Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIAGNOSA

DEMAN DEMAM THYPOID

DISUSUN OLEH :
FINA ANGGITA
NIM :
20.14401.1.006

DOSEN :

Ns. Yasinta Aloysia Daro, S.Kep.,M.Kep

UNIVERSITAS SAMAWA
FAKULTAS KESEHATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Saya sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.

Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………………………i

Daftar Isi ...................................................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................................................... 2

BAB 2 TINJUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Kebutuhan Manusia ........................................................................................................ 3

2.1.1 Definisi ................................................................................................................................................ 3

2.1.2 Patofisiologi ........................................................................................................................................ 3

2.1.3 Patway ................................................................................................................................................. 5

2.1.4 Tanda Dan Gejala................................................................................................................................. 6

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang...................................................................................................................... 7

2.1.6 Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan........................................................................................ 9

2.1.7 Komplikasi ........................................................................................................................................ 10

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan .............................................................................................................. 11

2.2.1 Pengkajian ......................................................................................................................................... 11

2.2.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................................................................................... 12

2.2.3 Perencanaan ...................................................................................................................................... 13

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan ......................................................................................................................................... 14

3.2. Saran .................................................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSRAKA……………………………………………………………………………………

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang
dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang
dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia
sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berbeda antara anak satu dengan lain
mengingat latar belakang anak berbeda. (Hidayat, Alimul Aziz A. 2009).

Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan, perkembangan dan rentang sakit.
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran, atau dimensi tingkat
sel, organ maupun individu, bersifat kuantitatif sehingga bisa di ukur dengan ukuran berat (gram,
kilogram), ukuran, panjang (cm, meter). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur. Dalam proses
berkembangnya anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial.
(Cahyaningsih, Sulistyo Dwi, 2011).

Rentang sehat sakit merupakan batasan yang dapat diberikan bantuan pelayanan keperawatan
pada anak, adalah suatu kondisi anak berada dalam status kesehatan yang meliputi sejahtera, sehat
optimal, sehat, sakit, sakit kronis dan meninggal. Rentang ini suatu alat ukur dalam menilai status
kesehatan yang bersifat dinamis dalam setiap waktu, selama dalam batas rentang tersebut anak
membutuhkan bantuan perawat baik secara langsung maupun tidak langsung (Hidayat, Alimul Aziz
A, 2009).

Penyakit menular tropis masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara
yang beriklim tropis. Salah satu penyakit menular tropis tersebut adalah demam tifoid, yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat,
baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan sanitasi lingkungan
yang kurang, hygiene pribadi serta perilaku masyarakat. (Mutiarasari dan Handayani, 2017).

1
Komplikasi serius dapat terjadi hingga 10%, khususnya pada individu yang menderita tifoid
lebih dari 2 minggu dan tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Case Fatality Rate (CFR)
diperkirakan 1–4% dengan rasio 10 kali lebih tinggi pada anak usia lebih tua (4%) dibandingkan anak
usia ≤4 tahun (0,4%). Pada kasus yang tidak mendapatkan pengobatan, CFR dapat meningkat hingga
20%.

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 memperlihatkan bahwa gambaran 10 penyakit terbanyak pada
pasien rawat inap di rumah sakit, prevalensi kasus demam thypoid sebesar 5,13%.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam studi kasus ini adalah
bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan demam typhoid.
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada anak dengan
demam typhoid.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penulisan ini adalah :
1.3.2.1. Mendapatkan pemahaman dan pengalaman dalam melakukan pengkajian pada anak
dengan demam typhoid.
1.3.2.2. Mendapatkan pemahaman dan pengalaman dalam merumuskan diagnosa keperawatan
pada anak demam typhoid.
1.3.2.3. Mendapatkan pemahaman dan pengalaman dalam menyusun perencanaan keperawatan
pada anak demam typhoid.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Dasar Kebutuhan Manusia

2.1.1. Definisi

Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan
gangguan keasadaran. Demam thypoid disebabkan oleh infeksi salmonella typhi. (Lestari Titik,
2016). Thypoid fever atau demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan
gangguan kesadaran. (Wijayaningsih kartika sari, 2013).

2.1.2. Patofisiologi

Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan dan
minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya ˃10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat
dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika respon imunitas
humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella akan menembus selsel epitel (sel
m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di
ileum distal dan kelenjar getah bening mesenterika. (Lestari Titik, 2016).

Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui duktus thoracicus dan
menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa
melalui sirkulasi portal dari usus. (Lestari Titik, 2016).

Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di organ ini,
kuman salmonella thhypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga
mengakibatkan bakterimia ke dua yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam,
malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler dan gangguan mental koagulasi).
(Lestari Titik, 2016).

3
Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak peyeriyang
sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat berlangsung hingga ke
lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi. Endotoksin basil menempel di reseptor sel
endotel kapiler dan dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik
kardiovaskuler, pernafasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya
penyakit, terjadi hiperplasia plak peyeri, di susul kembali, terjadi nekrosis pada minggu ke dua
dan ulserasi plak peyeri pada mingu ke tiga. selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi
proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut). Sedangkan penularan
salmonella thypi dapat di tularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food
(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses. (Lestari
Titik, 2016).

4
2.1.4. Tanda dan gejala

Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-
20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui
minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal,
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian
menyusul gejala klinis yang biasanya di temukan, yaitu: (Lestari Titik, 2016)

2.1.4.1. Demam

Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari,
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu
ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.

2.1.4.2. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Pada
abdomen dapat di temukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai
nyeri dan peradangan.

2.1.4.3. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang


terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan). Gejala yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat
ditemukan reseol, yaitu bintikbintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit,
yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi
dan epistaksis.

2.1.4.4. Relaps

Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadinya pada minggu kedua setelah suhu badan
normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena

6
terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat
maupun oleh zat anti.

2.1.5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada anak dengan dengan typoid antara lain:

2.1.5.1. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat


leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering
dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah
tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun
tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit
tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

2.1.5.2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.

2.1.5.3. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darahtergantung dai beberapa faktor :

1) Tehnik pemeriksaan laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang


lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan tehnik dan media biakan yang digunakan.
Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada
saat bakteremia berlangsung.

2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit


Biakan darah terhadap salmonella typhi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.

3) Vaksinasi di masa lampau


Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.
5) Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi.
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum klien
dengan demam typhoid juga terdapat pada orang pernah divaksinasikan. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan
dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella typhi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan anti-gen O (berasal dari
tubuh kuman).
2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan anti-gen H (berasal dari
flagel kuman).
3. Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan anti-gen VI (berasal
dari simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O
dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya
makin besar klien menderita typhoid.

2.1.5.4. Kultur
Kultur urin bisa positif pada minggu pertama, kultur urin bisa positif pada akhir
minggu kedua, dan kultur feses bisa positif pada minggu kedua hingga minggu ketiga.

2.1.5.5. Anti Salmonella typhi IgM

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut Salmonella
Typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4 terjadinya demam.

2.1.6. Penatalaksanaan

Berdasarkan Lestari Titik, 2016, penatalaksanaan pada demam typhoid yaitu:

2.1.6.1. Perawatan

1. Klien diistirahatkan 7 hari sampai 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
2. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
2.1.6.2. Diet
1. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
2. Pada penderita yang akut dapat diberikan bubur saring.
3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.

2.1.6.3. Obat-obatan

Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit typhoid. Waktu


penyembuhanbisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika, seperti
ampicilin, kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole dan ciproloxacin sering
digunakan untuk merawat demam typhoid di negara-negara barat. Obat-obatan antibiotik
adalah:

1) Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4


kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
2) Bilamana terdapat kontra indikasi pemberian kloramfenikol, diberikan
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam3-4 kali. Pemberian
intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
9
3) Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/ hari, terbagi dalam3-4 kali.
Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
4) Kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral, selama 14 hari.
5) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 m/kgBB/hari dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sehari sekali, intravena selama
5-7 hari.
6) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin, dan fluoroquinolon. Bila tak terawat, demam
typhoid dapat berlangsung selama tiga minggu sampai sebulan. Kematian
terjadi antara 10% dan 30 % dari kasus yang tidak terawat. Pengobatan
penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan manifestasi
nerologik menonjol, diberi deksamethason dosis tinggi dengan dosis awal 3
mg/kgBB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul
pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 sampai 7 kali
pemberian. Tatalaksanaan bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan
penyulit perforasi usus.

2.1.7. Komplkasi

2.1.7.1. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perporasi usus dan ilius paralitik.

2.1.7.2. Komplikasi extra intestinal

1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis,


tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia dan syndroma uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, dan kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meninggiusmus, meningitis, polineuritis perifer,
sindroma guillain bare dan sindroma katatonia. (Lestari Titik, 2016).

10
2.2 Konsep Dasar Keperawatan

2.2.1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama di dalam memberikan asuhan
keperawatan. Perawat harus mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Pengumpulan data ini juga harus
dapat menggambarkan status kesehatan klien dan kekuatan masalah-masalah yang dialami oleh
klien. (Hutahaean Serri, 2010). Menurut sodikin 2012 pengkajian pada anak demam typhoid
antara lain:

2.2.1.1. Identifikasi, sering ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun.

2.2.1.2. Keluhan utama

Berupa perasaan yang tidak enak badan, lesu, nyeri kapala, pusing dan kurang
bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi). Pada kasus
yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhu
tubuhnya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur baik
setiap harinya biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam
hari. Pada minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Saat minggu ke
tiga, suhu beragsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ke tiga. Umumnya
kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada dalam kedaaan yaitu apatis sampai
samnolen. Jarang terjadi stupor, koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan
terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat
gejala lainnya. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epitaksis pada anak besar.

2.2.1.3. Pemeriksaan fisik

1) Kepala

Melihat kebersihan kulit kepala, distribusi rambut merata dan warna rambut.

2) Wajah, melihat ke semetrisan kiri dan kanan.

11
3) Mata, terlihat sklera putih, konjuntiva merah muda, dan reflek pupil mengecil ketika
terkena sinar.
4) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering, dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, sementara ujung dan tepinya berwarna
kemerahan dan jarang disertai tremor.
5) Leher, tidak adanya distensi vena jugularis.
6) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisa terjadi konstipasi, atau
mungkin diare atau normal.
7) Hati dan limfe membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.
8) Ektermitas, pergerakan baik antara kiri dan kanan.
9) Integumen, akral teraba hangat dan terdapat pada punggung dan anggota gerak dapat
ditemukan reseola (bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit
yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam).

2.2.1.4. Pemeriksaan laboratorium

1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan
aneosinofillia pada permukaan yang sakit.
2) Darah untuk kultur (biakan darah, empedu) dan widal.
3) Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien pada
minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urine dan feses.
4) Pemeriksaan widal Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer
zat anti terhadap antigen O yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang
progresif (Nursalam Susianingrum, Rekawati Utami, Sri, 2008).

2.2.2.Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan objektif yang telah
diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa keperawatan. Diagnosa
keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien,
keluarga, rekam medis, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain. (Hutahaean Serri, 2010)
Berdasarkan Nanda NIC NOC 2016 diagnosa keperawatan yang muncul yaitu :

2.2.2.1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

2.2.2.2. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan cairan.

12
2.2.3. Intervensi

N Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi


o Hasil
Hipertermia Setelah dilakukan tindakan  Observasi
berhubungan dengan keperawtan selama 3x24 jam a. Monitor suhu tubuh
proses penyakit. diharapkan masalah hipermia sampai stabil (36,5-37,5
dapat teratasi dengan keriteria c)
hasil: b. Monitor tekanan
 Kulit merah dapat hilang darah,frekuensi
 Tidak tampak pucat pernapasan dan nadi
 Suhu tubuh menurun c. Monitor warna dan
suhu kulit
 Terapiutik
a. Tingkatkan asupan dan
nutrisi yang adekuat
b. Sesuaikan suhu
ingkungan dengan
kebutuhan pasien
 Edukasi
a. Demonstrasikan teknik
perawatan metode
kanguru untuk bayi
BBLR
 Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
anatipiretik

13

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan selama 3 hari perawatan


pada pasien 1 dan pasien 2 dengan penyakit Demam Typoid Di Ruang Perawatan Anak Rumah
Sakit Samarinda Medika Citra peneliti dapat mengambil kesimpualan :

3.1.1 Hasil Pengkajian yang didapat pada kedua pasien menunjukkan adanya beberapa tanda dan gejala
yang khas. Keluhan yang dirasakan oleh pasien 1 juga dirasakan oleh pasien 2. Keluhan yang
dirasakan adalah demam lebih dari satu minggu, terjadinya demam pada sore hingga malam hari,
badan lemas, dan terdapat hasil tes widal pada kedua pasien typhi O menunjukkan 1/320. Hal ini
yang menunjukkan ciri khas pada pasien demam typhoid yang biasanya muncul pasien.
3.1.2 Masalah yang sama-sama muncul pada kedua pasien diantaranya hipertermi, defisit nutrisi, defisit
pengetahuan dan resiko kekurangan volume cairan. Dan terdapat beberapa diagnosa berbeda pada
pasien 1 diagnosa yang muncul berupa konstipasi sedangkan pada pasien 2 diagnosa yang muncul
berupa gangguan pola tidur.
3.1.3 Perencanaan yang digunakan pada kedua pasien disesuaikan dengan masalah keperawatan yang
ditegakkan berdasarkan kriteria hasil, tanda dan gejala dan kondisi pasien saat ini.
3.1.4 Pelaksanaan tindakan pada kasus ini dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
Dilakukan pada ke dua anak pada tanggal 18 April - 10 Mei 2019 selama ± selama 8 jam.
Masalah hipertermi pada kedua anak diatasi dengan melakukan observasi suhu tubuh,
menganjurkann menggunakan pakain yang tipis serta kolaborasi pemberian obat penurun panas.
Masalah defisit nutrisi di atasi dengan menganjurkan makan sedikit tapi sering. Masalah resiko
kekurangan volume cairan diatasi dengan dorong keluarga untuk membantu pasien minum untuk
membantu status cairannya. Dari tindakan yang diberikan peneliti memperoleh pengalaman
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit demam typhoid.
3.1.5 Akhir dari proses keperawatan yaitu evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan, pada
evaluasi yang peneliti lakukan selama 3 hari pada pasien 1 dengan masalah keperawatan berupa
hipertermi, defisit nutrisi, konstipasi, defisit pengetahuan dan resiko kekurangan volume cairan
dapat teratasi sesuai dengan kriteria hasil yang ada. Evaluasi pada pasien 2 selama 3 hari diagnosa
seperti hipertermi, defisit nutrisi, gangguan pola tidur, defisit pengetahuan dan resiko kekurangan
volume cairan dapat teratasi dengan berdasarkan kriteria hasil.
14

3.2 Saran
Untuk menigkatkan mutu asuhan keperawatan pada pasien dengan Demam Typhoid
diperlukan adanya suatu perubahan dan perbaikan diantaranya:

3.2.1 Bagi Peneliti

Diharapkan hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menjadi acuan dan
menjadi bahan perbandingan pada peneliti selanjutnya melakukan penelitian pada pasien
demam typhoid.

3.2.2 Bagi Perawat Ruangan

Diharapakan dapat dijadikan masukan dalam memberikan asuhan keperawatan


pada pasien dengan demam typhoid serta meningkatkan mutu dalam pemberi asuhan
keperawatan.

3.2.3 Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Dalam pengembangan ilmu keperawatan diharapkan dapat menambahkan


keluasan ilmu keprawatan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
demam typhoid dan juga memacu pada peneliti selanjutnya dan menjadi bahan
pembadingan dalam melakukan penelitian pada pasien dengan demam typhoid.

15

DAFTAR PUSTAKA
Akmal, M. Dkk. (2010). Ensiklopedia kesehatan untuk umum. Jogjakarta: Ar-ruzz

Media.

Apriyadi dan Sarwili. (2018). Perilaku Higiene Perseorangan dengan Kejadian

Demam Tyfoid. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 8 No. 1.

Bahar, dkk. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesembuhan Paien

Penderita Demam Typoid Di Ruang Perawatan Interna RSUD Kota

Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 6.

Cahyaningsih, Sulistyo Dwi. (2011). Pertumbuhan Perkembangan Anak dan

Remaja. Jakarta : Tim.

Depkes RI. (2013). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013.

http:www.depkes.go.id/Downloads/profil-kesehatan-indonesia-2013.pdf.

Tanggal 17 Desember 2018.

Dinkes Kaltim. (2015). Profil Kesehatan Kota Samarinda Tahun 2015.

http://www.depkes.go.id/Downloads/6472_Kaltim_Kota_Samarinda_2015

%20baru.pdf. Tanggal 27 November 2018.

Hidayat, Alimul Aziz A. (2009). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:

Salemba Medika.

Hutahaean Serri. (2010). Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta:

Tim.

Kallo, dkk. (2015). Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Demam

Typoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumaratas ejournal Keperawatan (eKp) Volume 3. Nomor 2.

Lestari Titik. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogjakarta: Nuha Medika.


Mutiarasari dan Handayani. (2017). Karakteristik Usia, Jenis Kelamin, Tingkat

Demam, Kadar Hemoglobin, Leukosit dan Trombosit Penderita Demam

tipoid Pada Pasien Anak Di RSU Anutapura Tahun 2013. Jurnal Ilmiah

Kedokteran, Vol. 4 No. 2.

Nurarif dan Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan

Penerapan Diagnosa Nanda Nic Noc Dalam Berbagai Kasus Ed. Revisi

Jilid 1. Yogjakarta: Mediaction.

Nursalam, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan

bidan). Jakarta: Salemba Medika.

Peratiwi, Donna. (2015). Status Dehidrasi Jangka Pendek Berdasarkan Hasil

Pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) Menggunakan Grafik Warna Urine

Pada Remaja Kelas 1 dan 2 Di SMAN 63 Jakarta. Jakarta : Universitas

Islam Negri Syarif Hidayatullah

Pramitasari, Okky P. 2013. “Faktor Risiko Kejadian Penyakit Demam Tifoid Pada

Penderita Yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran:. Jurnal

Kesehatan Masyarakat 2013. Volume 2, Nomor 1.

PPNI (2017). Standar Diagnosa Keperwatan Indonesia: Definisi dan Indikator

Diagnotik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Purba, dkk. (2016). Program Pengendalian Demam Tipoid di indonesia: tantangan

dan Peluang. Media Litbangkes, Vol. 26 No. 2.

Rijai, dkk. (2016). Karakteristik dan Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Demam

Typoid Di Beberapa Rumah sakit Di Samarinda Periode 2015.


Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal

dan Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika.

Sodikin. (2012). Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogjakarta: Pustaka

Pelajar.

Wijayaningsih Kartika Sari. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: Tim.

Anda mungkin juga menyukai