Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ISLAM, SAINS, DAN PERADABAN

ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

DI SUSUN OLEH :
1. MUHAMMAD MADUN ( 200106083 )
2. ZAINUDIN ( 200106082 )
3. HIDAYATI ( 200106084 )

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
UIN MATARAM
TAHUN PELAJARAN 2021/2022

i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan limpahan rahmat-Nya maka Penulis bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah untuk memenuhi salah satu tugas
pada mata kuliah Islam, Sains dan Peradaban. Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat
membantu menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca.
Melalui kata pengantar ini penulis terlebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bilamana isi makalah ini ada kekurangan baik dalam isi maupun
penulisan.Terima kasih.

Mataram, 3 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ....................................................................................................... ..... .......... i

KATA PENGANTAR ................................................................................ ...... ........ ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. ...... ....... iii

BAB I : PENDAHULUAN........................................................................ ...... ........ 1

A. Latar Belakang............................................................................ ...... ........ 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................... ...... ........ 2
C. Tujuan ........................................................................................ ...... ........ 2
BAB II : PEMBAHASAN .......................................................................... ...... ........ 3

A. Latar Belakang Islamisasi Ilmu Pengetahuan .............................. ............... 3


B. Telaah Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Islamisasi Ilmu Pengetahuan 4
C. Tantangan Ilmu-Ilmu Islam Ditengah Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Modern ....................................................................................... ............... 7

BAB III : PENUTUP ................................................................................... ...... ...... 10

A. Kesimpulan ............................................................................... ...... ...... 10


B. Saran ......................................................................................... ...... ...... 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. ...... ...... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan kemajuan sains dan teknologi di Barat, nilai-nilai
agama berangsur-angsur bergeser bahkan bersebrangan dengan ilmu. Bagi kalangan
ilmuwan Barat, agama adalah penghalang kemajuan karena beranggapan jika ingin maju
agama tidak boleh lagi mengurus masalah-masalah yang berkaitan dengan dunia seperti
politik dan sains.
Revolusi industri di Inggris dan revolusi sosial politik di Perancis pada paruh ke-
dua abad ke-18, merupakan titik awal pencerahan (renaissance) di Eropa menuju
peradaban modern. Hal inilah yang mengantarkan Barat mencapai sukses luar biasa
dalam pengembangan teknologi masa depan. Sedangkan ummat Islam malah mengalami
kemunduran-kemunduran sistematik dalam alur peradabannya. Praktis dunia Islam
dewasa ini merupakan kawasan bumi yang paling terbelakang di antara penganut-
penganut agama besar di dunia dikarenakan begitu rendahnya kemajuan yang diraih dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan ummat Islam menjadi penonton bahkan
terbuai oleh kenikmatan semu yang disuguhkan oleh Barat dengan kecanggihan
teknologinya.
Sejak terjadinya pencerahan di Eropa, perkembangan ilmu-ilmu rasional dalam
semua bidang kajian sangat pesat dan hampir keseluruhannya dipelopori oleh ahli sains
dan cendikiawan Barat. Akibatnya, ilmu yang berkembang dibentuk dari acuan pemikiran
filsafah Barat yang dipengaruhi oleh sekularisme dan materialisme. Sehingga konsep,
penafsiran dan makna ilmu itu sendiri tidak bias terhindarkan dari pengaruh
pemikirannya. Ummat Islam mempelajari sains barat tanpa menyadari kaitan temali
historis Barat dan ilmu-ilmu Barat, sehingga ummat Islam pun terjatuh dalam hegemoni
Barat dan proses ini mengakibatkan esensi peradaban Islam semakin tidak berdaya di
tengah kemajuan peradaban Barat yang sekuler.
Menghadapi keadaan yang demikian itu, ummat Islam mencari sebab-sebabnya.
Sebab-sebab tersebut yang utama di antaranya karena ummat Islam tertinggal dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta adanya perpecahan. Di kalangan ummat
Islam paling kurang timbul sikap menghadapi keterbelakangan dalam bidang ilmu
pengetahuan tersebut sebagai berikut:
1. Sikap yang didasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari Barat
sebagai ilmu pengetahuan yang sekuler. Karena itu ilmu tersebut harus ditolak.
2. Sikap yang didasarkan pada asumsi bahwailmu pengetahuan Barat sebagai ilmu yang
bersifat netral. Karenanya ilmu tersebut harus diterima apa adanya tanpa disertai rasa
curiga dan sebagainya.
3. Sikap yang diadasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari Barat
sebagai ilmu yang bersifat sekuler dan materialisme. Namun diterima oleh ummat
Islam dengan terlebih dahulu dilakukan proses Islamisasi.
Islamisasi ilmu pengetahuan telah menjadi tema dan term popular di kalangan
intelektual Islam, di Indonesia maupun di negara-negara lain. Hal tersebut tidak lepas dari
1
kesadaran ber-Islam di tengah pergumulan dunia global yang sarat dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Di Ameriaka istilah ini telah menjadi simbol dari sebuah
keinginan besar untuk member warna Islam pada berbagai disiplin ilmu. Dengan sebuah
konsep bahwa ummat Islam akan maju dan dapat menyusul Barat mana kala mampu
mentransformasiakan ilmu pengetahuan dalam memahami wahyu atau memahami wahyu
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

Hal inilah yang memunculkan untuk mempertemukan kelebihan-kelebihan di antara


keduanya, sehingga lahir keilmuan baru yang modern tetapi tetap bersifat relegius dan
bernafaskan tauhid, gagasan ini kemudian dikenal dengan istilah Islamisasi Ilmu
Pengetahuan.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Latar Belakang Islamisasi Ilmu Pengetahuan?
2. Bagaimana Telaah Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Islamisasi Ilmu
Pengetahuan?
3. Apa Tantangan Ilmu-Ilmu Islam Ditengah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Modern?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Latar Belakang Islamisasi Ilmu Pengetahuan
2. Untuk Mengetahui Telaah Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Islamisasi Ilmu
Pengetahuan
3. Untuk MengetahuiTantangan Ilmu-Ilmu Islam Ditengah Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Modern

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Latar Belakang Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Pandangan Islam terhadap ilmu menjadi landasan bagi pengembangan ilmu
disepanjang sejarah kehidupan ummat Islam, sejak dari zaman klasik sampai sekarang.
Sejak kelahirannya, Islam sudah memberikan penghargaan yang begitu besar terhadap
ilmu dan menawarkan cahaya untuk mengubah jahiliyah menuju masyarakat yang berilmu
dan beradab. Proses Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya telah berlangsung sejak
permulaan Islam hingga zaman kita sekarang ini. Ayat-ayat yang diwahyukan kepada
Nabi saw secara jelas menegaskan semangat Islamisasi Ilmu Pengetahuan, yaitu ketika
Allah menekankan bahwa Dia adalah sumber dan asal ilmu manusia.

Pada sekitar abad ke-8 masehi, pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah, proses
Islamisasi ilmu ini berlanjut secara besar-besaran dengan dilakukannya penerjemahan
terhadap karya-karya dari Persia dan Yunani. Salah satu karya besar tentang usaha
Islamisasi ilmu adalah hadirnya karya Imam al-Ghazali Tahafutal-Falasifah. Hal yang
demikian walaupun tidak menggunakan pelabelan Islamisasi, tetapi aktivitas yang sudah
mereka lakukan semisal dengan makna Islamisasi. Ada dua tokoh yang dianggap sebagai
pencetus gagasan Islamisasi Pengetahuan yaitu Ismail Raji al-Faruqi (seorang sarjana
yang mendirikan lembaga International Instituteof Islam Thought di Amerika Serikat)
serta Syed M. Naquibal- Attas (seorang sarjana Budaya Melayu yang membentuk
lembaga International Instituteof Islam Thoughtand Civilization di Kuala Lumpur) 1.
Gagasan ini timbul sejak dasawarsa 1970-an.

Munculnya ide Islamisasi Ilmu Pengetahuan disebabkan adanya premis bahwa


ilmu pengetahuan tidak bebas nilai. Ilmu-ilmu yang terkontaminasi oleh premis demikian
dan telah melalui proses sekularisasi dan westernisasi yang tidak lagi sesuai dengan
kepercayaan, justru ini akan membahayakan ummat Islam. Naquibal-Attas menegaskan
bahwa ilmu itu tidaklah bebas nilai tapi sarat akan nilai. Sedangkan al Faruqi menjelaskan
bahwa akibat kemunduran ummat Islam, karena adanya system pendidikan yang berusaha
menjauhkan ummat Islam dari agamanya sendiri dan dari sejarah kegemilangan yang
seharusnya dijadikan kebanggaan tersendiri atas agama Islam. Oleh sebab itu ia
memberikan solusi, yaitu perlunya perbaikan system pendidikan yang memadukan antara
ilmu-ilmu umum dan agama sebagai langkah membentuk peradaban Islam yang
sempurna. 2Pada akhir abad 20-an, konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan mendapat kritikan
dari kalangan pemikir Muslim sendiri, seperti Fazlul Rahman, Muhsin Muhdi, Abdus
Salam Soroush, Bassam Taibi dan lainnya. Fazlul Rahman misalnya mengemukakan
bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat di Islamkan karena tidak ada yang salah dalam ilmu

1
M. Dawan Raharjo, Strategi Islamisasi Pengetahuan, (ed.) Moeflich Hasbullah, Gagasan dan Perdebatan
Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Pustaka Cidesendo,2000), h. Xii.
2
Muhammad Ismail, Tiga Fase Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer,(www. Hidayatullah.com, 06
Desember 2009), h. 1.
3
pengetahuan.3Walaupun dalam perkembangannya Islamisasi Ilmu Pengetahuan dikritik,
tetapi gagasan Islamisasi ini merupakan suatu revolusi epistemologis yang merupakan
jawaban terhadap krisis epistemologyyangh bukan hanya melanda dunia Islam tapi juga
budaya dan peradaban Barat Sekuler.

2. Telaah Ontologis, Epistemologis dan Aksiokogis Islamisasi Ilmu Pengetahuan


a. Telaah Ontologis
Islamisasi berasal dari kata Islamization yang berarti peng-Islaman.4Islamisasi
merupakan salah satu istilah yang paling popular dipakai dalam konteks integrasi
ilmu-ilmun agama dan ilmu-ilmu umum. Islamisasi Ilmu Pengetahuan menurut al-
Attas adalah pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis, kultur
nasional( yang bertentangan dengan Islam) dan belenggu paham sekuler dan tidak adil
terhadap hakikat diri atau jiwayanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung
lupa terhadap hakikat dirinya yang sebenarnya dan berbuat tidak adil terhadapnya.
Sedangkan al-Faruqi berpendapat bahwa Islamisasi Ilmu Pengetahuan adalah usaha
untuk mendefenisi kembali, menyusun ulang data, memikirkan kembali argument dan
rasionalisasi yang berkaitan dengan data itu, menilai kembali kesimpulan dan tafsiran,
memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu sedemikian rupa
sehingga disiplin-disiplin ini memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat bagi cita-
cita.5
Secara ontologis, Islamisasi Ilmu Pengetahuan memandang bahwa dalam
relitas alam semesta, sosial dan historis ada hukum-hukum yang mengatur. Pandangan
akan adanya hukum alam tersebut sama dengan kaum sekuler tetapi dalam pandangan
Islam hukum tersebut adalah ciptaan Allah. Al-Qur’an berisi petunjuk tentang obyek
studi (ontologis) yang lengkap dengan perintah mempelajari segala apa yang ada di
langit dan di bumi dan di antara keduanya. Allah telah menunjukkan obyek ilmu itu
tidaklah berarti pembatasan bagi manusia untuk membatasi diri hanya mempelajari
obyek yang ada, namun bagi manusia untuk mengembangkan lebih maju lagi
pencarian ilmunya. Yang perlu diperhatinkan bahwa petunjuk ontologis dari al-Qur’an
boleh jadi sederhana tapi mempunyai makna konotasi yang luas dan mendalam. 6
b. Telaah Epistemologis
Epistemologi adalah ilmu yang membahas apa pengetahuan itu dan bagaimana
cara memperolehnya. Sehingga dapat dipahami bahwa epistemology mempersoalkan
metodologi penerapan ilmu pengetahuan, dalam hal ini proses Islamisasi Ilmu
Pengetahuan. Al-Qur’an merupakan kitab yang sangat sempurna dalam menjelaskan
metode pengembangan ilmu. Misalnya perlu mengingat dan menghafal tersirat dalam
QS al-Baqarah (2) : 31

3
Moh. Suef, Islamisasi Ilmu: Sejarah, Dasar, Pola dan Strategi, (Ululalbab.com, 07 Mei 2009), h. 2.
4
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Cet; XXVI: Jakarta: PT Gramedia, 2005), h.
332.
5
Moh. Suef, op. Cit, h.5
6
Marwah Daud Ibrahim, “Etika, Strategi Ilmu dan Teknologi Masa Depan” (ed.) Moeflich Hasbullah, Gagasan
dan Perdebatan Islamisdasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Pustaka Cidesendo,2000), h. 100-101.
4
‫علَّ َم‬
َ ‫ض ُه أم ث ُ َّم كُلَّ َها أاْل َ أس َما َء آدَ َم َو‬ َ ‫صا ِدقِينَ كُ أنت ُ أم ِإ أن َهؤ ََُلءِ ِبأ َ أس َماءِ ئُونِيِِأ َ أنب فَقَا َل أال َم ََل ِئ َك ِة‬
َ ‫علَى‬
َ ‫ع َر‬ َ

Artinya: Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)


seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:
“Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-
orang yang benar.

Di samping perlu mengingat dan menghafal di atas, diperlukan juga metode


observasi, eksperimen, demonstrative dan metode intuitif. 7Hal ini misalnya ketika
Allah Swt memperlihatkan kepada Qabil dengan mengirimkan burung gagak
menggali tanah untuk menguburkan burung yang mati. Dalam pengembangan ilmu
dan teknologi, observasi dan meniru kerja ciptaan-Nya merupakan yang lazim
misalnya meniru konsep fungsi sayap dan ekor dalam pesawat terbang. Selain
observasi yang merupakan landasan pengkajian ilmu pengetahuan semata juga
dibutuhkan kemampuan imajinasi, analisa dan sintesa terutama untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang susah untuk dijawab melalui observasi laboratorium.

Sebagai contoh QS al-Ghasyiyah (88): 17-20:

ِ ‫) َوإِلَى ْاْل َ ْر‬19( ‫ت‬


‫ض‬ ْ َ‫صب‬
ِ ُ‫ْف ن‬ ِ ‫) َوإِلَى ْال ِج َب‬18( ‫ت‬
َ ‫ال َكي‬ ْ َ‫ْف ُرفِع‬ َّ ‫) َوإِلَى ال‬17( ‫ت‬
َ ‫س َماءِ َكي‬ ْ َ‫ْف ُخ ِلق‬ ِ ْ ‫أَفَ ََل يَ ْنظُ ُرونَ إِ َلى‬
َ ‫اْلبِ ِل َكي‬
‫ت‬ْ ‫ْف سُطِ َح‬ َ ‫َكي‬

Artinya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia


diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?. Dan gunung-gunung bagaimana ia
ditegakkan?. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?.

Untuk menjawab pertanyaan di atas tidak bisa dengan observasi atau


eksperimen saja, melainkan diperlukan hipotesa yang membutuhkan proses berfikir
dan berimajinasi yang intens. Dalam al-Qur’an disampaikan bahwa masih ada proses
pengembangan ilmu dan teknologi yang lebih hakiki yaitu ilham yang diberikan
kepada beberapa orang.8

Dari keterangan di atas memberikan gambaran kepada ummat Islam untuk


melihat sisi lain yang juga menunjang keberhasilan Islam dalam menemukan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam Islamisasi Ilmu Pengetahuan mengalami
proses yang panjang tentang transformasi ilmu pengetahuan dari dunia Islam ke dunia
Barat dalam hubungan timbal balik, baik itu dalam bentuk kajian, penafsiran maupun
dalam bentuk penerjemahan.

Kondisi tersebut di atas dapat memungkinkan terjadi karena di dalam al-


qur’an sendiri terdapat banyak ayat yang menjelaskan tentang berbagai macam
disiplin ilmu, diantaranya:

7
Mulyadi Kartanegara, Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam, (Cet.I;Bandung: Mizan,
2003), h. 52
8
Marwah Daud Ibrahim, op. Cit, h. 103-105
5
1) Yang berhubungan dengan pengetahuan alam terdapat dalam QS Saba’(34) : 10
dan QS al-Hadid (57) : 25.
2) Yang berhubungan dengan geografi terdapat dalam QS al-Baqarah (2) : 22 dan
QS ar-Rad (13) :3’.
3) Yang berhubungan dengan kesehatan terdapat dalam QS al-Baqarah (2) :184 dan
222, al Mudatsir (74) : 74, al-Maidah (5) : 6, an-Nisa (4) : 43 dan al-A’raf (7) : 31.
4) Yang berhubungan dengan sejarah terdapat dalam QS Yusuf (12) : 109, al-Ashr
(103) : 2, Maryam (19) : 2-15, al-Maidah (5) : 110-120 dan al-Baqarah (2) : 30-
39.
5) Yang berhubungan dengan matematika terdapat dalam QS al-Isra’ (17) : 12 dan
14 serta al-Muzammil (73) : 20
6) Yang berhubungan dengan ekonomi terdapat dalam QS al-Baqarah (2) : 29, al-
Mulk (67) : 15, an-Naba’ (78) : 9-11 dan ad-Dhuha (93) : 6-8.9
Dari keaneka ragaman disiplin ilmu di masing-masing bidang dapat
diperlihatkan di dunia Barat, maka dalam hal ini Juhaya S Praja mengemukakan
pendapatnya bahwa upaya Islammisasi telah menunjukkan hasilnya di Barat.
Menurutnya ini adalah gejala aneh, mengapa tidak lahir di dunia Islam?. Alasannya
mungkin karena sarjana Muslim yang hidup di dunia Barat menghadapi langsung
tantangan dunia nyata terhadap Islam dan ummatnya. 10

Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam memberikan peluang terjadinya


proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan , meskipun tidak dimulai dari tanah kelahirannya.
Sehingga dengan epistemology dapat dijelaskan bagaimana sebuah ilmu pengetahuan
disusun menggunakan kajian ijtihadiyah dengan langkah-langkah yang telah teruji
seperti mengingat, menghafal, observasi, eksperimen, demonstrative, metode intuitif,
mengkaji, imajinasi, analisa dan sintesa serta adanya ilham.

c. Telaah Aksiologis
Istilah Islamisasi Ilmu Pengetahuan sering dipandang sekelompok pemikir
hanya sebagai proses penerapan etika Islam dalam pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
kriteria suatu jenis ilmu pengetahuan yang akan dikembangkan. Konsekuensi dari
epistemology Islamisasi Ilmu Pengetahuan, maka aksiologinya yaitu mengandung
nilai rohaniah atau moral yang bersumber dari agama (Islam) sifatnya adalah absolute
dan kebenarannya bersifat permanen. Hal ini karena bersumber dari Dzat yang
absolute (mutlak) yaitu Allah Swt.
Telaah aksiologi sasarannya adalah manfaat dari hasil kajian yang dijadikan
bahasan materi, dengan artian bahwa aksiologidiartikan nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. 11Dalam hubungannya dengan Islamisasi
Ilmu Pengetahuan, dapat dikatakan bahwa dengan Islamisasi dapat diketahui dengan

9
Miska Muhammad Samin, Epistemologi Islam, Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam, (Jakarta: Universitas
Indonesia Press, 2006), h. 17-19.
10
Juhaya S. Praja, Filsafat dan Metodologi Ilmu Dalam Islam dan Penerapannya di Indonesia, Jakarta:
Teraju,2002), h. 222
11
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Cet.II; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h,533
6
jelas kalau Islam bukan hanya mengatur segi-segi ritualitas dalam arti shalat, puasa,
zakat dan haji saja, melainkan sebuah ajaran yang mengintegrasikan segi-segi
kehidupan duniawi termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain beberapa hal di atas, juga muncul para filosof dan cendikiawan muslim
tidak lain oleh karena mereka bukan hanya menguasai ilmu-ilmu Islam saja tetapi juga
menguasai ilmu-ilmu yang datang dari Barat. Dengan ilmu, mereka dapat mempelajari
gejala alam dan menciptakan peralatan untuk mengontrol gejala-gejala alam sesuai
dengan hukumnya.
3. Tantangan Ilmu-Ilmu Keislaman di Tengah Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Modern
Perjalanan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, semula adalah muncul di
Yunani pada Abad ke enam sebelum masehi. Ilmu pengetahuan yang banyak berkaitan
dengan dunia materi pada waktu itu masih bersatu dengan dunia filsafat yang banyak
memusatkan perhatiannya pada dunia metafisika (dunia dibalik materi). Ilmu dan Filsafat
masih berada dalam satu tangan.

Phytagoras, Aristoteles, Ptolemy, Galen, Hyppocrates misalnya, mereka adalah


disamping seorang filsof juga seorang ilmuan. 12 Ketika ilmu pengetahuan dan filsafat
Yunani di ambil alih oleh para ilmuwan Muslim melalui penerjemahan karya-karya klasik
Yunani secara besar-besaran ke dalam Bahasa Arab dan Persia di “Darul Hikmah”
(Rumah Ilmu Pengetahuan) Bagdad pada abad ke VIII hingga abad ke- XII Masehi,
Seperti : Abu Yahya al-Batriq berhasil menterjemahkan ilmu kedokteran dan filsafat
Yunani karya besar Aristoteles dan Hyppocrates. Hunain Ibn Ishaq berhasil
menterjemahkan buku : “Timacus” karya Plato, “Prognotik” karya Hyppocrates, dan buku
“Aphorisme” karya penting dari Galen dan juga Tsabit Ibn Qurra al-Harrani (826-900)
berhasil menterjemahkan ilmu-ilmu kedokteran dan matematika Yunani karya besar dari :
Apoloonius, Archimedes, Euclid, Theodosius, Ptolemy, Galen dan Eutocius.13 Pada masa
periode Islam ini, kematerian ilmu pengetahuan yang semula hanya bersatu dengan dunia
filsafat, akhirnya masuk pula kesatuan agama di dalamnya. Hal ini dapat pada para tokoh
muslim seperti : Ibn Rusyd, Ibn Sina, al-Ghazali, al-Biruni, al-Kindi, al-Farabi,
alKhawarizmi dan yang lainnya, mereka adalah disamping sebagai seorang filsof,
ilmuwan juga seorang agamawan (teolog maupun ahli dalam bidang hukum Islam). 14

Perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, adalah terjadinya kilas balik dari


Timur (Islam) ke dunia Barat (Eropa). Hal itu terjadi berkat kerja keras orang-orang Eropa
yang belajar di Universitas-universitas Andalusia, Cordova dan Toledo (Spanyol slam),
seperti : Michael Scot, Robert Chester, Adelard Barth, Gerard dan Cremona dan Cremona
dan yang lainnya. Terjadinya kerja sama Islam – Kristen di Sicilia yang pernah dikuasai
Islam tahun 831 hingga tahun 1091, dimana Ibu Kota Sicilia pernah dijadikan tempat

12
Mehdi Nakoesteen, Op.Cit., h. 22
13
Harun Nasutioan, Islam Rasional, Op.Cit., h. 410
14
Harun Nasution, Islam Rasional, Op.Cit., h. 410
7
penterjemah buku-buku karya ulama Muslim ke dalam bahasa Latin, sehingga melahirkan
renaissans di Italia. 15 Juga terjadinya kontak Islam – Kristen selama perang salib. Sejak
peristiwa ini, ilmu pengetahuan dan filsafat yang telah dikuasai oleh dunia Islam dibawa
kembali ke dunia Barat (Eropa) dan sebagai akibatnya, Eropa keluar dari masa kegelapan
dan memasuki masa renaisans selanjutnya memasuki abad modern dengan kemajuan
teknologinya yang cepat dan spektakuler. Sifat ilmu pengetahuan yang semula masih
bersatu dalam kesatuan filsafat dan agama, pada masa renaissans Eropa hingga memasuki
zaman modern seperti saat ini. Ilmu pengetahuan hanya memusatkan perhatiannya kepada
dunia materi. Terlepas nilai filsafat maupun agama, sehingga kemudian muncul suatu
paham apa yang disebut dengan “Humanisme” yang mengakui bahwa manusia dengan
segala kemampuannya merupakan sumber kekuatan yang melebihi kekuatankekuatan
lainnya sehingga menyisihkan peranan dan kedaulatan Tuhan.16 Dari pengaruh faham
materi inilah yang mendorong bangsa-bangsa Eropa seperti Portugis, Spanyol, Belanda,
Inggris dan Perancis berlomba-lomba merebut wilayah Islam yang membentang dari
Atlantik hingga Pasifik. Dunia Islam harus mengakui akan kekuatan Barat (Eropa) baik
secara, ekonomi, militer maupun kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuannya. Terlebih
lagi setelah menyadari kekalahannya atas peristiwa invasi Mesir oleh Napoleon pada
tahun 1789.17

Kesadaran atas ketertinggalannya terhadap Barat timbul karena dalam


mengembangkan ilmu pengetahuan di kalangan muslim selama ini :

a. Masih banyak menggunakan logika deduktif, maksudnya dalam hal mengembangkan


ilmu pengetahuan masih bertolah pada pengetahuan fakta-fakta yang bersifat umum
kemudian ditarik ke dalam kesimpulan-kesimpulan yang bersifat khusus. 18 Sehingga
ilmu pengetahuan yang dihasilkan kebanyakan masih bersifat teoritism abstrak dan
masih bersifat idealis. Hal itu sangat berbeda dengan pengembangan ilmu pengetahuan
dimasa keemasan Islam abad ke IX sampai dengan abad ke- XI, yang mana Jabir Ibn
Hayyan (721-815) misalnya, menurut pengakuan barat adalah orang pertama yang
menggunakan metode ilmiah secara induktif dalam penelitiannya di bidang al-kemi
yang oleh ilmuan barat disebut ilmu kimia. Jabir dengan nama latinnya menjadi
Geber, adalah orang pertama yang mendirikan bengkel denan menggunakan tungku
pemanas untuk mengolah mineral dan mengektradisi mineral-mineral itu menjadi zat
kimiawi kemudian mengklasifikasikannya. 19 Demikian juga Mahmud Ibn Zakaria ar-
Razi (865-925) yang namanya dilatinkan menjadi Razes, adalah orang pertama yang

15
Ibid., h. 301-302
16
Moh. Natsir Mahmud, Bunga Rampai, Epistemologi dan Metode Studi Islam (Ujung Pandang : IAIN
Alauddin, 1998), h. 17
17
Sayyed Hossein Nasr, Op.Cit., h. 124-125
18
Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Jilid 2 ; Yograkarta : Fak. Psikologi UGM, 1983),. H. 42
19
A. Baiquni, Op.Cit., h.6

8
menggunakan alat khusus untuk melakukan proses penelitian kimia sebagaimana
lazimnya dilakukan oleh para ahli kimia, seperti adanya destilasi, kristalisasi, kalsinasi
dan lain sebagainya. Yang pada akhirnya buku-buku al-Razi tentang ilmu kimia
dianggap sebagai manual atau buku pegangan laboratorium kimia yang pertama di
dunia yang banyak dipergunakan oleh sarjana-sarjana barat setelah menyelesaikan
studinya di UniversitasUniversitas Islam Toledo maupun Cordova.20
b. Dikalangan Islam masih banyak yang menekankan studi pustaka daripada studi atas
realitas sosio-kultural. Akibatnya terjadi kurang berkembangnya literatur-literatur
tentang ilmu-ilmu Empiris Islam, seperti : sosiologi Islam, antropologi Islam,
psikologi Islam, ekonomi Islam dan sebagainya. Hal ini sangat berbeda dengan ilmu
pengetahuan empiris Islam yang pernah dikembangkan oleh ilmuan Muslim di abad
renaissans Islam, dimana hasil karya ilmuan muslim banyak yang dijadikan sumber
rujukan dalam studi pustaka, hal ini dapat dilihat seperti pada buku Al-Fihrist (index
of the science) karya besar Ibn Ya‟qub an-Nadim, berisi tentang ensiklopedis
monumental yang masih signifikan hingga abad ini. Termasuk bidang zoologi oleh ad-
Dinawari, Book of Animals oleh al-Jahiz, book of roads and provinces oleh Ibn
Khurdadbih dan dalam Book of the countries oleh al-ya’qubi dan masih banyak yang
lainnya. 21
c. Belum adanya paradigma yang jelas tentang posisi nilai normatif, eksistensi dan
struktur keilmuan Islam. Sebagai misal dalam menyikapi problematika tantangan
modernisasi yang ditandai oleh pesatnya perkembangan industrialisasi, transformasi,
canggihnya alat-alat informasi, dan kuatnya paham rasionalisme yang apabila
dihadapkan kepada agama, di kalangan muslim belum mampu menyelesaikan dengan
cara dialektis tetapi masih bersifat normatif. 22 Dan para peneliti muslim masih kurang
siap menghadapi atau menolak gagasan asing, karena tidak adanya persiapan secara
memadai untuk melawan mereka melalui telaah mendalam dan penolakan terhadap
promis-promis palsu. 23 Akibat yang ditimbulkan tentang posisi nilai normative,
eksistensi dan struktur keilmuan Islam menjadi tidak jelas. Ada yang datang dari
Barat, seperti westernisasi, rasionalisme, sekularisme, gagasan filsafat Barat dan
semua yang berbau ke barat-baratan ditolak bahkan dikafirkannya. 24

20
Ibid., h.8
21
Mehdi Nakoesteen, Op.cit., h. 213-217
22
Taufik Adnan Amal, Islam dan tantangan modernitas, Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman (Cet. VI ;
Bandung : Mizan, 1996), h. 38
23
Jamaluddin Rakhmat, Islam Alternatif (Cet. IV ; Bandung : Mizan, 1991), h. 176.
24
Sayyad Hossein Nasr, Op.Cit. h.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Latar Belakang Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Pandangan Islam terhadap ilmu menjadi landasan bagi pengembangan ilmu
disepanjang sejarah kehidupan ummat Islam, sejak dari zaman klasik sampai sekarang.
Sejak kelahirannya, Islam sudah memberikan penghargaan yang begitu besar terhadap
ilmu dan menawarkan cahaya untuk mengubah jahiliyah menuju masyarakat yang
berilmu dan beradab. Proses Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya telah
berlangsung sejak permulaan Islam hingga zaman kita sekarang ini. Ayat-ayat yang
diwahyukan kepada Nabi saw secara jelas menegaskan semangat Islamisasi Ilmu
Pengetahuan, yaitu ketika Allah menekankan bahwa Dia adalah sumber dan asal ilmu
manusia.

2. Telaah Ontologis, Epistemologis dan Aksiokogis Islamisasi Ilmu Pengetahuan


a. Telaah Ontologis
Secara ontologis, Islamisasi Ilmu Pengetahuan memandang bahwa dalam
relitas alam semesta, sosial dan historis ada hukum-hukum yang mengatur.
Pandangan akan adanya hukum alam tersebut sama dengan kaum sekuler tetapi
dalam pandangan Islam hukum tersebut adalah ciptaan Allah. Al-Qur’an berisi
petunjuk tentang obyek studi (ontologis) yang lengkap dengan perintah
mempelajari segala apa yang ada di langit dan di bumi dan di antara keduanya.
Allah telah menunjukkan obyek ilmu itu tidaklah berarti pembatasan bagi manusia
untuk membatasi diri hanya mempelajari obyek yang ada, namun bagi manusia
untuk mengembangkan lebih maju lagi pencarian ilmunya. Yang perlu
diperhatinkan bahwa petunjuk ontologis dari al-Qur’an boleh jadi sederhana tapi
mempunyai makna konotasi yang luas dan mendalam.
b. Telaah Epistemologis
Epistemologi adalah ilmu yang membahas apa pengetahuan itu dan
bagaimana cara memperolehnya. Sehingga dapat dipahami bahwa epistemology
mempersoalkan metodologi penerapan ilmu pengetahuan, dalam hal ini proses
Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Al-Qur’an merupakan kitab yang sangat sempurna
dalam menjelaskan metode pengembangan ilmu
c. Telaah Aksiologis
Telaah aksiologi sasarannya adalah manfaat dari hasil kajian yang
dijadikan bahasan materi, dengan artian bahwa aksiologidiartikan nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dalam hubungannya
dengan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, dapat dikatakan bahwa dengan Islamisasi
dapat diketahui dengan jelas kalau Islam bukan hanya mengatur segi-segi ritualitas
dalam arti shalat, puasa, zakat dan haji saja, melainkan sebuah ajaran yang
mengintegrasikan segi-segi kehidupan duniawi termasuk ilmu pengetahuan dan
teknologi.

10
3. Tantangan Ilmu-Ilmu Keislaman di Tengah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Modern
a. Masih banyak menggunakan logika deduktif, maksudnya dalam hal
mengembangkan ilmu pengetahuan masih bertolah pada pengetahuan fakta-fakta
yang bersifat umum kemudian ditarik ke dalam kesimpulan-kesimpulan yang
bersifat khusus
b. Dikalangan Islam masih banyak yang menekankan studi pustaka daripada studi
atas realitas sosio-kultural. Akibatnya terjadi kurang berkembangnya literatur-
literatur tentang ilmu-ilmu Empiris Islam, seperti : sosiologi Islam, antropologi
Islam, psikologi Islam, ekonomi Islam dan sebagainya
c. Belum adanya paradigma yang jelas tentang posisi nilai normatif, eksistensi dan
struktur keilmuan Islam. Sebagai misal dalam menyikapi problematika tantangan
modernisasi yang ditandai oleh pesatnya perkembangan industrialisasi,
transformasi, canggihnya alat-alat informasi, dan kuatnya paham rasionalisme
yang apabila dihadapkan kepada agama, di kalangan muslim belum mampu
menyelesaikan dengan cara dialektis tetapi masih bersifat normatif
B. Saran
Kami menyarankan kepada pembaca makalah ini agar membaca makalah ini
dengan baik agar dapat memahami isi dan bisa mengetahui tentang Islam dan Ilmu
Pengetahuan. Jika terdapat kesalahan dalam penyusunan makalah ini saya selaku
penyusunnya sangat mengharapkan kritikan yang membangun agar kedepannya saya bisa
mengembangkan pembuatan makaalah ini lebih baik lagi.

11
DAFTAR PUSTAKA

M. Dawan Raharjo, Strategi Islamisasi Pengetahuan, (ed.) Moeflich Hasbullah,


Gagasan dan Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Pustaka Cidesendo,2000)
Muhammad Ismail, Tiga Fase Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer,(www.
Hidayatullah.com, 06 Desember 2009)
Moh. Suef, Islamisasi Ilmu: Sejarah, Dasar, Pola dan Strategi, (Ululalbab.com, 07 Mei
2009)
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Cet; XXVI: Jakarta:
PT Gramedia, 2005)
Moh. Suef, op. Cit.
Marwah Daud Ibrahim, “Etika, Strategi Ilmu dan Teknologi Masa Depan” (ed.)
Moeflich Hasbullah, Gagasan dan Perdebatan Islamisdasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta:
Pustaka Cidesendo,2000)
Mulyadi Kartanegara, Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam,
(Cet.I;Bandung: Mizan, 2003)
Miska Muhammad Samin, Epistemologi Islam, Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam,
(Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2006)
Juhaya S. Praja, Filsafat dan Metodologi Ilmu Dalam Islam dan Penerapannya di
Indonesia, Jakarta: Teraju,2002)
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Cet.II; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005)
Mehdi Nakoesteen, Op.Cit.
Harun Nasutioan, Islam Rasional, Op.Cit.

Ibid.
Moh. Natsir Mahmud, Bunga Rampai, Epistemologi dan Metode Studi Islam (Ujung
Pandang : IAIN Alauddin, 1998)
Sayyed Hossein Nasr, Op.Cit.

Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Jilid 2 ; Yograkarta : Fak. Psikologi UGM,


1983)
A. Baiquni, Op.Cit.
Mehdi Nakoesteen, Op.cit.

Taufik Adnan Amal, Islam dan tantangan modernitas, Studi Atas Pemikiran Hukum
Fazlur Rahman (Cet. VI ; Bandung : Mizan, 1996)
Jamaluddin Rakhmat, Islam Alternatif (Cet. IV ; Bandung : Mizan, 1991)
Sayyad Hossein Nasr, Op.Cit

12

Anda mungkin juga menyukai