BAB VII
3. Sosiologis
Masyarkat Yogyakarta menginginkan untuk mempertahankan status
keistimewaan Yogyakarta. Hal tersebut tercermin dalam antusiasme masyarakat
Yogyakarta dalam pesta demokrasi untuk memilih kepala daerah pada tahun 1998.
Saat proses pemilihan gubernur pada tahun 1998 diwarnai dengan pelantikan sultan
sebagai Gubernur oleh rakyat melalui forum yang dikenal dengan nama Sidang
Rakyat Yogyakarta. Hal yang sama juga terjadi pada proses pemilihan wakil gubernur
pada tahun 2001. Antusiasme rakyat terhadap keraton dan kadipaten pun terjadi pada
tanggal 18 April 2007 menjelang pernyataan Sultan HB X yang tidak bersedia lagi
menjadi Gubernur DIY pasca selesai jabatannya tahun 2008. Melalui Pisowanan
Agung tersebut, masyarakat yogyakarta berharap bisa secara langsung mendengarkan
penjelasan dari sultannya. Dukungan masyarakat Yogyakarta terhadap status
keistimewaan Yogyakarta juga tampak pada beberapa aksi massa yang digelar oleh
masyarakat yogyakarta menjelang sabda sultan, 7 April 2007 lalu.
4. RUU Keistimewaan DIY versi Pemda DIY, versi UGM, versi DPD
RUU Keistimewaan DIY melihat empat aspek meliputi struktur organisasi pemda,
aspek personalia dan wilayah, budaya jawa umumnya dan Yogyakarta pada
khususnya, serta pertanahan. UU No. 3/1950 memberi kedudukan secara istimewa
HB IX sebagai gubernur seumur hidup. Seandainya Sultan tidak memenuhi syarat
atau tidak bersedia, maka yang diangkat sebagai gubernur adalah keturunan ke bawah
sampai derajat kedua (anak-cucu), atau ke samping sampai derajat kedua (adik,
kakak, keponakan). Kemudian apabila alternatif pertama dan kedua tidak ada, barulah
kita mengambil mekanisme pemilihan kepala daerah alias kita menangggalkan
keistimewaan DIY seperti provinsi lain yang diatur UU No. 22/1999.
Dalam draf RUU Keistimewaan versi Tim Pemda juga diusulkan penghapusan
kelurahan, pengembalian RK (rukun kampung). “Dengan pemerintahan dari
kemantren (kecamatan) langsung kepada rukun kampung (RK) dan rukun tetangga
maka kita akan merampingkan birokrasi sehingga jalur public service bisa langsung
dinikmati.
Sedangkan draft yang disusun oleh Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas
Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, lebih memperlihatkan keinginan membuat UU
baru sebagai pengganti UU No 3 tahun 1950 yang sudah dikenal sebagai regulasi
keistimewaan DIY. Adapun versi UGM juga memberikan tiga alternatif pengisian
posisi gubernur DIY. Yaitu Sri Sultan langsung ditetapkan sebagai gubernur, keluarga
keraton ditetapkan sebagai gubernur, dan yang ketiga diisi orang luar keraton tetapi
lewat Pilkada.
BAB VIII
OTONOMI KHUSUS PAPUA
BAB IX
OTONOMI KHUSUS NANGGROE ACEH DARUSSALAM
(NAD)
3. APBDP NAD
Tata cara penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi NAD (APBDP NAD), perubahan dan perhitungannya serta pertanggungjawaban
dan pengawasannya diatur dengan Qanun Provinsi NAD. Dalam APBDPNAD ini dimuat
ketentuan sekurang-kurangnya 30% pendapatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
ayat (3) huruf a, ayat (4), dan ayat (5) dialokasikan untuk biaya pendidikan di Provinsi
NAD.
E. Pilkada di NAD
1. Pemilihan Gubernur/ Wakil Gubernur
Gubernur dan Wakil Gubernur NAD dipilih secara langsung setiap 5 tahun sekali.
Seseorang yang dapat ditetapkan menjadi calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
Provinsi NADadalah warga Negara Republik Indonesia dengan syarat-syarat:
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi NADdilaksanakan melalui
tahap-tahap: pencalonan, pelaksanaan pemilihan, serta pengesahan hasil pemilihan
dan pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Tahap pencalonan dilaksanakan melalui:
a) pendaftaran dan seleksi administratif pasangan bakal calon oleh Komisi
Independen Pemilihan
b) pemaparan visi dan misi pasangan bakal calon di depan DPRD Provinsi
NAD
c) penetapan pasangan bakal calon oleh DPRD Provinsi NAD
d) konsultasi pasangan bakal calon oleh DPRD Provinsi NADkepada
pemerintah
e) penetapan pasangan calon oleh DPRD Provinsi NAD; dan
f) pendaftaran pemilih oleh Komisi Independen Pemilihan bersama dengan
Pemerintah Provinsi NAD
Tahap pelaksanaan pemilihan meliputi :
a) pemilihan pasangan calon Gubernur yang dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat
pemilih serentak pada hari yang sama di seluruh wilayah Provinsi NAD
b) penghitungan suara secara traansparan dan terintegritasi yang dilaksanakan oleh Komisi
Independen Pemilihan
c) penyerahan hasil penghitungan suara oleh Komisi Independen Pemilih kepada DPRD
Provinsi NAD; dan
d) pengesahan hasil penghitungan suara yang dilaksanakan oleh DPRD Provinsi NAD
Tahap pengesahan dan pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih meliputi:
a) penyerahan hasil pemilihan oleh DPRD Provinsi NADkepada presiden melalui menteri
dalam negeri
b) pengesahan gubernur dan wakil gubernur terpilih oleh presiden dan
c) pelantikan gubernur dan wakil gubernur Provinsi Nanggroev Aceh Darussalam yang
dilaksanakan oleh menteri dalam negeri atas nama presiden dan pengangkatan
sumpahnya yang dilakukan di hadapan mahkamah syari’ah Provinsi NADdalam siding
paripurna DPRD Provinsi NAD
Pengawasan proses pemilihan gubernur dan wakil gubernur Provinsi NADd ilakukan
oleh Komisi Pengawas Pemilihan
BAB X
GOOD GOVERNANCE