Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH KELOMPOK MATA KULIAH

PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA 1


TOPIK BAHASAN: RUANG LINGKUP BELANJA NEGARA

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 6 KELAS 1-1 PRODI D-IV MANAJEMEN ASET PUBLIK TA 2021/ 2022, dengan
anggota:

No Nama Mahasiswa Foto setengah No. Urut Daftar Paraf


badan Hadir
1

Brilian Aji Putra 05


(4121210031)

Ni Kadek Santika Dewi 17


(4121210101)

Shabrina Putri Aprilia 22


(412121027)
Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Ruang Lingkup Belanja Negara" dengan
tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Keuangan
Negara 1. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah ilmu tentang Ruang Lingkup
Belanja Negara bagi para pembaca dan juga bagi kami sendiri.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Agus Sunarya selaku dosen Mata
Kuliah Pengantar Keuangan Negara. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya,
diharapkan saran dan kritik yang membangun agar kami bisa menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.

Tangerang Selatan, 26 Oktober 2021

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar.....................................................................................................i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................1
1.4 Manfaat...........................................................................................................2
BAB II Pembahasan............................................................................................3
2.1 Pengertian Belanja Negara.............................................................................3
2.2 Klasifikasi Belanja Negara...............................................................................3
2.3 Jenis Belanja Negara......................................................................................4
2.4 Tujuan Penggunaan Setiap Jenis Belanja ......................................................8
2.5 Ketentuan Umum Pelaksanaan Belanja Negara...........................................13
BAB III Penutup.................................................................................................16
3.1 Kesimpulan...................................................................................................16
3.2 Saran............................................................................................................ 16
Daftar Pustaka...................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


APBN merupakan perwujudan dari pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat
pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan
bertanggung jawab sehingga penyelenggara Negara (Pemerintah) setiap tahun mengajukan
Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN untuk dibahas bersama DPR. Jika disetujui maka
RUU tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU) APBN yang berlaku selama 1 (satu)
tahun anggaran.
Secara garis besar, APBN memiliki komponen Pendapatan Negara dan Hibah, Belanja
Negara, dan Pembiayaan. Anggaran belanja pada tahun ini tumbuh sebesar 0,4%, yaitu
Rp2.750 T. Dengan Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.954,5 T dan Transfer ke Daerah
dan Dana Desa Rp795,5 T. Belanja tahun ini didorong untuk lebih optimal dengan
pendekatan spending better yang fokus pada pelaksanaan program prioritas, berbasis hasil
(result based), dan efisiensi kebutuhan dasar, serta antisipatif terhadap berbagai tekanan
(automatic stabilizer). Karena merupakan bagian dari keuangan Negara, maka dalam
kegiatan pengelolaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban belanja telah diatur dalam
beberapa peraturan perundang-undangan.
Belanja Negara menurut UU No. 17 tahun 2003 pasal 1 angka 14 adalah kewajiban
pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Dan menurut PP
No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan adalah semua pengeluaran
dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya
kembali oleh pemerintah. Belanja diklasifikasikan menurut ekonomi (jenis belanja),
organisasi dan fungsi. 

Klasifikasi ekonomi untuk Pemerintah Pusat meliputi belanja operasi (belanja pegawai,
belanja barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial), belanja modal, belanja lain-lain.
Klasifikasi belanja menurut fungsi dibagi menjadi pelayanan umum, pertahanan, ketertiban
dan ketentraman, ekonomi, perlindungan lingkungan hidup, perumahan dan pemukiman,
kesehatan, pariwisata dan budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial. Menurut
fungsi artinya klasifikasi ini digunakan sebagai dasar untuk penyusunan anggaran berbasis
kinerja guna memperoleh manfaat sebesar-besarnya. Rincian belanja Negara menurut
fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan,
ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya,
agama, pendidikan dan perlindungan sosial, disesuaikan dengan tugas masing-masing
Kementerian Negara/Lembaga.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Belanja Negara?
1.2.2 Bagaimana klasifikasi dari Belanja Negara?
1.2.3 Apa saja jenis Belanja Negara untuk Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah
dan Dana Desa (TKDD)?
1.2.4 Apa tujuan dari penggunaan setiap jenis Belanja?
1.2.5 Bagaimana ketentuan umum pelaksanaan Belanja Negara?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari Belanja Negara
1.3.2 Untuk mengetahui klasifikasi dari Belanja Negara
1.3.3 Untuk mengetahui jenis Belanja Negara untuk Pemerintah Pusat dan Transfer ke
Daerah dan Dana Desa (TKDD)

1
1.3.4 Untuk mengetahui tujuan dari penggunaan setiap jenis Belanja
1.3.5 Untuk mengetahui ketentuan umum pelaksanaan Belanja Negara

1.4 Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan ilmu
pengetahuan bagi penulis dan pembaca terutama tentang Belanja Negara.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Belanja Negara


Berdasarkan UU APBN 2020 No 9 tahun 2020 Belanja Negara adalah
Kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang
terdiri atas belanja pemerintah pusat dan transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Menurut Keputusan Presiden No 42 Tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, belanja negara yaitu semua pengeluaran
negara untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui dana
perimbangan selama tahun anggaran bersangkutan.
Menurut UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang dimaksud
dengan Belanja Negara adalah adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja negara dipergunakan untuk keperluan
penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi,
dan jenis belanja. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa belanja negara dirinci
sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal
tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan,
dan antarjenis belanja harus mendapat persetujuan DPR.
Belanja Negara juga dapat didefinisikan sebagai semua pengeluaran pemerintah
pada suatu periode anggaran yaitu belanja langsung merupakan belanja yang
dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang
meliputi: belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal.
2.2 Klasifikasi Belanja Negara
Klasifikasi belanja negara terbagi menjadi 3, yaitu klasifikasi organisasi, klasifikasi
fungsi, dan klasifikasi jenis belanja.
1. Klasifikasi Organisasi
Klasifikasi organisasi adalah pengelompokan belanja negara berdasarkan struktur
organsasi K/L dan BUN secara hierarki. Klasifikasi Rincian belanja Negara menurut
organisasi berdasarkan penjelasan Pasal 11 Ayat 5 UU No.17 Tahun tentang Keuangan
Negara disesuaikan dengan susunan kementerian Negara/lembaga pemerintahan
pusat. Rincian belanja pemerintah pusat menurut organisasi dipengaruhi oleh
perkembangan susunan kementerian negara/lembaga, perkembangan jumlah bagian
anggaran, serta perubahan nomenklatur atau pemisahan suatu unit organisasi dari
organisasi induknya, atau penggabungan organisasi. Selain dialokasikan melalui K/L,
belanja pemerintah pusat juga dialokasikan melalui organisasi Bendahara Umum
Negara (BUN), yang antara lain di dalamnya termasuk alokasi pembayaran bunga
utang, subsidi, belanja hibah, dan belanja lain-lain. Klasifikasi fungsi disusun
berdasarkan kode dan nomenklatur Bagian Anggaran masing-masing K/L yang biasa
disebut “kode bagian anggaran”. Contoh kode bagian anggaran dalam klasifikasi
organisasi adalah :
- 001 untuk MPR
- 002 untuk DPR
- 005 untuk MA
- 010 untuk Kemendagri
2. Klasifikasi Fungsi
Selama kurun waktu 1947 sampai dengan 1949 fungsi anggaran
diklasifikasikan menurut fungsi adalah dinas biasa, dinas luar biasa, dan dinas luar
biasa istimewa. Kemudian mulai tahun 1957 fungsi anggaran diklasifikasikan menjadi
enam sektor: (1) Sektor umum, yang terdiri dari Badan-badan Pemerintah Tertinggi
dan Keuangan; (2) Sektor keamanan, yang terdiri dari Pertahanan, Kehakiman,
Dalam Negeri dan Hubungan Antar Daerah; (3) Sektor kemakmuran, yang terdiri dari

3
agraria, pertanian, perekonomian, perdagangan, perindustrian, dinas perbelanjaan,
perhubungan, pelajaran dan pekerjaan umum dan tenaga; (4) Sektor kebudayaan,
yang terdiri penerangan; pendidikan, pengajaran dan kebudayaan; dan, agama; (5)
Sektor sosial, yang terdiri dari: kesehatan, sosial, perburuhan; pergerakan tenaga
rakyat; Veteran; dan, (6) Sektor luar negeri. Klasifikasi fungsi dalam belanja negara
adalah pengelompokan anggaran Belanja Negara berdasarkan fungsi-fungsi
pemerintahan yang dilaksanakan oleh K/L dan BUN secara berjenjang.. Untuk
menyelenggrakan tugas dan fungsinya, Menteri/pimpinan Lembaga mengusulkan
fungi/subfungsi/program/kegiatan kepada kemenkeu dan Bappenas. Tujuan dari
Klasifikasi Fungsi ini adalah untuk menganalisis alokasi anggaran. Adapun tahap-
tahap dari klasifikasi fungsi ini adalah:
1. Mengkompilasi anggaran dari program-program yang termasuk fungsi atau
subfungsi yang bersangkutan.
2. Anggaran yang sudah dikompilasi diubah menjadi data statistik yang disusun
mengikuti standar data internasional sebagaimana ditetapkan dalam COFOG yang
dipublikasikan oleh PBB
3. Menjadi tools of analysis yang menggambarkan perkembangan belanja suatu
negara menurut fungsi/subfungsi/program yang dapat dibandingkan dengan negara
lainnya.

Klasifikasi fungsi haruslah mengacu pada COFOG (Classification of the Functions of


Government) yang disusun oleh UNDP (United Nations Development Program) dan
diadopsi oleh GFS (Government Financial Statistic) manual 2001 dengan sedikit
modifikasi. Adapun bagian dari perumusan fungsi terdiri atas: (1) Perumusan fungsi :
dilakukan untuk level K/L (2) Perumusan Program : dilakukan untuk level unti eselon
1 atau setaranya. (3) Perumusan Kegiatan : dilakukan untuk level unit eselon II atau
setara nya. Berikut ini adalah contoh penjelasan dari klasifikasi fungsi:

KODE FUNGSI DAN SUB FUNGSI


04 Ekonomi
04.01 Perdagangan, Pengembangan Usaha, Koperasi, dan Usaha Kecil dan
Menengah (UKM)

3. Klasifikasi jenis belanja


Klasifikasi Jenis Belanja adalah pengelompokan anggaran belanja negara
yang berdasarkan tujuan penggunaan jenis belanja yang menjadi kewenangan K/L
dan BUN. Berdasarkan penjelasan Pasal 11 Ayat 5 UU No.17 Tahun tentang
Keuangan Negara, maka belanja negara dirinci berdasarkan klasifikasi ekonomi/jenis
belanja yang terdiri dari atas belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga
subsidi, hibah, bantuan sosial dan belanja lain-lain. Tujuan dari klasifikasi jenis
belanja ini adalah untuk mengetahui pendistribusian alokasi anggaran ke dalam
jenis-jenis belanja. Klasifikasi ini harus memperhatikan kaidah-kaidah akutansi, yaitu
menggunakan akun dengan kode 2 digit yang berarti jenis belanja serta penggunaan
akun lain pada level lebih detail. Jenis belanja terbagi menjadi 2, yaitu
(1) Bagian Anggaran K/L yang terdiri dari : belanja pegawai, belanja barang dan jasa,
belanja modal, dan bantuan sosial.
2) Bagian Anggaran BUN (Pemerintah Pusat) : Belanja pegawai, belanja barang dan
jasa, belanja pembayaran kewajiban hutang, belanja subsidi, belanja hibah, belanja
bantuan sosial, belanja lain-lain.

2.3 Jenis Belanja Negara untuk Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana
Desa (TKDD)
Belanja Negara untuk Pemerintah Pusat
1. Belanja Pegawai

4
Belanja pegawai Belanja pegawai adalah kompensasi dalam bentuk uang maupun
barang yang diberikan kepada pegawai negeri, pejabat negara, dan pensiunan serta
pegawai honorer yang akan diangkat sebagai pegawai lingkup pemerintah. Baik
yang bertugas di dalam maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang
telah dilaksanakan dalam rangka mendukung tugas dan fungsi unit organisasi
pemerintah. Belanja pegawai digunakan untuk belanja gaji dan tunjangan PNS dan
TNI/POLRI, belanja gaji dokter pegawai tidak tetap, belanja uang makan PNS,
belanja uang lauk pauk TNI/POLRI, belanja uang lembur PNS, dan lain-lain yang
berhubungan dengan pegawai.
2. Belanja Barang
Belanja barang Belanja barang adalah pengeluaran yang digunakan untuk
pembelian barang atau jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang atau jasa
yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan. Serta pengadaan barang yang
dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat di luar kriteria belanja
bantuan sosial serta belanja perjalanan. Belanja barang digunakan untuk belanja
barang operasional, belanja barang non-operasional, belanja barang badan layanan
umum (BLU), dan belanja barang untuk masyarakat atau entitas lain.
3. Belanja Modal
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran yang digunakan untuk pembayaran
perolehan aset atau menambah nilai aset tetap yang memberi manfaat lebih dari
satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap atau aset
lainnya yang ditetapkan pemerintah. Belanja modal digunakan untuk belanja modal
tanah, belanja modal peralatan dan mesin, belanja modal gedung dan bangunan,
belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan, belanja modal lainnya, serta belanja modal
badan layanan umum (BLU).
4. Belanja Bunga Utang
Belanja bunga utang Belanja bunga utang adalah pengeluaran anggaran yang
digunakan untuk membayar kewajiban atas penggunaan pokok utang, baik utang
dalam negeri maupun utang luar negeri. Belanja bunga utang dihitung berdasarkan
ketentuan dan persyaratan dari utang yang sudah ada dan perkiraan utang baru.
Pembayaran bunga utang meliputi pembayaran kewajiban pemerintah atas bunga
Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan bunga obligasi negara, pembayaran
kewajiban pemerintah atas diskon SPN dan diskon obligasi negara, pembayaran
diskon SBSN, dan denda.
5. Belanja subsidi
Belanja subsidi Belanja subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada
perusahaan utuk memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan
jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga
jualnya dapat dijangkau masyarakat. Belanja subsidi dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu belanja subsidi energi (BBM, LPG, tenaga listrik) dan belanja subsidi non-
energi.
6. Belanja Hibah
Belanja hibah adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk transfer uang atau
barang kepada pemerintah negara lain, organisasi internasional, BUMN, BUMD,
serta pemerintah daerah. Belanja hibah bersifat sukarela, tidak wajib, tidak mengikat,
tidak perlu dibayar kembali serta tidak terus menerus. Dilakukan dengan naskah
perjanjian antara pemberi hibah dan penerima hibah dengan pengalihan hak dalam
bentuk uang, barang, atau jasa.
7. Belanja Bantuan Sosial
Belanja bantuan sosial adalah transfer uang atau barang yang diberikan kepada
masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. Pengeluaran
ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan bersifat tidak terus
menerus serta selektif. Belanja bantuan sosial digunakan untuk belanja rehabilitas
sosial, belanja pemberdayaan sosial, belanja perlindungan sosial, belanja
penanggulangan bencana, belanja jaminan sosial, dan belanja penanggulangan
kemiskinan.
8. Belanja Lain-Lain
5
Belanja lain-lain adalah pengeluaran yang digunakan untuk pembayaran atas
kewajiban pemerintah yang tidak masuk dalam kategori belanja pegawai, belanja
barang, belanja modal, belanja bunga utang, belanja subsidi, belanja hibah, dan
belanja bantuan sosial. Belanja lain-lain bersifat mendesak dan tidak bisa diprediksi.
Belanja lain-lain biasanya digunakan untuk belanja lain-lain dana cadangan dan
risiko fiskal, belanja lain-lain lembaga non-kementerian, belanja lain-lain bendahara
umum negara, dan belanja lain-lain tanggap darurat.

Transfer ke Daerah dan Dana Desa


Transfer ke Daerah adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi yang terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi
Khusus dan Penyesuaian. Dana Transfer ke Daerah dialokasikan untuk
mengurangi ketimpangan sumber pendanaan antara pusat dan daerah,
mengurangi kesenjanganpendanaan urusan pemerintahan antar daerah, mengurangi
kesenjangan layanan publik antar daerah,mendanai pelaksanaan otonomi khusus
dan keistimewaan daerah.
Transfer ke Daerah ditetapkan dalam APBN, Peraturan Presiden, dan Peraturan
MenteriKeuangan (PMK) yang selanjutnya dituangkan dalam Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yangditandatangani oleh Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran atas nama Menteri
Keuangan selaku Pengguna Anggaran untuk tiap jenis Transfer ke Daerah dengan
dilampiri rincian alokasi per daerah.

DASAR HUKUM
1. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan
Pemerintahan Daerah
2. PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
3. PMK Nomor 04/PMK.07/2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban
Anggaran Transfer Ke Daerah.

PRINSIP UMUM
Transfer ke Daerah meliputi Transfer Dana Perimbangan dan Transfer Dana
Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Transfer Dana Perimbangan meliputi
1. Transfer Dana Bagi Hasil Pajak
2. Transfer Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam
3. Transfer Dana Alokasi Umum
4. Transfer Dana Alokasi Khusus.
Transfer Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian meliputi:
1. Transfer Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat
2. Transfer Dana Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam
3. Transfer Dana Penyesuaian.

PELAKSANAAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH


Dalam rangka pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah, Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) sebagai
perintah pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas
Umum Daerah yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q.
Direktur Pengelolaan Kas Negara. Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud Direktur
Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Surat Perintah
Pencairan Dana (SP2D). Pemerintah Daerah menyampaikan konfirmasi tanda terima
Transfer ke Daerah kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat
lima hari kerja setelah Transfer Ke Daerah tersebut diterima.

PENYALURAN TRANSFER KE DAERAH

6
Dalam rangka penyaluran Transfer ke Daerah, Bendahara Umum Daerah/Kuasa
Bendahara Umum Daerah membuka rekening pada Bank Sentral dan/atau Bank
Umum dengan nama Rekening Kas Umum Daerah. Penyaluran Transfer ke Daerah
dilaksanakan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke
Rekening Kas Umum Daerah. Penyaluran DBH PBB dan DBH BPHTB:
1. Penyaluran DBH PBB dan DBH BPHTB dilaksanakan berdasarkan realisasi
penerimaan PBB dan BPHTB tahun anggaran berjalan.
2. Penyaluran DBH PBB dan DBH BPTHB bagian daerah dilaksanakan secara
mingguan.
3. Penyaluran DBH PBB bagian pemerintah yang dibagikan secara merata kepada
seluruh kabupaten dan kota, dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu bulan April, bulan
Agustus, dan bulan November tahun anggaran berjalan.
4. Penyaluran DBH PBB bagian pemerintah yang dibagikan sebagai insentif kepada
kabupaten dan/kota dilaksanakan dalam bulan November tahun anggaran berjalan.
5. Penyaluran DBH BPTHB bagian pemerintah yang dialokasikan dengan porsi yang
sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota, dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu
bulan April, bulan Agustus, dan bulan November tahun anggaran berjalan.
Penyaluran Biaya Pemungutan PBB bagian daerah dilaksanakan secara bulanan.
Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan DBH PPh Pasal 21:
- Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan DBH PPh Pasal 21 dilaksanakan berdasarkan
prognosa realisasi penerimaan PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 tahun anggaran
berjalan.
- Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan DBH PPh Pasal 21 bagian daerah
dilaksanakan secara triwulanan, dengan rincian sebagai berikut: Penyaluran
triwulan I sampai dengan triwulan III masing-masing sebesar 20% dari alokasi
sementara dan Penyaluran triwulan IV didasarkan pada selisih antara pembagian
definitif dengan jumlah dana yang telah dicairkan selama triwulan I sampai dengan
triwulan III. Penyaluran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Penyaluran Dana
Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau diatur sesuai peraturan perundang-undangan.

PENYALURAN DBH SDA


1. Penyaluran DBH SDA dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan sumber
daya alam tahun anggaran berjalan secara triwulanan.
2. Penyaluran DBH SDA triwulan I dan triwulan II masing-masing dilaksanakan
sebesar 20% dari paguperkiraan alokasi.
3. Penyaluran triwulan III didasarkan pada selisih antara realisasi penerimaan DBH
SDA sampai dengan triwulan III dengan realisasi penyaluran triwulan I dan triwulan
II.
4. Penyaluran triwulan IV didasarkan pada selisih antara realisasi penerimaan DBH
SDA sampai dengan triwulan IV dengan realisasi penyaluran triwulan I, triwulan II,
dan triwulan III.
5. Penyaluran DBH SDA untuk triwulan III dan IV dilaksanakan berdasarkan p
erhitungan melalui mekanisme rekonsiliasi data antara pemerintah pusat dengan
daerah penghasil, kecuali DBH SDA Perikanan.

PENYALURAN DAU
Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 dari
besaran alokasi masing masing daerah.

PENYALURAN DAK
Penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) dilaksanakan secara bertahap:
1. Tahap I sebesar 30% dari alokasi DAK, dilaksanakan setelah peraturan daerah
mengenai APBD diterima oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, paling
cepat dilaksanakan pada bulan Februari.
2. Tahap II sebesar 30% dari alokasi DAK, dilaksanakan selambat- lambatnya 15
hari kerja setelah laporan penyerapan penggunaan DAK tahap I, diterima oleh
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
7
3. Tahap III sebesar 30% dari alokasi DAK, dilaksanakan selambat-lambatnya 15
hari kerja setelah laporan penyerapan penggunaan DAK tahap II, diterima oleh
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
4. Tahap IV sebesar 10% dari alokasi DAK, dilaksanakan selambat-lambatnya 15
hari kerja setelah laporan penyerapan penggunaan DAK tahap III, diterima oleh
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Laporan penyerapan penggunaan DAK disampaikan setelah penggunaan DAK telah
mencapai 90% dari penerimaan DAK sampai dengan tahap sebelumnya. Laporan
penyerapan penggunaan DAK tahap III diterima selambat- lambatnya ada tanggal 15
Desember tahun berjalan. Laporan disusun dengan menggunakan format
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor
04/PMK.07/2008. Laporan wajib disertai dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab
dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 04/PMK.07/2008.
Penyaluran Dana Otonomi Khusus Papua, Papua Barat dan Aceh. Penyaluran Dana
Otonomi Khusus Papua, Papua Barat dan Aceh dilaksanakan secara bertahap:
1. Tahap I dilaksanakan pada bulan Maret sebesar 15% dari alokasi.
2. Tahap II dilaksanakan pada bulan Juni sebesar 30% dari alokasi. Tahap III
dilaksanakan pada bulan September sebesar 40% dari alokasi. Tahap IV
dilaksanakan pada bulan November sebesar 15% dari alokasi.
Penyaluran Dana Otonomi Khusus Papua, Papua Barat dan Aceh Tahap II, III, dan
IV dilaksanakan setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri.
Penyaluran Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka Otonomi Khusus Papua
dan Papua Barat Penyaluran Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka Otonomi
Khusus Papua dan Papua Barat dilaksanakan secara bertahap setelah Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan mendapatkan surat hasil rekonsiliasi kegiatan
antara departemen teknis bersama dengan Provinsi Papua dan Papua Barat yang
disampaikan oleh departemen teknis, dengan rincian sebagai berikut:
1. Tahap I dilaksanakan pada bulan Maret sebesar 15% dari alokasi
2. Tahap II dilaksanakan pada bulan Juni sebesar 30% dari alokasi
3. Tahap III dilaksanakan pada bulan September sebesar 40% dari alokasi
4. Tahap IV dilaksanakan pada bulan November sebesar 15% dari alokasi.

PENYAMPAIAN REKENING KAS UMUM DAERAH


Dalam rangka penyaluran Transfer ke Daerah, setiap tahun anggaran selambat-
lambatnya pada minggu pertama bulan Desember sebelum tahun anggaran dimulai,
pemerintah daerah wajib menyampaikan nomor rekening, nama rekening dan nama
bank kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan yang dilampiri dengan:
1. Asli rekening koran dari Rekening Kas Umum Daerah
2. Copy keputusan kepala daerah mengenai penunjukkan/penetapan pejabat
Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah yang disahkan oleh
kepala daerah.

PENATAUSAHAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN TRANSFER KE DAERAH


Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyelenggarakan penatausahaan, a
kuntansi dan pelaporan keuangan atas pelaksanaan anggaran Transfer ke
Daerah. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun laporan
keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan
Catatan atas Laporan Keuangan.

2.4 Tujuan Penggunaan Setiap Jenis Belanja


Berdasarkan UU No. 17 tahun 2003 pasal 11, Belanja Negara dibagi menjadi dua,
belanja pemerintah pusat dan belanja daerah. Dibawah ini akan dipaparkan tujuan
penggunaan setiap jenis belanja.
1. Belanja Pemerintah Pusat
a. Belanja Pegawai
8
Belanja Pegawai adalah anggaran yang dialokasikan untuk membayar pegawai
pemerintah sebagai kompensasi atas pelaksanaan tugas-tugas pemerintah. Ini
diberikan kepada pegawai negeri, pejabat negara, dan pensiunan serta pegawai
honorer yang akan diangkat sebagai pegawai lingkup pemerintah.
Belanja Pegawai dipergunakan untuk:
1) Belanja gaji dan tunjangan yang melekat pada pembayaran gaji
pegawai negeri meliputi PNS dan TNI?POLRI
2) Belanja gaji dokter pegawai tidak tetap.
3) Belanja gaji dan tunjangan yang melekat pada pembayaran gaji
pejabat negara.
4) Belanja uang makan PNS.
5) Belanja uang lauk pauk TNI/POLRI.
6) Belanja uang tunggu dan pensiun pegawai negeri dan pejabat negara
yang disalurkan melalui PT. Taspen dan PT. ASABRI.
7) Belanja asuransi kesehatan pegawai negeri yang disalurkan melalui
PT. ASKES.
8) Belanja uang lembur PNS
9) Belanja pegawai honorer yang diangkat dalam rangka mendukung
tugas pokok dan fungsi unit organisasi pemerintah.
10) Pembayaran tunjangan sosial bagi pegawai negeri melalui unit
organisasi/lembaga/badan tertentu.
11) Pembayaran uang vakasi
12) Pembayaran tunjangan khusus merupakan pembayaran kompensasi
kepada pegawai negeri yang besarannya ditetapkan oleh
Presiden/Menteri Keuangan
13) Belanja pegawai transito merupakan alokasi anggaran belanja
pegawai yang direncanakan akan ditarik/dicarikan namun database
pegawai pada Kementerian Negara/Lembaga berkenaan menurut
peraturan perundang-undangan belum dapat direkam pada Aplikasi
Belanja Pegawai Satuan Kerja (Satker) karena belum ditetapkan
sebagai pegawai negeri pada satker berkenaan.
14) Pembayaran untuk uang duka wafat/tewas yang besarannya
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Belanja ini dikecualikan untuk pekerjaan yang berkaitan dengan
pembentukan modal dan/atau kegiatan yang mempunyai output dalam kategori
belanja barang.
b. Belanja barang
Belanja barang adalah anggaran yang dialokasikan untuk pembelian barang
dan jasa untuk mendukung operasional Pemerintah.
Belanja barang dipergunakan untuk:
1) Belanja Barang Operasional merupakan pembelian barang dan/atau jasa yang habis
pakai yang dipergunakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar suatu satuan
kerja dan umumnya pelayanan yang bersifat internal.Jenis pengeluaran terdiri dari
antara lain;
a) Belanja keperluan perkantoran;
b) Belanja pengadaan bahan makanan
c) Belanja penambah daya tahan tubuh
d) Belanja bahan
e) Belanja pengiriman surat dinas
f) Honor yang terkait dengan operasional Satker
g) Belanja langganan daya dan jasa (ditafsirkan sebagai listrik, telepon
dan air) termasuk atas rumah dinas yang tidak berpenghuni
h) Belanja biaya pemeliharaan gedung dan bangunan

9
i) Belanja biaya pemeliharaan peralatan dan mesin tidak termasuk biaya
pemeliharaan yang dikapitalisasi
j) Belanja sewa gedung operasional sehari-hari satuan kerja
k) Belanja barang operasional lainnya yang diperlukan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan dasar lainnya
2) Belanja barang non operasional merupakan pembelian barang dan/atau jasa yang
habis pakai dikaitkan dengan strategi pencapaian target kinerja suatu satuan kerja
dan umumnya pelayanan yang bersifat eksternal.
Jenis pengeluaran terdiri antara lain:
a) Honor yang terkait dengan output kegiatan
b) Belanja operasional terkait dengan penyelenggaraan administrasi kegiatan di
luar kantor, antara lain biaya paket rapat/pertemuan, ATK, uang saku, uang
transportasi lokal
c) Belanja jasa konsultan
d) Belanja sewa yang dikaitkan dengan strategi pencapaian target kinerja
e) Belanja jasa profesi
f) Belanja biaya pemeliharaan non kapitalisasi yang dikaitkan dengan target
kinerja
g) Belanja jasa
h) Belanja perjalanan
i) Belanja barang penunjang kegiatan dekonsentrasi
j) Belanja barang penunjang kegiatan tugas pembantuan
k) Belanja barang fisik lain tugas pembantuan
l) Belanja barang non operasional lainnya terkait dengan penetapan target
kinerja tahun yang direncanakan
3) Belanja barang Badan Layanan Umum (BLU) merupakan pengeluaran anggaran
belanja operasional BLU termasuk pembayaran gaji dan tunjangan pegawai BLU.
4) Belanja barang untuk masyarakat atau entitas lain merupakan pengeluaran
anggaran belanja negara untuk pengadaan barang yang dimaksudkan untuk
diserahkan kepada masyarakat atau entitas lainnya yang tujuan kegiatannya tidak
termasuk dalam kriteria kegiatan bantuan sosial.
c. Belanja Modal
Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran yang digunakan untuk pembayaran
perolehan aset atau menambah nilai aset tetap yang memberi manfaat lebih dari
satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap atau aset
lainnya yang ditetapkan pemerintah.
Belanja modal dipergunakan untuk:
1) Belanja modal tanah
Seluruh pengeluaran untuk pengadaan/pembelian/pembebasan/ penyelesaian,
balik nama, pengosongan, penimbunan, perataan, pematangan tanah, pembuatan
sertifikat tanah serta pengeluaran-pengeluaran lain yang bersifat administratif
sehubungan dengan perolehan hak dan kewajiban atas tanah pada saat
pembebasan/pembayaran ganti rugi sampai tanah tersebut siap digunakan/dipakai.
2) Belanja modal peralatan dan mesin.
Pengeluaran untuk pengadaan peralatan dan mesin yang digunakan dalam
pelaksanaan kegiatan antara lain biaya pembelian, biaya pengangkutan, biaya
instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan
sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan
3) Belanja modal gedung dan bangunan.
Pengeluaran untuk memperoleh gedung dan bangunan secara kontraktual
sampai dengan gedung dan bangunan siap digunakan meliputi biaya pembelian atau
biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak (kontraktual).
4) Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan.

10
Pengeluaran untuk memperoleh jalan dan jembatan, irigasi dan jaringan sampai
siap pakai meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang
dikeluarkan sampai jalan dan jembatan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai.
Dalam belanja ini termasuk biaya untuk penambahan dan penggantian yang
meningkatkan masa manfaat, menambah nilai aset, dan di atas batas minimal nilai
kapitalisasi jalan dan jembatan, irigasi dan jaringan.
5) Belanja modal lainnya.
Pengeluaran yang diperlukan dalam kegiatan pembentukan modal untuk
pengadaan/pembangunan belanja modal lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan
dalam perkiraan kriteria belanja modal Tanah, Peralatan dan Mesin, Gedung dan
Bangunan, Jaringan (Jalan, Irigasi dan lain-lain). Termasuk dalam belanja modal ini:
kontrak sewa beli (leasehold), pengadaan/pembelian barang-barang kesenian (art
pieces), barang-barang purbakala dan barang-barang untuk museum, serta hewan
ternak, buku-buku dan jurnal ilmiah sepanjang tidak dimaksudkan untuk dijual dan
diserahkan kepada masyarakat.
6) Belanja modal Badan Layanan Umum (BLU)
Pengeluaran untuk pengadaan/perolehan/pembelian aset yang dipergunakan
dalam rangka penyelenggaraan operasional BLU.

d. Belanja Bunga Utang.


Belanja bunga utang adalah pengeluaran anggaran yang digunakan untuk
membayar kewajiban atas penggunaan pokok utang, baik utang dalam negeri
maupun utang luar negeri. Belanja bunga utang dihitung berdasarkan ketentuan dan
persyaratan dari utang yang sudah ada dan perkiraan utang baru.
Pembayaran bunga utang meliputi:
1) Pembayaran kewajiban pemerintah atas bunga Surat Perbendaharaan Negara
(SPN), bunga Obligasi Negara, Imbalan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN),
Bunga Pinjaman Program, Bunga Pinjaman Proyek, dan bunga Utang Luar Negeri
melalui penjadwalan kembali pinjaman;
2) Pembayaran kewajiban pemerintah atas diskon SPN dan diskon Obligasi Negara
3) Pembayaran Loss on Bond Redemption.
Digunakan untuk mencatat beban yang timbul dari selisih clean price yang dibayar
pemerintah pada saat pembelian kembali SUN (buyback) dengan carrying value
SUN.
4) Pembayaran diskon SBSN
5) Denda merupakan pembayaran imbalan bunga atas kelalaian pemerintah membayar
kembali pengembalian kelebihan pajak (restitusi), pengembalian kelebihan bea dan
cukai serta imbalan bunga atas pinjaman perbankan dan bunga dalam negeri jangka
pendek lainnya.
e. Belanja Subsidi.
Belanja subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan
untuk memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang
memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat
dijangkau masyarakat.
Belanja subsidi terdiri dari:
1) Energi
Alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan atau lembaga yang
menyediakan dan mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM) jenis tertentu,
liquefied petroleum gas (LPG) konsumsi rumah tangga dan usaha mikro serta tenaga
listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkan.
2) Non Energi
11
Alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan atau lembaga yang
menyediakan dan mendistribusikan barang publik yang bersifat non energi sehingga
harga jualnya terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkan.
f. Belanja Hibah
Pengeluaran pemerintah dalam bentuk transfer uang atau barang kepada
pemerintah negara lain, organisasi internasional, BUMN, BUMD, serta pemerintah
daerah. Termasuk dalam belanja hibah adalah pinjaman dan/atau hibah luar negeri
yang diterushibahkan ke daerah.
g. Belanja Bantuan Sosial.
Belanja bantuan sosial adalah transfer uang atau barang yang diberikan kepada
masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. Pengeluaran
ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan bersifat tidak terus
menerus serta selektif.
Penggunaan belanja bantuan sosial ditujukan antara lain:
1) Belanja rehabilitasi sosial.
Pengeluaran anggaran yang dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan
kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar.
2) Belanja pemberdayaan sosial.
Pengeluaran anggaran yang dimaksudkan untuk mencegah dan menangani resiko
dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau
masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan
dasar minimal.
3) Belanja perlindungan sosial.
Pengeluaran anggaran dalam rangka pembiayaan semua upaya yang diarahkan
untuk menjadikan warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya,
sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
4) Belanja penanggulangan bencana
Pengeluaran anggaran dalam rangka pembiayaan serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi.
5) Belanja jaminan sosial.
Pengeluaran anggaran dalam rangka pembiayaan kegiatan yang masuk katagori di
dalam skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
6) Belanja penanggulangan kemiskinan.
Pengeluaran anggaran yang terkait langsung dalam kebijakan, program, dan
kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat
yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian namun tidak
dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan.
h. Belanja lain-lain.
Belanja lain-lain adalah pengeluaran yang digunakan untuk pembayaran atas
kewajiban pemerintah yang tidak masuk dalam kategori belanja pegawai, belanja
barang, belanja modal, belanja bunga utang, belanja subsidi, belanja hibah, dan
belanja bantuan sosial.
Belanja lain-lain dipergunakan antara lain:
1) Belanja lain-lain dana cadangan dan risiko fiskal.
Pengeluaran anggaran untuk pembayaran kewajiban pemerintah yang bersifat
prioritas nasional bidang ekonomi dan jika tidak dilakukan akan berdampak pada
capaian target nasional.
12
2) Belanja lain-lain lembaga non kementerian
Pengeluaran anggaran untuk pembayaran kewajiban pemerintah yang terkait
dengan pendanaan kelembagaan non kementerian.
3) Belanja lain-lain bendahara umum negara
Pengeluaran anggaran untuk pembayaran kewajiban pemerintah yang terkait
dengan tugas Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara.
4) Belanja lain-lain tanggap darurat.
Pengeluaran anggaran untuk pembayaran kewajiban pemerintah yang terkait
dengan peristiwa/kondisi negara yang bersifat darurat dan perlu penanganan
segera.
5) Belanja lainnya.
Pengeluaran anggaran yang tidak termasuk dalam kriteria 1 – 4 tersebut di atas.
2. Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Transfer ke daerah adalah semua pengeluaran anggaran yang dialokasikan
kepada pemerintah daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
Rincian transfer ke daerah:
a. Transfer dana bagi hasil
Tujuan DBH adalah untuk memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat
dan daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil. Pembagian DBH
dilakukan berdasarkan prinsip by origin.

Penyaluran DBH dilakukan berdasarkan prinsip Based on Actual Revenue,


maksudnya adalah penyaluran DBH berdasarkan realisasi penerimaan tahun
anggaran berjalan (Pasal 23 UU 33/2004)

b. Transfer dana alokasi khusus


Pengeluaran negara yang dialokasikan kepada daerah untuk pendanaan
kegiatan-kegiatan daerah yang bersifat prioritas nasional.
c. Transfer dana alokasi umum
Dana alokasi umum ini sebagai pemerataan kemampuan keuangan di setiap
daerah untuk mendanai berbagai kebutuhan dari daerah-daerah tersebut
d. Transfer dana penyesuaian
Dana Penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah
dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dan membantu mendukung
percepatan pembangunan di daera
e. Transfer otonomi khusus
Dana Otonomi Khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai
pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah. Contoh daerah yang mendapat dana
ini adalah provinsi aceh dan provinsi papua. Pemanfaatan Dana Otsus Prov. Aceh
ditujukan untuk pembiayaan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur,
pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan
pendidikan, sosial, dan kesehatan. Pemanfaatan Dana Otsus Prov. Papua dan Prov.
Papua terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan.
Adapun prioritas pemanfaatan Dana DTI diarahkan, terutama untuk:

i. Mempercepat pembangunan infrastruktur, spt: jalan, jembatan, dermaga, sarana


transportasi darat, sungai, laut; serta

ii. Mengatasi keterisolasian dan kesenjangan penyediaan infrastruktur antara Papua


dan Papua Barat, serta dengan daerah lainnya.
13
2.5 Ketentuan Umum Pelaksanaan Belanja Negara

Ketentuan Umum pelaksanaan Belanja Negara diatur dalam Peraturan


Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 190/PMK.05/2012 Tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara.
Pelaksanaan Belanja Negara melibatkan berbagai pihak, antara lain: PA/KPA,
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang diberi kewenangan yang
bertindak sebagai pengambil keputusan dan tindakan, Bendahara Pengeluaran yang
berperan dalam hal keuangan yakni menerima, menyimpan, membayarkan,
menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan Belanja
Negara. Hal tersebut sesuai berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 45 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, yang dijelaskan sebagai berikut:

 “Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang
diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan
tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara.”

 “Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,


membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk
keperluan Belanja Negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/Satuan
Kerja Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah Nonkementerian.”

 Tugas dan wewenang KPA djabarkan lebih lanjut pada Pasal 8 yang berbunyi:
Dalam rangka pelaksanaan anggaran, KPA memiliki tugas dan wewenang
melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran Belanja Negara

 Selanjutnya tugas dan wewenang PPK dijabarkan lebih lanjut menurut Pasal 12 (1)
yang berbunyi: Dalam rangka melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan
pengeluaran anggaran Belanja Negara, PPK memiliki tugas dan wewenang
menyusun rencana pelaksanaan Kegiatan dan rencana pencairan dana dan
melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan tindakan yang
mengakibatkan pengeluaran anggaran Belanja Negara.

 Pelaksanaan dan penyelesaian beban Belanja Negara diatur dalam Pasal 65, yang
berbunyi:
(1) Penyelesaian tagihan kepada Negara atas beban anggaran Belanja Negara yang
tertuang dalam APBN dilaksanakan berdasarkan hak dan bukti yang sah untuk
memperoleh pembayaran.
(2) Pembayaran atas tagihan kepada Negara dilakukan secara langsung dari
Rekening Kas Umum Negara kepada yang berhak.
(3) Dalam hal pembayaran secara langsung kepada yang berhak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) belum dapat dilaksanakan, pembayaran secara langsung
atas tagihan kepada Negara dapat dilaksanakan melalui Bendahara Pengeluaran.
 Pasal 81: Presiden atau Menteri/Pimpinan Lembaga menetapkan surat keputusan
kepegawaian yang mengakibatkan pembebanan pada anggaran Belanja Negara

14
Ketentuan pelaksanaan Anggaran Belanja yang diatur dalam Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara berisi sebagai berikut:
Pasal 3
1) Anggaran Belanja Rutin dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri.
2) Anggaran Belanja Pembangunan dibiayai dari Tabungan Pemerintah dan atau
sumber-sumber pembiayaan lainnya.
3) Menteri Keuangan mengatur penyediaan uang dan tata cara penyaluran dana
untuk membiayai Anggaran Belanja Negara sesuai dengan kebijaksanaan
Pemerintah yang dituangkan dalam Undang-Undang tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 8
1) Jumlah yang dimuat dalam Anggaran Belanja Negara merupakan batas tertinggi
untuk tiap-tiap pengeluaran
2) Pimpinan dan atau pejabat Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen
tidak diperkenankan melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas
beban Anggaran Belanja Negara, jika dana untuk membiayai tindakan tersebut
tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam Anggaran Belanja Negara.
3) Pimpinan dan atau pejabat Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen
tidak diperkenankan melakukan pengeluaran atas beban Anggaran Belanja
Negara untuk tujuan lain dari yang ditetapkan dalam Anggaran Belanja Negara.
4) Pengeluaran atas beban Anggaran Belanja Negara dilakukan berdasarkan bukti
atas hak yang sah untuk memperoleh pembayaran.
5) Pengeluaran atas beban Anggaran Belanja Negara didasarkan pada SKO atau
dokumen lain yang diberlakukan sebagai SKO.
Pasal 9
1) Dalam melaksanakan pengeluaran anggaran diusahakan standardisasi.
2) Standardisasi termasuk harga satuan pelbagai jenis barang dan kegiatan
ditetapkan secara berkala oleh Menteri/ pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen teknis terkait
Pasal 10
a. Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara didasarkan atas prinsipprinsip sebagai
berikut :
b. Hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang
disyaratkan;
c. Efektif, terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/ kegiatan, serta
fungsi setiap Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen;
d. Mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri, termasuk rancang bangun
dan perekayasaan nasional dengan memperhatikan kemampuan/ potensi
nasional.
Pasal 11
a. Atas beban Anggaran Belanja Negara tidak diperkenankan melakukan
pengeluaran untuk keperluan :
b. Perayaan atau peringatan hari besar, hari raya, hari ulang tahun/ hari jadi
Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen dan sebagainya.
c. Pemberian ucapan selamat, hadiah/ tanda mata, karangan bunga, dan
sebagainya untuk pelbagai peristiwa Iklan ucapan selamat dan sebagainya
Pesta untuk pelbagai peristiwa pada Departemen/ Lembaga Pemerintah Non
Departemen.

15
d. Pekan olahraga pada pelbagai Departemen/ Lembaga Pemerintah Non
Departemen Pengeluaran lain-lain untuk kegiatan/ keperluan yang sejenis/
serupa dengan yang tersebut di atas.

16
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Berdasarkan UU APBN 2020 No 9 tahun 2020 Belanja Negara adalah Kewajiban
Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas
belanja pemerintah pusat dan transfer ke Daerah dan Dana Desa.
1. Berdasarkan UU No. 17 tahun 2003 pasal 11, Belanja Negara dibagi menjadi dua,
belanja pemerintah pusat dan belanja daerah. 
2. Belanja Pemerintah Pusat dibagi menjadi 8. Ada Belanja Pegawai yang tujuannya untuk
membayar pegawai pemerintah sebagai kompensasi atas pelaksanaan tugas-tugas
pemerintah. Ada Belanja Barang yang tujuannya untuk mendukung operasional
Pemerintah. Ada Belanja Modal yang tujuannya untuk pembayaran perolehan aset atau
menambah nilai aset tetap yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan
melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan
pemerintah. Ada Belanja Bunga Utang yang digunakan untuk membayar kewajiban atas
penggunaan pokok utang, baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri. Ada
Belanja Subsidi yang diberikan kepada perusahaan untuk memproduksi, menjual,
mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang
banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Ada
Belanja Hibah. Ada Belanja Bantuan Sosial untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan bersifat tidak terus menerus serta selektif. Ada belanja lain-lain yang
dipergunakan untuk pembayaran atas kewajiban pemerintah yang tidak masuk dalam
kategori belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja bunga utang, belanja
subsidi, belanja hibah, dan belanja bantuan sosial.
3. Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dibagi menjadi lima. Pertama, Dana Bagi
Hasil yang tujuannya untuk memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat dan
daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil. Kedua, Dana Alokasi Khusus
untuk pendanaan kegiatan-kegiatan daerah yang bersifat prioritas nasional. Ketiga,
Dana Alokasi Umum sebagai pemerataan kemampuan keuangan di setiap daerah untuk
mendanai berbagai kebutuhan dari daerah-daerah tersebut. Keempat, Dana
Penyesuaian untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan
pemerintah pusat dan membantu mendukung percepatan pembangunan di daerah.
Kelima, Dana Otonomi Khusus untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu
daerah.
4. Ketentuan Umum pelaksanaan Belanja Negara diatur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 190/PMK.05/2012
5. Pelaksanaan Belanja Negara melibatkan berbagai pihak, antara lain: PA/KPA, Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang diberi kewenangan yang bertindak
sebagai pengambil keputusan dan tindakan, Bendahara Pengeluaran yang berperan
dalam hal keuangan yakni menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan,
dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan Belanja Negara. KPA memiliki
tugas untuk menyusun DIPA, menetapkan PPK dan PPSPM, menetapkan
panitia/pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan anggaran.
6. Belanja negara berdasaran klasifikasinya terbagi menjadi 3, yaitu klasifikasi berdasarkan
organisasi, klasifikasi berdasarkan fungsi, dan klasifikasi berdasarkan jenis belanja.

3.1 Saran
Demikian makalah mengenai ‘Ruang Lingkup Keuangan Negara’ yang telah kami buat,
Tentunya dalam materi Ruang Lingkup Keuangan Negara ini, masih banyak yang bisa
dipelajari dan dianalisis lebih mendalam. Untuk itu, masih terdapat beberapa kekurangan

17
dalam makalah yang telah kami buat, sehingga untuk beberapa hal yang terkait
pengembangan sangat kami harapkan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Pemerintah Indonesia. 2003. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan


Negara.
Pemerintah Indonesia. 2020. Undang-Undang APBN 2020 No. 9 Tahun 2020 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021.
Pemerintah Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam Rangka Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pemerintah Indonesia. 2013. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun
2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.
Pemerintah Indonesia. 2000. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2000 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 101/ PMK 02/2011
TENTANG KLASIFIKASI ANGGARAN.

UU No. 26 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 tahun 2008
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 

Bagaimana Pemanfaatan Dana Otsus. DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN


KEUANGAN. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA.

19

Anda mungkin juga menyukai