DIBUAT OLEH :
Bulan (191148201072)
DOSEN PEMBIMBING :
Anggota Kelompok :
Kelas : III A
2. Bernadet Yunita
3. Bulan
4. Chrisbaningrum Prehatin
5. Jenly Adinata
I. Tujuan
Mahasiswa dapat menilai terjadi/tidaknya DRPs dalam terapi pasien dan
mengklasifikasikan kejadian DRP tersebut.
b. Etiologi Hipertensi
Penyebab khusus hipertensi hanya bisa ditetapkan pada sekitar 10-15%
pasien. Penting untuk mempertimbangkan penyebab khusus pada setiap kasus
karena beberapa di antara mereka perlu dilakukan pembedahan secara definitif;
kinstriksi arteri ginjal, koarktasi aorta, feokromositoma, penyakit chusing, dan
aldosteronisme primer. Pasien-pasien yang tidak memiliki penyebab khusus
terjadinya hipertensi dapat disebut dengan hipertensi esensial (Gemy, 2013).
Peningkatan tekanan darah biasanya disebabkan oleh kombinasi beberapa
kelainan (multifaktor). Bukti epidemologis menunjuk pada faktor genetik, stress
psikologis, serta faktor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan garam dan
berkurangnya asupan kalsium atau kalium) yang diduga sebagai penyebab terjadinya
hipertensi. Peningkatan tekanan darah bersamaan dengan umur tidak terjadi pada 8
populasi dengan asupan natrium harian rendah. Pasien yang memiliki hipertensi
lebih cenderung tekanan darahnya naik setelah mengkonsumsi makanan dengan
garam yang berlebihan dibandingkan dengan orang normal. Faktor keturunan pada
hipertensi diperkirakan sekitar 30% mutasi-mutasi pada beberapa gen dikaitkan
dengan berbagai penyebab langka hipertensi. Berbagai variasi fungsional gen
angiotensinogen diduga berperan pada terjadinya beberapa hipertensi esensial (
Gray, 2003).
Tekanan darah ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu curah jantung
(cardiac output) dan resistensi vaskular perifer (peripheral vascular resistance).
Curah jantung merupakan hasil kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi
sekuncup (stroke volume), sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena
(venous retum) dan kekuatan kontraksi miokard. Resistensi perifer ditentukan oleh
tonus otot polos pembuluh darah, elastisitas dinding pembuluh darah dan viskositas.
Semua parameter di atas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sistem saraf
simpatis dan para simpatis, system renin-angiotensin-aldosteron (SRAA) dan faktor
lokal berupa bahan-bahan vasoaktif yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh
darah (Rubenstein, 2005).
c. Patofisiologi
Hipertensi merupakan penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh
penyebab spesifik (hipertensi sekunder) atau mekanisme patofisiologi yang tidak
diketahui penyebabnya (hipertensi primer atau esensial). Hipertensi sekunder
bernilai kurang dari 10% kasus hipertensi, pada umumnya kasus tersebut disebabkan
oleh penyakit ginjal kronik atau renovaskular. Kondisi lain yang dapat menyebabkan
hipertensi sekunder antara lain pheochromocytoma, sindrom Cushing, hipertiroid,
hiperparatiroid, aldosteron primer, kehamilan, obstruktif, sleep apnea, dan kerusakan
aorta. Beberapa obat yang dapat meningkatkan tekanan darah adalah kortikosteroid,
estrogen, AINS (Anti Inflamasi Non Steroid), amphetamine, sibutramin, siklosporin,
tacrolimus, erythropoietin, dan venlafaxine (sukandar, 2009).
Multifaktor yang dapat menimbulkan hipertensi primer, adalah:
1. Ketidaknormalan humoral meliputi sistem renin-angiotensin-aldosteron, hormon
natriuretik, atau hiperinsulinemia.
2. Masalah patologi pada system syaraf pusat, serabut saraf otonom, volume plasma,
dan konstriksi arteriol
3. Defisiensi senyawa sintesis lokal vasodilator pada endothelium vaskular,
misalnya prostasiklin, bradikinin, dan nitrit oksida, atau terjadinya peningkatan
produksi senyawa vasokontriktor seperti angiotensin II dan endotelin I.
4. Asupan natrium tinggi dan peningkatan sirkulasi hormon natriuretik yang
menginhibisi transpor natrium intraseluler, menghasilkan peningkatan reaktivitas
vaskular dan tekanan darah
5. Peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler, memicu perubahan vaskular, fungsi
otot halus dan peningkatan resistensi vaskular perifer (Sukandar, 2009).
Pada awal hipertensi diduga ditandai oleh peningkatan curah jantung dengan
resistensi perifer yang normal. Dengan berkembangnya hipertensi resistensi perifer
meningkat dan curah jantung kembali normal (Rubenstein, 2005).
e. Tatalaksana Hipertensi
1. Modifikasi gaya hidup
Semua pasien dan individu dengan riwayata keluarga hipertensi perlu
dinasehati mengenai perubahan gaya hidup, seperti menurunkan kegemukan,
asupan garam total (total 5 gr/hari), asupan lemak jenuh dan alkohol (pria < 21
unit dan perempuan <14 unit perminggu), banyak makan buat dan sayuran,
tidak merokok, dan berolahraga teratur. Semua ini terbukti dapat merendahkan
tekanan darah dan dapat menurunkan penggunaan obat-obatan. Bagi penderita
hipertensi ringan atau nilai batas tanpa komplikasi, pengaruh perubahan ini
dapat dievaluasi dengan pengawasan selama 4-6 bulan pertama (Gray, 2003).
2. Terapi obat
Jika penggunaan obat dirasakan perlu gunakan dosis awal paling rendah
dan secara bertahap ditingkatkan, tergantung respons terhadap terapi, dengan
membiarkan 4 minggu untuk melihat efek, kecuali jika penurunan tekanan darah
itu memang amat diperlukan. Umumnya, obat diminum pada waktu pagi hari,
bukan pada malam hari untuk menghindari eksaserbasi penurunan TD
mendadak di pagi hari yang mungkin merupakan faktor yang berkontribusi pada
tingginya insidensi kejadian kardiovaskular antar jam 05.00—08.00 pagi.
Banyak dokter masih cenderung meresepkan diuretic atau penyekat sebagai
terapi lini pertama karena berdasarkan riset memberikan hasil yang mendukung.
Pentingnya hipertensi sistolik amat ditekankan walaupun sebenarnya sama
pentingnya dengan tekanan darah diastolik sebagai prediktor risiko
kardiovaskular (Tjandrawinata. 2012).
f. Kasus
Ibu NYA mengalami hipertensi 180/100 mmHg, mengeluh kepala nyeri dan
mual, mendapatkan terapi captopril 25 mg 3x1.
Captopril adalah obat untuk menangani hipertensi dan gagal jantung. Captopril
atau kaptopril merupakan obat golongan ACE inhibitor yang bekerja dengan cara
menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin berperan
dalam penyempitan pembuluh darah. Cara kerja ini akan membantu melebarkan
pembuluh darah, sehingga aliran darah lebih lancar dan tekanan darah pun menurun.
Obat ini bekerja melalui penghambatan aksi dari sistem renin-angiotensin. Efek
utama ACE inhibitor adalah menurunkan efek ACE. Kondisi ini akan menurunkan
perlawanan pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah (Hayens, 2003). Dosis
pakai untuk obat captopril 50 mg dan dosis lazim 150-200 mg.
Selain digunakan untuk mengatasi hipertensi, obat captopril juga sering
digunakan untuk mencegah terjadinya stroke, serangan jantung, nefropatia diabetes,
hingga permasalahan ginjal. Hal ini karena kemampuan captopril dalam melebarkan
pembuluh darah dan memperbaiki sirkulasi darah sehingga mencegah terjadinya
penyakit-penyakit kronis tersebut. Captopril adalah obat resep sehingga
penggunaannya tidak dapat sembarangan dan memerlukan resep dari dokter. Namun
terdapat beberapa rekomendasi dosis yang biasa digunakan oleh dokter, yaitu :
1. Hipertensi: Dosis captopril awal sebanyak 25-75 mg yang terbagi menjadi 2-3
dosis sehari. Pada dosis lanjutan, dosis captopril yang diberikan sebanyak 100-
150 mg yang terbagi menjadi 2-3 dosis sehari.
2. Gagal Jantung: Dosis captopril awal sebanyak 6,25-12,5 mg yang dikonsumsi 2-3
kali sehari. Pada dosis lanjutan, dosis yang diberikan sebanyak 75-150 mg. Dosis
maksimal penggunaan obat ini untuk gagal jantunga dalah 450 mg per hari.
3. Pasca Serangan Jantung: Dosis captopril pada pengobatan awal sebanyak 6,25-
12,5 mg yang dikonsumsi 3 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan menjadi 50 mg
yang dikonsumsi 3 kali sehari.
4. Nefropatía Diabetes: Dosis yang digunakan untuk mengatasi penyakit ini adalah
25 mg yang dikonsumsi 3 kali sehari
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap program
ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan dan kualitas hidup
sehubungan dengan terapi (Brunner &Suddart, 2015).
Pada kasus ini didapatkan data ibu NYA yang mengalami hipertensi 180/100
mmHg mengatakan kepalanya terasa nyeri dan mual. Keluhan yang disampaikan
oleh ibu NYA tersebut sesuai dengan tanda dan gejala hipertensi menurut (Crowin,
(2000) dan Wijaya & Putri, (2013), yaitu Nyeri kepala kadang – kadang disertai
mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan intracranial.
Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral. Alasan diagnose ini ditegakkan karena dibuktikan dengan data pasien
mengatakan kepalanya terasa sakit dan mual dan sudah meminum obat captopril 25
mg 3x 1 sehari
Tabel DRPs:
Nama Obat Tepat Tepat Tepat Dosis Efek
Indikasi Pemilihan Samping
Captopril Tepat untuk Tepat, untuk Tepat, untuk Pusing,
menangani menurunkan penderita hipertensi mual, nyeri
hipertensi. tekanan darah. dosis captopril awal dada, batuk
sebanyak 25-75 mg kering dan
yang terbagi menjadi denyut
2-3 dosis sehari. Pada jantung
dosis lanjutan, dosis cepat.
captopril yang
diberikan sebanyak
100-150 mg yang
terbagi menjadi 2-3
dosis sehari.
VI. Kesimpulan
• Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan
dari pengalaman pasien atau diduga akibat terapi obat sehingga potensial
mengganggu keberhasilan penyembuhan yang dikehendaki.
• Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang menetap,
seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan sistoliknya melebihi 140 mmHg dan
atau diastoliknya melebihi 90 mmHg berdasarkan rerata dua atau tiga kali
kunjungan yang cermat sewaktu duduk dalam satu atau dua kali kunjungan.
• Pada kasus Ibu NYA yang mengalami hipertensi 180/100 mmHg, mengeluh kepala
nyeri dan mual, mendapatkan terapi captopril 25 mg 3x1. Keluhan yang
disampaikan oleh ibu NYA tersebut sesuai dengan tanda dan gejala hipertensi. Obat
captopril yang diberikan dan dosis yang diberikan tepat dan sesuai dengan yang
seharusnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, D.A, dkk. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi
pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang
Periode Januari Sampai Juni 2008.
Fitriyani. 2017. Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Kategori Interaksi Obat
dengan Obat Terhadap Pasien Hipertensi di RSUD Haji Makassar Prov.
Sul-Sel Tahun 2016. Makassar: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.