Anda di halaman 1dari 41

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN TEORITIS

2.1.1 KONSEP LANSIA

2.1.1.1 Definisi Lansia

Lansia atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di

dalam kehidupan manusia. Lansia merupakan suatu proses

sepanjang hidup yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu

tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Lansia

merupakan proses alami yang berarti seseorang telah melalui

tahap-tahap kehidupannya yaitu, neonatus, toodler, pra sekolah,

sekolah, remaja, dewasa, dan menjadi lansia. Tanpa berbeda ini

dimulai baik secara biologis maupun psikologis (Padila 2013)

Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada

daur kehidupan manusia. Menurut UU No. 13/Tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang

yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Rhosma 2014).

Lansia dalam bahasa inggris disebut being old yaitu orang yang

sudah tua. Lanjut usia merupakan suatu kelompok usia yang

disebut very old atau lanjut usia,juga di sebut sepuh opa-oma.

Lanjut usia adalah berartipara orang jompo. Dalam kamus Bahasa


15

Indonesia,orang jompo adalah yang sudah tua (KBBI 1971 Dalam

Indriyani 2017).

Orang lanjut usia (lansia) menurut definisi World Health

Organization(WHO), adalah orang usia 60 tahun ke atas yang

terdiri dari (1) usia lanjut (elderly) 60-74 tahun, (2) usia tua (old)

75-90 tahun, (3) usia sangat lanjut (very old) di atas 90tahun

(Raharja,2013).

Organisasi kesehatan Dunia untuk Regional Asia Selatan dan

Timur adalah usia lebih dari 60 tahun. Dilihat dari ciri-ciri

fisiknya,lansia memang mempunyai karakteristik yang spesifik.

(WHO 2002 Dalam Indriyani 2017)

2.1.1.2 Klasifikasi Lansia

(Depkes RI 2003 Dalam Rhosma 2014) mengklasifikasi

lansia sebagai berikut:

a. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59

tahun.

b. Lansia seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

c. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau

lebih/seseorang yang berusia 60 tahun lebih dangan masalah

kesehatan.

d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan

pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.


16

e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari

nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Sedangkan klasifikasi lansia menurut WHO adalah sebagai berikut:

a. Elderly : 60 -74 tahun

b. Old : 75 – 89 tahun

c. Very old : >90 tahun

2.1.1.3 Karakterisitik Lansia

Dewi sofia (2014) Lansia memiliki tiga karakter sebagai

berikut:

a. Berusia lebih dari 60 tahun.

b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat

sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial hingga spiritual,

serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.1.1.4 Tipe Lansia

Dewi sofia (2014) banyak di temukan macam-masam lansia.

Beberapa yang menojol di antaranya:

a.Tipe anti bijaksana

Lansia kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan

diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap

ramah, rendah hati, sederhana, dermawan memenuhi

undangan dan menjadi panutan.

b. Tipe mandiri
17

Lansia kini senang mengganti kegiatan yang hilang

dengan kegiatanyang baru, selektif dalam mencari pekerjaan

dan teman pergaulan,serta memenuhi undangan.

c.Tipe tidak puas

Lansia yang selalu mengalami konflik lahir batin,

menentang proses penuaan yang menyebabkan kehilangan

kecantikan, kehilanga daya tarik jasmani, kehilangan

kekuasaan, status, teman yang di sayangi, pemarah, tidak

sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit di layani, dan

pengkritik.

d. Tipe pasrah

Lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,

mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, melakukan

berbagai jenis pekerjaan.

e.Tipe bingung

Lansia yang sering kaget, kehilangan kepribadian,

mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak

acuh.

Lansia dapat pula dikelompokkan dalam beberapa tipe

yang bergantung pada karakter, pengalaman hidup,

lingkungan, kondisi fisik, mental, social dan ekonominya.

Tipe ini diantaranya:


18

a. Tipe optimis

Lansia santai dan periang, penyesuaian cukup baik,

memndang lansia dalam bentuk bebas dari tanggng jawab

dan sebagai kesempatan untuk menuruti kebutuhan

pasifnya.

b. Tipe konstukrif

Mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidup,

mempunyai toleransi tinggi, humoris, fleksibel dan sadar

diri. Biasanya sifat ini terlihat sejak muda.

c. Tipe ketergantungan

Lansia ini masih dapat diterima di tengah

masyarakat, tetapi selalu pasif, tidak berambisi, masih sadar

diri, tidak mempunyai inisiatif, dan tidak praktis dalam

bertindak.

d. Tipe serius

Lansia yang tidak mudah menyerah, serius, senang

berjuang, dan bisa menjadi panutan.

e. Tipe putus asa,membenci dan menyalahkan diri sendiri

Bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak

memiliki ambisi, mengalami penurunan sosio dan ekonomi,

tidak dapat menyesuaikan diri, lansia tidak hanya

mengalami kemarahan, tetapi juga depresi, menganggap

usia lanjut sebagai masa yang tidak menarik dan berguna .


19

2.1.2 KONSEP HIPERTENSI

2.1.2.1 DEFINISI HIPERTENSI

Hipertensi merupakan keadaan peningkatan tekanan darah

dalam arteri ketika jantung sedang berkontraksi (sistolik) sama dengan

atau diatas 140 mmHg dan tekanan darah saat jantung sedang

berelaksasi (diastolik) sama dengan atau diatas 90 mmHg (WHO,

2013).

Hipertensi adalah salah satu faktor penting sebagai pemicu

penyakit tidak menular (Non Communicable Disease = NCD) seperti

penyakit jantung, Stroke, dan lain-lain yang saat ini menjadi momok

penyebab kematian nomor satu di dunia (Kemenkes RI, 2015).

Menurut American Sosiety of Hypertension (ASH) hipertensi

adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang

progresif sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling

berhubungan (Nuraini, 2015)

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan

abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang

mengangkut darah dari jantung dan memompa keseluruh jaringan dan

organ – organ tubuh secara terus – menerus lebih dari suatu periode.

Hal ini terjadi bila arteriol – arteriol konstriksi. Konstriksi arterioli

membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan

dinding arteri (Irianto, 2014).


20

2.1.2.2 KLASIFIKASI

The Joint National Commite VII (2014) (dalam Anissa Aulia Fitri

2013) menggolongkan hasil pengukuran tekanan darah menjadi:

Tabel 1 . Kategori menurut The Join National Commite (2014)

Kategori Tekanan Darah Sistolik Diastolik


Normal <120 mmHg <80 mmHg

Prehipertensi 120 – 139 mmHg 80 – 89 mmHg

Hipertensi stage 1 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg

Hipertensi stage 2 >160 mmHg >100 mmHg

Hipertensi stage 3 >180 mmHg >110 mmHg


Sumber : The Join National Commite (2014)

Berdasarkan American Heart Association (2014) tekanan darah

dapat diklasifikasikan berdasarkan usia dan penyakit tertentu.

Diantaranya adalah :

Tabel 2 . Kategori menurut American Heart Association (2014)

Batasan tekanan darah Kategori


> 150 / 90 mmHg Usia > 60 tahun tanpa penyakit

diabetes dan cronic kidney disease

>140 / 90 mmHg Usia 19 – 59 tahun tanpa penyakit

penyerta

> 140 / 90 mmHg Usia > 18 tahun dengan penyakit

ginjal

> 140 / 90 mmHg Usia >18 tahun dengan penyakit


21

diabetes
Sumber : The Join National Commite 2014

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu

hipertensi primer dan hipertensi sekunder (Smeltzer dan Bare,

2002 ), (Udjianti, 2010), (Susilo dan Wulandari 2011). Hipertensi

primer adalah peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui

penyebabnya. Dari 90% kasus hipertensi merupakan hipertensi

primer. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan

berkembangnya hipertensi primer adalah genetik, jenis kelamin, usia,

diet, berat badan, gaya hidup dan kualitas tidur . Hipertensi sekunder

adalah peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang

ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Dari

10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Faktor

pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan

kontrasepsi oral , kehamilan, peningkatan volume intravaskular, luka

bakar dan stres (Udjianti, 2010).

2.1.2.3 ETIOLOGI

Anggraini dkk, 2009 menyatakan bahwa hipertensi terjadi

karena dua faktor , yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan tidak

dapat dimodifikasi . Masing – masing penjelasannya sebagai

berikut :

1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

a. Faktor genetik
22

Resiko terjadinya penyakit hipertensi dikarenakan faktor

genetik dari keluarga yang menderita hipertensi . Hal tersebut

terjadi karena meningkatnya kadar sodium intraseluler dan

rendahnya rasio potasium dengan sodium individu . Orang yang

memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi mempunyai resiko

dua kali akan terkena hipertensi .

b. Faktor usia

Kejadian hipertensi terjadi seiring meningkatnya usia , pasien

dengan usia 60 tahun mempunyai tekanan darah sama atau lebih

besar dari 140 / 90 mmHg . Hal ini karena pengaruh degenerasi

yang terjadi karena bertambahnya usia seseorang . Setelah usia 45

tahun dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena

penumpukan kolagen pada lapisan otot sehingga pembuluh darah

akan berangsur kaku dan menyempit .

Peningkatan usia akan menyebabkan perubahan fisiologis pada

usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan saraf simpatik .

Pengaturan tekanan darah yaitu reflek baroreseptor pada usia lanjut

sensitifnya sudah berkurang .

c. Faktor Jenis Kelamin

Pada wanita dan pria prevalensi terjadinya hipertensi adalah

sama, namun wanita sebelum terlindungi dari penyakit sistem

kardiovaskuler karena hormon esterogen . Wanita akan kehilangan

hormon esterogen setelah premonopouse yang biasanya melindungi


23

pembuluh darah yang rusak sedikit demi sedikit . Hal ini terus

berlangsung berubah secara alami dan kuantitasnya . Sesuai dengan

usia wanita 45 – 55 tahun .

d. Etnis

Orang dengan kulit hitam memiliki resiko tekanan darah lenih

tinggi dibanding dengan orang berkulit putih . Belum diketahui

secara pasti penyebabnya namun orang kulit hitam memiliki kadar

renin yang rendah sehingga sensitifitas pada vasopinefrin lebih

besar .

e. Tipe Kepribadian

Tipe kepribadian berpengaruh terhadap kejadian hipertensi.

Pola perilaku tipe A terbukti mempunyai hubungan dengan

kejadian hipertensi. Pola perilaku tipe A dalam menimbulkan

hipertensi banyak penelitian yang menghubungkan dengan sikap

yang ambisius , suka bersaing dan bekerja tidak lelah, selalu dikejar

waktu dan tidak mudah puas. Sifat tersebut akan mengeluarkan

katekolamin yang meningkatkan prevalensi kadar kolesterol serum

meningkat .

2. Faktor yang Dapat dikontrol

a. Obesitas

Berat badan menjadi faktor penyebab hipertensi

pada kelompok etnis disemua usia . Terjadinya


24

perubahan fisiologis yang menerangkan hubungan

kelebihan berat badan dengan terjadinya tekanan darah

tinggi, yaitu terjadinya resistensi insulin dan

hiperinsulinemia . Aktivitas saraf simpatis dan sistem

renin angiotensin . Sehingga menyebabkan perubahan

fisik yang terjadi pada ginjal . Bertambahnya konsumsi

energi secara terus menerus menyebabkan

meningkatnya insulin plasma, dimana natrioretik

potensial menyebabkan terjadinya reabsorbsi natrium

dan meningkatkan tekanan darah terus menerus

b. Pola asupan garam dalam diet

Rekomendasi dari World Health Organization (WHO)

bahwa pola konsumsi garam yang tepat dapat

mengurangi resiko terjadinya hipertensi yaitu tidak

lebih dari 100 mmol atau 2,4 gram sodium atau 6 gram

garam perhari. Kelebihan konsumsi Natrium dapat

menigkatkan konsentrasi natrium di dalam cairan

ekstravaskuler sehingga untuk menormalkan maka

harus menarik cairan intraseluluer keluar agar volume

cairan ekstravakuler mengalami peningkatan.

Peningkatan volume cairam ekstravaskuler

menyebabkan peningkatan volume darah yang berefek

peningkatan pada tekanan darah.


25

c. Stres

Stres juga dapat meningkatkan pembuluh darah

perifer dan curah jantung sehingga menstimulasi

aktovitas saraf simpatis . Stres dapat berhubungan

dengan pekerjaan, sosial, ekonomi dan karakteritik

personal .

d. Merokok

Kegiatan merokok dapat dikaitkan dengan kejadian

hipertensi > Perokok berat dikaitkan dengan terjadinya

hipertensi maligna dan resiko terjadinya stenosis arteri

renal yang menyebabkan arterosklerosis.

e. Kualitas Tidur

Hipertensi dapat terjadi oleh beberapa faktor resiko

yaitu riwayat keluarga, kebiasaan hidup yang kurang

baik, pola tidur kurang baik atau kualitas tidur buruk .

f. Konsumsi alkohol dan kafein

Konsumsi alkohol dan kafein Secara berlebihan

yang terdapat dalam kopi, teh, dan cola akan

meningkatkan aktifitas syaraf simpatis karena dapat

merangsang sekresi Corticotropin Releasing Hormone

(CRH) yang berujung pada peningkatan tekanan darah.

Sementara kafein dapat menstimulasi jantung untuk


26

bekerja lebih cepat sehingga mengalirkan lebih banyak

cairan pada setiap detiknya.

2.1.2.4 MANIFESTASI KLINIS

Tekanan darah tinggi sering disebut sebagai silent killer , hal ini

diibaratkan sebagai bom waktu yang pada awal tidak menunjukkan

tanda dan gejala yang spesifik, sehingga orang seringkali

mengabaikannya. Walaupun menunjukan gejala, biasanya ringan dan

tidak spesifik, seperti pusing, muka merah, sakit kepala, dan keluar

darah dari hidung. Namun demikian, jika hipertensinya berat atau sudah

berlangsung lama dan tidak mendapat pengobatan, akan timbul gejala

seperti: sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak napas, tereengah-

engah, pandangan mata kabur dan berkunang-kunang. Terjadi

pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki, keluar keringat yang

berlebihan, kulit tampak pucat dan kemerahan, denyut jantung yang

kuat, cepat dan tidak teratur. Kemudian muncul gejala yang

menyebabkan gangguan psikologis seperti: emosional, gelisah dan sulit

tidur (Ira, 2014).

2.1.2.5 PATOFISIOLOGI

Tekanan darah arteri merupakan produk total resistensi perifer dan

curah jantung. Curah jantung meningkat karena keadaan yang

meningkatkan frekuensi jantung, volume sekuncup atau keduanya.


27

Resistensi perifer meningkat karena faktor- faktor yang

meningkatkan viskositas darah atau yang menurunkan ukuran

lumen pembuluh darah, khususnya pembuluh arteriol. Hipertensi

yang berlangsung lama akan meningkatkan beban kerja jantung

karena terjadi peningkatan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kiri.

Untuk meningkatkan kekuatan kontraksinya, ventrikel kiri

mengalami hipertropi sehingga kebutuhan jantung akan oksigen

dan beban jantung meningkat. Dilatasi dan kegagalan jantung dapat

terjadi ketika keadaan hipertrofi tidak lagi mampu

mempertehankan curah jantung yang memadai. Karena hipertensi

memicu aterosklerosis arteri koronaria, maka jantung gangguan

lebih lanjut akibat penurunan aliran darah ke dalam miokardium

shingga timbul angina pectoris atau infark miokard. Hipertensi

juga menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang semakin

mempercepat proses aterosklerosis serta kerusakan organ, seperti

cedera retina, gagal ginjal, stroke, dan aneurisma serta diseksi

aorta (kowalak, 2011).

2.1.2.6 KOMPLIKASI

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian


28

menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat

melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau

karena efek tidak langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau

karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap

reseptor angiotensin II, stres aksidatif, down regulation, dan lain-lain.

Penelitian ini juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas

terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target,

misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekpresi

transformating growth factor-b (TGF-) (Kartikasari, 2013).

a. Otak

Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang

diakibatkan oleh hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan, tekanan

intra kranial yang meninggi, atau akibat embolus yang tekanan darah

tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri

yang mendarahi otak mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga

aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya akan berkurang.

Arteri-arteri di otak yang akan mengalami arteroklerosis melemah

sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.

Ensafalopati juga dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna atau

hipertensi dengan onset cepat. Tekanan yang tinggi pada kelainan

tersebut menyebabkan peningkatan tekanan kepala, sehingga

mendorong cairan masuk kedalam ruang intertisium glomerolus.

Kerusakan glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-


29

unit fungsional ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut

menjadi hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan membran

glomerulujuga akan menyebabkan protein Kkeluar melalui urin

sehingga sering dijumpai edema sehingga akibat dari tekanan osmotik

koloid plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada

hipertensi kronik.

b. Retinopati

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan

pembuluh darah pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin

lama hipertensi tersebut berlangsung, maka makin berat ula kerusakan

yang dapat ditimbulkan. Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat

tekanan darah yang tinggi adalah iskemia optik neuropati atau

kerusakan pada saraf mata akibat penyumbatan aliran darah pada

arteri dan vena retina. Penderita hypertensitive retinopathy pada

awalnya tidak menunjukan gejala, yang pada akhirnya dapat menjadi

kebutuhan pada stadium akhir. Kerusakan yang lebih parah pada mata

terjadi pada kondisi hipertensi maligna, tekanan darah meningkat

secara tiba-tiba. Manisfestasi klinis akibat hipertensi maligna juga

terjadi secara mendadak, antara lain nyeri kepala, double vision, dim

vision, dan sudden vision loss.

c. Kardiovaskular

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami

arterosklerosis atau apabila terbentuk trombus yang menghambat


30

aliran darah melalui pembuluh darah tersebut, sehingga miokardium

tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Kebutuhan oksigen

miokardium yang tidak terpenuhi menyebabkan terjadinya iskemia

jantung, yang pada akhirnya dapat menjadi infark. Beban kerja

jantung akan meningkat pada hipertensi. Jantung akan terus-menerus

memompa darah dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan

pembesaran ventrikel kiri sehingga darah yang dipompa oleh jantung

akan berkurang. Apabila pengobatan yang dilakukan tidak tepat atau

tidak adekuat pada tahap ini maka dapat menimbulkan komplikasi

gagal jantung kongestif. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat

menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik saat

melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan

peningkatan risiko pembentukan bekuan.

d. Penyakit ginjal kronik

Ddapat terjadi karena kerusakan progesif akibat tekanan tinggi

pada kapiler-kapiler ginjal dan 25 glomerolus. Kerusakan glomerulus

akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit fungsional ginjal,

sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan

kematian ginjal. Kerusakan membran glomerulus juga akan

menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga sering dijumpai

edema sehingga akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang

berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada hipertensi kronik.


31

2.1.2.7 PENATALAKSANAAN

Terapi pada penyakit tekanan darah tinggi Menurut Marya

(2013) dibagi menjadi dua yaitu terapi farmakologis dan non

farmakologis .

a. Terapi Farmakologis

1. Diuretik

Peranan sentral retensi garam dan air dalam proses terjadinya

hipertensi essensial, penggunaan diuretic dalam pengobatan hipertensi

dapat masuk akal. Akan tetapi, akhir -akhir ini rasio manfaat terhadap

resikonya masih belum jelas. Efek samping yang ditimbulkan dari

penggunaan diuretik seperti: hipokalemia, hiperurisemia, dan

intoleransi karbohidrat dapat meniadakan efek manfaat obat tersebut

dalam menurunkan tekanan darah tinggi.

2. Vasodilator

Peningkatan resistensi perifer merupakan kelainan utama

hipertensi essensial, maka pemberian obat vasodilator dapat menjawab

kelainan ini. Obat -obat vasodilator akan menyebabkan vasodilatasi

atau pelebaran pembuluh darah yang akan menurunkan tekanan darah.

b. Terapi non farmakologis bagi penderita hipertensi yaitu:


32

1. Mengurangi atau menghilangkan faktor- faktor seperti: stress,

merokok, dan obesitas.

2. Melakukan aktivitas olahraga aerobik secara teratur.

3. Membatasi asupan jumlah kalori, garam, kolerterol, lemak dan lemak

jenuh dari makanan.

4. Modifikasi gaya hidup

Dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari X

- }) sendok teh (6 gram/hari), menurunkan berat badan, menghindari

minuman berkafein, rokok, dan minuman beralkohol. Olah raga juga

dianjurkan bagi penderita hipertensi, dapat berupa jalan, lari, jogging,

bersepeda selama 20-25 me nit dengan frekuensi 3-5 x per minggu.

Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress.

Untuk pemilihan serta penggunaan obat-obatan hipertensi disarankan

untuk berkonsultasi dengan dokter keluarga anda.

Ada pun makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita

hipertensi adalah:

1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru,

minyak kelapa,gajih).

2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium

(biscuit, crackers, keripikdan makanan kering yang asin).

3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned,

sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink).


33

4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon,

ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).

5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta

sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging

merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).

6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus

sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya

mengandunggaram natrium.

7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti

durian, tape (infodatin Hipertensi , 2014 )

2.1.3 KONSEP KUALITAS TIDUR

2.1.3.1 Definisi tidur

Tidur adalah suatu keadaan berulang-ulang , perubahan status

selama periode tertentu . Tidur cukup dapat memulihkn tenaga . Tidur

dapat memberikan waktu perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh

untuk periode keterjagaan berikutnya . ( Potter & Perry , 2005)

Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi reaksi

individu terhadap lingkungan menurun atau menghilang, dapat

dibangunkan kembali dengan indera dan rangsangan yang sesuai . Tidur

yang normal terdiri atas komponen mata gerak cepat REM (Rapid Eye

Movement ) dan NREM (Non Rapid Eye Movement) . Tidur NREM

terbagi menjadi 4 tahap . Tahap I orang jatuh tertidur dan mudah


34

dibangunkan kembali dan tidak menyadari tertidur . Kedutan atau

sentakan otot menandakan relaksasi selama tahap I . Tahap II dan III

merupakan tahap jalur progresif . Pada tahap IV tingkat terdalam, sulit

untuk dibangunkan (Asmadi,2008) .

Kebutuhan tidur manusia tergantung pada tingkat

perkembangan. Tabel berikut merangkum kebutuhan tidur

manusia berdasarkan usia :

Tabel 2.1.3.1 Kebutuhan Tidur Manusia

Usia Tingkat Perkembangan Kebutuhan Tidur


0 – 1 bulan Bayi baru lahir 14 – 18 jam / hari

1 bulan - 18 bulan Masa pra lahir 12 – 14 jam / hari

18 bulan - 3 tahun Masa anak anak 11 – 12 jam / hari

3 tahun - 6 tahun Masa pra sekolah 11 jam / hari

6 tahun – 12 tahun Masa sekolah 10 jam / hari

12 – 18 tahun Masa remaja 8,5 jam / hari

18 tahun – 40 tahun Masa dewasa 7 – 8 jam / hari

40 tahun – 60 tahun Masa muda parubaya 7 jam / hari

60 tahun keatas Masa tua 6 jam / hari


Sumber : (Hidayat, 2008)

2.1.3.2 Definisi Kualitas Tidur

Kualitas Tidur adalah suatu keadaan dimana tidur yang

dialami seseorang individu menghasilkan kebugaran disaat


35

terbangun. mencangkup aspek kuantitatif dari tidur seperti durasi

tidur , latensi tidur serta aspek subjektif seperti tidur dan istirahat

(Khasanah, 2012).

Kualitas tidur adalah karakter tidur yang diperlihatkan oleh

individu. Kualitas tidur merupakan suatu kognitif , penilaian

mengenai persepsi tidur seseorang ( kenyenyakan tidur , persepsi

tentang pergerakan selama tidur dan pengkajian umum dari kualitas

tidur ( Ouellet 1995, dalam Rohmawati 2012) .

2.1.3.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas tidur

Pemenuhan kebutuhan tidur bagi setiap orang berbeda –

beda , ada yang yang dapat terpenuhi dengan baik bahkan

sebaliknya. Seseorang bisa tidur ataupun tidak dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu diantaranya sebagai berikut, (Asmadi.

2008).

a. Status kesehatan

Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia

dapat tidur dengan nyenyak, sedangkan untuk seseorang yang

kondisinya kurang sehat (sakit) dan rasa nyeri , makan

kebutuhan tidurnya akan tidak nyenyak (Asmadi. 2008).

b. Lingkungan
36

Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi

seseorang untuk tidur. Pada lingkungan bersih, bersuhu

dingin, suasana yang tidak gaduh (tenang), dan penerangan

yang tidak terlalu terang akan membuat seseorang tersebut

tertidur dengan nyenyak, begitupun sebaliknya jika

lingkungan kotor, bersuhu panas, susana yang ramai dan

penerangan yang sangat terang, dapat mempengaruhi kualitas

tidurnya (Asmadi. 2008).

c. Suara / kebisingan

Suara dapat mempengaruhi tidur, tingkat suara yang

diperlukan untuk membangunkan orang tergantung pada tahap

tidur. Suara yang rendah lebih sering membangunkan orang

pada tahap tidur tahap 1, sementara suara pada percakapan

yang normal dapat membangunkan seseorang yang tidur

dengan tahap 3 dan 4 (Potter & Perry, 2005).

d. Ventilasi yang baik

Ventilasi yang baik adalah ensensial untuk tidur yang

tenang (Potter & Perry, 2005). Kelembapan ruangan perlu

diatur agar paru – paru tidak kering karena apabila

kelembapan ruangan tidak diatur maka seseorang tidak akan

dapat tidur, walaupun dapat tidur maka seseorang akan

terbangun dengan kerongkongan kering seakan – akan

seseorang tersebut menderita radang amandel. Persyaratan


37

ventilasi yang baik menurut (Lubis, 2002 dalam Fauzy adytya

putra, 2011) adalah Luas lubang ventilasi tetap minimal 5%

dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi

insidentil ( dapat dibuka dan ditutup) minimal 5% dari luas

lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai

ruangan.

e. Ruangan dan tempat tidur

Ruang tidur merupakan tempat dimana seseorang melepaskan

pikirian yang penat / lelah setelah seharian melakukan aktifitas.

Apabila ruang tidur kotor ataupun bau maka bisa dikatakan

itulah faktor utama dari susahnya tidur. Ukuran, kekerasan dan

posisi tempat tidur mempengaruhi kualitas tidur (Potter &

Perry, 2005).

f. Cahaya / lampu yang terang

Tingkat cahaya dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur.

Level cahaya yang normal adalah cahaya disiang hari lebih

terang apabila dibandingkan dengan malam hari. Seseorang

yang terbiasa dengan lampu yang redup disaat tidur akan

mengalami kesulitan tidur jika sorot lampu yang terlalu terang

(Potter & Perry, 2005) .

g. Suhu ruangan
38

Ruangan yang terlalu panas / terlalu dingin sering kali

menyebabkan seseorang gelisah. Keadaan ini akan

mengganggu tidur seseorang (Potter & Perry, 2005).

h. Stres psikologis

Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada

frekuensi tidur. Hal ini disebabkan karena kondisi cemas akan

meningkatkan norepineprin darah melalui sistem saraf

simpatis. Zat ini akan mengurangi tahap IV NREM dan REM

(Asmadi. 2008).

i. Diet

Makanan yang banyak menandung L – Triptofan seperti keju,

susu, daging, dan ikan tuna dapat menyebabkan seseorang

mudah tidur. Sebaliknya minuman yang menandung kafein

maupun alkohol akan mengganggu tidur (Asmadi. 2008).

j. Gaya hidup

Kelelahan yang dirasakan seseorang dapat pula

memengaruhi kualitas tidur seseorang. Kelelahan tingkat

menengah orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada

kelelahan yang berlebih akan menyebabkan periode tidur

REM lebih pendek (Asmadi. 2008).

k. Obat – obatan
39

Obat – obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek

menyebabkan tidur, adapula yang sebaliknya mengganggu

tidur (Asmadi. 2008).

2.1.3.4 Jenis – jenis tidur

Pada hakekatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori

yaitu dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement –

REM), dan tidur dengan gerakan bola mata lambat Non – Rapid Eye

Movement – NREM, (Asmadi. 2008).

a. Tidur REM

Merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur

paradoksial. Hal tersebut bisa disimpulkan bahwa

seseorang dapat tidur dengan nyenyak sekali, namun

fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat sangat

aktif. Tidur REM ini ditandai dengan mimpi, otot – otot

kendor, tekanan darah bertambah, gerakan mata cepat

(mata cenderung bergerak bolak – balik), sekresi lambung

meningkat, ereksi penis tidak teratur sering lebih cepat,

serta suhu dan metabolisme meningkat, tanda tanda orang

yang mengalami kehilangan tidur REM yaitu, cenderung

hiperaktif, emosi sulit terkendali, nafsu makan bertambah,

bingung dan curiga (Asmadi. 2008).

b. Tidur NREM
40

Menurut Asmadi (2008), merupakan tidur yang

nyaman dan dalam. Pada tidur NREM gelombang otak

lebih lambat dibandingkan pada orang yang sadar atau

tidak tidur. Tanda - tanda tidur NREM ini antara lain :

mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun,

kecepatan pernapasan turun, metabolisme turun, dan

gerakan bola mata lambat. Pada tidur NREM ini

mempunyai empat tahap masing – masing tahap ditandai

dengan pola perubahan aktivitas gelombang otak.

1. Tahap I

Merupakan tahap tranmisi dimana seseorang beralih

dari sadar menjadi tidur. Ditandai dengan seseorang

merasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas,

kelopak mata menutup mata, kedua bola mata

bergerak ke kiri dan kekanan kecepatan jantung dan

pernapasan menurun secara jelas, seseorang yang tidur

pada tahap ini dapat dibangunkan dengan mudah.

2. Tahap II

Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh

terus menerus. Tahap ini ditandai dengan kedua bola

mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun,

pernapasan turun dengan jelas. Tahap II ini

berlangsung sekitar 10 – 15 menit.


41

3. Tahap III

Merupakan tahap fisik yang lemah lunglai karena

tonus otot lenyap secara menyeluruh. Kecepatan

jantung, pernapasan, dan proses tubuh berlanjut

mengalami penurunan akibat dominasi sistem saraf

parasimpatis. Seseorang yang tidur pada tahap III ini

sulit untuk dibangunkan.

4. Tahap IV

Merupakan tahap dimana seseorang tersebut tidur

dalam keadaan rileks, jarang bergerak karena keadaan

fisik yang sudah lemah lunglai, dan sulit dibangunkan.

Pada tahap IV ini dapat memulihkan keadaan tubuh.

2.1.3.5 Gangguan tidur

Gangguan tidur ialah merupakan suatu keadaan seseorang

dengan kualitas tidur yang kurang (Gunawan L, 2001 dalam

Wahyuningsih 2007).

1. Insomnia

Insomnia adalah kesulitan untuk tidur atau kesulitan

untuk tetap tidur, atau gangguan tidur yang membuat

penderita merasa belum cukup tidur pada saat terbangun.

Gejala fisik : Muka pucat, mata sembab, badan lemas dan

daya tahan menurun sehingga menjadi mudah terserang


42

penyakit, dan gejala psikisnya : Lesu, lambat menghadapi

rangsangan dan sulit berkonsentrasi.

2. Hipersomnia

Hipersomnia adalah gangguan jumlah tidur yang

berlebihan dan selalu mengantuk di siang hari. Gangguan

ini dikenal sebagai narkolepsi yaitu pasien tidak dapat

menghindari untuk tidur. Dapat terjadi pada setiap usia,

tapi paling sering pada awal remaja atau dewasa muda.

Gejala fisik : mengantuk yang hebat, gugup, depresi, harga

diri rendah, hilangnya tonus otot dipicu oleh emosi

mengakibatkan immobilisasi, tidak mampu bergerak waktu

mula – mula bangun. Gejala psikis: halusinasi visual atau

audio (pendengaran).

3. Parasomnia

Parasomnia adalah gangguan tidur yang tidak umum

dan tidak diinginkan, yang tampak secara tiba – tiba selama

tidur atau terjadi pada ambang terjaga dan tidur. Sering

muncul dalam bentuk mimpi buruk yang ditandai mimpi

lama dan menakutkan. Gejala fisik : jalan watu tidur,

kadang – kadang berbicara waktu tidur, mendadak duduk

ditempat tidur dan matanya tampak membelalak liar.

Gejala psikis : penderita jarang mengingat kejadiannya

(Anonim, 2004, Mekanisme tidur).


43

4. Narkolepsi

Adalah suatu keadaan atau kondisi yang ditandai dengan

keinginan yang tidak terkendali untuk tidur. Gelombang

otak penderita saat tidur sama dengan orang yang tidur

tidak normal, dan tidak terdapat pada gas darah atau

endokrin (Tarwoto & Wartonah,2006 ).

5. Apnea tidur dan mendengkur

Mendengkur dianggap sebagai gangguan tidur, namun bila

disertai apnea maka bisa menjadi masalah. Mendengkur

disebabkan oleh rintangan pengeluaran udara di hidung dan

mulut, misalnya amandel, adenoid, otot-otot dibelakang

mulut mengendor dan bergetar. Periode apnea berlangsung

selama 10 detik sampai 3 menit.Tarwoto & Wartonah,2006

).

6. Mengigau

Hampir semua orang pernah mengigau hal tersebut terjadi

sebelum tidur REM. Mengigau dapat dikategorikan dalam

gangguan tidur bila terlalu sering di luar kebiasaan.

(Tarwoto & Wartonah,2006 ).

2.1.4 KONSEP TEKANAN DARAH

2.1.4.1 DEFINISI TEKANAN DARAH

Tekanan darah adalah tekanan dari aliran darah dalam pembuluh

nadi arteri. Jantung berdetak, lazimnya 60 hingga 70 kali dalam 1 menit


44

pada kondisi istirahat (duduk atau berbaring), darah dipompa menuju

darah melalui arteri. Tekanan darah paling tinggi terjadi ketika jantung

berdetak/ berkontraksi memompa darah disebut tekanan sistolik.

Tekanan darah menurun saat jantung rileks diantara dua denyut nadi

disebut tekanan diastolik (Kowalski, 2010).

Tekanan darah adalah kekuatan lateral pada dinding arteri oleh

darah yang didorong dengan tekanan dari jantung (Perry & Potter,

2010).

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding

arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut

tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang

terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan

sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai

dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata

tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer & Bare, 2012) .

2.1.4.2 Regulasi Tekanan Darah

Muttaqin (2012) mengatakan faktor utama yang mempengaruhi

tekanan darah adalah curah jantung, tekanan pembuluh darah perifer dan

volume atau aliran darah. Faktor - faktor yang meregulasi (mengatur)

tekanan darah bekerja untuk periode jangka pendek dan jangka panjang.

Regulasi tekanan darah dibagi menjadi:

1. Regulasi Jangka Pendek terhadap Tekanan Darah


45

Regulasi jangka pendek ini diatur oleh:

a. Sistem Persarafan

Sistem persarafan mengontrol tekanan darah dengan mempengaruhi

tahanan pembuluh perifer. Tujuan utamanya adalah:

1. Mempengaruhi distribusi darah sebagai respon terhadap

peningkatan kebutuhan bagian tubuh yang lebih spesifik.

2. Mempertahankan tekanan arteri rata - rata (MAP) yang adekuat

dengan mempengaruhi diameter pembuluh darah menyebabkan

perubahan yang bermakna pada tekanan darah. Penurunan volume

darah menyebabkan konstriksi pembuluh darah seluruh tubuh

kecuali pembuluh darah yang memperdarahi jantung dan otak,

tujuannya adalah untuk mengalirkan darah ke organ - organ vital

sebanyak mungkin.

b. Peranan Pusat Vasomotor

Pusat vasomotor yang mempengaruhi diameter pembuluh darah

adalah pusat vasomotor yang merupakan kumpulan serabut saraf

simpatis. Peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan vasokontriksi

menyeluruh dan meningkatkan tekanan darah. Sebaliknya penurunan

aktivitas simpatis memungkinkan relaksasi otot polos pembuluh darah

dan menyebabkan penurunan tekanan darah sampai pada nilai basa.

Pusat vasomotor dan kardiovaskular akan bersama - sama meregulasi

tekanan darah dengan mempengaruhi curah jantung dan diameter

pembuluh darah. Impuls secara tetap melalui serabut eferen saraf


46

simpatis (serabut motorik) yang keluar dari medulla spinalis pada

segmen T1 sampai L2, kemudian masuk menuju otot polos pembuluh

darah terutama pembuluh darah arteriol sehingga selalu dalam

keadaan konstriksi sedang yang disebut dengan tonus vasomotor.

Derajat konstriksi bervariasi untuk setiap organ.

Umumnya serabut vasomotor mengeluarkan epinefrin yang

merupakan vasokonstriktor kuat. Akan tetapi, pada otot rangka

beberapa serabut vasomotor mengeluarkan asetilkolin yang

menyebabkan dilatasi pembuluh darah (Price, 2005).

c. Refleks Baroreseptor

Refleks baroresptor merupakan reflek paling utama dalam

menentukan kontrol regulasi dan denyut jantung dan tekanan darah

(Heather, et, al , 2013). Mekanisme reflek baroreseptor dalam

meregulasi perubahan tekanan darah adalah dengan cara melakukan

fungsi reaksi cepat dari baroreceptor, yaitu dengan melindungi siklus

selama fase akut dari perubahan tekanan darah. Pada saat tekanan

darah arteri meningkat dan meregang, reseptor - reseptor ini dengan

cepat mengirim impulsnya ke pusat vasomotor dan menghambatnya

yang mengakibatkan terjadi vasodilatasi pada ateriol dan vena

sehingga tekanan darah menurun (Muttaqin, 2012).

d. Refleks Kemoreseptor

Apabila kandungan oksigen atau pH darah turun atau kadar

karbondioksida dalam darah meningkat, maka kemoreseptor yang akan


47

diarkus aorta dan pembuluh - pembuluh besar dileher mengirim impuls

ke pusat vasomotor dan terjadilah vasokontriksi yang membantu

mempercepat darah kembali ke jantung dan ke paru (Muttaqin, 2012).

Dengan meningkatnya tekanan darah akan mengakibatkan peningkatan

pada potensial aksi ke pusat pengontrolan kardiovascular

(Cardiovascular Control Center: CCC).

e. Pengaruh Pusat Otak Tertinggi

Reflek yang meregulasi tekanan darah diintegrasikan pada batang

otak (medula) dengan memodifikasi tekanan darah arteri melalui

penyaluran kepusat medularis (Heather, et, al, 2013).

f. Kontrol Kimia

Kadar oksigen dan karbondioksida membantu meregulasi tekanan

darah melalui refleks kemoreseptor, sejumlah kimia darah juga

mempengaruhi tekanan darah dengan bekerja langsung pada otot polos

atau pusat vasomotor (Muttaqin, 2012).

Hormon yeng berperan penting dalam tekanan darah adalah :

1. Hormon yang dikeluarkan medula adrenal selama masa stress

adalah non epinefrin dan epinefrin yang dilepaskan oleh kelenjar

adrenal ke dalam darah. Kedua hormon ini mengakibatkan respons

“fight or flight”sehingga mempengaruhi diameter pembuluh darah

dan rangsangan simpatis (Joohan, 2009)

2. Faktor natriuretik atrium. Dinding atrium jantung mengeluarkan

hormon peptide yang disebut dengan faktor natriuretik atrial yang


48

menyebabkan volume darah dan tekanan darah menurun. Hormon

ini adalah antagonis aldosteron dan menyebabkan ginjal

mengeluarkan garam dan air yang lebih banyak dari tubuh dengan

demikian volume darah akan menurun. Hormon ini juga

menyebabkan dan menurunkan pembentukan cairan serebropinalis

di otak (Muttaqin, 2012).

3. ADH (hormon antidiuretik). Hormon ini diproduksi di

hipotalamus dan merangsang ginjal untuk menahan air

mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air yang berpengaruh dalam

peningkatan volume dan menurunkan osmolaritas cairan ekstra

selulue (CES). Akibatnya dapat berpengaruh terhadap hemeostasis

tekanan darah .

4. Agiotensin II terbentuk akibat adanya renin yang dikeluarkan oleh

ginjal saat perfusi ginjal tidak adekuat. Hormon ini menyebabkan

vasokonstriksi yang hebat. Sehingga demikian terjadi peningkatan

tekanan darah yang cepat. Hormon ini juga merangsang

pengeluaran aldosteron yang akan meregulasi tekanan darah untuk

jangka yang panjang melalui penahanan air (Lavastin, 2005).

Angiotensin II juga merangsang korteks adrenal untuk

mengeluarkan aldosteron, suatu hormon yang mempercepat

absorbsi garam dan air yang berdampak pada peningkatan tekanan

darah (Muttaqin, 2012)


49

5. Nitric Okside (NO) disebut juga dengan endothelium derived

relaxing factor (EDRF) , merupakan vasokonstriktor yang

dikeluarkan oleh sel endotel akibat adanya peningkatan kecepatan

aliran darah dan adanya molekul -molekul seperti asetilkolin,

bradikinin dan nitrigliserin. Hormon ini bekerja melalui cyclic

GMP second messenger, hormon ini sangat cepat dihancurkan dan

efek vasodilatasinya sangat singkat (Lovastin, 2005).

2.1.4.2 Jenis Tekanan Darah

Terdapat 2 (dua) pengukuran penting dalam tekanan darah, yaitu

tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan sistolik (Systolic Pressure)

adalah tekanan darah saat jantung berdetak dan memompakan darah.

Tekanan diastolik (Diastolic) adalah tekanan darah saat jantung

beristirahat diantara detakan (William Wilkinsh,2007 dalam B .

Setiawan,2017)

2.1.4.3 Pengukuran Tekanan darah

Pengukuran Tekanan Darah Non Invasif Tekanan darah arteri

dapat diukur baik secara langsung maupun tidak langsung. Metode

langsung menggunakan insersi kateter arteri dan metode tidak langsung

paling umum menggunakan sphigmanometer dan stetoskop (Potter &

Perry, 2005). Manset yang dapat dikembangkan dipasang melingkar pada

lengan bagian atas (lebarnya minimal 40% dari lingkar lengan) dibawah
50

kontrol manometer, dipompa kira - kira 30 mmHg diatas nilai saat pulsasi

radialis yang teraba menghilang. Stetoskop diletakkan diatas arteri

brakialis pada lipat siku, dibawah sisi manset, dan tekan manset kemudian

diturunkan perlahan - lahan (2 - 4 mmHg/detik).

Terjadinya bunyi pertama yang sinkron dengan nadi bunyi ketukan

yang jelas, (fase 1) korotkof adalah tekanan darah sistolik. Normalnya

bunyi ini awalnya lemah (fase 2) sebelum menjadi keras (fase 3)

kemudian menjadi redup pada (fase 4), da seluruhnya menghilang pada

(fase 5). Fase 5 ini digunakan sebagai tekanan darah diastolik (Potter &

Perry, 2005)

2.2 KERANGKA KONSEPTUAL

Menurut teori Abraham Maslow terdapat lima kebutuhan dasar

manusia, seperti kebutuhan fisiologis berupa istirahat tidur. Menurut

Javaheri (2008), kualitias tidur yang buruk berhubungan dengan

meningkatkan tekanan darah ataupun meningkatkan terjadi resiko hipertensi

dan dengan demikian akan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler .

Begitu juga sebaliknya, orang yang menderita hipertensi akan memiliki

resiko mendapatkan tidur yang buruk . Hal ini akan memperburuk keadaan

si penderita .

Faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur adalah penyakit, latihan

dan kelelahan, stres psikologis, obat, nutrisi, lingkungan, motivasi .

Penderita hipertensi biasanya memerlukan waktu yang lebih lama untuk


51

memulai tidur (Mansoer, 2002) tidak seperti orang normal yang biasanya

tertidur dalam waktu 20 menit . Selain itu gejala yang dialami oleh penderita

hipertensi seperti pusing, rasa tidak nyaman, sulit bernafas sukar tidur dan

mudah lelah dapat membangunkan penderita dari tidurnya sehingga

penderita mendapatkan tidur yang cukup yang nantinya akan berdampak

pada aktivitas di keesokan harinya (Potter & Perry, 2005) .


52

KERANGKA KONSEPTUAL HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN TEKANAN


DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI PUSKESMAS BALOI PERMAI KOTA BATAM
TAHUN 2018 / 2019
53

Kebutuhan Istirahat/Tidur
Fisiologis

Kebutuhan Rasa
Aman Kualitas Tidur Baik Kualitas Tidur Buruk

Kebutuhan
Kebutuhan Homoestatis terjaga Homoestatis terganggu
Dasar Mencintai &
Manusia Memiliki

Kebutuhan Harga Sympathomedully system Hypotalamic Pituitary Adren


Diri

Kebutuhan
Aktualisasi Diri Katekolamin Arg
Corthicotropin
realising hormon

Epinefrin Norepinefrin
kortisol

Vasokontriksi pemb. Darah perifer


Metabolisme meningkat

Peningkatan tahanan perifer

Perubahan tekanan darah

Tekanan Darah Meningka

Modifikasi Teori Kebutuhan Manusia M


54

2.3 HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran diatas, dapat

dirumuskan hipotesis pada penelitian ini sebagai berikut :

H0 = Tidak ada hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah

pada lansia hipertensi di Puskesmas Baloi Permai Batam tahun

2019.

Ha = Ada hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada

lansia hipertensi di Puskesmas Baloi Permai Batam tahun 2019.

Anda mungkin juga menyukai