yang setuju dan ada juga yang menilai tidak tepat. Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) misalnya meminta pemerintah tidak ragu dalam mengambil kebijakan isolasi
diri(lockdown) sebagaimana yang pernah dilakukan oleh beberapa negara. IDI berpendapat
bahwa isolasi diri merupakan cara efektif untuk menekan penyebaran virus covid-19
(m.republika.co.id, 22/3/2020). Kebijakan social distancing yang diambil pemerintah hingga saat
ini dinilai kurang berhasil. Hal ini dibuktikandengan pertambahan jumlah pasien positif covid-19
di Indonesia yang mencapai 100 orang setiap hari. Kegagalan kebijakan social distancing
disebabkan karena tingkat kepatuhan masyarakat yang masih rendah.Pasca himbauan “di rumah
saja” oleh pemerintah, masyarakat di berbagai daerah masih saja melakukan aktivitas berkumpul
seperti biasa, di Jakarta misalnya, Kota Tua, Kemang, Sabang dan Hayam Wuruk masih
ditemukan kerumunan orang (kompas.com, 27/3/2020). Hal serupa juga terjadi di wilayah lain
seperti di Provinsi Kepulauan Riau. Di Tanjungpinang, berbagai tempat usaha kuliner masih saja
ramai pengunjung meskipun pemerintah daerah telah mengeluarkan surat edaran. Bahkan pihak
kepolisian terpaksa turun lapangan melakukan pembubaran warga yang sedang berkumpul.
Meskipun mendapat kritikan dari berbagai kalangan, hingga 30 Maret 2020 pemerintah
masih fokus menerapkan kebijakan social distancing.Kebijakan pemerintah ini juga didukung
oleh berbagai praktisi dan pengamat ekonomi yang memperkirakan dampak kebijakan lockdown
yang sangat buruk bagi ekonomi Indonesia. Direktur Riset Center of Reform on Economics
(CORE) Indonesia menyebutkan bahwa skema lockdownbagi Indonesia berdampak jauh lebih
buruk dibandingkan negara lain. Hal ini disebabkan sebagian besar warga Indonesia bekerja pada
sektor informal. Ekonom Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual mengatakan jika Jakarta
diberlakukan lockdown maka dampaknya akan berpengaruh secara nasional, karena 75% uang
dalam pergerakan ekonomi nasional terjadi di Jakarta (harianhaluan.com, 18/3/2020). Dari sisi
sosial, kebijakan lockdown dikhawatirkan akan menimbulkan kepanikan, penjarahan hingga
kerusuhan masal.
Perdebatan mengenai Tarik ulur kebijakan lockdownjuga terjadi di kalangan masyarakat
umum. Dalam berbagai media jejaring sosial online seperti facebook, instagram, dan whatsap
bertebaran komentar rakyat kecil mengenai kebijakan karantina tersebut. Mereka yang umumnya
bekerja dengan pendapatan harian khawatir kebijakan tersebut akan menghambat sumber
penghasilan mereka. Di satu sisi kebutuhan hidup keluarga mereka terus berjalan sementara di
sisi lain mereka tidak memiki cukup tabungan untuk memenuhi kebutuhan selama lockdown
karena penghasilan yang pas-pasan. Ketidak mampuan secara ekonomi barangkali juga akan
dialami oleh masyarakat kelas menengah di kota-kota besar. Hal ini dikarenakan masyarakat
kelas menengah memiliki gaya hidup konsumtif dan memiliki tagihan hutang untuk menaikkan
status sosial mereka. Kadence International Indonesia merilis hasil risetshare of Wallet mereka
pada tahun 2013 yang menunjukkan bahwa 28 persen masyarakat Indonesia berada kondisi
“broke” yaitu kondisi dimana jumlah pengeluaran melebihi besar pendapatan, sehingga
mengalami defisit sekitar 35 persen. Orang-orang yang memiliki penghasilan Rp. 4,3 juta per
bulan memiliki pengeluaran Rp. 5,8 juta, sehingga defisit Rp. 1,5 juta per bulan (tirto.id,
6/7/2016). Jika kelas menengah ini dihadapkan pada kebijakan lockdown diperkirakanmereka
juga tidak akan sanggup bertahan lama.
Soal Ujian!
Lalu menurut pendapat anda apakah solusi untuk keluar dari persoalan ini?, sementara kita
dihadapkan pada kondisi yang kian memburuk. Menurut pendapat anda bagaimanakah strategi
penanganan wabah covid-19 ini dengan menjadikan aspek sosial-budaya sebagai ujung tombak.?
Silahkan mencantumkan referensi yang akurat untuk memperkuat argumentasi anda!
STAY SAFE!
STAY AT HOME!
SELAMAT MENGERJAKAN!