LATAR BELAKANG
Rokok merupakan barang yang sudah menjadi tingkat konsumsi yang relatif tinggi di masy
arakat. Masalah rokok masih menjadi masalah nasional yang diprioritaskan upaya penanggulang
annya karena menyangkut berbagai aspek dalam kehidupan seperti aspek ekonomi, sosial politik,
dan terutama aspek kesehatan. Meski menyadari bahaya merokok, orang-orang di seluruh dunia
masih terus menghisap belasan milyar batang rokok setiap harinya. Jumlah perokok di negara-ne
gara berkembang jauh lebih banyak dibanding jumlah perokok di negara maju (Kemenkes RI, 20
11).
Rokok menghasilkan asap yang sangat berbahaya bagi kesehatan si perokok sendiri sebaga
i perokok aktif, maupun orang lain yang ada di sekitarnya sebagai perokok pasif. Perokok pasif
menghisap lebih banyak zat berbahaya dibandingkan perokok aktif yang hanya menghisap sekita
r 25% dari asap rokok yang berasal dari ujung yang terbakar. Sementara 75% lainnya diberikan k
Anak-anak Indonesia yang berusia muda mulai merokok karena pengaruh lingkungan
sekitarnya, dan juga karena kemauan sendiri. Merokok pada anak-anak karena kemauan sendiri
disebabkan ingin menunjukkan bahwa dirinya telah dewasa. Umumnya mereka bermula dari
perokok pasif (menghisap asap rokok orang lain yang merokok) lantas menjadi perokok aktif.
Semula hanya mencoba-coba kemudian menjadi ketagihan akibat adanya nikotin di dalam rokok.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2017, Kota
Makassar menempati urutan pertama dalam jumlah perokok remaja usia < 18 tahun yaitu sebesar
4.479 orang, disusul Tana Toraja sebesar 3.924 dan Maros 3.662 orang. Menurut Data Riskesdas
Tahun 2018 angka perokok anak mencapai 9,1% mengalami peningkatan sekitar 4% dari tahun
2013.
Menjadi perokok pasif bagi anak-anak boleh dikatakan merupakan permulaan merokok
bagi anak itu sendiri. Pernah dilaporkan ada anak-anak berusia 3 tahun telah mulai merokok atas
pengaruh lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, dan kemauan sendiri. Pada taraf
permulaan biasanya hanya digunakan rokok dari daun buah jagung atau daun nipah, kemudian
Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk
melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi, dan atau penggunaan rokok. Alasan
diberlakukannya KTR adalah setiap orang berhak atas perlindungan terhadap bahaya rokok, asap
tembakau membahayakan dan tidak memiliki batas aman, ruang khusus untuk merokok dan
sistem sirkulasi udara tidak mampu memberikan perlindungan yang efektif. Sehingga
perlindungan hanya efektif apabila 100% suatu tempat bebas dari asap rokok.
Pendidikan dan Kebudayaan No 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan
Sekolah bahwasannya kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang
untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, dan/atau mempromosikan rokok.
Kebijakan mengenai penetapan kawasan tanpa rokok (KTR) di tempat proses belajar
mengajar, membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, terutama peranan guru. Sikap dan
Perilaku guru merupakan panutan dalam membentuk sikap dan perilaku murid. Oleh karena itu
peranan guru, khususnya guru sekolah dasar (SD) sangat penting karena usia sekolah dasar (SD)
merupakan awal pembentukan sikap dan perilaku. Sikap dan perilaku anak sejak usia dini
cenderung meniru tokoh yang dilihatnya, temasuk guru yang setiap harinya berinteraksi dengan
mereka, Karena itu alangkah baiknya guru tidak memberikan contoh perilaku merokok terhadap
anak sekolah terutama sekolah dasar (SD) untuk mencegah perilaku merokok pada anak sekolah
PERMASALAHAN
b. Lingkungan sekolah dan rumah yang dikelilingi oleh perokok (orang tua dan guru)
Perencanaan Kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah harus diikuti dengan edukasi
kepada siswa, guru, dan orang tua. Sosialisasi tentang bahaya rokok kepada pihak sekolah dan
PELAKSANAAN
Dilaksanakan sosialisasi kepada pihak sekolah mengenai Kawasan tanpa rokok. Hingga
saat laporan ini selesai dibuat, telah dilakukan sosialisasi pada dua lokasi sekolah di wilayah
PKM Ge’Tengan, yakni SMP Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja dan MI
Muhammadiyah Plus 1 Tana Toraja. Hal yang disosialisasikan mengenai bahaya merokok, dan
Telah dilakukan sosialisasi kepada pihak sekolah mengenai Kawasan tanpa rokok di
wilayah kerja PKM Ge’Tengan, dari total 27 Sekolah (SD/MIN 16, SMP 5, SMA/SMK 6), telah
dilaksanakan sosialisasi di dua lokasi sekolah. Hal yang menjadi penghambat dalam melakukan
kegiatan ini adalah adanya pandemi Covid-19 yang membuat sekolah melakukan pembelajaran
jarak jauh (PJJ). Hal ini membuat kegiatan sosialisasi Kawasan tanpa rokok di wilayah sekolah
Sosialisasi mengenai bahaya rokok dan pentingnya peran guru dan orang tua menjadi poin
penting dalam kesuksesan program Kawasan tanpa rokok ini. sosialisasi ini diharapkan dapat
menurunkan jumlah perokok dibawah umur 18 tahun, mengurangi jumlah perokok pasif, dan
meningkatkan kualitas hidup anak-anak pada umumnya, sehingga dapat menurunkan jumlah