Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Menurut ILCOR (Internasional Liaison Committee on Resuscitation)
tenggelam didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan gangguan
pernafasan primer akibat submersi/imersi pada media cair. Submersi
merupakan keadaan dimana seluruh tubuh, termasuk system pernafasan,
berada dalam air atau cairan.Sedangkan imersi adalah keadaan dimana
terdapat air/ cairan pada system konduksi pernafasan yang menghambat
udara masuk. Akibat dua keadaan ini, pernafasan korban terhenti,dan
banyak air yang tertelan. Setelah itu terjadi laringospasme. Henti nafas
atau laringospasme yang berlanjut dapat menyebabkan hipoksia dan
hiperkapnia. Tanpa penyelamatan lebih lanjut, korban dapat mengalami
bradikardi dan akhirnya henti jantung sebagai akibat dari hipoksia.
Di negara maju seperti Amerika Serikat, 15% dari anak sekolah
mempunyai risiko meninggal akibat tenggelam dalam air. Ini
dihubungkan dengan perubahan musim. Pada musim panas anak-anak
lebih tertarik bermain di kolam renang, danau, sungai, dan laut karena
mereka menganggap bermain air sama dengan santai sehingga mereka
lupa terhadap tindakan pengamanan.
Di Indonesia, kita tidak banyak mendengar berita tentang anak yang
mengalami kecelakaan di kolam renang sesuai dengan keadaan sosial
ekonomi negara kita. Tetapi, mengingat keadaan Indonesia yang
dikelilingi air, baik lautan, danau, maupun sungai, tidak mustahil jika
banyak terjadi kecelakaan dalam air seperti hanyut dan terbenam yang
belum diberitahukan dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya.
Kejadian hampir tenggelam, 40% terjadi pada sebagian besar anak-anak
laki-laki untuk semua kelompok usia dan umumnya terjadi karena
kurang atau tidak adanya pengawasan orangtua. Beberapa faktor
lainnya yang menyebabkan kejadian hampir tenggelam pada anak
adalah tidak ada pengalaman/ketidakmampuan berenang, bernapas terlalu
dalam sebelum tenggelam, penderita epilepsi, pengguna obat-obatan dan
alkohol, serta kecelakaan perahu mesin dan perahu dayung.
Dalam hal ini, maka pertolongan kegawatdaruratan dengan pasien
tenggelam harus dilakukan secara cepat dan tepat untuk menghindari
terjadinya kolaps pada alveolus, lobus atas atau unit paru yang lebih
besar. Penatalaksanaan tindakan kegawatdaruratan ini tentunya harus
dilakukan secara benar dengan tujuan untuk mencegah kondisi korban
lebih buruk, mempertahankan hidup serta untuk peningkatan pemulihan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi tenggelam dan hanyut ?

2. Bagaimana fisiologi tenggelam & teknik menolong pasien tenggelam ?

3. Kapan dilakukan pertolongan yang tepat untuk korban tenggelam ?

C. Tujuan

1. Mengetahui definisi tenggelam

2. Mengetahui fisiologi tenggelam

3. Mengetahui pertolongan yang tepat untuk korban tenggelam


BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Tenggelam Dan Hanyut

Tenggelam dapat diartikan sebagai kematian akibat pembenaman di


dalam air. Konsep asli mekanisme kematian akibat tenggelam adalah
asfiksia, ditandai dengan masuknya air ke dalam saluran pernapasan.
Penelitian pada akhir tahun 1940-an dan awal tahun 1950-an
menyebutkan bahwa kematian akibat tenggelam disebabkan oleh
gangguan elektrolit atau aritmia jantung, yang dihasilkan oleh sejumlah
besar air yang masuk ke sirkulasi melalui paru-paru. Sekarang, konsep
dasar tersebut benar, dan fisiologi kematian yang terpenting pada kasus
tenggelam adalah asfiksia.
Diagnosis kematian akibat tenggelam kadang-kadang sulit ditegakkan,
bila tidak dijumpai tanda yang khas baik pada pemeriksaan luar atau
dalam. Pada mayat yang ditemukan tenggelam dalam air, perlu pula
diingat bahwa mungkin korban sudah meninggal sebelum masuk ke
dalam air.
Beberapa istilah drowning
1. Wet drowning. Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran
pernapasan setelah korban tenggelam.
2. Dry drowning. Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam
saluran pernapasan, akibat spasme laring. Paru-paru tidak
menunjukkan bentuk yang bengkak (udem). Tetapi, terjadi hipoksia
otak yang fatal akibat spasme laring. Dry drowning terjadi 10-15%
dari semua kasus tenggelam. Teori mengatakan bahwa sejumlah
kecil air yang masuk ke laring atau trakea akan mengakibatkan
spasme laring yang tiba-tiba yang dimediasi oleh reflex vagal.1,2
3. Secondary drowning/near drowning. Terjadi gejala beberapa hari
setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam air) dan korban
meninggal akibat komplikasi.
4. Immersion syndrome. Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam
dalam air dingin akibat reflex vagal. Alkohol dan makan terlalu
banyak merupakan faktor pencetus.

B. Fisiologi Tenggelam

Ketika manusia masuk ke dalam air, reaksi dasar mereka adalah

mempertahankan jalan napas mereka. Ini berlanjut sampai titik balik

dicapai, yaitu pada saat seseorang akan menarik napas kembali.Titik

balik ini terjadi karena tingginya kadar CO2 dalam darah dibandingkan

dengan kadar O2. Ketika mencapai titik balik, korban tenggelam akan

kemasukan sejumlah air, dan sebagian akan tertelan dan akan ditemukan

di dalam lambung. Selama interval ini, korban mungkin muntah dan

mengaspirasi sejumlah isi lambung. Setelah proses respirasi tidak mampu

mengompensasi, terjadilah hipoksia otak yang bersifat ireversibel dan

merupakan penyebab kematian.

C. Manajemen Pertolongan Pada Korban Tenggelam dan Hanyut

Adapun bentuk pertolongan yang bisa diberikan dibagi menjadi dua

jenis, yaitu untuk korban sadar dan korban tidak sadar.

a. Korban Sadar

1. Penolong tidak boleh langsung terjun ke air untuk melakukan

pertolongan. Ingat bahwa korban dalam keadaan panik dan sangat

berbahaya bagi penolong. Sedapat mungkin, penolong untuk selalu

memberikan respon suara kepada korban dan sambil mencari

kayu atau tali atau mungkin juga pelampung dan benda lain
yang bisa mengapung disekitar lokasi kejadian yang bisa

digunakan untuk menarik korban ke tepian atau setidaknya

membuat korban bisa bertahan di atas permukaan air.

2. Aktifkan sistem penanganan gawat darurat terpadu (SPGDT).

Bersamaan dengan tindakan pertama di atas, penolong harus

segera mengaktifkan SPGDT, untuk memperoleh bantuan atau

bisa juga dengan mengajak orang-orang yang ada disekitar tempat

kejadian untuk memberikan pertolongan.

3. Jika memang ditempat kejadian ada peralatan atau sesuatu yang

bisa menarik korban ketepian dengan korban yang dalam

keadaan sadar, maka segera berikan kepada korban, seperti kayu


atau tali, dan usahakan menarik korban secepat mungkin sebelum

terjadi hal yang lebih tidak diinginkan.

4. Jika tidak ada peralatan atau sesuatu yang bisa menarik korban,

maka penolong bisa segera terjun ke air untuk menghampiri

korban. Tapi harus diingat, penolong memiliki kemampuan

berenang yang baik dan menghampiri korban dari posisi

belakang korban.

5. Jika korban masih dalam keadaan sadar dan bisa ditenangkan,

maka segera tarik (evakuasi) korban dengan cara melingkarkan

salah satu tangan penolong pada tubuh korban melewati kedua

ketiak korban atau bisa juga dengan menarik krah baju korban

(tapi ingat, hal ini harus dilakukan hati-hati karena bisa membuat

korban tercekik atau mengalami gangguan pernafasan) dan segera

berenang mencapai tepian.


b. Korban tidak sadar

Seperti halnya dalam memberikan pertolongan pertama untuk

korban tenggelam dalam keadaan sadar, maka untuk korban tidak

sadar sipenolong juga harus memiliki kemampuan dan keahlian 

untuk melakukan evakuasi korban dari dalam air agar baik

penolong maupun korban dapat selamat.

Adapun tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Segera hampiri korban, namun tetap perhatikan keadaan sekitar

untuk menghindari hal yang tidak diingin terhadap diri

penolong. Lakukan evakuasi dengan melingkarkan tangan

penolong ditubuh korban seperti yang dilakukan pada no. 4

untuk korban sadar.


2. Untuk korban yang dijumpai dengan kondisi wajah berada di

bawah permukaan air (tertelungkup), maka segera balikkan

badan korban dan tahan tubuh korban dengan salah satu

tangan penolong. Jika penolong telah terlatih dan bisa

melakukan pemeriksaan nadi dan nafas saat menemukan

korban, maka segera periksa nafas dan nadi korban. Kalau

nafas tidak ada maka segera buka jalan nafas dengan cara

menggerakkan rahang korban dengan tetap menopang tubuh

korban dan berikan nafas buatan dengan cara ini. Dan jika

sudah ada nafas maka segera evakuasi korban ke darat dengan

tetap memperhatikan nafas korban.

3. Ketika penolong dan korban telah sampai ditempat yang aman

(di darat), maka segera lakukan penilaian dan pemeriksaan

fisik yang selalu berpedoman pada ABCD. Berikan respon

kepada korban untuk menyadarkannya.


4. Ketika respon ada dan korban mulai sadar, maka segera

lakukan pemeriksaan fisik lainnya untuk mengetahui apakah

ada cedera lain yang dapat membahayakan nyawa korban. Jika

tidak ada cedera dan korban kemudian sadar, berikan

pertolongan sesuai dengan yang diperlukan korban, atau bisa

juga dengan mengevakuasi korban ke fasilitas kesehatan

terdekat untuk pemeriksaan secara medis.

5. Jika tidak ada respon dan tidak ada nafas, segera buka jalan

nafas , periksa jalan nafas dengan cara lihat, dengar dan rasakan

(LDR) selama 3-5 detik. Jika tidak ada nafas maka segera

berikan bantuan pernafasan (bantuan hidup dasar) dengan cara

ini lalu periksa nadi karotis. Apabila nadi ada, maka berikan

bantuan nafas buatan sesuai dengan kelompok umur korban

hingga adanya nafas spontan dari korban (biasanya nafas

spontan ini disertai dengan keluarnya air yang mungkin

menyumbat saluran pernafasan korban ketika tenggelam), lalu

posisikan korban dengan posisi pemulihan.

Anda mungkin juga menyukai