Konsep Rasa Aman Dan Nyaman
Konsep Rasa Aman Dan Nyaman
PEMBAHASAN
Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga
keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2006). Perubahan kenyamanan adalah
keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dan
berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Carpenito, Linda Jual, 2000).
Kenyamanan atau rasa aman adalah suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan
penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden
(keadaan tentang sesuatu melebihi masalah). Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman
diartikan perawat telah memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan,
dan bantuan.
Kebutuhan akan keselamatan atau keamanan adalah kebutuhan untuk
melindungi diri dari bahaya fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang dapat
dikategorikan sebagai ancaman mekanis, kimiawi, retmal dan bakteriologis.
Kebutuhan akan keaman terkait dengan konteks fisiologis dan hubungan
interpersonal. Keamanan fisiologis berkaitan dengan sesuatu yang mengancam tubuh
dan kehidupan seseorang. Ancaman itu bisa nyata atau hanya imajinasi (misalnya
penyakit, nyeri, cemas, dan sebagainya). Dalam konteks hubungan interpersonal
bergantung pada banyak faktor, seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan
mengontrol masalah, kemampuan memahami tingkah laku yang konsisten dengan
orang lain, serta kemampuan memahami orang-orang di sekitarnya dan
lingkungannya. Ketidaktahuan akan sesuatu kadang membuat perasaan cemas dan
tidak aman. (Asmadi, 2005)
2. Klasifikasi Kebutuhan Keamanan atau Keselamatan
a. Keselamatan Fisik
Mempertahankan keselamatan fisik melibatkan keadaan mengurangi ancaman
pada tubuh atau kehidupan. Ancaman tersebut mungkin penyakit, kecelakaan,bahaya
pada lingkungan. Pada saat sakit, seorang klien mungkin rentan terhadap komplikasi
seperti infiksi. Oleh karena itu bergantung pada profesional dalam sistem pelayanan
kesehatan untuk perlindungan.
Memenuhi kebutuhan keselamatan fisik kadang mengambil prioritas lebih
dahulu diatas pemenuhan kebutuhan fisiologis. Misalnya, seorang perawat mungkin
perlu melindungi klien disointasi dari kemungkinan jatuh dari tempat tidur sebelum
memberikan perawatan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. (Potter&Perry, 2005).
b. Keselamatan Psikologis
Untuk selamat dan aman secara psikologi, seorang manusia harus memahami
apa yang diharapkan dari orang lain, termasuk anggota keluarga dan profesional
pemberi perawatan kesehatan. Seseorang harus mengetahui apa yang diharapkan dari
prosedur, pengalaman yang baru, dan hal-hal yang dijumpai dalam lingkungan. Setiap
orang merasakan beberapa ancaman keselamatan psikologis pada pengalaman yang
baru dan yang tidak dikenal. (Potter&Perry,2005).
Orang dewasa yang sehat secara umum mampu memenuhi kebutuhan
keselamatan fisik dan psikologis mereka tanpa bantuan dari profesional pemberi
perawatan kesehatan.Bagaimanapun, orang yang sakit atau cacat lebih rentan untuk
terancam kesejahteraan fisik dan emosinya,sehingga intervensi yang dilakukan
perawat adalah untuk membantu melindungi mereka dari bahaya. (Potter&Perry,
2005).
3. Lingkup Kebutuhan Keamanan atau Keselamatan
a. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigen, kelembaban
yang optimum, nutrisi, dan suhu yang optimum akan mempengauhi kemampuan
seseorang.
Oksigen
Bahaya umum yang ditemukan dirumah adalah sistem pemanasan yang tidak
berfungsi dengan baik dan pembakaran yang tidak mempunyai sistem
pembuangan akan menyebabkan penumpukan karbondioksida.
Kelembaban
Kelembaban akan mempengaruhi kesehatan dan keamanan klien, jika
kelembaban relatifnya tinggi maka kelembaban kulit akan terevaporasi dengan
lambat.
Nutrisi
Makanan yang tidak disimpan atau disiapkan dengan tepat atau benda yang
dapat menyebabkan kondisi-kondisi yang tidak bersih akan meningkatkan
risiko infeksi dan keracunan makanan.
b. Macam-macam Bahaya atau Kecelakaan
1. di rumah
2. di RS : mikroorganisme
3. Cahaya
4. Kebisingan
5. Cedera
6. Kesalahan prosedur
7. Peralatan medis, dan lain-lain
4. Cara Meningkatkan Keamanan atau Keselamatan
1. Emosi
Kecemasan, depresi, dan marah akan mudah terjadi dan mempengaruhi
keamanan dan kenyamanan.
2. Status Mobilisasi
Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran menurun
memudahkan terjadinya risiko injuri.
3. Gangguan Persepsi Sensori
Mempengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yang berbahaya seperti gangguan
penciuman dan pengelihatan.
4. Keadaan Imunitas
Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehingga mudah
terserang penyakit.
5. Tingkat Kesadaran
Pada pasien koma, respon akan menurun terhadap rangsangan, paralisis,
disorientasi, dan kurang tidur.
6. Informasi atau Komunikasi
Gangguan komunikasi seperti aphasia atau tidak dapat membaca dapat
menimbulkan kecelakaan.
7. Gangguan Tingkat Pengetahuan
Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat diprediksi
sebelumnya.
8. Penggunaan Antibiotik yang tidak Rasional
Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik.
9. Status Nutrisi
Keadaan kurang nutrisi dapat menimbulkan kelemahan dan mudah
menimbulkan penyakit, demikian sebaliknya dapat berisiko terhadap penyakit
tertentu.
10. Usia
Perbedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia anak-anak
dan lansia mempengaruhi reaksi terhadap nyeri.
11. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespon
nyeri dan tingkat kenyamanannya.
12. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri dan tingkat kenyaman yang mereka punyai.
13. Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan memiliki risiko cedera yang lebih tinggi daripada
jenis pekerjaan lain, contohnya atlet bela diri. Oleh sebab itu, individu yang
berkecimpung dalam pekerjaan tersebut juga memiliki risiko cedera yang lebih
tinggi daripada individu yang lain.
14. Lingkungan
Kondisi lingkungan yang tidak aman dapat menganggu keselamatan dan
keamanan seseorang. Contohnya adalah lingkungan perumahan di dekat sungai
atau di lereng gunung serta lingkungan yang tercemar.
6. Jenis Dasar Resiko terhadap Keamanan Klien di dalam Lingkungan
Pelayanan Kesehatan
1. Jatuh
Jatuh merupakan 90% jenis kecelakaan yang dilaporkan dari seluruh
kecelakaan yang terjadi di rumah sakit. Resiko jatuh lebih besar dialami oleh klien
lansia. Selain usia, riwayat jatuh terdahulu, masalah pasca sikap berjalan dan
mobilisasi, hipotensi postural, perubahan sensorik, disfungsi saluran dan kandung
kemih, dan beberapa kategori diagnosa tertentu seperti kanker, penyakit
kardiovaskuler, neurologi, dan penggunaan obat-obatan dan interaksi obat juga dapat
menyebabkan jatuh modifikasi dalam lingkungan pelayanan kesehatan dengan mudah
mengurangi resiko jatuh. Pegangan yang aman ditoilet, kunci pada tempat tidur,
pagar tempat tidur dan bel pemanggil beberapa bentuk keamanan yang ditemukan
dalam pelayanan kesehatan. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah jatuh :
1. Kaji resiko klien untuk jatuh
2. Tempatkan klien yang beresiko jatuh dekat dengan ruangan perawat
3. Ingatkan seluruh petugas terhadap resiko klien jatuh
4. Kunci seluruh tempat tidur, kursi roda atau brankar (Potter&Perry, 2005).
2. Oksigen
Kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigen akan
mempengaruhi keamanan pasien.
Menurut jurnal Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit yang aman dalam situasi
darurat dan bencana, system gas medic harus diatur seperti berikut :
1. Gas medik disimpan dengan benar dan dipasang dalam area penyimpangan
dengan kompartemen
2. Lokasi yang benar dan aman untuk penyimpanan gas medik.
3. Untuk penggunaan di rumah sakit gas medik harus dalam pipa, penyimpanan
minimum selama tujuh hari
3. Pencahayaan
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan public yang penting. Kualitas
pelayanan dalam rumah sakit dapat ditingkatkan apabila didukung oleh peningkatan
kualitas fasilitas fisik. Ruang rawat inap merupakan salah satu wujud fasilitas fisik
yang penting keberadaannya bagi pelayanan pasien. Tata pencahayaan dalam ruang
rawat inap dapat mempengaruh kenyamanan pasien selama menjalani rawat inap,
disamping juga berpengaruh bagi kelancaran paramedis dalam menjalankan
aktivitasnya untuk melayani pasien.( Adi Santosa)
Depkes RI (1992) mendefinisikan pencahayaan sebagai jumlah penyinaran pada
suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pada
rumah sakit intensitas pencahayaan antara lain sebagai berikut:
1. Untuk ruang pasien saat tidak tidur sebesar 100-200 lux dengan warna cahaya
sedang
2. Pada saat tidur maksimum 50 lux
3. Koridor minimal 60 lux
4. Tangga minimal 100 lux
5. Toilet minimal 100 lux
Potensial terjadinya infeksi akan berkurang bila ternik aseptic digunakan. Salah
satu nya adalah dengan cuci tangan yang benar. Menurut DEPKES 2007, mencuci
tangan adalah proses yang secara mekanismelepaskan kotoran dan debris dari kulit
tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air. Tujuan mencuci tangan menurut
DEPKES 2007 adalah merupakan salah satu unsur pencegahan penularan infeksi.
7. Pengertian Kenyamanan
1. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak-anak dan lansia. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri
dan prosedur yang dilakukan perawat. Anak yang masih kecil sulit mengungkapkan
secara verbal dan mengekpresikan nyeri kepada orang tua atau perawat. Dengan
demikian perawat harus mengadaptasi pendekatan dalam upaya mencari cara
mengkaji nyeri pada anak. Pada lansia yang mengalami nyeri perlu dilakukan
pengkajian, diagnosis, dan penatalaksanaan secara agresif. Kemampuan klien lansia
untuk menginterpresentasikan nyeri dapat mengalami komplikasi dengan keberadaan
berbagai penyakit disertai gejala samar-samar yang mungkin mengenai bagian tubuh
yang sama. Apabila lansia memiliki nyeri lebih dari satu bagian, maka perawat harus
mengkaji lebih rinci.
2. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespon
terhadap nyeri (Gil, 1990). Beberapa kebudayan yang mempengaruhi jenis kelamin
misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh
menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis. Toleransi nyeri sejak lama
telah menjadi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi
toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merukan hal
yang unik pada setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelamin.
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.
Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan
mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud,
1991).Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami
mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk
menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya
seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman
yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan
respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri pasien
(Smeltzer& Bare, 2003).
4. Keluarga dan Support Sosial
Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran
dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung
pada keluarga untuk mensupport, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran
keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah.
Kehadiran orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam
menghadapi nyeri (Potter & Perry, 1993).
5. Ansietas ( Cemas )
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri,
mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak memperlihatkan
suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan
bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat pascaoperatif.
Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan
persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat
mendistraksi pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara
umum, cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan
pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).
6. Pola koping
Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit
adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan
kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering
menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting
untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini
seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan
sebagai rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.
8. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990) perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan
teknik untuk mengatasi nyeri.
9. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman atau persepsi seseorang terhadap
nyeri dan dan bagaimana cara mengatasinya.