ABSTRAK
Banyak negara bimbang menggunakan instrumen hukum mana yang tepat agar dapat menanggulangi
krisis akibat pandemi Covid-19. Ada yang memilih menetapakan keadaan darurat berdasar konstitusi,
menggunakan UU yang berlaku tentang kebencanaan atau krisis kesehatan, dan melakukan
legislasi baru. Penetapan keadaan darurat memungkinkan negara melakukan penyimpangan
keberlakuan hukum bahkan menangguhkan HAM sementara waktu. Oleh kerenanya penetapan
status darurat berpotensi disalahgunakan dan berakibat pada tereduksinya jaminan perlindungan
HAM. Tulisan ini menjelaskan kebijakan pemerintah Indonesia dalam memilih instrumen hukum
untuk menanggulangi Pandemi Covid-19 disatu sisi dan disisi lain bagaimana pemerintah tetap
menjamin perlindungan HAM. Hasilnya, meskipun Pasal 12 UUD 1945 menyediakan ketentuan
keadaan darurat konstitusional, Indonesia memilih menggunakan Kedaruratan Kesehatan dalam
UU 6 Tahun 2018 dan Darurat Bencana Non Alam dalam UU 24 Tahun 2007. Dua status darurat
tersebut tidak sama sekali melibatkan Pasal 12 UUD 1945 sebagai dasar pembentukannya.
Sehingga keadaan darurat dimaksud bukanlah state of emergency sebagaimana dimaksud dalam
kajian hukum tata negara darurat atau hanya bersifat de facto bukan de jure. Selain itu, dua status
darurat tersebut tidak memuat berbagai syarat yang sudah diamanatkan ICCPR. Oleh karenanya
perlindungan HAM harus tetap dipenuhi. Meskipun ada pembatasan, hal tersebut tentunya tidak
berlaku bagi hak yang bersifat mendasar apalagi terhadap kelompok non derogable rights.
Kata Kunci: covid-19; keadaan darurat; hukum tata negara darurat; hak asasi manusia.
ABSTRACT
Many countries are confused about which legal instrumen is right to overcome the Covid-19
pandemic crisis. Any country chooses to declare a state of emergency based on the constitution,
use laws that apply to disasters or health crisis, and implement new legislation. The stipulation of a
state of emergency allows the state to deviate from the rule of law and governments have introduced
measures to legally justify limits on human rights. Therefore, the determination of the emergency
status may be misused and affect on result human rights protection declines. This paper explains the
Indonesian government’s policy in choosing legal instrumens to overcome the Covid-19 pandemic
and on the other hand how the government continues to guarantee the protection of human rights.
As a result, although Article 12 of the 1945 Constitution stipulates the provision of an emergency,
Indonesia chooses to use Health Emergency in Law 6 of 2018 and Non-Natural Disaster Emergency
in Law 24 of 2007. The two emergency statuses do not involve Article 12 of the 1945 Constitution
as the basis of its formation. The state of emergency is determined as an emergency as referred
to in the study of the state of emergency or de facto not de jure. In addition, the two
emergency
327
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-346
p- ISS N: 1 9 7 8 -2 2 9 2 e- ISS N: 2 5 7 9 -7 4 2 5
emergency statuses do not contain various requirements that have been mandated by the
ICCPR. Therefore, the protection of human rights must always be fulfilled. Even if there are, this
certainly does not apply to rights that are based only on non-derogable rights groups.
Keywords: covid-19; state of emergency; emergency constitutional law; human rights.
328
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus Prasetio
melalui dua istilah yang dipakai, yakni dengan memberikan alternatif kebolehan
“keadaan bahaya” (Pasal 12 UUD 1945)4 bagi negara untuk melakukan pengurangan
dan “kegentingan yang memaksa” (Pasal (derogation) HAM dalam kondisi darurat
22 UUD1945).5 Selain itu dalam peraturan (public emergency) yang tentunya tidak tak
setingkat undang-undang, klausul keadaan terbatas dan dengan disertai beberapa syarat
darurat dapat ditemukan pula dalam UU Nomor yang dapat menjustifikasi tindakan luar biasa
23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya pemerintah selama kondisi darurat.
dengan istilah (darurat sipil, darurat militer Pemberlakuan keadaan darurat
dan darurat perang)6, UU Nomor 24 Tahun bisa dipandang sebagai bentuk yang
2007 tentang Penanggulangan Bencana memungkinkan negara secara cepat dapat
(darurat bencana)7, UU Nomor 7 Tahun 2012 menanggulangi krisis, namun di sisi lain
Penanganan Konflik Sosial (keadaan konflik pemberian justifikasi kekuasaan terlalu luas
sosial)8, UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang bagi pemerintahan untuk melakukan berbagai
Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem pembatasan-pembatasan justru menimbulkan
Keuangan (krisis sistem keuangan)9, dan UU kerawanan untuk disalahgunakan.12
Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
Keresahan adanya penyalahgunaan
Kesehatan (kedaruratan kesehatan).10
kekuasaan oleh negara dalam krisis
Dalam perspektif hukum tata negara Covid-19 disampaikan Perserikatan Bangsa-
darurat, setiap pendeklarasian keadaan Bangsa (PBB) yang mendesak agar setiap
darurat menimbulkan konsekuensi negara menghindari tindakan keamanan
pembolehan bagi pemerintah untuk yang berlebihan dalam menanggapi wabah
melakukan pengabaian terhadap berlakunya Covid-19. Berbagai negara yang memilih untuk
beberapa prinsip dasar seperti penyimpangan menetapakan keadaan darurat diharuskan
hukum dan penangguhan HAM.11 Hal untuk menaati prinsip dan aturan main yang
tersebut diamini pula oleh instrumen hukum tertuang dalam Hukum Internasional dengan
internasional seperti International Convenant mengutamakan pendekatan hak asasi
on Civil and Political Rights (ICCPR) manusia.13
Menurut International Institute for
4 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Democracy and Electoral Assistance (IDEA)
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, n.d. sebanyak 61% negara dalam melakukan
Lihat Pasal 12 UUD 1945 “Presiden menetapkan penanganan Covid-19 bersinggungan dengan
keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya
keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-
demokrasi dan hak asasi manusia.14 Bahkan
undang” Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, Michelle
5 Ibid. Lihat Pasal 22 UUD 1945 “Dalam hal ihwal Bachelet menyampaikan kekhawatirannya
kegentingan yang memaksa, Presiden berhak akan adanya politisasi Covid-19 yang
menetapkan peraturan pemerintah sebagai beresiko mengikis hak asasi manusia.15
pengganti undang-undang.”
6 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1959 Tentang Keadaan Bahaya, n.d. Lihat 12 Tom Ginsburg and Mila Versteeg, “States
Pasal 1 of Emergencies: Part I,” last modified 2020,
7 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 https://blog.harvardlawreview.org/states -of-
Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, emergencies-part-i/.
n.d. Lihat Pasal 1 Angka 19 13 United Nations Human Office Of The High
8 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Commissioner Rights, “COVID-19: States
Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial, Should Not Abuse Emergency Measures
n.d.Lihat Pasal 1 Angka 7 to Suppress Human Rights – UN Experts,”
9 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor accessed February 12, 2021, https://www.
9 Tahun 2016 Tentang Pencegahan Dan ohchr.org/EN/NewsEvents/Pages/DisplayNews.
Penanganan Krisis Sistem Keuangan, n.d.Lihat aspx?NewsID=25722&LangID=E.
pasal 1 Angka 3 14 Adiyanto, “Pandemi Dan Ancaman Terhadap
10 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Demokrasi,” Media Indonesia.
Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, 15 VOA, “Bachelet: Politisasi Covid-19 Dorong
n.d. Lihat Pasal 1 Angka 2 Banyak Pelanggaran HAM,” last modified 2020,
11 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat accessed February 14, 2021, https://www.
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007). Hlm 58 voaindonesia.com/a/bachelet-politisasi-covid-19-
329
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-346
p -I S S N: 1 9 7 8 -2 2 9 2 e -I S S N: 2 5 7 9 -7 4 2 5
330
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus Prasetio
Selain itu, untuk melengkapi sumber- yakni negara dalam keadaan normal (ordinary
sumber penelitian perlu pula di dukung condition) dan negara dalam keadaan tidak
dengan bahan hukum sekunder yang dapat normal/keadaan darurat (state of emergency).
memberi penjelasan lebih atas bahan hukum Staatsnoodrecht tersebut mengkaji perihal
primer yang berupa publikasi tentang hukum negara dalam keadaan darurat.21
seperti buku, kamus hukum, jurnal hukum
Ragam Istilah keadaan darurat dapat
dan berita-berita yang relevan dengan isu
ditemukan dalam kontitusi berbagai negara
hukum dalam penelitian ini.
seperti di prancis (etat de siege), di Jerman
3. Teknik Analisa Data (state of tension, state of defence) dan di
Berbagai bahan hukum yang telah Spanyol (state of alarm). Ketentuan hukum tata
diperoleh kemudian dihimpun dan selanjutnya negara darurat dalam tradisi civil law secara
dielaborasi secara sistematis menurut eksplisit tertuang dalam undang-undang
klasifikasinya dan dilakukan analisis secara dasarnya. Sebaliknya, di Amerika dan Inggris
kualitatif mengingat sifat dari data (bahan atau negara lainnya yang menganut tradisi
hukum) yang diperoleh bersifat kualitatif. hukum common law. Praktik tersebut dikenal
dengan istilah “martial law”. Sementara itu,
PEMBAHASAN instrumen HAM internasional seperti dalam
European Convention on Human Right 1950,
Konsepsi Kedaruratan dalam Hukum Tata
Inter-American Convention on Human Rights
Negara Darurat dan Pengaturannya Di
(IACHR) 1969, International Convenant on
Indonesia
Civil and Political Rights (ICCPR) 1966 istilah
Istilah kata darurat senada dengan keadaan darurat dikenal dengan istilah public
kata al-dlarurat (arab) yang berasal dari emergency.
kata “dlarar” yang artinya kondisi yang tidak Herman Sihombing mendefinisikan
dapat dihindari.19 Kamus Besar Bahasa
keadaan bahaya sebagai serangkaian pranata
Indonesia (KBBI) mendefinisikan darurat
dan wewenang negara secara luar biasa
sebagai keadaan sukar (sulit) yang tidak
dan istimewa untuk dalam waktu sesingkat-
dapat disangka-sangka kehadirannya yang
singkatnya dapat menghapuskan bahaya
memerlukan penanggulangan segera;
yang mengancam dan mengembalikannya ke
keadaan terpaksa; dan keadaan sementara.
dalam kehidupan biasa menurut perundang-
Bila diambil contoh, dalam status darurat
undangan dan hukum umum biasa.22
pemerintah harus mengambil langkah cepat
Sementara, Jimly Asshiddiqie mendefinisikan
dan tepat dalam mengatasi situasi darurat.20
state of emergency sebagai keadaan bahaya
Suatu keniscayaan perjalanan kehidupan yang tiba-tiba mengancam tertib umum, yang
negara tidak selamanya berjalan normal. menuntut negara agar bertindak dengan cara-
Adakalanya negara terbentur dengan situasi cara yang tidak lazim menurut aturan hukum
yang mengancam. Layaknya seseorang yang biasa berlaku dalam keadaan normal.23
(naturlijk person) apabila dihadapkan pada
Jika ditelaah secara teoritis istilah
situasi bahaya (noodtoestand), negara akan
keadaan darurat sendiri dipahami berbeda
menggunakan haknya untuk membela diri
antara penganut state of emergency
(noodzakelijk verdediging). Yakni dengan
dan state of exeption.24 Penganut state
cara memberlakukan Hukum Tata Negara
of exception lebih mengedepankan
Darurat (staatsnoodrecht). Oleh karena itu,
pendekatan kedaulatan negara (sovereignty
dalam praktik ketatanegaraan menurut Jimly
Asshidiqqie dikenal dua keadaan negara
21 Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat. Hlm 58
22 Herman SIhombing, Hukum Tata Negara Darurat
19 Abdul Natsir, “Abortus Atas Indikasi Medis Menurut Di Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1996). Hal 26
Konsep Al-Dlarurat Dalam Islam,” Sumbula: 23 Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat. Hal 7-8
Jurnal Studi Keagamaan, Sosial dan Budaya FAI 24 Agus Adhari, “PENATAAN ANCAMAN EKONOMI
Undar Jombang 2, no. 2 (2017): 561–587. SEBAGAI BAGIAN DARI KEADAAN BAHAYA DI
20 “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),” n.d., INDONESIA,” Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum
https://kbbi.web.id/darurat. Bisnis dan Investasi (2020).hal 35
331
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-346
p- ISS N: 1 9 7 8 -2 2 9 2 e- ISS N: 2 5 7 9 -7 4 2 5
approach)25 dan menganggap keadaan dalam (internal) ataupun dari luar (external).
bahaya merupakan extra-legal. Penganut Ancaman dari luar diidentikkan dengan
tokoh ini salah satunya ialah Carl Smith ancaman militer baik bersenjata maupun
yang mengatakan “Sovereign is he who tidak bersenjata namun tetap mengancam
decides on the exception”.26 Menurut Carl jiwa dan raga warga negara. Sedangkan
Smith, keadaan negara dimasa depan, akan ancaman dari dalam diidentikkan dengan
mengalami ancaman keadaan darurat seperti ancaman pemberontakan, kerusuhan sosial
apa tidak bisa diramalkan sebelumya. Oleh atau pun bencana alam maupun non alam.
karena itu lebih baik menentukan siapa yang Saat ini bencana non alam cenderung di
memang harus mendapatkan kewenangan identikan dengan wabah penyakit menular.
untuk mengatasi keadaan darurat. Daripada
Di Indonesia sendiri, materi muatan
kehilangan negara hanya karena harus
perihal keadaan darurat bisa dilihat di
tunduk pada aturan tertulis yang kaku dan
beberapa konstitusi yang pernah berlaku
hanya akan mengorbankan tujuan karena
seperti halnya dalam Konstitusi RIS 194931
mementingkan cara.27 Menurutnya “All law is
dan UUDS 1950 32. Dalam Undang-Undang
situational law.”28
Dasar 1945 pengaturan keadaan darurat
Sedangkan, penganut “state of diatur dalam dua pasal yakni dalam Pasal
emergency” cenderung menggunakan 12 UUD 1945 dan Pasal 22 UUD 1945.
pendekatan negara hukum di mana keadaan Dari dua ketentuan pasal tersebut diketahui
bahaya harus tunduk pada kontitusi dan terdapat dua terminologi yang digunakan
undang-undang.29 Menurut Jimly Asshidiqie untuk memaknai suatu kondisi darurat, yakni
suatu negara tidak akan pernah sempurna “keadaan bahaya” dalam Pasal 12 dan “hal
jika tidak menyediakan segala sesuatu ihwal kegentingan yang memaksa” dalam
berdasarkan hukum, dan menyediakan Pasal 22.
sarana dan wahana untuk mengatasi setiap
Merujuk pada original intent, menurut
keadaan darurat untuk menata hukumnya
M.Yamin keadaan bahaya sebagaimana
sebagaimana mestinya.30 Hal inilah yang
dimaksud dalam Pasal 12 UUD 1945
dianut Indonesia dengan mengadopsinya
merupakan situasi yang disebut sebagai
dalam konstitusi yakni dalam Pasal 12 dan
martial law atau staat van beleg.33 Jika
Pasal 22 UUD 1945.
ditelusuri, dalam rancangan UUD 1945
Senyatanya, dalam praktik banyak yang dibahas pada masa sidang BPUPKI
macam alasan yang menjadi dasar tanggal 13 Juli 1945, rumusan mengenai
pemberlakuan keadaan darurat. Dari segi keadaan bahaya dalam Pasal 12 ini berawal
kategori, keadaan darurat sendiri sangat dari Pasal 10 RUU UUD 1945 dengan
bervariasi dari ragam bentuk, tingkat dan rumusan “Presiden menjatakan “staat van
skala bahayanya. Secara umum keadaan beleg”. Sjarat-sjarat dan akibat “staat van
darurat tersebut bisa datang baik dari beleg” ditetapkan dengan undang-undang”.
Istilah “staat van beleg” tersebut kemudian
25 Agus Adhari, “AMBIGUITAS PENGATURAN disempurnakan dengan frasa “keadaan
KEADAAN BAHAYA DALAM SISTEM bahaya”. Sehingga kini rumusannya menjadi
KETATANEGARAAN INDONESIA,” Dialogia
Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi
“Presiden menyatakan keadaan bahaya.
(2019). Syarat-syarat dan akibat “keadaan bahaya”
26 Carl Schmitt, Political Theology : Four Chapters ditetapkan dengan undang-undang”.
on the Concept of Sovereignty, Studies in
Contemporary German Social Thought, 1985.hlm 31 Lihat Pasal 139 ayat (1)
5 32 Pasal 96 yang memuat rumusan yang sama
27 Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat. Hlm 84 dengan Pasal 139 Ayat (1) UUD RIS 1949.
28 Schmitt, Political Theology : Four Chapters on the 33 Fitra Arsil, “MENGGAGAS PEMBATASAN
Concept of Sovereignty.hal 13 PEMBENTUKAN DAN MATERI MUATAN
29 Adhari, “AMBIGUITAS PENGATURAN KEADAAN PERPPU: STUDI PERBANDINGAN
BAHAYA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN PENGATURAN DAN PENGGUNAAN PERPPU
INDONESIA.” DI NEGARA-NEGARA PRESIDENSIAL,” Jurnal
30 Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat. Hlm 85
Hukum & Pembangunan (2018).
332
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus Prasetio
Jika dilihat berdasarkan original intent Lain halnya dengan Pasal 22 UUD 1945.
sebagaimana yang dimaksud oleh M.Yamin Pasal ini merupakan dasar kewenangan bagi
di atas, Pasal 12 UUD 1945 merupakan pasal presiden dalam domain pengecualian atas
yang memberi kewenangan penyimpangan fungsi legislatif (legislative power).37 Mengapa
hukum dalam kondisi darurat secara dikatakan demikian karena atas dasar pasal
konstitusional. Pasal tersebut secara eksklusif ini presiden memiliki kewenangan untuk
memberikan kewenangan tersebut hanya membentuk peraturan yang secara hierarki
kepada presiden sebagai kepala negara (the berkududukan sama dengan undang-undang
sovereign executive). Kewenangan presiden tanpa melibatkan DPR. Dalam praktek sering
untuk mendeklarasikan keadaan darurat disebut (Perppu). Di negara yang menganut
dalam Pasal 12 UUD 1945 tersebut tidak sistem presidensial biasa disebut presidential
hanya semata memproklamirkan melainkan decree atau emergency decree.38
jauh lebih dari itu yakni merubah karakter
Menurut Jimly Asshiddiqie istilah hal
hukum tata negara normal menjadi darurat.34
ihwal kegentingan yang memaksa dalam
Oleh karena itu Pasal 12 UUD 1945 bisa
Pasal 22 UUD 1945 memiliki cakupan
dikatakan sebagai tombol aktivasi berlakunya
luas, tidak selalu identik dengan keadaan
hukum tata negara darurat. Dengan demikian,
bahaya (Pasal 12 UUD 1945). Hal demikian
berlakunya suatu keadan darurat dalam
ditafsirkan pula oleh Mahkamah Konstiusi
hukum tata negara menyebabkan perbuatan
dalam Putusan MK No. 003/PUU-III/2005
yang bersifat melawan hukum (onrecht) dapat
bahwa hal ihwal kegentingan yang memaksa
dibenarkan untuk dilakukan karena adanya
tidak harus disamakan dengan keadaan
reasonable necessity.35
bahaya. Frasa “kegentingan yang memaksa”
Penjabaran lebih lanjut perihal syarat adalah domain subjektifitas presiden untuk
pemberlakuan, penghapusan, dan akibat menentukannya yang kemudian akan
hukum pemberlakuan keadaan darurat dalam menjadi keadaan objektif ketika Perppu oleh
Pasal 12 UUD 1945 diatur dalam UU 23 Tahun DPR disetujui dan menjadi undang-undang.
1959 tentang keadaan bahaya. UU yang saat Oleh karena itu, menurut Jimly Asshiddiqie
ini masih berlaku mengikat dan satu-satunya setidaknya terdapat dua model Perppu yakni
UU yang mengatur klausal keadaan darurat (i) Perpu yang dibentuk dalam keadaan
yang menjadikan Pasal 12 dalam konsideran mendesak tetapi dalam keadaan normal (ii)
mengingatnya. Dalam UU ini keadaan bahaya Perppu yang dibentuk memang ketika negara
dibagi dalam tiga tingkatan yakni darurat sipil, sudah secara resmi memberlakukan keadaan
darurat militer dan darurat perang.36 darurat.39
Selain konsep kedaruratan
34 Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat. Hlm 98 sebagaimana dijelaskan di atas, masih
35 Ibid. terdapat UU yang materi muatannya mengatur
36 Dalam UU 23 Tahun 1959 dikenal tingkatan darurat
sipil, darurat militer dan darurat perang. Masing- keadaan darurat atau suatu keadaan yang
masing tingkatan keadaan darurat tersebut dikecualikan pada kondisi normal seperti
memberi kewenangan pada penguasa keadaan dalam beberapa UU berikut;
darurat untuk melakukan pembatasan yang
berbeda-beda setiap tingkatannya. Sementara atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat
itu, dalam pasal 1 penyebab diberlakukanya membahayakan hidup Negara.
keadaan bahaya bisa dikarenakan oleh beberapa 37 Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat. Hlm
hal seperti keamanan atau ketertiban hukum 206
di seluruh wilayah atau disebagian wilayah 38 Arsil, “MENGGAGAS PEMBATASAN
Negara Republik Indonesia terancam oleh PEMBENTUKAN DAN MATERI MUATAN
pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau PERPPU: STUDI PERBANDINGAN
akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan PENGATURAN DAN PENGGUNAAN PERPPU
tidak dapat di atasi oleh alat-alat perlengkapan DI NEGARA-NEGARA PRESIDENSIAL.” Hlm 4
secara biasa; timbul perang atau bahaya perang 39 Aida Mardatillah, “Pandangan Jimly Terkait Perppu
atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Penanganan Covid-19,” Hukum Online, accessed
Republik Indonesia dengan cara apapun juga; February 25, 2021, https://www.hukumonline.
hidup Negara berada dalam keadaan bahaya com/berita/baca/lt5eaf518c0f3c3/pandangan-
atau dari keadaan- keadaan khusus ternyata ada jimly-terkait-perppu-penanganan-covid-19/.
333
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-346
p- ISS N: 1 9 7 8 -2 2 9 2 e- ISS N: 2 5 7 9 -7 4 2 5
334
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus Prasetio
Lain halnya dengan opsi kedua, opsi ini First, it may be that of emergency
berangkat dari anggapan bahwa sebagian powers. It is plausible that elected
hak asasi manusia tidak mutlak. Hak tersebut officials are cautious in triggering the
bisa dibatasi asal saja dilakukan secara use of exceptional powers and, indeed,
proporsional dan disahkan secara hukum.42 that caution is probably to be applauded.
Banyak konstitusi negara tidak mengatur Perhaps, in view of the historical abuses
secara spesifik perihal kedaruratan yang of such powers… Second, it is possible
disebabkan oleh krisis kesehatan. Oleh because of the advance of state-
karena itu tidak perlu mengaktifkan keadaan controlled technology for dealing with
darurat berdasarkan konstitusi. Opsi ini disorder, that most emergencies can be
menitikberatkan pada pemberian kekuasaan successfully managed by the operation of
luar biasa kepada pemerintah melalui the ordinary legal-constitutional system.”
peraturan undang-undang biasa. 46
335
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-346
p- ISS N: 1 9 7 8 -2 2 9 2 e- ISS N: 2 5 7 9 -7 4 2 5
47 Dalam UU 23 Tahun 1959, sebab pemberlakuan 49 Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat. Hal 60
darurat sipil bisa juga dikarenakan adanya 50 “Prof Jimly: Mestinya Darurat Sipil, Semua Di
bencana alam. Ada kerancuan pengaturan Bawah Kendali Presiden,” JPNN.Com, accessed
mengenai keadaan darurat yang diakibatkan February 28, 2021, https://www.jpnn.com/news/
bencana alam. Selain dalam UU 23 Tahun 1959, prof-jimly-mestinya-darurat-sipil-semua-di-
pada tahun 2007 dibentuk UU 24 Tahun 2007 bawah-kendali-presiden?page=2.
yang khusus mengatur perihal kebencanaan. 51 Aida Mardatillah, “Jimly: Ada Dua Tipe Perppu
UU tersebut berlaku tanpa mencabut ketentuan Dalam Perspektif Konstitusi,” Hukum Online,
dalam UU 23 Tahun 1959 yang berlaku terlebih last modified 2020, accessed March 1, 2021,
dahulu. https://www.hukumonline.com/berita/baca/
48 Jimly Asshidiqie, “Diktator Konstitusional Dan lt5eb09bcc9e976/jimly--ada-dua-tipe-perppu-
Hukum Pengecualian,” Makalah (2020). Hal 22 dalam-perspektif-konstitusi/.
336
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus Prasetio
1945 bahkan tidak boleh melanggar HAM mengartikan derogable rights di Indonesia.
sekalipun, karena pada hakikatnya Perppu Kelompok hak ini sering diterjemahkan
biasa diniatkan untuk menjadi lakyaknya UU sebagai hak yang dapat dikurangi, dibatasi
biasa yang berlaku permanen jika memang atau dicabut. Lain halnnya dengan non
disetujui oleh DPR, dan jika ditolak maka derogable rights yang diartikan sebagai hak
harus dicabut.52 Saat ini Perppu tersebut yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi
telah disahkan menjadi UU Nomor 2 Tahun apapun dan oleh siapapun.
2020. Dengan berlakunya sebagai UU biasa
Dalam berbagai instumen HAM seperti
maka keberlakuaanya sama seperti UU pada
ICCPR, jenis non derogable rights bisa
umumnya yakni berlaku tidak hanya untuk
ditemukan dengan mengidentifikasi Pasal 4
jangka waktu tertentu seperti halnya Perppu
ayat 2 yang secara eksplisit menyebutkan
darurat (UU darurat), melainkan berlaku
berbagai hak yang tidak boleh dikurangi. Di
permanen.
Indonesia kelompok hak ini tertuang dalan
Berlakunya UU Nomor 2 Tahun 2020 Pasal 28I UUD 1945. Meskipun dalam
menimbulkan problem ketatanegaraan, putusan MK No.2-3/PUU-V/2007 dinyatakan
sebab dari segi tujuan pembentukannya bahwa ketentuan Pasal 28I UUD 1945 dapat
UU yang dahulunya Perppu 1 Tahun 2020 dibatasi karena tunduk pada ketentuan
tersebut ditujukan secara terbatas yakni Pasal 28J, akan tetapi penafsiran sistematis
untuk dan selama penanganan Covid-19. MK tersebut hingga kini masih banyak
Jika Covid-19 telah selesai maka berbagai diperdebatkan oleh kelompok yang menilai
ketentuan dalam UU Nomor 2 Tahun 2020 hak-hak dalam Pasal 28I UUD 1945 tetap
sudah pasti tidak relevan lagi diterapkan. merupakan non derogable rights.
Terlebih, dari segi substansi ketentuan dalam
Terlepas dari perdebatan itu, semua Hak
UU tersebut banyak membatalkan berbagai
Asasi Manusia secara prinsip sama-sama
ketentuan dalam undang-undang lainnya.
penting, oleh karenanya tidak diperbolehkan
Selain itu adanya ketentuan Pasal 27 yang
mengeluarkan kategori hak tertentu dari
memberi imunitas bagi pejabat penyelenggara
bagiannya. Dalam arti, terpenuhinya satu
pemerintahan justru menegasikan prinsip
kategori hak tertentu akan selalu bergantung
equality before the law yang secara tegas
dengan terpenuhinya hak yang lain.53 Selain
diamanatkan oleh konstitusi.
itu, sejatinya dalam keadaan normal, hak
Implikasi Darurat Covid-19 Terhadap asasi manusia menjadi suatu hal yang sudah
Jaminan Perlindungan Hak Asasi Manusia sepatutnya dilindungi (protect), dipenuhi
(fulfill) dan ditegakan (ecforced) oleh negara
Kerangka teoritis mengklasifikasi hak
Akan tetapi, dalam pelaksanaanya negara
asasi manusia ke dalam kelompok derogable
dimungkinkan melakukan pembatasan atau
rights dan non derogable righs. Akan tetapi,
pengurangan terhadap hak asasi manusia.
hingga saat ini belum ada istilah baku untuk
Prespektif teori HAM mengenal doktrin
pembatasan (limitation) dan pengurangan
52 Dalam makalahnya Jimly membagi dua tipe
Perppu. Tipe pertama layaknya kebijakan normatif
(derogation) hak sipil dan politik. Alasan
yang seharusnya dituangkan dan UU. Namun mengapa pembatasan HAM dapat dilakukan
karena adanya unsur kegentingan yang memaksa ialah adanya pengakuan bahwa sebagian
maka kebijakan tersebut sementara dituangkan besar hak asasi manusia tidak bersifat mutlak
dalam Perppu untuk disetujui DPR. Sementara
dan mencerminkan keseimbangan antara
tipe kedua ialah Perppu yang menjadi pengaturan
lebih lanjut atas keadaan darurat (Ps 12 UUD
1945) yang berlaku sementara saat keadaan
darurat saja. Karena sifatnya yang sementara 53 Mei Susanto, Teguh Tresna, and Puja Asmara,
maka materi muatannya boleh menyimpangi “EKONOMI VERSUS HAK ASASI MANUSIA
ketentuan UU lainnya termasuk UUD 1945. DALAM PENANGANAN COVID-19 : DIKOTOMI
Dengan syarat adanya Batasan waktu yang jelas ATAU HARMONISASI ( The Economy versus
dan ketika situasi telah kembali normal ketentuan Human Rights In Handling Covid-19 : Dichotomy
yang sebelumnya ditangguhkan kembali berlaku or Harmonization ),” Jurnal HAM 11, no. 2 (2020):
apa adanya. 301–317, http://dx.doi.org/10.30641/ham.
337
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-346
p- ISS N: 1 9 7 8 -2 2 9 2 e- ISS N: 2 5 7 9 -7 4 2 5
338
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus Prasetio
339
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-346
p- ISS N: 1 9 7 8 -2 2 9 2 e- ISS N: 2 5 7 9 -7 4 2 5
340
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus Prasetio
istimewa dari keadaan darurat yang bisa ketentuan jangka waktu keadaan darurat
menangguhkan keberlakuan konstitusi dan tidak diatur secara eksplisit dalam Pasal
jaminan terhadap HAM, maka salah satu cara 12 UUD 1945. Adapun dalam UU 23 Tahun
untuk membatasi agar tidak disalahgunakan 1959, ketentuan jangka waktu keberlakuan
ialah melalui adanya pembatasan waktu yang keadaan darurat masih belum diatur secara
ketat. jelas serta masih menimbulkan banyak tafsir.
Beresiko jika keadaan darurat Dalam konteks penanganan Covid-19
bergantung pada itikad baik penguasa. Sejak di Indonesia, kedaruratan kesehatan dan
jaman Romawi keadaan darurat memiliki darurat bencana non alam tidak memuat
kedaluwarsa.67 Oleh karena itu baik secara jangka waktu keberlakuannya. Demikain
preseden maupun secara doktrinal hal pula dengan kedua Keppres dan dalam
tersebut wajib menjadi bagian dalam setiap kedua UU yang dijadikan sebagai dasar
keadaan darurat. Selain itu, instrumen hukum pemberlakuannya. UU Kekarantiaan
internasional seperti ICCPR pun menegaskan Kesehatan tidak mengatur mengenai jangka
akan pentingnya pemenuhan prinsip limited waktu kapan Kedaruratan Kesehatan itu bisa
time ini. diberlakukan. Dalam Pasal 10 UU ini hanya
diatur mengenai kewenangan pemerintah
Di Hongaria, Perdana Menteri Victor
dalam menetapkan dan mengakhiri status
Orban memanfaatkan momentum pandemi
Kedaruratan Kesehatan. Begitupun dalam UU
Covid-19 untuk mendapatkan akses
Penanggulangan Bencana, Pasal 1 angka 19
kekuasan yang berlebih dengan memberikan
UU ini mengatakan bahwa darurat bencana
kekuasaan kepada eksekutif untuk dapat
bisa ditetapkan untuk jangka waktu tertentu.
berkuasa melalui dekrit tanpa pengawasan
Penggunaa frasa “jangka waktu tertentu”
hingga menurut pemerintah keadaan
tersebut tentunya ialah tidak ada batasannya.
darurat tersebut selesai. Tentu itikad buruk
68
penyalahgunaan kekuasaan inilah yang perlu Berbeda dengan negara lain seperti
diantisipasi. spanyol, pemberlakukan keadaan darurat
dilakukan berdasarkan ukuran waktu yang
Perihal pemberian batasan waktu suatu
jelas. Sebagaimana diketahui pemerintah
keadaan darurat, konstitusi India dapat
spanyol memperpanjang keadaan darurat
dijadikan contoh karena secara eksplisit
hingga beberapa kali sejak diumumkannya
mencantumkan jangka waktu pemerintah
keadaan darurat (state of alarm) berdasarkan
dapat memberlakukan keadaan darurat.
konstitusinya sejak 14 Maret 2020.70
Dalam UUD India, keadaan darurat dibatasi
hanya dalam jangka waktu satu bulan dan bisa Ketidakmampuan menerawang kapan
mendapat perpanjangan atas persetujuan suatu keadaan darurat berakhir seperti halnya
parlemen.69 Lain halnya dalam UUD 1945, krisis Covid-19 saat ini tidak bisa serta-merta
dijadikan alasan bahwa pembatasan waktu
keberlakuan keadaan darurat tidak perlu
67 Dalam sistem ketatanegaraan Romawi, saat dideklarasikan ataupun dituangkan dalam
situasi darurat senat memberi kekuasaan kepada
konsul untuk menunjuk seorang diktator yang
instrumen hukum. Sebab, bagaimanapun
diberi tugas untuk mengatasi situasi tersebut. setiap keadaan darurat memiliki potensi untuk
Diktator tersebut memiliki kekuasaan yang luar disalahgunakan. Semakin lama keadaan
biasa selama periode itu. Akan tetapi kekuasaan darurat berlangsung maka semakin besar
tersebut kedaluwarsa dalam jangka waktu 6 bulan
pula risiko potensi penyalahgunaannya.
dan dapat diperpanjang atas persetujuan senat.
Kemudan, jika situasi darurat tersebut telah
berakhir diktator meletakan kekuasaanya.
68 “Coronavirus: Hungary Votes to End Viktor Orban Proclamation, cease to operate at the expiration
Emergency Powers,” https://www.bbc.com/news/ of one month unless before the expiration of that
world-europe-53062177. period it has been approved by resolutions of both
69 Article 352 clause (4) UUD India: Every Houses of Parliament
Proclamation issued under this article shall be laid 70 “Spain Declares State of Alarm in Madrid to Slow
before each House of Parliament and shall, except Spread of Coronavirus,” http://www.xinhuanet.
where it is a Proclamation revoking a previous com/english/2020-10/09/c_139428934.htm.
341
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-346
p- ISS N: 1 9 7 8 -2 2 9 2 e- ISS N: 2 5 7 9 -7 4 2 5
342
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus Prasetio
krisis yang terintegrasi dapat menjadi kapan keadaan darurat tersebut diakhiri.
penawar akan kondisi krisis. Selain itu, dalam kondisi darurat adanya
berbagai pembatasan HAM tentunya perlu
PENUTUP dibarengi dengan adanya mekanisme
Kesimpulan pengawasan (checks and balances) baik
dari legislatif ataupun yudikatif. Tujuannya
Pasal 12 UUD 1945 memuat
agar setiap pembatasan yang dilakukan
ketentuan aktivasi keadaan darurat secara
terbebas dari tindakan sewenang-wenang
konstitusional yang memungkinkan negara
yang berakibat pada pelanggaran hak asasi
melakukan penyimpangan terhadap
manusia. Hal ini lah yang tidak ditemukan
konstitusi dan menangguhkan kewajiban
dalam berbagai UU yang digunakan selama
negara dalam pemenuhan HAM dalam
keadaan darurat Covid-19 di Indonesia.
jangka waktu tertentu. Akan tetapi dalam
Oleh karenanya perlu adanya penyesuaian
memandang situasi darurat yang diakibatkan
berbagai UU yang mengatur kedaruratan
oleh Covid-19, pemerintah lebih memilih
dengan prinsip-prinsip baik menurut doktrin
untuk menerapkan keadaan Darurat Bencana
hukum tata negara darurat maupun insturmen
menurut UU 24 Tahun 2007 dan Kedaruratan
hukum internasional.
Kesehatan menurut UU 6 Tahun 2018 yang
justru tidak sama sekali melibatkan Pasal 12
UUD 1945 dalam pembentukannya. Alhasil Saran
dua status kedaruratan yang ditetapkan Berdasarkan pembahasan isu hukum
pemerintah bukan termasuk keadaan darurat di atas maka, perlu adanya pembaharuan
sebagaimana dalam kajian Hukum Tata sistem hukum keadaan darurat di Indonesia.
Negara Darurat dikatakan sebagai state of Hal tersebut dapat dilakukan dengan,
emergency yang membolehkan tindakan luar pertama melakukan pembaharuan UU No
biasa ataupun status darurat dimaksud ialah 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya
sebatas darurat secara de facto bukan de yakni satu-satunya UU yang saat ini sebagai
jure. Walapun pada kenyataanya pemerintah peraturan lebih lanjut dari ketentuan Pasal 12
melakukan berbagai tindakan yang berakibat UUD 1945, akan tetapi sudah tidak relevan
pada pembatasan dan/atatu pengurangan dengan perkembangan zaman. Kedua, perlu
HAM selama pandemi Covid-19, hal tersebut adanya rekonseptualisasi hukum keadaan
hanya boleh dilakukan terhadap hak-hak darurat dari berbagai ketentuan UU seperti
yang bersifat formil dalam artian tidak boleh dalam UU Nomor 23 Tahun 1959) tentang
menyangkut hak-hak yang bersifat mendasar Keadaan Bahaya, UU Nomor 24 Tahun
apalagi terhadap hak-hak yang masuk dalam 2007 Penanggulangan Bencana, UU Nomor
kelompok non derogable rights. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik
ICCPR mensyaratkan perlu adanya Sosial, UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang
pemenuhan berbagai prinsip bagi negara Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem
ketika memeberlakukan keadaan darurat Keuangan, dan UU Nomor 6 Tahun 2018
demi menjamin perlindungan hak asasi tentang Kekarantinaan Kesehatan mengingat
manusia. Akan tetapi, dua status darurat ada ketidakkonsistenan konsep keadaan
yang ditetapkan pemerintah dalam Pandemi darurat antara satu dengan yang lainnya.
Covid-19 justru tidak secara menyeluruh Terlebih, seringkali Indonesia dihadapkan
memenuhi prinsip sebagaimana diamanatkan pada kondisi darurat seperti halnya bencana
tersebut. Hal ini dapat diketahui dengan alam/non alam ataupun konflik sosial.
tidak dicantumkannya jangka waktu jelas Adanya pembaharuan konsep tersebut
baik dalam Status Kedaruratan Kesehatan merupakan upaya preventif sekaligus bentuk
maupun Darurat Bencana yang ditetapkan manajemen krisis di bidang hukum yang
selama pandemi Covid-19. Baik dalam UU memang dibutuhkan untuk mengantisipasi
24 Tahun 2007 maupun dalam UU 6 Tahun hal-hal yang senyatanya datang tidak bisa
2018, tidak ada ketentuan yang menjelaskan diduga mengancam keutuhan negara. Lebih
secara eksplisit jangka waktu yang pasti jauh lagi, sistem hukum kedaruratan yang
343
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-346
p- ISS N: 1 9 7 8 -2 2 9 2 e- ISS N: 2 5 7 9 -7 4 2 5
komprehensif akan semakin konsisten dalam Asshidiqie, Jimly. “Diktator Konstitusional Dan
menjamin perlindungan HAM khususnya Hukum Pengecualian.” Makalah (2020).
dalam negara dalam kondisi darurat. Bjørnskov, Christian, and Stefan Voigt.
UCAPAN TERIMAKASIH “The Architecture of Emergency
Constitutions.” International Journal of
Terimakasih kepada pihak-pihak yang
Constitutional Law (2018).
telah membantu dalam penulisan artikel ini.
Terkhusus kepada para penulis yang Chang, When-Chen. “Taiwan’s Fight against
tulisannya dijadikan sumber dan COVID-19: Constitutionalism, Laws,
menginspirasi dalam penulisan artikel ini. and the Global Pandemic.” https://
Selain itu, terimakasih yang sebesar- verf assungsblog.de/taiwans -f ight-
besarnya diucapkan kepada Kepala Badan against-covid-19-constitutionalism-laws-
Penelitian dan Pengembangan Hukum dan and-the-global-pandemic/.
HAM beserta jajarannya yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk Ferejohn, J., and P. Pasquino. “The Law of
menuangkan idenya melalui tulisan ini. the Exception: A Typology of Emergency
Powers.” International Journal of
DAFTAR PUST AKA Constitutional Law (2004).
Abdul Natsir. “Abortus Atas Indikasi
Herman SIhombing. Hukum Tata Negara
Medis Menurut Konsep Al-Dlarurat
Darurat Di Indonesia. Jakarta:
Dalam Islam.” Sumbula: Jurnal Studi
Djambatan, 1996.
Keagamaan, Sosial dan Budaya FAI
Undar Jombang 2, no. 2 (2017): 561– Indarti, Shofia Trianing. “KEBIJAKAN
587. KEIMIGRASIAN DI MASA COVID-19 :
DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI
Adhari, Agus. “AMBIGUITAS PENGATURAN
MANUSIA ( Immigration Policy During
KEADAAN BAHAYA DALAM SISTEM
Covid-19 : Human Rights Perspective ).”
KETATANEGARAAN INDONESIA.”
Jurnal HAM 12 (2021).
Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis
dan Investasi (2019). Indonesia, Republik. Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
———. “PENATAAN ANCAMAN EKONOMI
n.d.
SEBAGAI BAGIAN DARI KEADAAN
BAHAYA DI INDONESIA.” Dialogia ———. Undang-Undang Nomor 23 Tahun
Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan 1959 Tentang Keadaan Bahaya, n.d.
Investasi (2020). ———. Undang-Undang Nomor 24 Tahun
Adiyanto. “Pandemi Dan Ancaman Terhadap 2007 Tentang Penanggulangan
Demokrasi.” Media Indonesia. Bencana, n.d.
Ahmad, Tariq. “India: Legal Responses to ———. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018
Health Emergencies.” https://www.loc. Tentang Kekarantinaan Kesehatan, n.d.
gov/law/help/health-emergencies/india. ———. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012
php. Tentang Penanganan Konflik Sosial, n.d.
Arsil, Fitra. “MENGGAGAS PEMBATASAN ———. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016
PEMBENTUKAN DAN MATERI MUATAN Tentang Pencegahan Dan Penanganan
PERPPU: STUDI PERBANDINGAN Krisis Sistem Keuangan, n.d.
PENGATURAN DAN PENGGUNAAN ———. UU No. 12 Tahun 2005 Tentang
PERPPU DI NEGARA-NEGARA Pengesahan International Covenant
PRESIDENSIAL.” Jurnal Hukum & on Civil and Political Rights (Kovenan
Pembangunan (2018). Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan
Asshiddiqie, Jimly. Hukum Tata Negara Politik, n.d.
Darurat. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007.
344
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus Prasetio
345
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-346
p- ISS N: 1 9 7 8 -2 2 9 2 e- ISS N: 2 5 7 9 -7 4 2 5
346