Anda di halaman 1dari 28

10

BAB ll
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TB Paru

2.1.1 Pengertian

TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium Tuberculosis, yang paling umum memengaruhi paru-paru.

Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui cairan dari tenggorokan

dan paru-paru seseorang dengan penyakit pernapasan aktif (WHO, 2012).

Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium Tuberculosis dan biasanya mengenai paru, meskipun organ

lain dapat pula terlibat (Harrison , 2014 hal 112).

TBC adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

TBC (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TBC menyerang

paru tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya ( Depkes , 2010 ).

Kesimpulan penulis dari beberapa literatur diatas bahwa pengertian

dari TBC adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberculosis yang biasanya menyerang organ paru-paru, akan tetapi dapat

juga menyerang organ lain, seperti tulang, ginjal, dan yang lainnya.
11

2.1.2 Etiologi

Mycobacterium Tuberculosis adalah bakteri anaerob yang berukuran

0,5 mm kali 3 mm berbentuk batang yang tidak berspora. Mikobakteri,

termaksud Mycobacterium Tuberculosis sering netral pada pewarnaan gram,

sifat inilah yang menjadi dasar klasifikasi sebagai basil tahan asam. Dinding

sel mikobakteri, lemak berikatan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan

dibawahnya. Struktur ini yang menyebabkan permeabilitas dinding sel

sangat rendah sehingga menurunkan keefektifan sebagian besar antibiotik

(Harrison, 2014).

Mycobacterium Tuberculosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus

yaitu tahan terhadap asam, oleh karena itu disebut pula sebagai basil tahan

asam. Kuman Mycobacterium Tuberculosis cepat mati dengan sinar matahari

langsung, tetapi juga dapat bertahan hidup beberapa jam di tempatyang gelap

dan lembab. Kuman ini dapat dormant,tertidur lama selama beberapa tahun

di dalam jaringan tubuh (Depkes, 2012).

Penulis menyimpulkan dari beberapa literatur diatas bahwa

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung.

Mycobacterium tuberculosis termasuk bakteri gram positif dan

berbentuk batang. Mycobacterium tuberculosis umumnya menyerang

paru dan sebagian kecil organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat

khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai

untuk identifikasi dahak secara mikroskopis sehingga disebut sebagai


12

basil tahan asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan

matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap

dan lembab. Kuman dapat dormant (tertidur) sampai beberapa tahun dalam

jaringan tubuh.

2.1.3 Patofisiologi

Patofisiologi menurut Depkes (2012) mengemukakan bahwa infeksi

primer terjadi saat seseorang terpapar dengan kuman Mycobacterium

Tuberculosis. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya melewati sistem

pertahanan mukosa bronkus dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus

sehingga menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman Mycobacterium

Tuberculosis berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru dan ini

disebut sebagai kompleks primer. Waktu untuk terjadinya infeksi sampai

pembentukan kompleks primer ialah 4-6 minggu. Masa inkubasi yaitu waktu

yang diperlukan mulai terinfeksi sampai terjadinya sakit, diperkirakan

sekitar 6 bulan. Mycobacterium Tuberculosis pasca primer biasanya terjadi

setelah beberapa bulan atau tahun sesudah terinfeksi primer misalnya karena

HIV atau status gizi yang buruk. Kuman yang bersarang ke jaringan paru

akan berbentuk sarang Tuberculosis pneumonia kecil yang disebut sarang

ghon (fokus). Sarang primer ini dapat terjadi pada semua jaringan paru, dan

bila menjalar sampai ke pleura maka terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga

masuk kedalam saluran gastrointesninal, jaringan limfa, orofaring, dan kulit.


13

Patofisiologi

Kuman dibatukkan / bersin (droplet nuclei inbornei)

Terhisap orang sehat

Menempel dijalan nafas / paru-paru

Menetap disitoplasma

Membentuk sarang TB Pneumonia kecil

Sarang primer / efek primer

Radang saluran pernafasan

Limfangitis regional

Kompleks primer

Sembuh sembuh dengan bekas komplikasi

Bagan 2.1 patofisiologi TB Paru

Sumber : Depkes, 2012


14

2.1.4 Tipe Penderita TB Paru (Dinkes, 2014)

2.1.4.1 Kasus baru

Kasus baru adalah penderita yang belum diobati dengan OAT atau

sudah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

2.1.4.2 Kambuh (relaps)

Kambuh adalah penderita TB Paru yang sebelumnya mendapat

pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh kemudian kembali

lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

2.1.4.3 Pindahan (Transfer In)

Pindahan adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan

disuatu kabupaten / kota lain. Penderita pindahan tersebut harus

membawa surat rujukan / pindah.

2.1.4.4 Lalai

Lalai adalah penderita yang sudah berobat kurang dari 1 bulan,

dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali untuk

berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA positif.

2.1.4.5 Lain – lain

2.1.4.5.1 Gagal

Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap

positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke-5

(satu bulan sebelum akhir pengobatan atau lebih).


15

2.1.4.5.2 Kronis

Kronis adalah penderita dengan hasil BTA positif

setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 (Depkes,

2012)

2.1.5 Manifestasi Klinik

Gejala utama pasien TBC adalah batuk berdahak selama 2 sampai 3

minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak

bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan

menurun (anoreksia), berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari

tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2012)

2.1.5.1 Gejala Umum

Gejala umum yang terjadi pada pasien TB Paru meliputi :

2.1.5.1.1 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat

disertai dengan darah).

2.1.5.1.2 Demam yang tidak teralu tinggi yang berlangsung

lama, biasanya dirasakan malam hari disertai

keringat malam, Kadang-kadang seperti influenza

dan bersifat hilang timbul.

2.1.5.1.3 Penurunan nafsu makan dan berat badan.

2.1.5.1.4 Perasaan tidak enak (malaise) atau lemah.


16

2.1.5.2 Gejala Khusus

Gejala khusus yang terjadi pada pasien TB Paru meliputi :

2.1.5.2.1 Sumbatan bronkus (saluran menuju paru-paru)

akibat penekanan kelenjar getah bening yang

membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara

napas melemah yang disertai sesak.

2.1.4.2.2 Cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru),

dapat disetai dengan keluhan sakit dada.

2.1.4.2.3 Infeksi tulang yang pada suatu saat dapat

membentuk saluran dan bermuara pada kulit

diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

2.1.4.2.4 Mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan

disebut sebagai meningitis (radang selaput otak),

gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan

kesadaran dan kejang-kejang yang biasanya terjadi

pada anak-anak.

2.1.5 Komplikasi

Francis (2012) menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan

tuberculosis yaitu:

2.1.5.2.1 Efusi pleura

Keluarnya cairan dari pembuluh darah atau pembuluh limfe ke

dalam jaringan selaput paru, yang disebabkan oleh adanya

penjelasan material masuk ke rongga pleura. Material


17

mengandung bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi

dan eksudat pleura yang kaya akan protein.

2.1.5.2.2 Emfisema

Penumpukan cairan terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas

pleura, rongga pleura yang disebabkan oleh terinfeksinya pleura

oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis (pleuritis tuberkulosis).

2.1.5.2.3 TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)

Bakteri Mycobacterium Tuberculosis bila masuk dan berkumpul

di dalam saluran pernapasan akan berkembang biak terutama pada

orang yang daya tahan tubuhnya lemah, dan dapat menyebar

melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, oleh karena

itu dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak,

ginjal, dan saluran pencernaan.

2.1.5.2.4 Kerusakan parenkim paru berat

Mycobacterium Tuberculosis dapat menyerang atau

menginfeksi parenkim paru, sehingga jika tidak ditangani akan

menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim paru yang

terinfeksi.

2.1.5.2.5 Sindrom gagal napas

Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang

meluas, menyebabkan gagal napas atau ketidakmampuan paru-

paru untuk mensuplai oksigen ke seluruh jaringan tubuh.


18

2.2 Pengetahuan

2.2.1 Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan

terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).

Basyiruddin (2010) menjelaskan pengertian pengetahuan adalah

hasil penggunaan panca indera dan akan menimbulkan kesan dalam

pikiran manusia. Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta

dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan

masalah yang dialami.

Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting dalam

terbentuknya suatu tindakan. Terbentuknya perilaku seseorang karena

adanya pengetahuan yang ada pada dirinya dan terbentuklah suatu

perilaku baru. Seseorang yang terlebih dahulu diberi stimulus yang

berupa informasi tentang upaya pencegahan penyakit TBC sehingga

menimbulkan pengetahuan yang baru dan selanjutnya menimbulkam

respon dalam bentuk sikap pada orang tersebut terhadap informasi

pencegahan penyakit TBC yang diketahuinya. Rangsangan tersebut

berupa informasi pencegahan penyakit TBC yang telah diketahuinya dan

disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi


19

berupa tindakan atau sehubungan dengan stimulus atau informasi tentang

pencegahan penyakit TBC (Notoatmodjo, 2012).

Peneliti menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah suatu

informasi yang didapatkan oleh seseorang sehingga orang tersebut

menjadi tau mengenai suatu hal dan pengetahuan tersebut dijadikan bahan

pertimbangan dalam bersikap dan melakukan tindakan.

2.2.2 Tingkat pengetahuan

Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa pengetahuan yang tercakup

dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

2.2.2.1 Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat

ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima.

2.2.2.2 Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Memahami

suatu objek bukan skedar tahu terhadap objek tersebut, tidak

sekedar dapat menyebutkan.


20

2.2.2.3 Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang

sebenarnya atau nyata. Aplikasi juga dapat diartikan apabila

orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat

menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui

tersebut pada situasi yang lain.

2.2.2.4 Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di

dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu

sama lain. Kemampuan seseorang dalam hal ini seperti

menjabarkan, memisahkan, kemudian mencari hubungan antara

komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau

objek yang diketahui.

2.2.2.5 Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan, merangkum bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis adalah suatu kemampuan

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

2.2.2.6 Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.


21

Penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan

sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada.

2.2.3 Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Budiman (2013) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi terbentuknya pengetahuan adalah sebagai berikut:

2.2.3.1 Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang yang semakin tinggi, maka

semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula

pengetahuan yang dimiliki.

2.2.3.2 Informasi/ media

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun

non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga

menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.

Informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan

kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal

tersebut.

2.2.3.3 Sosial, budaya, dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui

penalaran sehingga akan menambah pengetahuannya. Status

ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu

fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status

sosial ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan seseorang.


22

2.2.3.4 Lingkungan

Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan

ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut.

Interaksi timbal balik atau pun tidak, yang akan direspon sebagai

pengetahuan oleh setiap individu.

2.2.3.5 Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara

mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam

memecahkan masalah yang dihadapi di masa lalu.

2.2.3.6 Umur

Umur juga memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Bertambahnya umur seseorang, maka akan semakin berkembang

pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin membaik.

2.3 Sikap

2.3.1 Pengertian

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan kesiapan atau

kesediaan untuk bertindak. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup,

bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap
23

merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu

sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2012).

Sikap dalam hal ini merupakan sikap seseorang terhadap

pencegahan penyakit TB Paru. Sikap merupakan kecenderungan seseorang

untuk menginterpretasikan sesuatu dan bertindak atas dasar hasil

interpretasi yang diciptakannya. Sikap seseorang terhadap sesuatu dibentuk

oleh pengetahuan, nilai-nilai yang diyakini dan norma-norma yang dianut.

Faktor yang dapat mempengaruhi seseorang, informasi perlu disampaikan

secara perlahan-lahan dan berulang-ulang dengan memperlihatkan

keuntungan dan kerugiannya bila mengadopsi informasi tersebut

(Budiman, 2013).

Bagan dibawah ini dapat lebih menjelaskan uraian tersebut.

Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi

Stimulus Proses Reaksi


Rangsangan Stimulus
Tingkah laku
(terbuka)

Sikap
(tertutup)

Bagan 2.2 Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi (azwar , 2013)

Proses pembentukan sikap dapat terjadi karena adanya rangsangan,

seperti pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit TBC.


24

Rangsangan tersebut menstimulus diri masyarakat untuk member respon,

dapat berupa sikap positif maupun negatif, akhirnya akan diwujudkan

dalam perilaku atau tidak (Azwar, 2013).

Setiap orang yang mempunyai perasaan positif terhadap suatu objek

psikologis dikatakan menyukai objek tersebut atau mempunyai sikap

favorable terhadap objek itu, sedangkan individu yang mempunyai

perasaan negatif terhadap suatu objek psikologis dikatakan mempunyai

sikap yang unfavorable terhadap objek sikap tersebut (Azwar, 2013).

2.3.2 Komponen sikap

Komponen sikap dibagi menjadi 3 komponen pokok menurut

Notoatmodjo, 2012 yaitu :

2.3.2.1 Kepercayaan, ide, pengalaman dan konsep terhadap suatu objek.

Pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba atau mengejutkan

meninggalkan kesan yang paling dalam pada jiwa seseorang.

Kejadian dan peristiwa yang terjadi secara berulang-ulang dan

terus-menerus dapat mempengaruhi terbentuknya sikap.

2.3.2.2 Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

Sikap yang didasari oleh emosi yang fungsinya hanya sebagai

penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan

ego. Sikap yang demikian merupakan sikap sementara dan segera

berlalu setelah frustasi hilang, namun dapat juga menjadi sikap

yang lebih persisten dan bertahan lama.


25

2.3.2.3 Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Pembentukan sikap dapat mempengaruhi orang lain dalam

bertindak. Komponen ini merupakan aspek kecenderungan

berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki oleh seseorang.

Aspek ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau

bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh. Penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan

emosi memegang peranan pentingmisalnya, seorang ibu telah mendengar

mengenai penyakit TBC (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan

sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan

berusaha supaya anaknya tidak terkena penyakit TBC. Komponen emosi

dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat untuk melakukan

pencegahan agar anaknya tidak terkena penyakit TBC. Ibu ini mempunyai

sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit TBC (Notoatmodjo,

2012).

2.3.3 Tingkatan sikap

Notoatmodjo (2012) membagi sikap dalam berbagai tingkatan, yaitu:

2.3.3.1 Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).


26

2.3.3.2 Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari

sikap. Usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas

yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, berarti

orang itu menerima ide tersebut.

2.3.3.3 Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap. Menghargai juga dapat

diartikan sebagai subjek atau stimulus memberikan nilai yang

positif terhadap objek atau stimulus, bahkan dapat mengajak atau

mempengaruhi orang lain untuk merespon.

2.3.3.4 Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dengan

menyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden

terhadap objek.

2.3.4 Faktor yang mempengaruhi sikap

Azwar (2013) menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi sikap adalah:

2.3.4.1 Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan

memengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus. Tanggapan akan


27

menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap untuk dapat

mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis.

2.3.4.2 Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu di antara komponen

sosial yang ikut memengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita

anggap penting akan banyak memengaruhi pembentukan sikap kita

terhadap sesuatu.

2.3.4.3 Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Kebudayaan telah

menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.

2.3.4.4 Media massa

Media massa sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media

massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain,

mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan

kepercayaan orang. Pesan-pesan negatif yang dibawa sumber

informasi tersebut, apabila cukup kuat maka akan memberi dasar

efektif dalam menilai suatu hal sehingga terbentuklah sikap tertentu.

2.3.4.5 Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan

keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri

individu, pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara


28

sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari

pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

2.3.4.6 Pengaruh faktor emosional

Bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang

berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan

bentuk mekanisme pertahanan ego.

2.4 Gaya Hidup ( Perilaku)

Gaya hidup masyarakat seperti merokok diketahui mempunyai hubungan

dengan meningkatkan risiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit

jantung koroner, bronchitis kronis, dan lain-lain. Kebiasaan merokok dapat

meningkatkan risiko untuk terkena TBC sebanyak 2,2 kali. Kebiasaan merokok

dapat mempermudah untuk terjadinya infeksi penyakit TBC (Suryo, 2012)

2.5 Kepadatan Hunian Rumah

Luas lantai bangunan rumah harus cukup untuk penghuni di dalamnya,

artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah

penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hunian rumah yang padat

dikatakan tidak sehat karena di samping menyebabkan kurangnya konsumsi

oksigen, apabila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi maka akan

mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Penularan pernapasan dapat

dicegah, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum

90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk
29

suami-istri dan anak dibawah 2 tahun. Volume udara yang cukup, disyaratkan

juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m (Azwar, 2013).

2.6 Kondisi Rumah

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor risiko penularan penyakit

TBC. Atap, dinding, dan lantai dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman.

Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu

sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya

kuman Mycobacterium Tuberculosis (Azwar, 2013).

Cahaya yang cukup pada pagi hari, diperlukan luas jendela kaca

minimum 20% luas lantai. Peletakkan jendela yang kurang baik atau kurang

leluasa, dapat dipasang genting kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat

membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TBC. Rumah

yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Penularan kuman

TBC relatif tidak tahan pada sinar matahari. Sinar matahari dapat masuk dalam

rumah serta sirkulasi udara diatur, risiko penularan antar penghuni akan sangat

berkurang (Azwar, 2013).

Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk

menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Keseimbangan

oksigen yang diperlukan penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Ventilasi yang

kurang memadai akan menyebabkan kurangnya oksigen didalam rumah.

Ventilasi yang kurang akan menyebabkan kelembapan udara di dalam ruangan

naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.
30

Kelembapan ini akan menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-

bakteri patogen/bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TBC (Suryo, 2012).

Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan

dari bakteri-bakteri terutama bakteri patogen, karena disana selalu terjadi aliran

udara terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu di dalam

kelembapan (Suryo, 2012).

2.7 Perilaku

2.7.1 Pengertian

Perilaku dapat terdiri atas pengetahuan, sikap, dan tindakan.

Pengetahuan penderita TBC yang kurang tentang kepatuhan minum obat,

cara penularan, bahaya, dan cara pencegahan akan berpengaruh terhadap

sikap dan perilaku sebagai orang sakit dan akhirnya berakibat menjadi

sumber penularan bagi orang disekelilingnya (Notoatmodjo, 2012).

Perilaku adalah kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat

diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati dari luar. Budiman

(2013), perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap suatu

rangsangan dari luar. Berdasarkan bentuk respon terhadap stimulus,

perilaku dibedakan menjadi dua, yakni :

2.7.1.1 Perilaku tertutup (Covert Behavior)

Perilaku tertutup terjadi apabila respon dari suatu stimulus belum

dapat diamati oleh orang lain secara jelas. Respon terhadap

stimulus ini masih terbatas pada perhatian, perasaan, persepsi,


31

pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus tersebut. Bentuk

perilaku tertutup ini yang dapat diamati adalah pengetahuan dan

sikap.

2.7.1.2 Perilaku terbuka (Overt Behavior)

Perilaku terbuka terjadi apabila respon terhadap suatu stimulus

dapat diamati oleh orang lain. Respon terhadap stimulus tersebut

sudah jelas dalam suatu tindakan ataupun praktek yang dapat

dengan mudah diamati oleh orang lain.

Budiman (2013) mengatakan bahwa perilaku kesehatan dibagi menjadi 3

teori yang menjadi acuan didalam penelitian mengenai kesehatan dimasyarakat

yakni:

2.7.2.1 Teori Lawrence Green

Terdapat 5 determinan perilaku yaitu :

2.7.2.1.1 Niat seseorang untuk bertindak, sehubungan dengan kesehatan

atau perawatan kesehatannya.

2.7.2.1.2 Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya. Didalam

kehidupan bermasyarakat, perilaku seseorang cenderung

memerlukan dukungan dari masyarakat sekitarnya.

2.7.2.1.3 Ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas

kesehatan. Seseorang akan cenderung mengikuti suatu tindakan

apabila ia mempunyai penjelasan yang lengkap tentang

tindakan yang akan dilakukannya.


32

2.7.2.1.4 Otonomi pribadi, yang bersangkutan dalam hal ini mengambil

tindakan atau keputusan.

2.7.2.1.5 Situasi yang memungkinkan untuk bertindak. Hal ini

disebabkan untuk melakukan suatu tindakan apapun,

diperlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat.

2.7.2.2 Teori Snehandu B.karr

Teori ini dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu :

2.7.2.2.1 Faktor Predisposisi

Faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang.

Faktor ini terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,

nilai dan norma sosial budaya.

2.7.2.2.2 Faktor Pendukung

Faktor yang memfasilitasi sesuatu perilaku diantaranya yaitu

sarana dan prasarana kesehatan.

2.7.2.2.3 Faktor Pendorong

Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya suatu

perilaku . Faktor ini terwujud dalam sikap dan petugas

kesehatan yang merupakan kelompok referensi perilaku

masyarakat.

2.7.2.3 Teori WHO

Teori ini memiliki 4 determinan perilaku, yaitu :

2.7.2.3.1 Pemikiran dan perasaan


33

Pemikiran dan perasaan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal

seperti pengetahuan, kepercayaan dan sikap.

2.7.2.3.2 Acuan atau referensi dari seseorang yang dipercayai

Perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh orang yang dianggap

penting oleh dirinya seperti tokoh masyarakat.

2.7.2.3.3 Sumber daya yang tersedia

Adanya sumber daya seperti fasilitas, uang, waktu, tenaga akan

mempengaruhi terjadinya perilaku seseorang dan masyarakat.

Pengaruh ini dapat bersifat positif ataupun negatif.

2.7.2.3.4 Kebudayaan, kebiasaan, nilai, maupun tradisi yang ada di suatu

masyarakat.

2.7.2 Proses adopsi prilaku

Notoatmodjo (2012) mengungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses

yang berurutan, yaitu:

2.7.2.1 Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam

arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2.7.2.2 Interest, yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus yang sudah

diketahui dan dipahami terlebih dahulu.

2.7.2.3 Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya), Hal ini berarti sikap responden sudah

lebih baik lagi.


34

2.7.2.4 Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru yang sudah

diketahui dan dipahami terlebih dahulu.

2.7.2.5 Adaptation, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai

dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap

stimulus.

Penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses

seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif,

maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Perilaku

yang tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan

berlangsung lama (Notoatmodjo, 2012).

2.8 Pencegahan

Upaya pencegahan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya pasien TB Paru

dengan beberapa cara. Naga (2012) berpendapat bahwa tindakan yang dapat

dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit TBC, yaitu:

2.8.1 Pencegahan penularan bagi penderita dapat dilakukan dengan menutup

mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak disembarang tempat.

2.8.2 Pencegahan bagi masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan

ketahanan bayi, yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG.

2.8.3 Pencegahan Bagi petugas kesehatan dapat dilakukan dengan memberikan

penyuluhan tentang penyakit TBC, yang meliputi gejala, bahaya, dan

akibat yang ditimbulkannya terhadap kehidupan masyarakat pada

umumnya.
35

2.8.4 Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dan

pemeriksaan terhadap orang-orang yang terinfeksi, atau dengan

memberikan pengobatan yang tepat bagi penderita TBC, yaitu kombinasi

yang telah ditetapkan oleh dokter untuk diminum dengan tekun dan

teratur, selama 6 sampai 12 bulan. Kekebalan terhadap obat-obatan perlu

diwaspadai dengan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter.

2.8.5 Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan

desinfeksi, seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian

khusus terhadap muntahan atau ludah anggota keluarga yang terjangkit

penderita TBC (piring, tempat tidur, pakaian), dan menyediakan ventilasi

dan sinar matahari yang cukup.

Perkumpulan Pemberantas Tuberkulosis Indonesia/ PPTI (2012), menjelaskan

tentang pencegahan penularan penyakit TBC, yaitu:

2.8.1.1 Pencegahan bagi masyarakat

2.8.1.1.1 Makan-makanan yang bergizi seimbang sehingga daya

tahan tubuh meningkat untuk membunuh kuman TBC.

2.8.1.1.2 Tidur dan istirahat yang cukup.

2.8.1.1.3 pencegahan dapat dilakukan dengan cara tidak merokok,

tidak minum alkohol, dan tidak menggunakan narkoba.

2.8.1.1.4 Lingkungan tempat tinggal yang bersih.

2.8.1.1.5 Membuka jendela agar masuk sinar matahari di semua

ruangan rumah karena kuman TBC akan mati bila terkena

sinar matahari.
36

2.8.1.1.6 Imunisasi BCG bagi balita, yang tujuannya untuk

mencegah terinfeksi TBC.

2.8.1.1.7 Menyarankan apabila ada orang yang dicurigai sakit TBC

agar segera memeriksakan diri dan berobat sesuai aturan

sampai sembuh.

2.8.1.2 Pencegahan bagi penderita

2.8.1.2.1 Tidak meludah di sembarang tempat.

2.8.1.2.2 Menutup mulut saat batuk atau bersin.

2.8.1.2.3 Berperilaku hidup bersih dan sehat.

2.8.1.2.4 Berobat sesuai aturan sampai sembuh.

2.8.1.2.5 Memeriksakan balita yang tinggal serumah agar segera

diberikan pengobatan pencegahan.

2.9 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar

variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti). Kerangka konsep

dapat membantu peneliti untuk menghubungkan hasil penemuan dengan teori

( Nursalam, 2011).

Hidayat (2012) hasil penelitian mengatakan bahwa Kerangka konsep

merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dan memberi

landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi masalahnya.
37

Penulis menyimpulkan dari literatur diatas bahwa kerangka konsep adalah

penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik

variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti) sesuai dengan identifikasi

masalahnya yang bersumber pada berbagai laporan ilmiah.

Faktor Predisposisi : Faktor Reinforcing :

1. Pengetahuan 1. Sikap dan Perilaku

2. Sikap ( Notoatmodjo, 2012)

Kejadian TB Paru (TBC)

Faktor Lingkungan : Resiko Pencegahan :


Faktor Prilaku :
1. Ventilasi 1. Vaksinasi dan
1. Merokok imuniasai BCG
2. Pencahayaan
2. Kebiasaan 2. Makan makanan
3. Kelembaban yang bergizi
meludah
4. Kondisi lantai
3. Tidak 3. Tidur dan
5. Kepadatan menutup istirahat yang
mulut saat cukup
hunian rumah batuk
(Naga, 2012 ; PPTI, 2012)
(Suryo, 2012) (Suryo, 2012)

Bagan 3.1 Kerangka konsep

Anda mungkin juga menyukai