Anda di halaman 1dari 6

PENGELOLAAN KUALITAS UDARA

(TL6116)

Disusun oleh:
Neni Fitria Rahayu
25320012

PROGRAM MAGISTER TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2021
Kriteria dan toksik polutan udara mewakili dua kelas polutan udara dengan sifat kimia dan fisik
yang beragam (Suh et al., 2000). Polusi udara sendiri berkontribusi terhadap berbagai efek
kesehatan yang merugikan. EPA telah menetapkan standar kualitas udara ambien nasional (NAAQS)
untuk enam kriteria polutan udara yang paling umum yaitu karbon monoksida, timbal, ozon,
partikulat, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida yang dikenal sebagai polutan udara "kriteria" (atau
"kriteria polutan"). Kehadiran polutan ini di udara ambien umumnya disebabkan oleh berbagai
sumber emisi yang beragam dan tersebar luas (Epa, 2016)

1. Karbon Monoksida (https://www.youtube.com/watch?v=6iyAHeH7nHg)


Karbon Monoksida (CO) adalah produk dari pembakaran senyawa yang mengandung karbon yang
tidak sempurna. Sumber pembakaran stasioner menghasilkan CO, yang teroksidasi menjadi CO 2 saat
menyebar di udara dari sumber stasioner (Miller, 2011a). Komponen Karbon monoksida (CO) berasal
knalpot kendaraan bermotor, yang berkontribusi sekitar 60 persen dari semua emisi CO secara
nasional. Sumber emisi CO lainnya termasuk proses industri, pembakaran bahan bakar non-
transportasi,dan sumber alami seperti kebakaran hutan (John J. Vandenberg, 2013).
Konsentrasi CO yang tinggi dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan patologis yang akhirnya
menyebabkan kematian. Karbon monoksida dapat memasuki aliran darah melalui paru-paru dan
mengurangi pengiriman oksigen ke organ dan jaringan tubuh. Ancaman kesehatan dari tingkat CO
yang lebih rendah paling serius bagi mereka yang menderita penyakit kardiovaskular, seperti angina
pektoris. Pada tingkat paparan yang jauh lebih tinggi, CO dapat beracun, dan bahkan individu yang
sehat dapat terpengaruh. Gangguan penglihatan, berkurangnya kapasitas kerja, berkurangnya
ketangkasan manual, kemampuan belajar yang buruk, dan kesulitan untuk focus dalam melakukan
kegiatan (Miller, 2011b).
Karbon monoksida tidak memiliki efek yang merugikan pada permukaan material. Pada
konsentrasi lingkungan, percobaan belum menunjukkan CO untuk menghasilkan efek berbahaya
pada kehidupan tanaman. Karbon monoksida telah ditemukan sebagai peserta kecil dalam reaksi
fotokimia, yang mengarah ke pembentukan ozon (Miller, 2011b).

2. Ozone (https://www.youtube.com/watch?v=TkZ_KcQK008)
Ozon permukaan tanah adalah konstituen utama kabut asap perkotaan yang merupakan polutan
sekunder yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi foto-kimia yang melibatkan nitrogen oksida dan
VOC. (Suh et al., 2000). Ozon memiliki struktur kimia yang sama apabila terjadi tinggi di atas bumi
atau di permukaan tanah dan bisa berdampak baik atau buruk tergantung pada lokasinya di
atmosfer (Easterly, 2015).
Paparan jangka pendek terhadap ozon permukaan tanah dapat menyebabkan berbagai efek
kesehatan pernapasan, termasuk peradangan pada lapisan paru-paru, berkurangnya fungsi paru-
paru, dan gejala pernapasan seperti batuk, mengi, nyeri dada, terbakar di dada, dan sesak napas
(Anwar et al., 2016). Paparan ozon dapat menurunkan kapasitas untuk melakukan olahraga dan juga
dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pernapasan. Penyakit pernapasan yang disebabkan
meliputi seperti asma, emfisema, dan bronkitis, yang menyebabkan peningkatan penggunaan obat-
obatan, ketidakhadiran dari kunjungan sekolah, dokter dan gawat darurat, dan penerimaan rumah
sakit. Paparan ozon jangka pendek dikaitkan dengan kematian dini (T & Reddy, 2011).
Menurut U.S EPA, ozon permukaan tanah dapat memiliki efek berbahaya pada vegetasi dan
ekosistem yang sensitif. Ketika konsentrasi ozon yang cukup memasuki daun tanaman, itu dapat:
 Mengganggu kemampuan tanaman sensitif untuk memproduksi dan menyimpan makanan.
• Terlihat merusak daun pohon dan tanaman lainnya, merusak munculnya vegetasi di daerah
perkotaan, taman nasional, dan area rekreasi.

2
• Terlihat merusak daun pohon dan tanaman lainnya, merusak munculnya vegetasi di daerah
perkotaan, taman nasional, dan area rekreasi (WHO, 2013).

3. Partikel (PM 2.5 dan PM 10) (https://www.youtube.com/watch?v=-03IMsahHLs)


Partikel adalah istilah umum yang digunakan untuk potongan-potongan kecil kabut aerosol, debu,
kotoran, dan jelaga yang ditemukan di udara. Beberapa partikel yang besar atau cukup gelap untuk
dilihat sebagai jelaga atau asap. Terdapat juga yang sangat kecil sehingga hanya dapat dideteksi
dengan mikroskop elektron. Total partikel tersuspensi (TSP) termasuk partikel hingga sekitar seratus
mikrometer dengan diameter. Partikel halus (PM 2.5) berdiameter kurang dari dua setengah
mikrometer dan partikel yang lebih besar hingga sepuluh mikrometer disebut sebagai partikel (PM 10)
(Easterly, 2015).
Polusi udara partikulat halus (PM) disebabkan oleh campuran partikel padat dan cair yang
tersuspensi udara di udara yang bervariasi dalam jumlah, ukuran, bentuk, luas permukaan,
komposisi kimia, kelarutan, dan asal (Zaharia, 2016).
Studi terbaru menunjukkan bahwa partikel terkecil menimbulkan ancaman kesehatan yang paling
serius karena mereka dapat dihirup lebih dalam ke paru-paru dan lebih sulit untuk dihembuskan.
Partikel kasar halus dan lebih besar cukup kecil untuk dihirup ke paru-paru. Partikel-partikel ini dapat
terakumulasi dalam sistem pernapasan dan dikaitkan dengan banyak efek Kesehatan (Quality &
Group, 2012).
Selain memicu masalah kesehatan partikulat juga menyebabkan masalah terhadap ekosistem
lingkungan. PM2.5 adalah penyebab utama berkurangnya visibilitas di banyak bagian Amerika Serikat.
Gangguan visibilitas ke segala arah di area yang luas disebut sebagai kabut regional. PM 2.5
menyebabkan kabut, karena debu dan partikel jelaga menyebarkan dan menyerap cahaya secara
efektif, yang menghasilkan penampilan kabur dari langit. Kabut mempengaruhi kualitas hidup
dengan merusak visibilitas di banyak pemandangan indah, taman nasional, dan bahkan dari
bangunan tinggi di daerah perkotaan. Banyak jenis PM2.5 berkontribusi terhadap kabut, termasuk:
unsur karbon (jelaga), bahan kerak (debu), nitrat, karbon organik (hidrokarbon gas), dan sulfat.
Partikel udara juga dapat memberi dampak ekonomi seperti dapat merusak cat dan bahan bangunan
(Easterly, 2015).

4. Nitrogen Dioksida (https://www.youtube.com/watch?v=Gv5kfXRARN0)


Nitrogen dioksida (NO2) adalah salah satu bahan kimia dalam kelas tujuh gas yang sangat reaktif
yang disebut nitrogen oksida (NO x). Kelas NOx terdapat dalam berbagai bentuk molekul nitrogen dan
molekul oksigen terikat bersama-sama. NO 2 dipilih sebagai kriteria polutan yang diatur karena
merupakan bentuk yang paling umum di udara yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. Hal ini juga
penyebab utama dalam pembentukan ozon. Gas NO 2 terbentuk ketika bahan bakar dibakar pada
suhu tinggi, terutama dari knalpot kendaraan bermotor dan pembakaran bahan bakar stasioner,
seperti utilitas listrik dan boiler industri (Moshammer et al., 2020).
Paparan jangka pendek dan jangka panjang terhadap NO 2 dapat menyebabkan efek kesehatan.
Efek kesehatan yang terkait dengan dua jenis paparan sering berbeda dalam karakter. Paparan
jangka pendek terhadap konsentrasi NO 2 yang sangat tinggi dapat mengakibatkan kerusakan paru
yang parah pada manusia yang sehat. Paparan orang dengan penyakit paru-paru kronis seperti asma
dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dapat menyebabkan respons jangka pendek seperti
perubahan fungsi paru-paru atau respons saluran napas. Paparan kronis (yaitu jangka panjang)
terhadap NO2 telah dikaitkan dengan peningkatan gejala pernapasan, terutama ketika diamati di
bawah paparan dalam ruangan (Comission & Working Group, 1997).

3
Setiap perubahan nitrogen yang disimpan ke ekosistem akan menyebabkan perubahan status
nutrisi sistem. Ini akan menyebabkan konsekuensi biologis seperti mendukung spesies yang
mencintai nitrogen, eutrofikasi dan dalam kasus yang paling parah, pengasaman. Pengasaman, pada
gilirannya, terkait dengan kebocoran nitrat ke tanah dan air permukaan, karena sistem tidak dapat
mengkonsumsi semua nitrogen yang disimpan. Secara tidak langsung, O 3 yang terbentuk melalui
emisi NOx juga dapat merusak vegetasi, tanaman, vegetasi alami dan hutan (WHO, 2000).

5. Sulfur Dioksida (https://www.youtube.com/watch?v=YDdpxYWLWgk)


Sulfur dioksida (SO2) adalah gas yang tidak berwarna dan tidak mudah terbakar dengan bau yang
mencekik dan mencekik. Ini diproduksi secara alami melalui aktivitas panas bumi. Namun, sekitar
99% sulfur dioksida di atmosfer telah dibuat secara artifisial. Sumber antropogenik termasuk bahan
bakar fosil (terutama batubara dan minyak bumi) penyulingan dan pembakaran, smelter non-
ferrous, smelter bijih besi, pabrik pulp dan kertas, sumber transportasi dan pabrik baja. Sumber area
termasuk pemanas ruang perumahan, industri dan komersial (misalnya batubara yang digunakan
sebagai bahan bakar di perapian rumah) (Riordan & Adeeb, 2004).
Dampak Emisi SO2 terhadap ekosistem yaitu dapat menyebabkan pengendapan hujan asam
dalam jarak yang sangat jauh, seringkali lebih dari 1000 KM dari sumbernya. Hujan asam dapat
merusak ekosistem dalam skala regional. Ini adalah masalah utama di belahan bumi utara, di mana
seluruh hutan telah menderita defoliasi dan dieback, dan danau dan saluran air telah kehilangan
kemampuan untuk mendukung kehidupan karena perubahan keasaman dan mobilisasi mineral
tertentu (Riordan & Adeeb, 2004).
Selain itu SO2 juga memberi efek pada visibilitas Sulfur dioksida dapat membentuk partikel
sekunder (sulfat) yang menyebabkan kabut dan mengurangi visibilitas karena kemampuan
hamburan cahaya yang tinggi. Partikel sulfat ini memiliki efek modifikasi pada pemanasan rumah
kaca yang ditingkatkan karena memantulkan panas yang masuk dari matahari (Chen et al., 2007).

6. Timbal (https://www.youtube.com/watch?v=kQSzITOtLb8)
Salah satu zat pencemar udara yaitu logam berat Timbal (Pb) dihasilkan dari pembakaran yang
kurang sempurna pada mesin kendaraan. Logam Pb di alam tidak dapat didegradasi atau
dihancurkan dan disebut juga sebagai non-essential trace element yang paling tinggi kadarnya,
sehingga ia sangat berbahaya jika terakumulasi pada tubuh dalam jumlah yang banyak. Logam Pb
yang mencemari udara terdapat dalam dua bentuk, yaitu dalam bentuk gas dan partikel-partikel
(Fardiaz, 1992).
Efek yang ditimbulkan tidak main-main. Salah satunya yaitu kemunduran IQ dan kerusakan otak
yang ditimbulkan dari emisi timbal ini. Pada orang dewasa umumnya ciri-ciri keracunan timbal
adalah pusing, kehilangan selera, sakit kepala, anemia, sukar tidur, lemah, dan keguguran
kandungan. Selain itu timbal berbahaya karena dapat mengakibatkan perubahan bentuk dan ukuran
sel darah merah yang mengakibatkan tekanan darah tinggi (Gusnita, 2012)
Timbal dapat menyebabkan kontaminasi di tanah yang menyebabkan berbagai masalah
lingkungan, termasuk hilangnya vegetasi, polusi sumber daya air bawah tanah. Toksisitas timbal dari
lingkungan cenderung masuk ke hewan dan kesehatan manusia melalui rantai makanan. Keracunan
timbal akut telah menjadi langka di negara-negara seperti itu, tetapi paparan kronis terhadap logam
tingkat rendah masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, terutama di antara beberapa
minoritas dan kelompok yang kurang beruntung secara sosial ekonomi (Alushllari, 2016).

4
Referensi

1. Alushllari, M. (2016). Negative Effects of Lead in Environment Ecosystems and Human


Health. Journal of International Environmental Application and Science, 14(5), 108–112.
2. Anwar, F., Chaudhry, F. N., Nazeer, S., Zaman, N., & Azam, S. (2016). Causes of Ozone Layer
Depletion and Its Effects on Human: Review. Atmospheric and Climate Sciences, 06(01), 129–
134. https://doi.org/10.4236/acs.2016.61011
3. Chen, T. M., Gokhale, J., Shofer, S., & Kuschner, W. G. (2007). Outdoor Air Pollution:
Nitrogen Dioxide, Sulfur Dioxide, and Carbon Monoxide Health Effects. The American Journal
of the Medical Sciences, 333(4), 249–256. https://doi.org/10.1097/MAJ.0B013E31803B900F
4. Comission, E., & Working Group, N. (1997). European Commission, 1997. Position paper on
air quality: nitrogen dioxide. Working Group on Nitrogen Dioxide, EC. November, 20.
5. Easterly, T. W. (2015). INDIANA DEPARTMENT OF ENVIRONMENTAL MANAGEMENT
www.idem.IN.gov. May.
6. Epa, U. S. (2016). Criteria Air Pollutants. Encyclopedia of Immunotoxicology, October, 218–
218. https://doi.org/10.1007/978-3-642-54596-2_200326
7. Fardiaz, S., 1992, Polusi Air dan udara, Kanisius, Yogyakarta.
8. Gusnita, D. (2012). Pencemaran logam berat timbal (pb) di udara dan upaya penghapusan
bensin bertimbal. Berita Dirgantara, 13(3), 95–101.
9. Indoor Air Quality Association. 2017. The Dangers of Lead.
https://www.youtube.com/watch?v=kQSzITOtLb8 . Diakses pada tanggal 31 Agustus 2021.
10. John J. Vandenberg. (2013). Hazardous air pollution approaches and challenges in identifying
assessment priorities. 95–99. https://www.iarc.fr/en/publications/books/sp161/161-
Chapter8.pdf
11. Medicosis Perfectionalis. 2019. Carbon Monoxide Poisoning.
https://www.youtube.com/watch?v=6iyAHeH7nHg . Diakses pada tanggal 31 Agustus 2021.
12. Miller, B. G. (2011a). Coal-Fired Emissions and Legislative Action. Clean Coal Engineering
Technology, 301–374. https://doi.org/10.1016/B978-1-85617-710-8.00008-X
13. Miller, B. G. (2011b). The Effect of Coal Usage on Human Health and the Environment. Clean
Coal Engineering Technology, 85–132. https://doi.org/10.1016/B978-1-85617-710-8.00004-2
14. Moshammer, H., Poteser, M., Kundi, M., Lemmerer, K., Weitensfelder, L., Wallner, P., &
Hutter, H. P. (2020). Nitrogen-dioxide remains a valid air quality indicator. International
Journal of Environmental Research and Public Health, 17(10).
https://doi.org/10.3390/ijerph17103733
15. Murcia, John Michael. 2018. Sulfur Pollution. https://www.youtube.com/watch?
v=YDdpxYWLWgk .Diakses pada tanggal 31 Agustus 2021.
16. Oizom, 2020. PM2.5 and PM10 monitors: Importance and application in air quality
monitoring, Dust monitoring. https://www.youtube.com/watch?v=-03IMsahHLs . Diakses
pada tanggal 31 Agustus 2021.
17. Quality, A. I. R., & Group, E. (2012). Fine Particulate Matter ( PM 2 . 5 ) in the United
Kingdom.
18. Riordan, D., & Adeeb, F. (2004). Air Quality Monitoring for Sulphur Dioxide in Metropolitan
Adelaide. Environment Protection Authority, 27
https://www.epa.sa.gov.au/files/477254_so2_repo.
https://www.epa.sa.gov.au/files/477254_so2_report.pdf

5
19. Suh, H. H., Bahadori, T., Vallarino, J., & Spengler, J. D. (2000). Criteria air pollutants and toxic
air-pollutants. Environmental Health Perspectives, 108(SUPPL. 4), 625–633.
https://doi.org/10.1289/ehp.00108s4625
20. T, S., & Reddy, K. K. S. K. (2011). Ozone Layer Depletion and Its Effects: A Review.
International Journal of Environmental Science and Development, May, 30–37.
https://doi.org/10.7763/ijesd.2011.v2.93
21. The Nature Conservancy , 2016. What is Nitrogen Pollution?.
https://www.youtube.com/watch?v=Gv5kfXRARN0 . Diakses pada tanggal 31 Agustus
22. University of Illinois Extension. 2014. Good and Bad Ozone.
https://www.youtube.com/watch?v=TkZ_KcQK008 .Diakses pada tanggal 31 Agustus 2021.
23. WHO. (2000). Effects of nitrogen containing air pollutants : critical levels. Air Quality
Guidelines for Europe - Second Edition, 1, 288.
24. WHO. (2013). Health risks of ozone from long-range transboundary air pollution. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
25. Zaharia, C. (2016). Particulate matter ( settled particles , coarse PM10 , fine PM2 . 5 or PM1 ,
ultrafine particles ) in urban atmosphere : characteristics , quality control and health effects
Chapter 10 Particulate matter ( settled particles , coarse PM 10 , fine PM 2 . 5). 2741(31).

Anda mungkin juga menyukai