Anda di halaman 1dari 8

Mesin Las

Sumber tenaga mesin las dapat diperoleh dari:

- motor bensin atau diesel

- gardu induk

Tegangan yang diperlukan oleh mesin las biasanya:

- 110 Volt

- 220 Volt

- 380 Volt

Antara jaringan dengan mesin las pada bengkel, terdapat saklar pemutus.

Mesin las yang digerakkan dengan motor, cocok dipakai untuk pekerjaan lapangan atau pada bengkel
yang tidak mempunyai jaringan listrik.

Busur nyala las ditimbulkan oleh arus listrik yang diperoleh dari mesin las.

Busur nyala terjadi apabila dibuat jarak tertentu antara elektroda dengan benda kerja dan kabel masa
dijepitkan kebenda kerja.

Mesin las ada dua macam, yaitu:

- mesin las D.C (direct current – mesin las arus searah)

- mesin las A.C (alternating current – mesin las arus bolak-balik)

Pemasangan kabel skunder, pada mesin las D.C dapat diatur / dibuat menjadi DCSP atau DCRP.

- bila kabel elektroda dihubungkan kekutub negative mesin, dan kabel masa dihubungkan kekutub
positif maka disebut hubungan polaritas lurus (D.C.S.P)
Pada hubungan D.C.S.P, panas yang timbul, sepertiga memanaskan elektroda dan dua pertiga
memanaskan benda kerja.

Berarti benda kerja menerima panas lebih banyak dari elektroda.

- bila kabel elektroda dihubungkan kekutub positif mesin, dan kabel masa dihubungkan kekutub
negative maka disebut hubungan polaritas terbaik (D.C.R.P)

catatan:

DCSP = direct current straight polarity

DCRP = direct current revers polarity

- pada hubungan D.C.R.P, panas yang timbul, dua pertiga memanaskan elektroda dan sepertiga
memanaskan benda kerja. Berarti elektroda menerima panas yang lebih banyak dari benda kerja

- kapan dipergunakan D.C.R.P, tersebut?

Ini tergantung pada :

- bahan benda kerja

- posisi pengelasan

- bahan dan salutan elektroda

- penembusan yang diinginkan

Pada mesin las A.C, kabel masa dan kabel elektroda dapat dipertukarkan tanpa mempengaruhi
perubahan panas yang timbul pada busur nyala.

Keuntungan-keuntungan pada mesin D.C antara lain:

- busur nyala stabil

- dapat menggunakan elektroda bersalut dan tidak bersalut


- dapat mengelas pelat tipis dalam hubungan DCRP

- dapat dipakai untuk mengelas pada tempat-tempat yang lembab dan sempit

Keuntungan-keuntungan pada mesin A.C, antara lain:

- busur nyala kecil, sehingga memperkecil kemungkinan timbunya keropos pada rigi-rigi las

- perlengkapan dan perawatan lebih murah

Besar arus dalam pengelasan dapat diatur dengan alat penyetel, dengan jalan memutar handle menarik
atau menekan, tergantung pada konstruksinya.

Besar ampere yang dihasilkan mesin dapat dilihat pada skala ampere.

A. Penyetelan

Terutama untuk benda-benda yang besar, diperlukan perangkaian yang baik untuk mempermudah
penyetelan kampuh. Selain itu kemungkinan perubahan bentuk yang terjadi akibat panas selama
pengelasan berlangsung dapat dihindarkan / dikurangi. Untuk itu diperlukan terutama:

- kelem C

- pasak

- baut

- jembatan

- rantai

- dan sebagainya

Dalam memanjang kampuh, benda kerja harus dibiarkan supaya dapat memuai dengan bebas.

Untuk menyetel / mengepas dua ujung plat yang telah dirol, atau plat datar dipergunakan:

- kelem C

- rantai
- pasak

Untuk menyetel sambungan siku dipergunakan kelem siku dan pasak.

Menyetel dengan memakai baut dan kelem datar.

Cara menyetel jarak kampuh (kampuh V terbuka/ V tertutup) dengan memakai baut.

Cara menyetel/meluruskan sambungan dengan memakai pasak. Untuk mengatasi pelentingan pelat.

Untuk menarik benda kerja ke posisi yang diinginkan dengan memakai baut, sebelum maupun selama
mengelas.

Cara menekan benda ke posisi yang diinginkan dengan memakai pasak, sebelum maupun selama
mengelas.

B. Mengatur Tegangan

Pada mesin las modern, tegangan pengelasan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.

Mesin las umumnya mempunyai tegangan 60 – 80 Volt sebelum terjadi busur nyala. Tegangan ini
disebut tegangan terbuka atau tegangan atau tegangan pembakar.

Bila busur nyala telah terjadi (sedang mengelas) maka tegangan turun menjadi 20 – 40 Volt. Ini
dinamakan tegangan kerja. Tegangan kerja disesuikan dengan diameter elektroda.

Untuk elektroda: 1,5 – 5,5 mm tegangan kerja 20 – 30 Volt.

Untuk elektroda: 4,5 – 6,4 mm tegangan kerja 30 – 40 Volt.

C. Mengatur Ampere

Arus pengelasan ditentukan oleh: diameter elektroda, tebal bahan, jenis elektroda dan posisi
pengelasan.
Pengaturan arus dilakukan dengan memutar handel atau knop.

Arus pengelasan yang dipakai dapat dilihat/ dibaca pada skala arus, yang terdapat pada mesin las.

Perkiraan arus yang dipakai untuk mengelas, dapat dilihat pada table yang tertera pada setiap bungkus
elektroda, misalnya sebagai berikut:

diameter (mm) x panjang daerah polaritas arus elektroda (A)

2,6 x 350 45 – 95 Ac atau Dc

D. Menebalkan Permukaan

Menebalkan benda kerja yang telah aus (poros, bidang-bidang luncur dsb) dapat dilakukan dengan las.

Dan untuk mencapai ukuran yang diperlukan, rigi-rigi las selanjutnya dikerjakan dengan menyekrap atau
membubut.

Untuk mencegah perubahan bentuk pada bidang datar, maka pengelasan dilakukan berurut dan
bergantian pada kedua permukaannya.

E. Posisi - Posisi Pengelasan

Posisi pengelasan ada empat macam:

1. posisi dibawah tangan (lihat w, h)

2. posisi mendatar / horizontal (lihat q)

3. posisi vertical (lihar s)

4. posisi diatas kepala (lihat u)

F. Membuat Rigi - Rigi

sambungan terisi dengan rata, maka pada permukaan penyambungan diadakan pengayunan elektroda.

Batas pemunduran elektroda dan kecepatan pengisian kawah normal.

Batas pemunduran elektroda terlalu jauh, atau kecepatan pengisian terlalu lama, sehingga terjadi
sambungan rigi-rigi yang tinggi.
Batas pemunduran elektroda terlalu pendek atau waktu pengisian terlalu singkat, sehingga terjadi
sambungan rigi-rigi yang rendah.

G. Menyambung Rigi - Rigi

Apabila elektroda habis sebelum sampai pada batas pengelasan, maka untuk menyambung kembali,
diperlukan cara tertentu.

Baik buruknya penyambungan tergantung pada:

- kondisi kawah yang akan disambung

- kecepatan penyambungan

- batas mundur elektroda

Sebelum penyambungan rigi-rigi dimulai bersihkan terak sepanjang kira-kira 15 mm (bila ujung kawah
masih pijar, penyambungan dapat dilakukan tanpa pembuangan terak).

Busur nyala dimulai 5 – 10 mm dari kanan kemudian elektroda digerakkan kekiri sampai mendekati rigi-
rigi yang akan disambung. Kemudian teruskan pengelasan menurut arah yang diperlukan.

H. Mematikan Busur Nyala

Agar ujung akhir rigi-rigi las tidak keropos dan tidak terlalu rendah, maka untuk memutuskan atau
melepaskan busur nyala dari benda kerja dibutuhkan cara :

-cara a: elektroda diangkat, lalu sedikit diturunkan, baru diayun keluar.

-cara b, elektroda diangkat sedikit lalu diturunkan kembali sambil dilepas dengan mengayunkan kekiri
atas.

-cara c, diperlihatkan cara pelepasan elektroda yang salah.

I. Hasil Rigi - Rigi

Dengan melihat hasil rigi-rigi las dapat diketahui kesalahan-kesalahan pengelasan.

a. besar arus, kecepatan gerak elektroda dan jarak busur nyala normal.

b. besar arus, kecepatan gerak elektroda normal, tetapi jarak busur terlalu besar, sehingga terjadi sedikit
percikan disekitar rigi-rigi. Selain itu penembusan dangkal.
c. jarak busur nyala dan kecepatan elektroda normal, tetapi arus terlalu besar sehingga banyak terjadi
percikan disepanjang rigi-rigi. Garis-garis rigi-rigi meruncing.

d. kecepatan gerak elektroda normal, tetapi arus terlalu rendah sehingga rigi-rigi menjadi tinggi dan
penembusan dangkal. Penyalaan elektroda sukar.

e. besar arus, busur nyala normal tetapi kecepatan jalan elektroda terlalu lambat. Rigi-rigi tinggi dan
lebar.

f. besar arus, jarak busur nyala normal tetapi kecepatan jalan elektroda terlalu tinggi, sehingga bentuk
permukaan rigi-rigi jelek. Penembusan juga dangkal

J. Ayunan Elektroda

Untuk mendapatkan rigi-rigi yang lebih besar dan memperdalam penembusan, perlu mengayun
elektroda.

lima macam ayunan.

Pengayunan ini terutama penting dilakukan pada pengelasan kampuh V, X, U dan sebagainya.

Cara 1 : tanpa ayunan, untuk pengelasan benda tipis.

Cara 2, 3 : ayunan setengah lingkaran dan ayunan gergaji, untuk pengelasan benda yang tebalnya
sedang.

Cara 4, 5 : ayunan segi empat dan segi tiga, untuk pengelasan benda tebal.

K. Tinggi Awal Busur

Bila pengelasan dimulai dipinggir sekali, maka penembusan awal rigi-rigi sering kurang baik.

Untuk mengisi hal ini, maka titik awal pengalaan dimulai kira-kira 10 – 20 mm dari tepi kampuh yang
akan dilas.

Elektroda dimundurkan mencapai tepi, lalu dikembalikan kearah lintasan yang diperlukan.

Jarak busur nyala ditinjau dari jenis salutan elektroda digolongkan sebagai berikut:

a. elektroda bersalut sedang, jarak busur = 0,7 d

b. elektroda bersalut tipis, jarak busur = 0,9 d

c. elektroda bersalut tebal (elektroda kontak), jarak busur = 0,8 d


d. elektroda bersalut sedang mengandung ferro, jarak busur = 0,8 d

catatan:

d = diameter kawat elektroda

d‾ = jarak busur nyala

L. Menyalakan Elektroda

Elektroda dapat dinyalakan dengan dua cara, yaitu:

1. cara sentakan

2. cara goresan

Pertama ialah elektroda diturunkan lurus sampai menyentuh benda kerja dan langsung diangkat (cepat)
sampai jarak kira-kira 1x diameter elektroda.

Kemudian diturunkan sampai terjadi tinggi busur yang diinginkan (kira-kira 0,8 x diameter elektroda)

Kedua ialah seperti menggoreskan korek api. Setelah busur terjadi tinggi nyala dipertahankan kira-kira
0,8 kali diameter elektroda diatas bidang kerja.

Arah penggoresan dapat kekiri maupun kekanan

Pasanglah tameng, sebelum elektroda menyala.

Perpendekan elektroda, harus diikuti dengan penurunan tangan, agar sudut elektroda dan tinggi busur
tetap dapat dipertahankan

M. Menjepit Elektroda

Sebelum bekerja, semua kelengkapan keselamatan kerja harus disiapkan.

Jepitlah ujung elektroda pada bagian yang tidak bersalut.

Elektroda harus dijepit dengan kuat pada tang.

Anda mungkin juga menyukai