Surisumantri (2003:165), ”Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu
kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh”. Sarana ilmiah merupakan suatu
alat, dengan alat ini manusia melaksanakan kegiatan ilmiah. Pada saat manusia melakukan
tahapan kegiatan ilmiah diperlukan alat berpikir yang sesuai dengan tahapan tersebut. Manusia
mampu mengembangkan pengetahuannya karena manusia berpikir mengikuti kerangka berpikir
ilmiah dan menggunakan alat-alat berpikir yang benar. Untuk mendapatkan ilmu diperlukan
sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir diperlukan untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik
dan teratur. Sarana berpikir ilmiah ada empat, yaitu: bahasa, logika, matematika dan statistika
(Suriasumantri, 2003:167).
Sarana berpikir ilmiah berupa bahasa sebagai alat komunikasi verbal untuk
menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain, logika sebagai alat berpikir agar sesuai dengan
aturan berpikir sehingga dapat diterima kebenarannya oleh orang lain, matematika berperan
dalam pola berpikir deduktif sehingga orang lain lain dapat mengikuti dan melacak kembali
proses berpikir untuk menemukan kebenarannya, dan statistika berperan dalam pola berpikir
induktif untuk mencari kebenaran secara umum.
Bahasa dicirikan sebagai serangkaian bunyi yang diberi arti tertentu. Bahasa terdiri
dari kata, kata adalah bunyi keluar dari mulut dan diberi arti. "Istilah" adalah kata yang
menunjukan satu pengertian, contoh "panas terik", tidak ada "terik dingin". Sedangkan
"tanda" adalah sesuatu yang menunjukan pengertian lain. Semua ini merupakan sarana kita
dalam berpikir ilmiah.
Bahasa dalam kegiatan ilmiah memiliki ciri bahwa komunikasi ilmiah bertujuan
menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan. Jadi bahasa itu media untuk
mengkomunikasikan sesuatu berupa pengetahuan. Bahasa ilmiah berlaku umum dalam
pengetahuan.
Bahasa dalam komunikasi ilmiah memiliki paling tidak empat hal yang harus dipatuhi :
1. Bahasa yang dipakai harus bebas dari unsur emosi atau bahasa dalam komunikasi
ilmiah harus meminimalkan unsur emosi. Bahasa ilmiah itu bukan merupakan kalimat
aktif tetapi lebih kepada kalimat pasif, karena untuk membebaskan diri dari emosi.
Contoh jika kita menulis kata "aduh", ini akan berbeda dengan kalau kita mengatakan
"aduuuuh". Oleh sebab itu Bahasa yang dipakai dalam unsur kegiatan ilmiah atau
penulisan karya ilmiah tidak menimbulkan emosi yang pembacanya, maksudnya
emosi dalam pengertian tidak memberikan makna lain kepada apa yang dibaca.
Oleh sebab itu kalimat pasif lebih ditonjolkan, karena untuk menghindari unsur-unsur
emosi. Jadi tidak bisa memuat emosi yang meledak-ledak, kecuali memang itu
produk bahasa yang harus bermuatan emosi seperti produk karya ilmiah.
2. Komunikasi ilmiah harus bersifat reproduktif. Hal ini maksudnya adalah mengajak
berpikir pembacanya, apa yang dibaca dengan apa yang ditangkap, apa yang
disampaikan melalui yang dibaca dengan apa yang ditangkap harus sama. Kalau multi
tafsir atau ambigu, maka komunikasi ilmiah tidak reproduktif atau bermakna.
3. Istilah. Ada batasan istilah definisi operasional adalah dalam rangka mendudukan
definisi dari sesuatu istilah yang diperlukan dalam suatu struktur atau karya ilmiah.
Dengan adanya definisi ini diharapkan dari awal kita membaca suatu produk karya
ilmiah, orang lain akan terposisikan seperti apa yang menjadi harapan kita yang
memposisikan. Istilah yang dipakai harus sama. Sehingga kita temui dalam karya
ilmiah ada key word (kata kunci), atau glossary dan lain-lain, ini semua dalam rangka
definisi yang dipakai dalam penggunaan-penggunaan kata atau kalimat dalam struktur
karya ilmiah.
4. Dalam karya ilmiah sering ditemui "Pernyataan" (menyatakan sesuatu). Bahasa dalam
komunikasi ilmiah, sering tidak kita sadari bahwa pernyataan-pernyataan itu
berdasarkan fakta dan data dan bukan berdasarkan angan-angan atau bukan mimpi
seseorang.
Kelemahan dari bahasa adalah :
1. Perannya multi fungsi, karena bahasa bersifat emotif, afektif dan simbolik. Jadi kalau kita
tidak paham dengan kontes kebahasaan, maka kita tidak akan memahami yang dikandung
oleh penyampaian bahasa itu.
2. Tidak jelas dan tidak eksak. Contoh rumah ini lebih kecil dari rumah itu, kecil itu ukuran
berapa, kecilnya seperti apa, dan hal ini tidak eksak, seseorang akan menangkap menjadi
sesuatu yang menjadi tanda tanya ulang.
3. Sifatnya majemuk atau pluralistik, satu kata banyak arti. Dalam menulis karya ilmiah
harus berhati-hati, karena sering terjebak dengan kemajemukan kata yang memiliki multi
arti.
4. Bahasa sering berputar-putar. Contoh kata yang berputar-putar : data adalah bahan yang
diolah menjadi informasi, informasi adalah keterangan yang didapat dari data. Contoh
lain : Pengelolan adalah kegiatan yang dilakukan dalam organisasi, dan organisasi adalah
bentuk kerjasama yang merupakan wadah dari kegiatan pengelolaan.
5. Terminus aequvocus, atau satu kata banyak arti. Contoh kata "terang" itu bisa bermakna
jelas, bisa juga bermakna tidak hujan, atau juga bisa bermakna tidak kabur, atau lebih
ekstrim lagi merk sabun bersih dan lain-lain.
6. Terminus univocus, satu kata mengandung satu arti namun mencakup banyak individu
tanpa mengurangi individu lain. Contoh kursi dalam suatu ruangan, ada warna biru ada
yang berwarna merah, ada juga kursi yang mempunyai sandaran dan ada yang tidak
mempunyai sandaran. Semuanya sama adalah kursi, sehingga kata "kursi" mengandung
banyak individu yang bisa tercakup.
7. Terminus analogus, kata yang mengandung pengertian sama tetapi beda dalam samanya.
Contoh kata "melihat" : Tono melihat, politikus melihat, kucing melihat, bayi melihat,
bapak melihat. Semua kata "melihat" beda-beda maknanya, misal ada kejadian atau
peristiwa demo, Tono melihat bahwa itu pasti mahasiswa yang melakukan demo, tetapi
politikus melihat ini pasti ada sesuatu yang menggerakan demo dan harus dicari tahu
siapa yang menggerakan demo dan seterusnya. Begitu juga dengan bayi melihat, bayi
melihat terang, tetapi beda dengan apa yang dilihat bapak, terang benderang.
Bahasa memiliki peran yang tidak kecil, yaitu:
Tiga aspek dalam logika tersebut harus dipahami secara bersama-sama bagi
siapapun yang hendak memahami dan melakukan kegiatan ilmiah. Tanpa melalui ketiga
proses aspek logika tersebut, manusia akan sulit memperoleh dan menghasilkan kegiatan
ilmiah yang benar.
Terdapat dua cara penarikan kesimpulan melalui cara kerja logika. Dua cara itu
adalah induktif dan deduktif. Kedua jenis logika berpikir tersebut bukanlah dua kutub yang
saling berlawanan dan saling menjatuhkan. Kedua jenis logika berpikir tersebut merupakan
dua buah sarana yang saling melengkapi, maksudnya suatu ketika logika induktif sangat
dibutuhkan dan harus digunakan untuk memecahkan suatu masalah, dan pada saat lain
yang tidak dapat menggunakan logika induktif untuk memecahkan masalah maka dapat
digunakan logika deduktif. Seseorang yang sedang berpikir tidak harus menggunakan
kedua jenis logika berpikir tersebut, tetapi dapat menggunakan satu logika berpikir sesuai
dengan kebutuhan obyek dan kemampuan individunya.
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal mempunyai banyak kelemahan, karena tidak
semua pernyataan dapat dilambangkan dengan bahasa. Untuk mengatasi kelemahan-
kelemahan bahasa tersebut maka digunakanlah sarana matematika.
Matematika adalah bahasa yang eksak, cermat dan bebas emosi. Lambang
matematika bersifat artifisial, maksudnya baru punya arti setelah sebuah makna diberikan,
contohnya membuat tanda panah, itu bisa lebih besar setelah kita memberi makna lima
lebih besar dari dua, atau sebaliknya missal lebih kecil dan lain-lain.
Sifat kuantitatif dari matematika inilah yang meningkatkan daya prediktif dan
kontrol ilmu. Contoh : pada yang berkepentingan ini lebih besar dari itu, ini lebih kecil,
itulah kontrol ilmu dan sekaligus daya prediktif dari yang disebut dari matematik.
Matematika dan berpikir deduktif itu memiliki kaitan yang sangat erat. Seorang ahli
matematika Wittgenstein menyatakan bahwa matematika adalah metode berpikir logis.
Sedangkan Bertrand Ruseell mengatakan matematika adalah masa kedewasaan logika,
sedangkan logika adalah masa kecilnya matematika. Teori inilah yang paling terkenal
sampai dengan saat ini, dan sangat popular di kalangan ilmuwan.
Matematika bersifat empiris, karena matematika pada proses penalaran deduktif,
proses penalaran deduktif adalah sesuatu yang empiris yang didapat dari matematika.
Namun matematika bukanlah pengetahuan mengenai objek tertentu. Tetapi cara berpikir
untuk mendapatkan pengetahuan. Kebenaran matematika tidak ditentukan oleh
pembuktian.
Statistika adalah alat yang memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan secara
induktif berdasarkan peluang. Kalau kita bicara alat, tergantung dari bagaimana atau siapa
yang menggunakan alat itu. Jadi statistika adalah alat. Mau kita jadikan alat untuk menipu
tingkat tinggi, atau mau kita gunakan sebagai alat untuk mencari kebenaran, semuanya
tergantung kepada diri kita sendiri.
Secara tidak langsung kita katakan bahwa statistika bisa merupakan alat predik
yang paling jitu, tetapi juga bisa menjadi alat tipu yang paling canggih, jadi tergantung
daripada orang yang menggunakan.