PERPAJAKAN
PENULIS
I WAYAN WIDNYANA
EDITOR
PUTU NOAH ALETHEIA ADNYANA
ISBN: 978-602-53310-6-0
i
PERPAJAKAN
ii
PERPAJAKAN
iii
PERPAJAKAN
Cetakan Pertama Agustus 2018
22 x 30 cm , ix + 83
ISBN : 978-602-53310-6-0
Penulis
I WAYAN WIDYANA
Editor
PUTU NOAH ALETHEIA ADNYANA
Cover
Noah Aletheia
Diterbitkan Oleh
iv
Kata Pengantar
Buku Perpajakan ini dipublikasikan sebagai media bagi para akademisi dan
praktisi untuk memahami secara lebih dalam dan membantu peneliti di Indonesia yang
memiliki ketertarikan pada persoalan mengenai Perpajakan. Buku ini dikaji dari berbagai
sumber baik dari dalam maupun luar negeri. Secara umum buku ini menggambarkan
konsep mengenai Perpajakan berawal dari definisi, sejarah, dan teori yang bersifat
polemik. Penelitian yang dibuat oleh penulis memberi model bagi penelitian yang baru.
Buku ini masih jauh dari kesempurnaan, masih ada banyak keterbatasan yang penulis tidak
mampu mengatasinya. Diharapkan dengan membaca buku ini para akademisi dan praktisi
yang sedang bergelut dengan persoalan di Indonesia menemukan hal baru yang berguna
bagi penerapan Perpajakan di Indonesia. Penulis buku ini adalah Dosen di Universitas
Mahasaraswati Denpasar, Bali yang baru meraih gelar Doktornya di Universitas Udayana
Denpasar, Bali. Penulis mengharapkan buku ini membantu membuka wawasan baru bagi
para pelaku usaha dan bisnis bahwa Perpajakan merupakan hal yang penting.
Penulis
v
Daftar Isi
Hal
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN
7
BAB III PAJAK PENGHASILAN UMUM 26
BAB IV PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 35
BAB V PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 45
BAB VI PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 50
BAB VII PAJAK PENGHASIAN PASAL 4 AYAT 2 53
BAB VIII PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 56
BAB IX PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 59
BAB X PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 61
BAB XI SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK (SPT) 64
BAB XII TEORI PPN DAN FAKTUR PAJAK 69
BAB XIII BEA PEROLEHAN ATAS TANAH DAN BANGUNAN 77
(BPHTB)
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
A. SEJARAH PERPAJAKAN
RAKYAT RAJA/PENGUASA
- Dipaksakan
- Harus Dilaksanakan
- Ada Tekanan
RAKYAT RAJA/PENGUASA
- Dipaksakan
- Harus Dilaksanakan
- Ada Tekanan
- Ada Unsur Keadilan
Ada Imbalan/Prestasi :
- Menjaga Keamanan
- Memelihara Jalan
- Membangun Irigasi
- Sarana Sosial Lainnya
1
Akhirnya ………………………..
Pajak
Dibuat
Aturan-
Aturan
Undang-Undang
(Mengatur tata cara
pemungutan, jenis pajak
yang dipungut, siapa yang
membayar dan berapa
besarnya
2
4. Dr. Soeparman Soemahamidjaja
“Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”
2. Pajak Daerah :
a. Propinsi DT. Tk I :
1) Pajak Kendaraan Bermotor
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
3
4) Pajak Reklame
5) Pajak Penerangan Jalan
6) Pajak Pengambilan & Pengolahan Bahan Galian Gol. C
7) Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
a. Aspek Ekonomi
Pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan
kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat. Pajak sebagai
sumber motor penggerak kehidupan ekonomi masyarakat.
b. Aspek Hukum
Pajak merupakan masalah keuangan negara, adapun dasar yang digunakan
untuk mengatur masalah keuangan negara tersebut yaitu pasal 23 (2) UUD
1945, dan untuk teknis pelaksanaan perpajakan yang mengatur masalah
perpajakan terdapat UU Perpajakan.
c. Aspek Keuangan
Pajak dipandang sebagai aspek penting dalam penerimaan negara yang
menjadikan pajak sebagai primadona penerimaan negara.
d. Aspek Sosiologi
Pajak sebagai sumber penerimaan negara untuk membiayai pengeluaran rutin
dan juga digunakan untuk membiayai pembangunan, berarti pembangunan ini
dibiayai oleh masyarakat.
1. Peran Pajak
Terdapat tiga sumber penerimaan pemerintah dalam penyusunan APBN, yaitu :
a. Dari Sektor Pajak
b. Dari Sektor Migas
c. Dari Sektor Bukan Pajak & Non Migas
2. Fungsi Pajak
Ada 2 fungsi pajak :
a. Fungsi Budgeter
b. Fungsi Regulerend
c. Fungsi Demokrasi
d. Fungsi Distribusi
Fungsi Budgeter
Adalah fungsi yang letaknya disektor publik yaitu fungsi untuk mengumpulkan
uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan Undang-undang yang berlaku
yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-
4
pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin & pengeluaran pembangunan,
bila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk
investasi pemerintah.
Fungsi Regulerend
Adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu
alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang letaknya diluar bidang keuangan.
Fungsi Demokrasi
Adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem
gotong-royong, termasuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan demi
kemaslahatan manusia yang sering dikaitkan dengan hak seseorang apabila
akan memperoleh pelayanan dari pemerintah.
Fungsi Distribusi
Adalah fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan
dalam masyarakat.
5
2) Pasar grosir dan atau pertokoan
3) Terminal
4) Tempat khusus parkir
5) Tempat penitipan anak
6) Tempat penginapan/villa
7) Penyedotan kakus
8) Rumah potong hewan
9) Tempat pendaratan kapal
10) Tempat rekreasi dan oleh raga
11) Penyeberangan diatas air
12) Pengolahan limbah cair
13) Penjualan produksi usaha daerah
c. Retribusi Perizinan tertentu, terdiri dari :
1) Izin peruntukan penggunaan tanah
2) Izin mendirikan bangunan
3) Izin tempat penjualan minuman beralkohol
4) Izin gangguan
5) Izin trayek
6) Izin pengambilan hasil hutan ikutan
2. Pengertian Sumbangan
Sumbangan adalah jenis pungutan sukarela yang dilakukan oleh dan untuk
kepentingan sekelompok masyarakat tertentu dan tidak memerlukan dasar
hukum.
Misalnya : Sumbangan pembangunan tempat ibadah, sumbangan untuk bencana
alam, sumbangan swadaya masyarakat untuk perbaikan jalan dilingkungan
tempat tinggal.
Perbedaan Pajak Dengan Jenis Pungutan Lain
CIRI-CIRI YANG MELEKAT PAJAK RETRIBUSI SUMBANGAN
1. Pemungutannya berdasarkan UU YA YA TIDAK
2. Ada kontra prestasi langsung TIDAK YA YA
3. Dilakukan oleh Negara YA YA TIDAK
4. Digunakan untuk pengeluaran rutin
dan pembangunan bagi kepentingan YA YA TIDAK
masyarakat umum.
6
BAB 2
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN
2. Menurut Sasaran/Objeknya
a. Pajak Subjektif
Adalah Jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan
keadaan wajib pajak (subjeknya). Setelah diketahui keadaan subjeknya
barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya pikul apakah dapat
dikenakan pajak atau tidak, misalnya, pajak penghasilan.
b. Pajak Objektif
Adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama
memperhatikan/melihat objeknya baik berupa keadaan perbuatan atau
peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. Setelah
diketahui objeknya barulah dicari subjeknya yang mempunyai hubungan
hukum dengan objek yang telah diketahui,misalnya, pajak pertambahan nilai.
a. Pajak Pusat
Adalah Jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang dalam
pelaksanaannya dilakukan oleh departemen keuangan cq. Departemen
jendral pajak, hasilnya dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari
penerimaan APBN.
7
b. Pajak Daerah
Adalah Jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang dalam
pelaksanaannya sehari-hari dilakukan oleh dinas pendapatan daerah,
hasilnya dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan
APBD.
B. SUBYEK PAJAK
Subjek pajak adalah siapa yang dikenakan pajak.
Objek pajak adalah apa yang dikenakan pajak.
1. Subjek PPh
a. Pengertian Subyek PPh
1) Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak.
2) Badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer,
Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Persekutuan,
Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau organisasi yang
sejenis, lembaga dana pensiun, dan bentuk badan usaha lainnya.
3) Bentuk Usaha Tetap (BUT)
BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal diIndonesia atau berada diIndonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan diIndonesia, untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
8
bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada
diIndonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
9
3. Subjek PPN
Subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena
Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, tidak termasuk pengusaha
kecil yang batasannya ditetapkan MenKeu, kecuali pengusaha kecil tersebut
memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP.
C. OBJEK PAJAK
1. Objek PPh
Objek PPh adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
yang digunakan baik untuk investasi maupun konsumsi.
A. PPh Pasal 21
a) Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang
pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota
dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang
lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri,
tunjangan anak, tunjangan kehamilan, tunjangan jabatan, tunjangan
khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun,
tunjangan pendidikan anak, bea siswa, hadiah, premi asuransi yang
dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama
apapun.
b) Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa
produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya,
tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis
lainnya yang sifat tidak tetap.
c) Upah harian, upah mingguan, upah satuan dan upah borongan.
d) Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua atau tunjangan hari tua,
uang pesangon dan pembayaran lainnya yang sejenis.
e) Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam
bentuk apapun, komisi, bea siswa dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh
wajib pajak dalam negeri.
f) Gaji dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima
oleh pejabat negara, pegawai negeri sipil, serta uang pensiun dan
tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang
diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-
anaknya.
B. PPh Pasal 22
a) Penyerahan barang dan atau jasa kepada institusi pemerintah.
b) Kegiatan impor kedalam daerah pabean.
10
C. PPh Pasal 23
1) Deviden.
2) Bunga, termasuk premium, disconto dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian hutang.
3) Royalty.
4) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
5) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi
dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21, antara lain :
a) Jasa perancang interior dan jasa perancang pertamanan.
b) Jasa akuntansi dan pembukuan.
c) Jasa pembasmian hama dan jasa pembersihan.
d) Jasa penebangan hutang.
e) Jasa pengeboran (jasa drilling) dibidang penambangan migas kecuali
yang dilakukan oleh BUT.
f) Jasa penunjang dibidang penambangan migas.
g) Jasa penambangan dan jasa penunjang selain migas.
h) Jasa perantara.
i) Jasa Penilai.
j) Jasa Aktuaris.
k) Jasa pengisian sulih suaru (dubbing) dan atau mixing film.
D. PPh Pasal 26
Pasal 26 UU PPh mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang
bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar
negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Pada dasarnya objek PPh Pasal 26 sama dengan objek PPh 23 hanya saja
dalam PPh Pasal 26 yang menerima penghasilan tersebut adalah Wajib Pajak
Luar Negeri, sedangkan PPh Pasal 23 yang menerima penghasilan adalah WP
dalam negeri. Selain itu sifat pemotongan PPh Pasal 26 adalah besifat final
(tidak dapat dikreditkan ) sedangkan PPh 23 dapat dikreditkan/ tidak final.
2. Objek PPN
Objek dalam PPN adalah penyerahan atau kegiatan yang dilakukan oleh
pengusaha kena pajak, yaitu :
a. Penyerahan barang kena pajak didalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha.
b. Impor barang kena pajak
c. Penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh
pengusaha.
d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean
didalam daerah pabean.
e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean didalam daerah
pabean.
f. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
11
3. Objek BPHTB
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang dapat
berupa tanah (termasuk tanaman diatasnya), tanah dan bangunan, yang
meliputi:
a. Pemindahan hak, terjadi karena adanya :
1) Jual beli
2) Tukar menukar
3) Hibah
4) Wasiat
5) Waris
6) Pemasukan dlm perseroan atau badan hukum lainnya
7) Pemisahan hak yang mengakibatkan peraliahan
8) Penunjukkan pembeli dalam lelang
9) Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
10) Penggabungan usaha
11) Pemekaran usaha
12) Hadiah.
b. Pemberian hak baru, terjadi karena adanya :
1) Kelanjutan pelepasan hak
2) Diluar pelepasan hak
12
daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk
badan lainnya.
13
6. TEORI PEMUNGUTAN PAJAK
1. Teori Asuransi
Artinya suatu kepentingan masyarakat yang harus dilindungi oleh negara.
2. Teori Kepentingan
Artinya negara yang melindungi kepentingan harta benda dan jiwa warga
negara dengan memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut
dari seluruh penduduknya.
3. Teori Gaya Pikul
Artinya setiap orang yang dikenakan pajak harus sama beratnya menurut gaya
pikul seseorang antara besarnya penghasilan dengan pengeluaran seseorang.
4. Teori Daya Beli
Artinya gaya beli suatu rumah tangga dalam masyarakat adalah sama dengan
daya beli suatu rumah tangga negara.
5. Teori Bakti
Artinya pembayaran pajak yang dilakukan kepada negara merupakan bakti dari
masyarakat kepada negara, karena negaralah yang bertugas menyelenggarakan
kepentingan masyarakatnya.
8. HUKUM PAJAK
Dalam penerapan pajak, pemerintah/fiskus dan wajib pajak diatur dengan hukum.
Hukum Pajak :
Hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah (fiskus) selaku pemungut
pajak dengan wajib pajak.
14
Hukum Pajak Dibedakan Menjadi :
1. Hukum Pajak Materiil
Hukum yang memuat norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan,
peristiwa hukum yang dikenakan pajak/objek, siapa yang dikenakan
pajak/subjek, berapa pajak yang dikenakan, segala sesuatu tentang timbul dan
hapusnya utang pajak dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib
pajak.
2. Hukum Pajak Formal
Hukum yang memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil
menjadi kenyataan.
15
5. Penghapusan
Diberikan karena keadaan wajib pajak yang bisa disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
a. WP meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak
mempunyai ahli waris tau ahli waris tidak dapat ditemukan.
b. WP tidak mempunyai harta kekayaan lagi, yang dibuktikan dengan surat
keterangan dari Pemda setempat.
c. WP tidak dapat ditemukan lagi atau dokumen tidak dapat ditemukan lagi
disebabkan kebakaran, bencana alam dsb.
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif secara nyata terlihat pada semua usaha dan perbuatan yang
secara langsung ditunjukan kepada pemerintah (Fiscus) dengan tujuan untuk
menghindari pajak
Penagihan Pajak
Yang menjadi dasar penagihan pajak adalah ; STP, SKPKB, SKPKBT, Surat keputusan
Pembetulan, Surat keputusan Keberatan dan Putusan Banding, yang menyebabkan
jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
Setelah dalam jangka satu bulan sejak tanggal diterbitkannya Surat Ketetapan tsb
diatas, WP tetap tidak melunasinya, barulah dilakukan suatu tindakan penagihan aktif
dengan :
16
1. Surat Teguran
Dimaksudkan untuk menegur atau memperingatkan WP untuk melunasi utang
pajaknya.
2. Surat Paksa
Adala surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
3 hal yang menyebabkan diterbitkannya Surat Paksa (SP), yaitu :
a. Penanggung pajak (PP) tidak melunasi utang pajak s/d tanggal jatuh tempo
dan telah diterbitkan Surat Teguran.
b. PP telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus.
c. PP tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau
penundaan pembayaran pajak.
Surat Paksa disampaikan kepada PP paling lambat setelah lewat waktu 21 hari
setelah Surat Teguran.
3. Penyitaan
Adalah suatu tindakan yan dilakukan oleh juru sita pajak untuk menguasai barang
PP guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak.
Penyitaan dilakukan setelah Surat Paksa yang hanya dapat dilakukan setelah
batas waktu 2 x 24 jam.
4. Pelelangan
Adalah setiap penjualan barang dimuka umum yang dipimpin oleh pajabat lelang
dengan cara penawaran harga secara terbuka/lisan dan atau tertutup/tertulis
yang didahului dengan pengumumam lelang.
Lelang dilakukan sekurang-kurangnya 14 hari setelah pengumuman lelang, dan
pengumuman lelang dilakukan sekurang-kurangnya 14 hari setelah pelaksanaan
penyitaan.
5. HAk Mendahulu Pajak
Adalah memberi kesempatan kepada negara untuk mendapatkan pembagian
lebih dahulu atas hasil pelelangan barang milik PP.
6. Penagihan Seketika dan Sekaligus
Penagihan Seketika yaitu, penagihan yang dilakukan segera tanpa menunggu
tanggal jatuh tempo pembayaran.
Penagihan Sekaligus yaitu, penagihan yang meliputi seluruh utang pajak dari
semua jenis pajak dan tahun pajak.
7. Pencegahan, Penyanderaan dan Gugatan
Adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu
untuk keluar dari wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan alasan
tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Syaratnya :
a. Syarat kuantitatif, yaitu apabila penanggung pajak mempunyai utang
sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).
17
b. Syarat kualitatif, yaitu syarat mengenai diragukannya itikad baik penanggung
pajak yang bersangkutan dalam melunasi pajaknya.
8. Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak
Angsuran dan penundaan pembayaran pajak yang dapat dilakukan oleh wajib
pajak adalah angsuran atau penundaan dari ketetapan pajak yang tercantum
dalam STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan dan Putusan Banding yang disebabkan oleh kesulitan likuiditas
dengan membuat surat permohonan untuk mengangsur atau menunda
pembayaran utang pajaknya kepada KPP dimana WP terdaftar.
Syarat-syarat permohonan :
1. Permohonan diajukan sebelum jatuh tempo pembayaran dengan disertai
alasan dan jumlah pembayaran yang akan diangsur/ditunda.
2. Menggunakan formulir Surat Permohonan Angsuran/Penundaan
Pembayaran dengan bukti tanda terima.
3. WP harus bersedia memberikan jaminan, misalnya Bank garansi, perhiasan,
BPKB, sertifikat tanah dll. Namun apabila Kepala KPP menganggap tidak
perlu ada jaminan, permohonan tetap dapat diproses.
Setelah kepala KPP mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan dalam
permohonan, maka ada 3 kemungkinan keputusan yang akan dilakukan, yaitu :
1. menerima seluruhnya
2. menerima sebagian
3. menolak permohonan WP
18
c. Self Assessment System
Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang penuh kepada wajib
pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri
besarnya utang pajak.
d. Withholding System
Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada pihak ketiga
untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang.
a. Stelsel Nyata Pajak yang dikenakan lebih Pajak baru dapat dikenakan pada
realistis akhir periode
b. Stelsel Anggapan Pajak sudah dibayar selama Tidak berdasarkan pada keadaan
th berjalan tanpa harus yang sesungguhnya
menunggu akhir tahun
Tarif Pajak
1. Tarif Progresif (Meningkat)
Adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah
yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar.
19
2. Tarif Degresif (Menurun)
Adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah
yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar.
Lapisan Penghasilan kena Pajak Tarif
Sampai dengan Rp. 10 juta 30%
Diatas Rp. 10 juta s/d 50 juta 25%
Diatas Rp. 50 juta 15%
3. Tarif Proportional (Sebanding)
Adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa
memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Semakin besar
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah
pajak yang terutang (yang harus dibayar). Tarif ini diterapkan dalam UU No. 18
Th 2000 (UU PPN) yang menggunakan tarif proporsional sebesar 10%.
Jumlah Penjualan Tarif Besarnya Pajak
Rp. 500.000,- 10% Rp. 50.000,-
Rp. 1.000.000,- 10% Rp. 100.000,-
Rp. 5.000.000,- 10% Rp. 500.000,-
4. Tarif Tetap
Adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa
memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Tarif ini
diterapkan dalam UU No. 13 Th 1985 (UU Bea Materai).
5. Tarif Advalorem
Adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang dikenakan/diterapkan pada
harga atau nilai suatu barang.
Misalnya : PT. KITA mengimpor barang jenis X sebanyak 1000 unit dengan harga
perunit Rp. 100.000,-. Jika tarif Bea Masuk atas impor barang tersebut 10%, maka
besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah :
Nilai Barang Impor = 1000 x Rp. 100.000,-= Rp. 100.000.000,-
Tarif Bea Masuk 10%
Bea Masuknya= 10%xRp. 100.000.000,-= Rp.10.000.000,-
6. Tarif Spesifik
Adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu atas
suatu satuan jenis barang tertentu.
Misalnya : PT. KITA mengimpor barang jenis X sebanyak 1000 unit dengan harga
Rp. 100.000,-. Jika tarif Bea Masuk atas impor barang Rp. 100.000,- per unit, maka
besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah :
Jumlah Barang Impor = 1000 unit
Tarif Rp. 100.000,-, maka
Bea Masuk yang harus dibayar = Rp.100.000x1000 =Rp. 100.000.000,-
20
Tahapan Dalam Pajak
21
Cara Menentukan Besarnya PKP :
WP dalam negeri :
1. Dengan Dasar Pembukuan (melalui siklus akuntansi)
2. Dengan Dasar Pencatatan (mencatat peredaran bruto)
WP Badan
PKP = Penghasilan Sebagai Objek Pajak - Biaya
WP Pribadi
PKP = Penghasilan Sebagai Objek Pajak – Biaya - PTKP
22
4. U/ Bank persepsi/Kantor Pos
5. Arsip WP wajib pungut atau pihak lain
23
Disampaikan dalam suatu tahun pajak
2. SPT Masa
Disampaikan dalam suatu masa pajak atau suatu saat
Tanggal Jatuh Tempo Pelaporan :
JENIS PAJAK TANGGAL PEMBAYARAN YG MENYAMPAIKAN SPT
PPh 21 20 hari setelah masa pajak berakhir Pemotong PPh 21
PPh 22 Impor 14 hari setelah masa pajak berakhir Bea Cukai
PPh 22 DJBC 7 hari setelah penyetoran berakhir DJBC
PPh 22 14 hari Bendaharawan
Bendaharawan
PPh 22 dari 20 hari setelah masa pajak berakhir Pihak yg melakukan
penyerahan oleh penyerahan
Pertamina
PPh 22 yg dipungut 20 hari setelah masa pajak berakhir Pihak yg melakukan
oleh badan tertentu penyerahan
PPh 23 20 hari setelah masa pajak berakhir Pemotong PPh 23
PPh 25 20 hari setelah masa pajak berakhir WP yg mempunyai NPWP
PPh 26 20 hari setelah masa pajak berakhir Pemotong PPh 26
PPN & PPn BM 20 hari setelah masa pajak berakhir PKP
PPN & PPn BM DJBC 7 hari setelah penyetoran berakhir Bea Cukai
PPN & PPn BM 20 hari setelah masa pajak berakhir Pemungut Pajak selain
bendaharawan
24
7. Dilakukan Penagihan (lihat hal 21)
a. Karena Kelalaian/Kealpaan
1. Ketidaktahuan (tidak tahu ketentuan)
2. Kesalahan (salah hitung)
3. Kesalahpahaman (salah menafsirkan ketentuan)
4. Kealpaan ( alpa menyimpan buku/bukti)
Yang perlu dilakukan yaitu melunasi uatang pajak atau banding & Keberatan.
b. Karena Kesengajaan
Merupakan tindak pidana pajak dan akan dilakukan penyidikan, penuntutan &
putusan BPSP.
25
BAB 3
PAJAK PENGHASILAN UMUM
Subjek Pajak Penghasilan dibedakan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri (orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia) dan Subjek Pajak Luar
Negeri (orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan).
26
D. TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 3)
1. Kantor Perwakilan Negara Asing
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat
lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan
syarat bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut,
serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuaan timbal balik.
3. Organisasi Internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan, dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan Menteri
Keuangan dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
27
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
12. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
13. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
14. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
15. Surplus Bank Indonesia.
28
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif.
9. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan
usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat-syarat tertentu.
10. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
11. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya,
yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
12. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
12. PENGHASILAN KENA PAJAK / PKP (Pasal 6)
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN), pada dasarnya terdapat 2 (dua) cara
untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu :
1) Cara biasa (Cara Pembukuan), yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan
biaya-biaya yang diperkenankan antara lain :
a) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
b) Biaya Penyusutan dan Amortisasi
c) Iuran kepada dana Pensiun yang pendiriaanya disahkan oleh Menteri
Keuangan
d) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta Kerugian karena selisih
kurs mata uang asing
e) Natura di daerah tertentu
f) Biaya lain, seperti biaya perjalanan, biaya administrasi, biaya litbang yang
dilakukan di Indonesia, magang, dan pelatihan.
2) Dengan Norma Penghasilan Neto
Besarnya persentase norma ditentukan berdasarkan keputusan dirjen
pajak, norma perhitungan penghasilan neto boleh digunakan wajib pajak
yang peredaran brutonya kurang dari Rp 4.800.000.000 setahun dengan
syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu
3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan (Pasal 14).
29
13. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
Catatan:
Dalam hal karyawati kawin (bekerja pada satu pemberi kerja), PTKP yang
dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri. (asumsi: suami memiliki
penghasilan).
Dalam hal tidak kawin pengurang PTKP selain untuk dirinya ditambah
dengan PTKP yang menjadi tanggungan sepenuhnya yaitu untuk setiap anggota
sedarah, semenda dalam garis keturunan lurus (vertikal) serta anak angkat yang
menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang yang masing-
masing besarnya Rp.3.000.000 setahun atau Rp. 250.000 sebulan.
Bagi karyawati kawin yang menunjukan keterangan tertulis dari
pemerintah daerah setempat (serendah-rendahnya dari kecamatan) bahwa
suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, diberikan tambahan
PTKP sebesar Rp. 3.000.000 setahun atau Rp. 250.000 sebulan, dan ditambah
PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungannya, paling banyak 3 orang,
masing-masing Rp 3.000.000 setahun atau Rp. 250.000 sebulan
Penghitungan besarnya PTKP ditentukan menurut keadaan wajib pajak
pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak
30
Contoh:
1) Jika Gede Siji adalah seorang karyawan berstatus kawin dengan dua
tanggungan, besarnya PTKP setahun untuk tahun 2015 adalah
Jawab :
a) Keadaan Gede Siji : (1) status kawin, (2) laki-laki.
b) Status K/2, artinya Gede Siji status kawin dengan tanggungan 2 orang
c) PTKP : Wajib pajak sendiri = Rp. 36.000.000
Status kawin = Rp. 3.000.000
Tanggungan 2 Orang = Rp. 6.000.000 +
= Rp. 45.000.000
2) Pada tanggal 1 Januari 2016 Ketut Papat berstatus kawin dengan tanggungan
dua orang anak, apabila anak yang ketiga lahir setelah tanggal 1 Januari 2016
maka besarnya PTKP yang diberikan kepada Ketut Papat untuk tahun pajak
2016tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 2 (dua) orang anak.
Tarif Progresif
Tarif pajak yang prosentasenya semakin besar apabila penghasilannya
juga semakin besar. Dasar pengenaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 (Pasal 17) yaitu dengan lapisan-lapisan pengenaan pajak
penghasilan sebagai berikut :
31
K. PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
1. Cara Pembukuan (Cara Biasa)
a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (Perseorangan)
Peredaran Usaha Rp xxx
Harga Pokok Penjualan Rp xxx -
Penghasilan Bruto Rp xxx
Biaya yang diperkenankan Rp xxx -
Penghasilan Neto Usaha Rp xxx
Penghasilan Lain-lain Rp xxx +
Penghasilan Netto Dalam Negeri Rp xxx
Penghasilan Netto Luar Negeri Rp xxx +
Penghasilan Netto Rp xxx
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn) Rp xxx -
Penghasilan Netto setelah Kompensasi Rp xxx
PTKP Rp xxx -
PKP Rp xxx
PPh Terutang = PKP x Tarif Pasal 17
Contoh
Bapak Winada (K/2) adalah seorang pengusaha ukiran di Bali. Data
penjualan ukiran di tahun 2013 menurut pembukuan yang dibuat adalah
sebesar Rp. 650.000.000 dengan harga pokok penjualan sebesar Rp.
300.000.000. Biaya-biaya untuk memproduksi semua jenis ukiranmeliputi
biaya operasional Rp. 15.000.000 dan biaya administrasi Rp. 17.500.000.
Pada tahun 2013 Bapak Widana juga menerima penghasilan dari ruko yang
disewakannya sebesar Rp. 20.000.000. Hitunglah berapa besarnya pajak
penghasilan yang terutang apabila masih terdapat sisa kerugian tahun 2010
sebesar Rp. 25.000.000 ?
32
15 % x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 32.125.000 = Rp 8.031.250 +
Rp 40.531.250
Contoh
PT. Jalan Maju adalah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan sparepart
komputer. Berikut ini adalah data keuangan pada kegiatan usaha tahun 2013:
Penerimaan bruto Rp 70.000.000.000, persediaan per 1 Januari 2012 sebesar
Rp 15.000.000.000, persediaan per 31 Desember 2012 Rp 12.500.000.000,
pembelian selama tahun 2012 Rp 20.000.000.000, dan biaya administrasi &
operasional Rp 750.000.000.
Di luar kegiatan usahanya, PT. Jalan Maju memperoleh penghasilan dari
penyewaan mesin milik perusahaan sebesar Rp 50.000.000. Hitunglah berapa
besarnya pajak penghasilan terutang jika masih terdapat sisa kerugian tahun
2009 senilai Rp 200.000.000!
33
2. Cara Norma Perhitungan Penghasilan Netto
Contoh
Selain membuka praktek di rumahnya yang berada di daerah Kuta, dokter
Karna (K/3) memiliki bisnis perdagangan handphone. Diketahui penghasilan
brutonya sebagai seorang dokter selama tahun 2013 adalah sebesar
Rp 100.000.000 dan dari bisnis penjualan handphone sebesar Rp 45.000.000.
Berapakah pajak penghasilan yang terutang berdasarkan norma perhitungan
jika diketahui prosentase norma untuk dokter 40% dan penjualan
handphone 12%?
Penghitungan dengan norma perhitungan penghasilan neto :
Penghasilan Neto :
Kegiatan Dokter : 40 % x Rp 100.000.000 = Rp 40.000.000
Penjualan Handphone : 12 % x Rp 45.000.000 = Rp 5.400.000+
Jumlah Penghasilan Neto = Rp 45.400.000
PTKP (K/3) = Rp 32.400.000 -
Penghasilan Kena Pajak = Rp 13.000.000
34
BAB 4
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
D. WAJIB PAJAK
Pegawai, karyawan tetap, komisaris, dan
pengurus. Pegawai lepas.
Penerima pensiun.
Penerima honorarium, komisi atau imbalan lainnya, uang saku, beasiswa atau
hadiah. Penerima upah harian, mingguan, borongan, satuan.
Catatan:
35
PPh Pasal 21 dipotong atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri (WPDN), yaitu WNI dan WNA yang tinggal di Indonesia > 183 hari.
Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri (WPLN) dipotong PPh Psl 26.
F. OBJEK PAJAK
Catatan:
Untuk menentukan besarnya penghasilan neto penerima pensiun, maka
penghasilan bruto berupa uang pensiun dikurangi biaya pensiun yang besarnya
5% dari penghasilan bruto pensiun dengan jumlah maksimum Rp. 2.400.000
setahun atau Rp. 200.000 sebulan.
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari seorang
pegawai, maka penghasilan netonya terlebih dahulu dikurangi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Contoh Kasus 1:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang memperoleh gaji bulanan
37
Durna adalah seorang pegawai di perusahaan PT. Nanggung, berstatus menikah
dan belum memiliki anak. Ia memperoleh gaji sebulan Rp 3.000.000, tunjangan
transportasi Rp 500.000, dan tunjangan makan Rp 750.000. PT. Nanggung
mengikuti program jamsostek (BPJS) dimana premi jaminan kecelakaan kerja
dan premi jaminan kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-
masing 0,5% dan 0,4% dari gaji dan juga setiap bulannya menanggung iuran
pensiun untuk Durna sebesar Rp 100.000, serta iuran jaminan hari tua sebesar
3,7% dari gaji. Setiap bulan Durna membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2%
dari gajinya dan iuran pensiun sebesar Rp 50.000. Berapakah besarnya PPh Pasal
21 yang terutang atas penghasilan Durna di tahun 2015 tiap bulannya?
Catatan:
Contoh kasus 2:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang mulai / berhenti pada
pertengahan tahun
Tn. Manca (K/2) bekerja pada PT Takdirnya pada bulan April 2013.
PT Takmaurugi setiap bulannya membayar gaji untuk Tn. Manca sebesar
Rp 4.000.000, tunjangan transportasi dan tunjangan makan masing-masing
Rp 350.000 dan Rp 1.750.000. Premi asuransi kecelakaan kerja dan premi
asuransi kematian dibayar oleh pemberi kerja masing-masing sebesar
Rp 55.000 dan Rp 35.000. Setiap bulan Tn. Manca membayar iuran THT
sebesar Rp 200.000 dan iuran pensiun sebesar Rp 225.000. Berapakah
besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan Tn. Manca setiap
bulannya?
PTKP (K/2)
Wajib Pajak = Rp 24.300.000
Status Kawin = Rp 2.025.000
Tanggungan 2 = Rp 4.050.000 +
Rp 30.375.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 18.724.500
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai yang menerima gaji bulanan bagi orang asing
yang menjadi WPDN yang mulai / berhenti bekerja pada pertengahan tahun
Tn Smith (K/0) adalah warga negara Inggris yang mulai bekerja di Indonesia tanggal 2
Juni 2013 pada PT Tanda Tanya dan mendapat gaji sebulan sebesar Rp 3.000.000,
tunjangan jabatan Rp 400.000, dan tunjangan keluarga Rp 200.000. Perusahaan
menanggung premi asuransi kecelakaan kerja dan premi kematian masing-masing
sebesar Rp 75.000 dan Rp 50.000, sementara itu setiap bulan Tn Smith membayar
iuran THT sebesar Rp 5% dari gaji pokoknya dan iuran pensiun sebesar Rp 100.000.
Berapakah PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan Tuan Smith di tahun 2013?
Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terhutang:
Penghasilan gaji sebulan Rp 3.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 400.000
Tunjangan Keluarga Rp 200.000
Premi asuransi Kecelakaan Kerja Rp 75.000
Premi Asuransi Kematian Rp 50.000 +
Total Penghasilan Bruto Rp 3.725.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 3.725.000) Rp 186.250
Iuran THT Rp 150.000
Iuran Pensiun Rp 100.000 +
Jumlah pengurang Rp 436.250 -
Penghasilan neto sebulan Rp 3.288.750
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 3.288.750 Rp 39.465.000
PTKP (K/0)
Wajib Pajak = Rp 24.300.000
Status Kawin = Rp 2.025.000 +
Rp 26.325.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 13.140.000
Catatan :
Contoh Kasus 4:
Perhitungan PPh Pasal 21 atas karyawan yang memperoleh gaji bulanan dan
tunjangan pajak
Tn. Bona masih bujangan dan tinggal bersama ayahnya yang seorang tunadaksa. Ia
bekerja pada PT. Kiranya dengan gaji sebesar Rp 4.500.000 dan tunjangan pajak
sebesar Rp 50.000 per bulan. Iuran pensiun yang dibayar Tn. Bona setiap bulannya
sebesar Rp 75.000. Berapakah PPh Pasal 21 yang ditanggung Tn. Bona?
Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak sebesar Rp 52.687,50 (Rp 102.687,50 –
Rp 50.000) ditanggung oleh pegawai tersebut dengan dipotongkan dari
penghasilannya per bulan.
41
Contoh Kasus 5:
Perhitungan PPh Pasal 21 atas karyawan yang PPh Pasal 21-nya ditanggung pemberi
kerja
Bapak Dana (K/2) bekerja pada PT Tamu Tami dengan gaji per bulan sebesar Rp
5.000.000, tunjangan makan Rp 200.000, dan pajak penghasilan ditanggung oleh
pemberi kerja. Iuran pensiun dan iuran THT yang dibayar Bapak Dana per bulannya
masing-masing sebesar Rp 100.000 dan Rp 150.000. Berapa PPh Pasal 21 yang
ditanggung Bapak Dana?
Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terhutang:
Penghasilan gaji sebulan Rp 5.000.000
Tunjangan makan Rp 200.000 +
Total Penghasilan Bruto Rp 5.200.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 5.200.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 260.000
Iuran Pensiun Rp 100.000
Iuran THT Rp 150.000 +
Jumlah pengurang Rp 510.000 -
Penghasilan neto sebulan Rp 4.690.000
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 4.690.000 Rp 56.280.000
PTKP (K/2)
Wajib Pajak = Rp 24.300.000
Status Kawin = Rp 2.025.000
Tanggungan 2 = Rp 4.050.000 +
Rp 30.375.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 25.905.000
PPh Pasal 21 selama setahun : 5 % x 25.905.000 = Rp 1.295.250
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 1.295.250 / 12 = Rp 107.937,50
PPh Pasal 21 sebesar Rp 107.937,50 ini bukan merupakan penghasilan bagi pegawai
(Bapak Dudidam) sehingga tidak boleh mengurangi penghasilan dari pemberi kerja.
Pegawai / Karyawan yang memperoleh Gaji / Upah Bulanan dan Mendapat Bonus
Perhitungan Pajak penghasilan atas bonus, gratifikasi, THR, dan pemberian lain yang
bersifat tidak tetap dan biasanya diberikan sekali dalam setahun dapat dilihat pada
contoh berikut:
Contoh Kasus 6 :
Perhitungan PPh Pasal 21 atas pegawai yang memperoleh Gaji dan Bonus
Bapak Suar (K/3) memperoleh gaji sebulan sebesar Rp 5.000.000 dan mendapat
42
tunjangan jabatan serta tunjangan keluarga masing-masing Rp 500.000. Premi
asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian dibayarkan oleh pemberi
kerja masing-masing Rp 350.000 dan Rp 250.000. Setiap bulan Bapak Suar harus
membayar iuran THT dan iuran pensiun masing-masing sebesar Rp 30.000 dan
Rp 50.000. Pada bulan Juli ia mendapat bonus sebesar Rp10.000.000. Berapa
besarnya pajak yang terutang atas gaji dan bonus yang diterima Bapak Suar?
(Diasumsikan Bapak Suar adalah seorang pegawai tetap)
Contoh kasus 7:
Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli
Prof. Danang adalah seorang peneliti yang juga berprofesi sebagai
pengacara.Pada bulan Maret 2013 ia menerima fee Rp100.000.000 dari
kliennya sebagai imbalan pemberian jasa yang telah dilakukan dan pada bulan
September di tahun yang sama menerima pelunasan fee sebesar Rp75.000.000.
Dasar
Dasar
Penghasilan Pemotongan PPh Pasal 21
Pemotongan Tarif
Bulan Bruto PPh Pasal Terutang
PPh Pasal 21 Pasal
(Rupiah) 21Kumulatif (Rupiah)
(Rupiah)
(Rupiah)
(1) (2) (3) = (2) x 50% (4) (5) (6) = (3)x(5)
Maret 100.000.000 50.000.000 50.000.000 5% 2.500.000
September 75.000.000 37.500.000 87.500.000 15% 5.625.000
Jumlah 175.000.000 87.500.000 8.125.000
44
BAB 5
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Mekanisme Pemungutan:
1) PPh Pasal 22 disetor oleh pemungut menggunakan SSP atas nama Wajib
Pajak yang dipungut (penjual).
2) PPh Pasal 22 tersebut harus disetor oleh pemungut pada hari yang sama
saat pembayaran dengan menggunakan SSP atas nama Wajib Pajak yang
dipungut (penjual). Pemungut juga wajib melaporkan atas seluruh
pemungutan yang dilakukan paling lambat 14 hari sejak masa pajak
berakhir.
2. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Barang Impor
a. Subjek PPh Pasal 22
Setiap Wajib Pajak yang melakukan impor, kecuali yang mendapat
fasilitas pembebasan (memperoleh surat keterangan bebas).
45
Nilai Impor
Nilai Impor/NI adalah nilai yang berupa uang yang menjadi dasar
penghitungan bea masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF)
ditambahkan dengan Bea Masuk dan Pungutan Lainnya yang dikenakan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang–undangan pabean bidan g
impor.
Untuk menghitung Nilai Impor digunakan kurs berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan.
· Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri Semen, Rokok,
Industri Kertas, Industri Baja, dan Industri Otomotif, yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam
negeri.
· Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan
bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil
produksinya.
Contoh Perhitungan:
Pajak Penghasilan Psl 22, Bea Cukai bila importir memiliki API/APIS/APIT :
2,5 % x Rp910.200.000 = Rp 22.755.000
47
Pajak Penghasilan Psl 22, Bea Cukai bila importir tidak memiliki API/APIS/APIT :
7,5 % x Rp910.200.000 = Rp 68.265.000
Contoh Kasus 1
Sebuah perusahaan melakukan penyerahan barang kena pajak kepada suatu
instasi pemerintah seharga Rp1.144.000.000 yang pembayarannya melalui
Kantor pembendaharaan negara. Berapakah Pajak Penghasilan Pasal 22
Bendaharawan yang harus dipotong bila:
1. Harga barang tidak termasuk PPN dan PPnBM.
2. Harga barang termasuk PPN (10%) tapi bukan Barang Mewah.
3. Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (20%).
Perhitungan Pajak:
1. Harga barang tidak termasuk PPN dan PPnBM
Harga barang yang diserahkan Rp1.144.000.000
Pajak Penghasilan pasal 22
1.5 % x Rp1.144.000.000 Rp 17.160.000 -
Jumlah uang yang diterima Rp1.126.840.000
Contoh Kasus 2
48
Jawab:
49
BAB 6
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
B. SUBJEK PAJAK
Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN)
C. PEMOTONG PAJAK
1. Badan Pemerintah
2. BUMN / BUMD
3. Badan Hukum Lainya (PT, Fa,Yayasan, Koperasi, Perhimpunan Kongsi, BUT, dll)
4. Perseoan yang ditunjuk oleh DJP
5. WPOP dalam negeri tertentu yang ditunjuk DJP
D. OBJEK PAJAK
1. Deviden
2. Bunga : Premium, Diskonto, Imbalan sehubungan dengan pengembalian hutang
3. Sewa atas penggunaan harta
4. Royalti
5. Hadiah / penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21
6. Imbalan jasa teknik, jasa manajemen, dan jasa lainnya selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21.
Tarif 2% atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultasi dan jasa lain:
1. Jasa Penilai
2. Jasa Aktuaris
3. Jasa Akuntansi, pembukuan, atestasi laporan keuangan
4. Jasa Perancang (design)
5. Jasa Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi
(migas) kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap
6. Jasa penunjang di bidang penambangan migas
7. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain
migas
8. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan
9. Jasa penebangan hutan
10. Jasa pengolahan limbah
11. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourching service)
12. Jasa perantara dan/atau kegenan
13. Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilaukan
oleg Bursa Efek
14. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan
51
15. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
16. Jasa mixing film
17. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan
18. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel
19. Jasa perawatan alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan
20. Jasa maklon
21. Jasa penyelidikan dan keamanan
22. Jasa penyelenggaraan kegiatan atau event organizer
23. Jasa pengepakan
24. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar
ruang atau media lain untuk penyampaian informasi
25. Jasa pembasmian hama
26. Jasa kebersihan/ cleaning service
27. Jasa catering atau tata boga
Catatan:
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23
bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
52
BAB 7
PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2)
B. SIFAT
C. SUBJEK PAJAK
Subjek pajak yang karena ketentuan dari Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh
menjadi WPDN adalah semua subjek pajak yang memperoleh penghasilan
berupa bunga deposito, dan tabungan tabungan lainnya penghasilan dari
transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari
pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dan penghasilan tertentu
lainnya.
D. OBJEK PAJAK
1. Bunga deposito/tabungan, diskonto SBI dan jasa giro, serta bunga simpanan
anggota koperasi.
2. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek
3. Bunga/diskonto obligasi
4. Hadiah undian
5. Jasa konstruksi
6. Persewaan tanah/bangunan
7. Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan
8. Deviden orang pribadi
9. Penghasilan tertentu lainnya
53
E. JATUH TEMPO PAJAK
1. PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh pemotong pajak penghasilan harus
disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
2. PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak harus
disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
3. Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran
pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut PPh,
wajib menyampaikan SPT masa PPh pasal 4 ayat (2) paling lama 20 (dua
puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
F. PEMUNGUT PAJAK
54
Catatan:
Untuk bunga/diskonto obligasi yang ditempatkan di dalam negeri sebesar
15% (lima belas persen) dari jumlah bruto.
Untuk bunga/diskonto obligasi yang ditempatkan di luar negeri sebesar 20
% (dua puluh persen) dari jumlah bruto.
Catatan:
o FINAL bagi usaha kecil berdasarkan sertifikasi lembaga yang berwenang
serta mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp 1 miliar.
o TIDAK FINAL bagi usaha besar.
55
BAB 8
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Pajak dipungut diluar negeri atas penghasilan wajib pajak di luar negeri.
Pajak yang dibayar diluar negeri atas penghasilan luar negeri yang
diperoleh wajib pajak dalam negeri (WPDN) boleh dikreditkan dengan
pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama, sebesar pajak yang
dibayarkan diluar negeri tersebut tetapi tidak boleh melebihi penghitungan
pajak yang terutang berdasarkan keputusan No. 164/KMK.03/2002. Untuk
itu harus dicari batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN).
Catatan:
1. Jika Pajak Penghasilan Luar Negeri yang diminta untuk dikreditkan itu
ternyata dikembalikan maka jumlah pajak yang terutang menurut Undang-
Undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun
pengembalian tersebut dilakukan.
2. Jika Penghasilan Luar Negeri berasal dari beberapa Negara maka jumlah
maksimum KPLN dihitung untuk masing-masing Negara.
3. Untuk kerugian yang diderita diluar negeri tidak diperhitungkan dalam
menghitung penghasilan kena pajak. Penghasilan dari Luar Negeri untuk
tahun-tahun berikutnya dapat dikompensasikan dengan kerugiaan tersebut.
4. Dalam hal Pajak dibayarkan di luar negeri lebih besar dari kredit pajak yang
diperkenankan (PPh Pasal 24), maka kelebihan tersebut tidak dapat:
Diminta kembali (restitusi)
Dikompensasikan
Sebagai pengurang penghasilan
56
C. CARA MENCARI PPh PASAL 24 YANG DAPAT DIKREDITKAN DI DALAM NEGERI
Catatan:
Jika DN rugi diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung PKP
Contoh Kasus:
PT. Lancar Terus yang berlokasi di Denpasar selama tahun 2012 memperoleh
penghasilan baik dari usahanya dari dalam negeri ataupun beberapa
cabangnya yang berada di luar negeri. Penghasilan netto dari dalam negeri
Rp 60.000.000.000 sedangkan usahanya di luar negeri, seperti Hongkong
memperoleh penghasilan Rp 10.000.000.000, Korea memperoleh penghasilan
Rp4.000.000.000, sedangkan di China mengalami rugi Rp 5.000.000.000. Pajak
yang telah dibayar diluar negeri sebesar 30% untuk Hongkong, 40% untuk
Korea, dan 25% untuk China. Berapa PPh Pasal 24 yang diperkenankan untuk
dikreditkan dengan pajak penghasilan yang harus dibayar di dalam negeri?
57
2. Mencari Pajak Penghasilan Terutang dari Jumlah PKP Sebesar =
Rp 74.000.000.000 : 25% x Rp 74.000.000.000 = Rp 18.500.000.000
58
BAB 9
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
Angsuran yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan
setiap masa pajak.
Kredit Pajak adalah suatu jumlah yang merupakan angsuran pajak, baik yang
telah dipungut/dipotong maupun dibayar pada tahun pajak yang bersangkutan
yang meliputi PPh Pasal 21, 22, 23, 24 yang telah dibayar dalam tahun pajak.
Angsuran PPh 25 untuk tahun ybs = Pajak yang masih harus dibayar sendiri
dibagi 12.
59
Contoh Kasus:
60
BAB 10
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia,
adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri
yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial
owner).
B. SUBJEK PAJAK
Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) yang berarti orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan Badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia.
C. PEMOTONG PAJAK
1. Badan Hukum Lainnya ( PT, Fa, Yayasan, Perhimpunan, Kongsi, BUT, dll)
2. Perseroan Yang Ditunjuk Oleh DJP
D. OBJEK PAJAK
1. Deviden
2. Bunga termasuk premium, diskonto, premi SWAP, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang
3. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
5. Hadiah dan Penghargaan
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali pengalihan harta
61
berupa tanah dan / bangunan
8. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
d. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari
suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali
di Indonesia.
Catatan :
Dalam hal telah dilakukan perjanjian penghindaran pajak berganda antara
pemerintah RI dan negara lain (Treaty Partner), penghitungan besarnya
PPh 26 didasarkan pada tax treaty tersebut (dibebaskan dari pengenaan
PPh Pasal 26 atau dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif yang lebih rendah).
1. Pada tanggal 17 Agustus 2010 PT. Jani Wangun membayar bunga atas
pinjaman kepada PT. Lanjutin Aja sebesar Rp70.000.000.PPh pasal 23 yang
harus dipotong oleh PT. Jani Wangun adalah:
PPh Pasal 23: 15 % x Rp70.000.000 = Rp10.500.000
3. PT. Fast food Indonesia membayarkan royalti kepada PT. Fast food yang ada di
Jepang atas licency yang diberikan sebesar Rp2.500.000.000. Berapa PPh
dipotong atas royalti tersebut?
PPh Pasal 26 yang dipotong : 20% x Rp2.500.000.000 = Rp500.000.000
63
BAB 11
SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek pajak, penghasilan
bukan objek pajak serta harta dan kewajiban milik wajib pajak, menurut
ketentuan perundang-undangan perpajakan.
64
D. BATAS WAKTU PEMBAYARAN PAJAK
2. Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar
atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
karena kealpaan wajib pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara, dipidana kurungan paling lama 1 tahun dan atau denda
setinggi-tingginya 2 kali lipat pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.
3. Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dengan sengaja
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana
penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang bayar.
65
G. SANKSI PERPAJAKAN
Dalam Undang-Undang Perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi
administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma
perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang
diancam dengan sanksi pidana saja dan ada pula yang diancam dengan sanksi
administrasi dan pidana. Perbedaan sanksi administrasi dan sanksi pidana
menurut undang-undang perpajakan adalah:
1. Sanksi Administrasi
2. Sanksi Pidana
66
H. TARIF PAJAK YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL
2. Sewa
a) Barang Tidak Bergerak (Tanah, Bangunan) baik pemiliknya WPOP/Badan
10% Final
b) Barang Bergerak
- Khusus angkutan Darat 2 % Tidak Final
- Lainnya 4,5% Tidak Final
3. Pembagian Deviden
10. Penerima WPOP
- Berasal dari WPOP (Fa, Cv) BOP
- Berasal dari Badan (PT) 10% Final
b. Penerima Badan
- Pemilikan saham < 25% 15% Final
- Pemilikan saham > 25% BOP
4. Penjualan Saham
a. Melaui Bursa Efek Final tarif 0,15%
b. Tidak melaui bursa efek Tidak Final 15 %
5. Hadiah
a. Tidak Final
- Penghargaan atas prestasi tertentu tarif pasal 17
- Sehubungan dengan pemberian jasa dan kegiatan lain tarif pasal 17
b. Final : Hadiah Undian 25%
c. Bukan Objek Pajak Hadiah langsung karena membeli produk
67
7. Penyusutan Aktiva Tetap
68
BAB 12
TEORI PPN DAN FAKTUR PAJAK
A. DASAR HUKUM
UU No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah telah diubah oleh UU No. 18 Tahun
2000dan saat ini telah diubah menjadi UU No. 42 Tahun 2009. Dalam Pasal 20
UU No.8 Tahun 1983 ditentukan bahwa UU ini dapat disebut Undang – Unda
ng Pajak Pertambahan Nilai 1984.
b. Pada saat Penguasaha Kena Pajak tersebut diatas membeli Barang Kena
Pajak atau menerima Jasa Kena Pajak dari Pengusaha Kena Pajak lain,
juga membayar pajak yang terutang, yang dinamakan Pajak Masukan /
PM (Input Tax)
c. Pada akhir masa Pajak, Pajak masukan tersebut dikreditkan dengan
pajak keluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal jumlah
69
Pajak Keluaran lebih besar dari pada jumlah Pajak Masukan, maka
kekuranganya dibayar ke kas negara selambat-lambatnya akhir bulan
berikutnya. (PK > PM = Kurang Bayar)
d. Apabila Jumlah Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran,
maka kelebihan pembayaran pajak masukan ini dapat dikompensasikan
dengan utang pajak dalam masa pajak berikutnya atau diminta kembali
(restitusi). (PM > PK = Lebih Bayar)
e. Pada akhir masa pajak, setiap Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan
pemungutan dan pembayaran Pajak yang terutang kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) setempat, selambat-lambatnya akhir bulan
berikutnya.
71
G. TIDAK TERMASUK BARANG KENA PAJAK (BKP)
Jenis Barang Tidak Kena Pajak (Pasal 4A ayat (2) Perubahan Ketiga Undang-
Undang PPN 1984):
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung
dari sumbernya, seperti : minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan
kerikil, biji timah, biji emas, dst.
2. Barang – barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuh kan oleh rakyat
banyak, seperti : beras, gabah, jagung, sagu, gandum, kedelai, garam baik
yang beryodium atau tidak, daging, telur, buah, dan sayur-sayuran.
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung dan sejenisnya, tidak termasuk makanan dan minuman yang
diserahkan oleh usaha jasa boga atau cattering.
4. Uang, emas batangan, dan surat – surat berharga (sa ham, obligasi).
Kode dan nomor seri faktur pajak terdiri dari 16 digit yaitu:
1. 2 digit kode transaksi
2. 1 digit kode status
3. 13 digit nomor seri faktur pajak yang ditentukan oleh DJP
0 0 0 . 0 0 0 - 0 0 . 0 0 0 0 0 0 0 0
Kode
Transaksi Nomor Seri Faktur Pajak
Kode Status
1. Yang dibayar untuk perolehan BKP / JKP atau untuk pemanfaatan BKP /
JKP dari luar daerah pabean, sebelum pengusaha dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak.
2. Yang dibayar untuk perolehan BKP / JKP yang tidak mempunyai
hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
3. Yang dibayar untuk perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor
jenis sedan, danstation wagon kecuali jika barang tersebut adalah untuk
persediaan barang dagangan atau untuk digunakan langsung sesuai
dengan bidang usahanya, misalnya usaha persewaan kendaraan
bermotor.
4. Yang dibayar untuk pembelian yang sifatnya mempunyai tujuan
konsumtif Direksi, Dewan Komisaris, Karyawan dan Pemegang Saham
5. Yang dibayar untuk perolehan BKP / JKP yang berhubungan langsung
dengan kegiatan usaha yang menghasilkan penyerahan BKP / JKP yang
PPN-nya ditanggung Pemerintah (DTP), dibebaskan dari pengenaan PPN.
6. Bukti pungutan Pajaknya berupa Faktur Pajak sederhana.
7. Yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi persyaratan.
8. Yang ditagih dengan penerbitan ketetapan Pajak.
9. Yang ditemukan pada saat pemeriksaan tetapi belum dilaporkan dalam
SPT PPN.
10. Faktur Pajak Standarnya cacat.
74
O. SYARAT TERUTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi tiga syarat yang
bersifat kumulatif dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya, yaitu:
1. Barang atau jasa yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak
2. Penyerahannya dilakukan di dalam Daerah Pabean
3. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiaan usaha atau pekerjaannya.
76
BAB 13
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)
A. DASAR HUKUM
Undang – Undang No.21 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang –
Undang N0.
20 Tahun 2000 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2001.
B. PENGERTIAN BPHTB
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan bangunan. Adapun pengertian perolehan hak
atas tanah dan bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah atau bangunan oleh orang pribadi
atau badan.
77
D. HAK ATAS TANAH SEBAGAI PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
Hak milik
Perolehan hak atas tanah atau bangunan (pasal 85 ayat 1) yang dapat berupa:
1. Tanah termasuk tanaman di atasnya
2. Tanah dan Bangunan
3. Bangunan
Objek Pajak yang tidak dikenakan BPHTB ditetapkan dalam Pasal 3 UU No.21
Tahun 1997 Jo UU No.20 Tahun 2000, yaitu:
1. Objek Pajak yang diperoleh Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan
asas perlakuan timbal balik.
2. Objek pajak yang diperoleh negara untuk menyelenggarakan pemerintahan
dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum dan
yang semata – mata tidak digunakan untuk mencari keuntungan.
3. Objek pajak yang diperoleh badan atau perwakilan organisasi internasional
yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan dengan syarat tidak
melakukan atau menjalankan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan /
perwakilan organisasi tersebut.
4. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena konversi hak
atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak ada perubahan nama.
5. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi / badan karena wakaf.
6. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi / badan yang digunakan untuk
kepentingan ibadah.
78
H. TARIF BPHTB
Tarif BPHTB adalah paling tinggi sebesar 5% (pasal 88 ayat 1).
Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah
daripada Nilai Jual Objek Pajak Yang digunakan dalam pengenaan PBB pada
tahun terjadinya perolehan dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah
Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan.
Apabila Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan belum ditetapkan,
besarnya Nilai Jual Objek Pajak bumi dan bangunan ditetapkan oleh
menteri.
Jika didalam kasus terdapat dua nilai yaitu nilai perolehan dan nilai
jual, maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak adalah nilai
yang terbesar.
79
regional serendah-rendahnya Rp 60.000.000 (pasal 87 ayat 4), kecuali
dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima
orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunuan harus satu derajat ke atas dan ke bawah dengan pemberi hibah
wasiat termasuk suami/istri, maka nilai NPOPTKP ditetapkan secara
regional serendah-rendahnya Rp 300.000.000 (pasal 87 ayat 5).
Untuk wilayah Bali NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp 60.000.000,-
untuk semua transaksi selain waris dan hibah, untuk waris dan hibah
ditetapkan sebesar Rp 300.000.000,-
K. UNTUK BPHTB YANG TERUTANG DARI WARIS, HIBAH WARIS SEBESAR 50%
DARI BPHTB YANG SEHARUSNYA TERUTANG.
Contoh Kasus 1:
Bapak Ronda membeli tanah dan bangunan dengan nilai perolehan
objek pajak (harga transaksi) Rp. 70.000.000. NPOPTKP yang ditetapkan
pemerintah daerah setempat adalah Rp. 60.000.000. Berapakah besarnya
BPHTB terutang oleh Bapak Ronda?
Contoh kasus 2:
Seorang anak memperoleh warisan dari ayahnya sebidang tanah dan
bangunan diatasnya dengan nilai pasar sebesar Rp. 700.000.000. Berapa
BPHTB terutang atas warisan tersebut jika ditetapkan NPOPTKP sebesar
Rp350.000.000?
Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 700.000.000
NPOPTKP Rp 350.000.000 -
NPOPKP Rp 350.000.000
BPHTB yang seharusnya terutang : 5% x Rp350.000.000 = Rp 17.500.000
BPHTB terutang : 50% x Rp 17.500.000 = Rp 8.750.000
Catatan :
Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dikenakan
untuk jangka waktu maksimal 24 bulan. Jadi jika ditemukan data baru
dalam jangka waktu lebih dari 24 bulan maka sanksi administrasinya
sebesar 2% tetap dikalikan dengan 24 bulan.
81
DAFTAR PUSTAKA
83