Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Keamanan atau Keselamatan

Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga
keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2006). Perubahan kenyamanan adalah
keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dan
berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Carpenito, Linda Jual, 2000).
Kenyamanan atau rasa aman adalah suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan
penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden
(keadaan tentang sesuatu melebihi masalah). Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman
diartikan perawat telah memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan,
dan bantuan.
Kebutuhan akan keselamatan atau keamanan adalah kebutuhan untuk
melindungi diri dari bahaya fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang dapat
dikategorikan sebagai ancaman mekanis, kimiawi, retmal dan bakteriologis.
Kebutuhan akan keaman terkait dengan konteks fisiologis dan hubungan
interpersonal. Keamanan fisiologis berkaitan dengan sesuatu yang mengancam tubuh
dan kehidupan seseorang. Ancaman itu bisa nyata atau hanya imajinasi (misalnya
penyakit, nyeri, cemas, dan sebagainya). Dalam konteks hubungan interpersonal
bergantung pada banyak faktor, seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan
mengontrol masalah, kemampuan memahami tingkah laku yang konsisten dengan
orang lain, serta kemampuan memahami orang-orang di sekitarnya dan
lingkungannya. Ketidaktahuan akan sesuatu kadang membuat perasaan cemas dan
tidak aman. (Asmadi, 2005)
2. Klasifikasi Kebutuhan Keamanan atau Keselamatan

a. Keselamatan Fisik
Mempertahankan keselamatan fisik melibatkan keadaan mengurangi ancaman
pada tubuh atau kehidupan. Ancaman tersebut mungkin penyakit, kecelakaan,bahaya
pada lingkungan. Pada saat sakit, seorang klien mungkin rentan terhadap komplikasi
seperti infiksi. Oleh karena itu bergantung pada profesional dalam sistem pelayanan
kesehatan untuk perlindungan.
Memenuhi kebutuhan keselamatan fisik kadang mengambil prioritas lebih
dahulu diatas pemenuhan kebutuhan fisiologis. Misalnya, seorang perawat mungkin
perlu melindungi klien disointasi dari kemungkinan jatuh dari tempat tidur sebelum
memberikan perawatan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. (Potter&Perry, 2005).

b. Keselamatan Psikologis
Untuk selamat dan aman secara psikologi, seorang manusia harus memahami
apa yang diharapkan dari orang lain, termasuk anggota keluarga dan profesional
pemberi perawatan kesehatan. Seseorang harus mengetahui apa yang diharapkan dari
prosedur, pengalaman yang baru, dan hal-hal yang dijumpai dalam lingkungan. Setiap
orang merasakan beberapa ancaman keselamatan psikologis pada pengalaman yang
baru dan yang tidak dikenal. (Potter&Perry,2005).
Orang dewasa yang sehat secara umum mampu memenuhi kebutuhan
keselamatan fisik dan psikologis mereka tanpa bantuan dari profesional pemberi
perawatan kesehatan.Bagaimanapun, orang yang sakit atau cacat lebih rentan untuk
terancam kesejahteraan fisik dan emosinya,sehingga intervensi yang dilakukan
perawat adalah untuk membantu melindungi mereka dari bahaya. (Potter&Perry,
2005).
3. Lingkup Kebutuhan Keamanan atau Keselamatan

Lingkungan Klien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang


mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup klien.

a. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigen, kelembaban
yang optimum, nutrisi, dan suhu yang optimum akan mempengauhi kemampuan
seseorang.
 Oksigen
Bahaya umum yang ditemukan dirumah adalah sistem pemanasan yang tidak
berfungsi dengan baik dan pembakaran yang tidak mempunyai sistem
pembuangan akan menyebabkan penumpukan karbondioksida.
 Kelembaban
Kelembaban akan mempengaruhi kesehatan dan keamanan klien, jika
kelembaban relatifnya tinggi maka kelembaban kulit akan terevaporasi dengan
lambat.
 Nutrisi
Makanan yang tidak disimpan atau disiapkan dengan tepat atau benda yang
dapat menyebabkan kondisi-kondisi yang tidak bersih akan meningkatkan
risiko infeksi dan keracunan makanan.
b. Macam-macam Bahaya atau Kecelakaan
1. di rumah
2. di RS : mikroorganisme
3. Cahaya
4. Kebisingan
5. Cedera
6. Kesalahan prosedur
7. Peralatan medis, dan lain-lain
4. Cara Meningkatkan Keamanan atau Keselamatan

1. Mengkaji tingkat kemampuan pasien untuk melindungi diri


2. Menjaga keselamatan pasien yang gelisah
3. Mengunci roda kereta dorong saat berhenti
4. Penghalang sisi tempat tidur
5. Bel yg mudah dijangkau
6. Meja yang mudah dijangkau
7. Kereta dorong ada penghalangnya
8. Kebersihan lantai
9. Prosedur tindakan

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keamanan dan Kenyamanan

1. Emosi
Kecemasan, depresi, dan marah akan mudah terjadi dan mempengaruhi
keamanan dan kenyamanan.
2. Status Mobilisasi
Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran menurun
memudahkan terjadinya risiko injuri.
3. Gangguan Persepsi Sensori
Mempengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yang berbahaya seperti gangguan
penciuman dan pengelihatan.
4. Keadaan Imunitas
Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehingga mudah
terserang penyakit.
5. Tingkat Kesadaran
Pada pasien koma, respon akan menurun terhadap rangsangan, paralisis,
disorientasi, dan kurang tidur.
6. Informasi atau Komunikasi
Gangguan komunikasi seperti aphasia atau tidak dapat membaca dapat
menimbulkan kecelakaan.
7. Gangguan Tingkat Pengetahuan
Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat diprediksi
sebelumnya.
8. Penggunaan Antibiotik yang tidak Rasional
Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik.
9. Status Nutrisi
Keadaan kurang nutrisi dapat menimbulkan kelemahan dan mudah
menimbulkan penyakit, demikian sebaliknya dapat berisiko terhadap penyakit
tertentu.
10. Usia
Perbedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia anak-anak
dan lansia mempengaruhi reaksi terhadap nyeri.
11. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespon
nyeri dan tingkat kenyamanannya.
12. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri dan tingkat kenyaman yang mereka punyai.
13. Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan memiliki risiko cedera yang lebih tinggi daripada
jenis pekerjaan lain, contohnya atlet bela diri. Oleh sebab itu, individu yang
berkecimpung dalam pekerjaan tersebut juga memiliki risiko cedera yang lebih
tinggi daripada individu yang lain.
14. Lingkungan
Kondisi lingkungan yang tidak aman dapat menganggu keselamatan dan
keamanan seseorang. Contohnya adalah lingkungan perumahan di dekat sungai
atau di lereng gunung serta lingkungan yang tercemar.
6. Jenis Dasar Resiko terhadap Keamanan Klien di dalam Lingkungan
Pelayanan Kesehatan

Lingkungan klien mencakup semua factor fisik dan psikososial yang


mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup klien.
Definisi yang luas tentang lingkungan ini menggabungkan seluruh tempat terjadinya
interaksi antara perawat dan klien.
Keamanan yang ada dalam lingkungan ini akan mengurangi insiden terjadinya
penyakit dan cedera, memperpendek lama tindakan dan hospitalisasi, meningkatkan
atau mempertahankan status fungsi klien dan meningkatkan kesejahteraan klien.
Lingkungan yang aman juga akan memberikan perlindungan kepada stafnya dan
memungkinkan mereka dapat bekerja secara optimal. Lingkungan yang aman adalah
salah satu kebutuhan dasar yang terpenuhi (Potter&Perry, 2005).
Jenis dasar resiko terhadap keamanan klien di dalam lingkungan pelayanan
kesehatan adalah jatuh, kecelakaan yang disebabkan oleh klien, kecelakaan yang
disebabkan oleh prosedur, dan kecelakaan yang disebabkan oleh penggunaan alat.
(Potter&Perry, 2005).

1. Jatuh
Jatuh merupakan 90% jenis kecelakaan yang dilaporkan dari seluruh
kecelakaan yang terjadi di rumah sakit. Resiko jatuh lebih besar dialami oleh klien
lansia. Selain usia, riwayat jatuh terdahulu, masalah pasca sikap berjalan dan
mobilisasi, hipotensi postural, perubahan sensorik, disfungsi saluran dan kandung
kemih, dan beberapa kategori diagnosa tertentu seperti kanker, penyakit
kardiovaskuler, neurologi, dan penggunaan obat-obatan dan interaksi obat juga dapat
menyebabkan jatuh modifikasi dalam lingkungan pelayanan kesehatan dengan mudah
mengurangi resiko jatuh. Pegangan yang aman ditoilet, kunci pada tempat tidur,
pagar tempat tidur dan bel pemanggil beberapa bentuk keamanan yang ditemukan
dalam pelayanan kesehatan. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah jatuh :
1. Kaji resiko klien untuk jatuh
2. Tempatkan klien yang beresiko jatuh dekat dengan ruangan perawat
3. Ingatkan seluruh petugas terhadap resiko klien jatuh
4. Kunci seluruh tempat tidur, kursi roda atau brankar (Potter&Perry, 2005).

2. Oksigen
Kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigen akan
mempengaruhi keamanan pasien.
Menurut jurnal Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit yang aman dalam situasi
darurat dan bencana, system gas medic harus diatur seperti berikut :
1. Gas medik disimpan dengan benar dan dipasang dalam area penyimpangan
dengan kompartemen
2. Lokasi yang benar dan aman untuk penyimpanan gas medik.
3. Untuk penggunaan di rumah sakit gas medik harus dalam pipa, penyimpanan
minimum selama tujuh hari

3. Pencahayaan
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan public yang penting. Kualitas
pelayanan dalam rumah sakit dapat ditingkatkan apabila didukung oleh peningkatan
kualitas fasilitas fisik. Ruang rawat inap merupakan salah satu wujud fasilitas fisik
yang penting keberadaannya bagi pelayanan pasien. Tata pencahayaan dalam ruang
rawat inap dapat mempengaruh kenyamanan pasien selama menjalani rawat inap,
disamping juga berpengaruh bagi kelancaran paramedis dalam menjalankan
aktivitasnya untuk melayani pasien.( Adi Santosa)
Depkes RI (1992) mendefinisikan pencahayaan sebagai jumlah penyinaran pada
suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pada
rumah sakit intensitas pencahayaan antara lain sebagai berikut:
1. Untuk ruang pasien saat tidak tidur sebesar 100-200 lux dengan warna cahaya
sedang
2. Pada saat tidur maksimum 50 lux
3. Koridor minimal 60 lux
4. Tangga minimal 100 lux
5. Toilet minimal 100 lux

Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan silau


dan intensitasnya sesuai dengan peruntukannya.

4. Kecelakaan yang disebabkan oleh Prosedur


Kecelakaan yang disebabkan oleh prodesur terjadi selama terapi. Hal ini
meliputi kesalahan pemberian medikasi dan cairan. Perawat dapat melaksanakan
sesuai prosedur agar tidak terjadi kecelakaan. Menurut jurnal  PENGEMBANGAN
BUDAYA PATIENT SAFETY DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN oleh Lia
Mulyati dan Asep Sufyan ada enam cara pemberian obat, antara lain :
Enam benar pemberian obat :
1. Tepat obat
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter, menanyakan ada tidaknya
alergi obat, menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan obat,
mengecek label obat, mengetahui reaksi obat, mengetahui efek samping obat,
hanya memberikan obat yang didiapkan diri sendiri.
2. Tepat dosis
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek hasil hitungan
dosis dengan dengan perawat lain, mencampur atau mengoplos obat.
3. Tepat waktu
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek tanggal
kadarluarsa obat, memberikan obat dalam rentang 30 menit.
4. Tepat pasien
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter, memanggil nama pasien
yang akan diberikan obat, mengecek identitas pasien pada papan atau kardeks
di tempat tidur pasien
5. Tepat cara pemberian
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek cara pemberian
pada label/kemasan obat.
6. Tepat dokumentasi
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mencatat nama pasien, nama
obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat.

Potensial terjadinya infeksi akan berkurang bila ternik aseptic digunakan. Salah
satu nya adalah dengan cuci tangan yang benar. Menurut DEPKES 2007, mencuci
tangan adalah proses yang secara mekanismelepaskan kotoran dan debris dari kulit
tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air. Tujuan mencuci tangan menurut
DEPKES 2007 adalah merupakan salah satu unsur pencegahan penularan infeksi.

Teknik aseptic juga sering dilakukan dalam berbagai tindakan keperawatan di


ruang keperawatan, seperti dalam perawatan luka operasi (mengganti balutan). agar
tidak terjadi infeksi pada pasien dan terciptalah rasa aman dan nyaman.

5. Kecelakaan yang disebabkan Peralatan


Kecelakaan yang disebabkan peralatan terjadi karena alat yang digunakan tidak
berfungsi, rusak atau salah digunakan. Hal-hal yang dapat terjadi antara lain
kebakaran. Kebakaran dapat terjadi karena listrik atau anestetik.
Menurut kemenkes Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit yang aman dalam
situasi darurat dan bencana dalam hal system listrik adalah sebagai berikut :
 Sistem kelistrikan
Generator darurat mempunyai kapasitas memenuhi kebutuhan prioritas rumah
sakit (ketentuan untuk system cadangan kelistrikan, termasuk ruang operasi,
perawatan intensif dan lorong). Dalam kamar mandi dan dalam area basah atau
lembab, kotak kontak harusdilengkapi dengan pemutus kegagalan sirkit pembumian
(GPAS = Gawai Proteksi Arus Sisa). Kotak kontak (stop kontak, outlet) dilengkapi
dengan kutup pembumian. Intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan
melengkapi system alarm.
 Sistem Pemadam Kebakaran
a. Sistem alarm, deteksi dan pemadaman harus dihubungkan dengan sistem
alarm kebakaran otomatis, sistem deteksi panas dan/atau sistem pemadam
kebakaran otomatik
b. Sistem alarm kebakaran dapat dioperasikan secara manual dan otomatis
c. Sistem alarm kebakaran di monitor oleh pos pemadam kebakaran atau agen
monitor yang terakreditasi
d. Deteksi panas dan asap dipasang di koridor rumah sakit, panti jompo, dan
fasilitas penyandang cacat
e. Menggunakan zat pemadaman yang ramah lingkungan, efektif dan kerusakan
yang diakibatkannya kecil
f. Setiap ruangan dilengkapi dengan alat pemadam api ringan
 Sistem Eksit Darurat
a. Lantai balok dari jalan keluar diterangi pada semua titik termasuk sudut dan
persimpangan dari koridor dan lorong, bordes tangga dan pintu eksit dengan
lampu yang mempunyai lumen minimal 0,001 lumen per cm2
b. Sumber pencahayaan mudah diakses dan andal, seperti layanan listrik PLN
c. Tanda arah “EKSIT” diterangi, dengan warna khusus, dengan sumber yang
andal, 0,005 lumen per cm2
d. Tinggi huruf dari tanda arah 15 cm dengan huruf yang menonjol dengan lebar
tidak kurang dari 19 mm

7. Pengertian Kenyamanan

Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) mengungkapkan kenyamanan


(rasa bebas nyeri) atau rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan
transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan
harus dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:
1. Fisik
Berhubungan dengan sensasi tubuh.
2. Sosial
Berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
3. Psikospiritual
Berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga
diri, seksualitas, dan makna kehidupan.
4. Lingkungan
Berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya,
bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.

Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan


kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam
aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas
dari rasa nyeri, dan hipo/ hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan
hipo/ hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman
pasien yang ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien.

8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri

1. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak-anak dan lansia. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri
dan prosedur yang dilakukan perawat. Anak yang masih kecil sulit mengungkapkan
secara verbal dan mengekpresikan nyeri kepada orang tua atau perawat. Dengan
demikian perawat harus mengadaptasi pendekatan dalam upaya mencari cara
mengkaji nyeri pada anak. Pada lansia yang mengalami nyeri perlu dilakukan
pengkajian, diagnosis, dan penatalaksanaan secara agresif. Kemampuan klien lansia
untuk menginterpresentasikan nyeri dapat mengalami komplikasi dengan keberadaan
berbagai penyakit disertai gejala samar-samar yang mungkin mengenai bagian tubuh
yang sama. Apabila lansia memiliki nyeri lebih dari satu bagian, maka perawat harus
mengkaji lebih rinci.

2. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespon
terhadap nyeri (Gil, 1990). Beberapa kebudayan yang mempengaruhi jenis kelamin
misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh
menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis. Toleransi nyeri sejak lama
telah menjadi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi
toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merukan hal
yang unik pada setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelamin.

3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.
Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan
mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud,
1991).Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami
mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk
menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya
seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman
yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan
respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri pasien
(Smeltzer& Bare, 2003).
4. Keluarga dan Support Sosial
Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran
dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung
pada keluarga untuk mensupport, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran
keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah.
Kehadiran orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam
menghadapi nyeri (Potter & Perry, 1993).
5. Ansietas ( Cemas )
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri,
mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak memperlihatkan
suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan
bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat pascaoperatif.
Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan
persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat
mendistraksi pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara
umum, cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan
pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).

6. Pola koping
Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit
adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan
kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering
menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting
untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini
seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan
sebagai rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.

7. Pengalaman masa lalu


Pengalaman masa lalu Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa
lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi
nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa
lalu dalam mengatasi nyeri.

8. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990) perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan
teknik untuk mengatasi nyeri.

9. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman atau persepsi seseorang terhadap
nyeri dan dan bagaimana cara mengatasinya.

9. Masalah-masalah pada Kebutuhan Rasa Nyaman

Masalah-masalah pada kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri) diartikan sesuai


klasifikasinya. Yaitu: 
1. Nyeri Menurut Tempat
1. Peripheral pain
2. Superficial pain (nyeri permukaan)
3. Dreppain (nyeri dalam)
4. Defereed ( nyeri alihan)
2. Nyeri Menurut Sumber
 Nyeri fisik
Nyeri fisik disebabkan karena kerusakan jaringan yang timbul dari stimulasi
serabut saraf pada struktur somatik viseral.
 Nyeri somatik
Nyeri yang terbatas waktu berlangsungnya kecuali bila diikuti kerusakan
jaringan diikuti rasa nyeri pada sigmen spinal lokasi tertentu.
 Nyeri Viseral
Nyeri yang sulit ditentukan lokasi nya karena lokasinya dari organ yang sakit
ke seluruh tubuh.
 Sentral pain/ nyeri sentral thalamik
Nyeri ini terjadi karena perangsangan system saraf pusat,spinal cord,batang
otak.
 Psyhcogenik pain
Nyeri yang dirasakan tanpa penyebab mekanik, tetapi akibat trauma
psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.. Biasanya disebabkan oleh
ketegangan otot yang kronis yang terjadi pada klien yang mengalami stress
yang lama.
3. Nyeri Menurut Sifatnya
1. Seperti diiris benda tajam
2. Seperti ditusuk pisau
3. Seperti terbakar
4. Seperti diremas-remas
4. Menurut Berat dan Ringannya
1. Nyeri ringan : Nyeri yang intensitasnya ringan
2. Nyeri sedang : Nyeri yang intensitasnya menimbulkan reaksi
3. Nyeri Berat : Nyeri yang intensitasnya tinggi
5. Menurut Waktunya
Berkembang secara progresif selama 6 bulan lebih.
1. Reaksinya menyebar
2. Respon parasimpatis
3. Penampilan Depresi dan menarik diri
4. Pola serangan tidak jelas
5. Nyeri akut
6. Berlangsung singkat kurang dari 6 bulan
7. Terelokasi
8. Respon system saraf parasimpatis
9. Penampilan: Gelisah , cemas
10. Pola serangan jelas

Anda mungkin juga menyukai