KEPERAWATAN JIWA
Konsep Terapi Modalitas
Dosen Pembimbing:
Badar, S.ST., M.Kes
Disusun Oleh:
Abdul Majid P07220119051
Achmad Ubaidillah Zein P07220119053
Elma Triana Rosanti P07220119070
Fitri Handayani P07220119074
Helmaliya Nurul Syam P07220119018
Ika Juwita P07220119020
Kartika Dwi Cahyani RZ P07220119077
Khofifah Khusnul Khusnun P07220119022
Luci Sri Dewi P07220119025
Melinda Fitrianingrum P07220119027
Muhammad Dhiva Pramana P07220119029
Muhammad Khalil P07220119081
Muhammad Fikri Pratama P07220119083
Nadiva Nanda Rachman P07220119085
Nur Haslia P07220119032
Nur Muliani P07220119033
Puji dan syukur penulis panjat kan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nyalah sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Terapi
Modalitas” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mempelajari mengenai konsep terapi
modalitas dan memperoleh nilai pada tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa.
Pada kesempatan ini, kelomopok hendak menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil khususnya dosen pembimbing
mata kuliah Keperawatan Jiwa sehingga makalah ini dapat selesai.
Meskipun telah berusaha menyelesaikan makalah ini sebaik mungkin, penulis menyadari
bahwa makalah ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, kelompok mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam
penyusunan makalah ini.
Akhir kata, kelompok berharap semoga makalah ini berguna bagi para pembaca dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan. Terimakasih.
Kelompok 5
DAFTAR ISI
COVER.......................................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB 1.........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................................4
B. Rumusan masalah..........................................................................................................................4
C. Tujuan masalah.............................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................................................6
A. Konsep Terapi Modalitas..............................................................................................................6
B. Aplikasi Terapi Modalitas dalam Keperawatan Jiwa.................................................................7
C. Macam-macam Terapi Modalitas................................................................................................7
BAB 3.......................................................................................................................................................20
PENUTUP.................................................................................................................................................20
A. Kesimpulan......................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................21
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Jhonson (1997), kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehatemosional, psikologis
dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonalyang memuaskan, perilaku dan koping yang
efektif, konsep diri yang positifdan kestabilan emosional. Kesehatan jiwa juga dapat diartikan
sebagaikeadaan sejahtera yang dikaitkan dengan kebahagiaan, kegembiraan, asan, pencapaian,
optimisme, dan harapan. Sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia(WHO) mendefeniskan
kesehatan itu sendiri sebagai sehat fisik, mental dansosial bukan sematamata keadaan tanpa
penyakit atau kelemahan. JadiSeseorang dapat dianggap sehat jiwa jika mereka mampu bersikap
positifterhadap diri sendiri, memiliki kestabilan emosi, memiliki konsep diri yang positif dan
memiliki rasa bahagia dan puas (Dalam Videbeck, 2008).
Terapi Modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa.Terapi ini diberikan dalam
upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku yangmaladaptif menjadi perilaku yang adaptif
( Prabowo, 2014). Terapi Modalitasadalah terapi dalam keperawatan jiwa, dimana perawat
mendasarkan potensiyang dimiliki pasien sebagai titik tolak terapi atau penyembuhan. Ada
beberapa terapi yang dapat dilakukan oleh perawat pada pasien denganmasalah kejiwaan yaitu,
terapi aktivitas kelompok dan terapi keluarga.
Terapi Aktivitas Kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok
klien yang mempunyai masalah keperawatanyang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan
kelompok sebagai targetasuhan. Terapi Aktivitas Kelompok dilakukan untuk
meningkatkankematangan emosional dan psikologis pada pasien yang mengidap gangguan jiwa
pada waktu yang lama. Didalam kelompok terjadi dinamika dimanasetiap anggota kelompok
saling bertukar informasi dan berdiskusi tentang pengalaman serta membuat kesepakatan untuk
mengatasi masalah anggotakelompok. Terapi Aktivitas Kelompok memberikan hasil yang lebih
besarterhadap perubahan perilaku pasien, meningkatkan perilaku adaptif sertamengurangi
perilaku maladaptif. Bahkan Terapi Aktivitas Kelompokmemberikan modalitas terapeutik yang
lebih besar dari pada hubunganterapeutik antara dua orang yaitu perawat dan klien (Direja,
2011).
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari terapi modalitas?
2. Bagaimana aplikasi terapi modalitas pada keperawatan jiwa?
3. Apa saja macam dari terapi modalitas?
4. Apa pengertian dari terapi aktivitas kelompok?
C. Tujuan masalah
1. Mengetahui dan memahami terapi modalitas
2. Mengetahui dan memahami aplikasi terapi modalitas pada keperawatan jiwa
3. Mengetahui macam-macam terapi modalitas
4. Mengetahui dan memahami terapi aktivitas kelompok
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Terapi modalitas saat ini yang berkembang mencakup terapi psikofarmakologi, terapi
perubahan perilaku dan kognitif, terapi manajemen agresi, terapi somatik, terapi komplementer
dan alternatif, terapi kelompok terapeutik, dan terapi keluarga (Videbeck S.L, 2008; Fontaine
K.L, 2009; Stuart, 2013; Halter M.J, Pollard C.L, Ray S.L., Haase M, 2014; Stuart G.W., Keliat
B.A & Pasaribu J., 2016).
3. Pemberian Terapi Modalitas
Dasar Pemberian Terapi Modalitas menurut Direja, 2011 :
a. Gangguan jiwa tidak merusak seluruh kepribadian atau perilaku manusia
b. Tingkah laku manusia selalu dapat diarahkan dan dibina ke arah kondisi yang
mengandung reaksi(respon yang baru)
c. Tingkah laku manusia selalu mengindahkan ada atau tidak adanya
faktor-faktor yang sifatnya menimbulkan tekanan sosial pada individu
sehingga reaksi indvidutersebut dapat diprediksi (reward dan punishment)
d. Sikap dan tekanan sosial dalam kelompok sangat penting dalam
menunjuang dan menghambat perilaku individu dalam kelompok social
e. Terapi modalitas adalah proses pemulihan fungsi fisik mental emosional dan
sosial ke arah keutuhan pribadi yang dilakukan secara holistic.
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien 1 didapatkan bahwa klien 1 mengalami gangguan
jiwa selepas pulang dari perantauan dan kien 1 juga pernah mengurung diri
selama berbulan-bulan dan tidak mau bersosialisasi dengan dunia luar . Klien
1 merasa dirinya tidak mampu menopang ekonomi keluarga dengan baik dan
tidak berguna, klien 1 mengatakan sering mendengar suara-suara ketika ia
mengurung diri di rumah. Hal itu membuatnya merasa tidak tenang dan selalu
merasa depresi, sehingga klien 1 tidak pernah berkomunikasi dengan warga
sekitar rumahnya.
Sedangkan pengkajian pada klien 2 didapatkan bahwa klien 2 mengalami
gangguan jiwa sejak 6 tahun yang lalu diakibatkan karena sejak kecil klien 2
di tinggal ibunya kerja di luar kota dan jarang sekali pulang, hal itu membuat
klien 2 merasa kesepian dan merasa tidak berguna sehingga klien 2 lebih suka
mengurung diri di rumah. Klien 2 mengatakan jarang berinteraksi dengan
orang di sekitar tempat tinggalnya. Keluarga klien 2 mengatakan bahwa klien
2 sering mondar-mandir dan sulit untuk minum obat secara teratur.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada penelitian ini yaitu kedua klien mengalami
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Sesuai dengan teori yaitu
permasalahan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran di tandai
dengan tanda gejala klien sering mendengarkan suara-suara yang tidak ada
wujudnya.
3. Perencanaan
Perencanaan yang di berikan pada klien 1 dan 2 yaitu berfokus pada tujuan
umum untuk penyelesaian masalah dengan perencanaan seperti: klien mampu
melakukan terapi senam dengan cara demonstrasi, rolepay dan mandiri yang
baik dan benar. Diharapkan klien dapat mengenal tentang halusinasi yang di
alaminya, pasien dapat mengontrol halusinasinya secara mandiri, pasien dapat
mempertahankan agar halusinasinya berkurang/ tidak mudah muncul.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan yang diberikan pada penelitian ini adalah
tindakan yang diberikan kepada klien untuk membantu mengurangi intensitas
munculnya halusinasi dan mengontrol halusinasi yang di alaminya. Cara yang
digunakan adalah memberikan demonstrasi, roleplay dan mandiri tentang
terapi senam guna mengurangi dan mengontrol halusinasi dengan baik.
5. Evaluasi
Pada penelitian ini klien 1 dan 2 yang dilakukan evaluasi setiap kunjungan
dengan intensitas 2 hari sekali didapatkan evaluasi yang sama pada kunjungan
pertama Klien 1 , didapatkan bahwa klien 1 memiliki keinginandan antusias
dalam usaha untuk mengontrol halusinasinya . Pada pertemuan kedua klien 1
mampu melakukan gerakan-gerakan senam yang di demonstrasikan oleh
perawat seperti gerakan pemanasan, inti, dan pendinginan. Pertemuan ketiga
klien 1 terlihat lebih baik dalam melakukan roleplay gerakan senam tetapi
masih terlihat bingung. Klien 1 sudah terlihat lebih senang,antusias dan
bersemangat dalam melakukan terapi senam. Dapat disimpulkan bahwa pada
klien 1 ,masalah dapat teratasi sebagian dan dilanjutkan intervensi selanjutnya.
Evaluasi pada klien 2, pertemuan pertama kilen 2 tidak terlalu antusias
dalam usaha mengontrol halusinasinya, kemudian perawat menjelaskan apa
tujuan dan bagaimana cara mengontrol halusinasi dengan menggunakan terapi
senam. Pada pertemuan kedua, klien 2 mampu melakukan gerakan-gerakan
senam yang di demonstrasikan perawat yaitu gerakan pemanasan dan
pendinginan, belum mampu melakukan gerakan inti . Pertemuan ketiga klien 2
berangsur-angsur mampu meakukan gerakan-gerakan pemanasan inti, dan
pendinginan lebih baik, namun masih terlihat kesulitan. Terlihat bahwa klien 2
sudah mulai tertarik dan senang dengan terapi senam yang di ajarkan perawat.
Dapat disimpulkan bahwa pada klien 2 ,masalah dapat teratasi sebagian dan
dilanjutkan intervensi selanjutnya.
a. Terapi Kognitif
Prinsip terapi ini adalah memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi
perasaan dan perilaku klien. Proses terapi dilakukan dengan membantu menemukan
stressos yang menjadi penyebab gangguan jiwa, selanjutnya mengidentifikasi dan
mengubah pola fikir dan keyakinan yang tidak akurat menjadi akurat.
Terapi kognitif berkeyakinan bahwa gangguan perilaku terjadi akibat pola
keyakinan dan berfikir klien yang tidak akurat. Untuk itu salah satu prinsip terapi ini
adalah modifikasi perilaku adalah dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan
tersebut. Fokus asuhan adalah membantu klien untuk mengevaluasi kembali ide, nilai
yang diyakini serta harapan dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun perubahan
kognitif.
Pemberian terapi kognitif bertujuan untuk :
a. Mengembangkan pola berfikir yang rasional. Mengubah pola berfikir tak rasional
yang sering mengakibatkan gangguan perilaku menjadi pola berfikir rasional
berdasarkan fakta dan informasi yang actual.
b. Membiasakan diri selalu menggunakan cara berfikir realita dalam menanggapi
setiap stimulus sehingga terhindar dari distorsi pikiran.
c. Membentuk perilaku baru dengan pesan internal. Perilaku dimodifikasi dengan
terlebih dahulu mengubah pola berfikir.
Intervensi:
a) Mengajar substitusi pikiran
b) Penyelesaian masalah
c) Memodifikasi percakapan diri negatif
d) Pelaksanaan terapi kognitif
e) Mengajarkan untuk mensudtitusikan pikiran pasien, belajar menyelesaikan masalah
dan memodifikasi percakapan diri negative.
b. Terapi Seni
Art Therapy merupakan salah satu bentuk terapi yang mulai banyak di gunakan saat
ini. Art Therapy merupakan bentuk terapi yang melibatkan proses seni, seperti
menggambar sebagai wujud simbolis dari hubungan teraupetik untuk membantu
terapis memperoleh pemahaman diri maupun tekanan yang dialami oleh klien. Art
Therapy memiliki karakteristik komunikasi non verbal, metafora sebagai sarana
terapi, dan orientasi hubungan. Art Therapy mulai banyak diaplikasikan pada masalah
klien dengan gangguan psikologis. Misalnya, penerapan Art Therapy pada anak
berkebutuhan khusus, penerapan Art Therapy pada klien trauma, penerapan art terapi
pada individu dengan agoraphobia, penerapan Art Therapy pada pasangan, penerapan
serta Art Therapy pada gangguan kecemasan.
Namberg (2004) menggambarkan metode Art Therapy ini dengan ; melepaskan
ketidaksadaran melalui ekspresi seni secara spontan, sebagai akar transfer hubungan
antara pasien dan terapis pada dorongan asosiasi bebas yang merujuk pada teori
psikoanalisa, pengobatan tergantung pada pengembangan hubungan yang di
interpretasi pasien melalui desain simbolis, bisa juga gambar yang dihasilkan menjadi
bentuk komunikasi antara pasien dan terapis (Naumberg, 2004). Hal senada
diungkapkan oleh Serlin (2007) bahwa Art Therapy membawa perspektif
Psikoanalitik untuk menggunakan seni sebagai cara untuk membuat citra sadar dan
symbol sadar.
c. Terapi Kerja
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini
berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan
dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak
tergantung pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
Adapun tujuan terapi okupasi menurut Riyadi dan Purwanto (2009), adalah :
a) Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental:
Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat mengembangkan
kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat
sekitarnya.
Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.
Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan kondisinya.
Mambantu dalam pengumpulan data untuk menegakkan diagnosa dan terapi.
b) Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan gerak, sendi, otot
dan koordinasi gerakan.
c) Mengajarkan ADL seperti makan, berpakaian, BAK, BAB dan sebagainya.
d) Membantu klien menyesuaikan diri dengan tugas rutin di rumah.
e) Meningkatkan toleransi kerja, memeliharan dan meningkatkan kemampuan yang
dimiliki.
f) Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba klien untuk mengetahui
kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan bersosialisasi, bakat, minat
dan potensinya.
g) Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah klien kembali di
lingkungan masyarakat.
d. Terapi Perilaku
Anggapan dasar dari perilaku adalah bahwa perilaku timbul akibat proses
pembelajaran. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah :
a. Role model
b. Kondisioning operan
c. Desensitisasi sistematis
d. Pengendalian diri
e. Terapi aversi atau releks kondisi
Strategi teknik role model adalah mengubah perilaku dengan memberi contoh
perilaku adaptif untuk ditiru klien. Dengan teknik ini klien akan mencontoh dan
mampelajari serta meniru perilaku tersebut. Teknik ini biasanya dikombinasikan
dengan teknik konditioning operan dan desensitisasi.Konditioning operan disebut
juga penguatan mpositif pada teknik ini seorang terapis memberi penghargaan kepada
klien terhadap perilaku yang positif yang telah ditampilkan oleh klien. Dengan
penghargaan dan umpan balik positif diharapkan klien akan mempertahankan atau
meningkatkannya.
Terapi perilaku yanga sangat cocok diterapkan pada klien fobia adalah teknik
desensitisasi sistematis yaitu teknik mengatasi kecemasan terhadap sesuatu stimulus
atau kondisi dengan cara bertahap. Dalam keadaan relaks, secara bertahap klien
diperkenalkan /dipaparkan terhadap stimulus atau situasi yang menimbulkan
kecemasan. Intensitas pemaparan stimulus makin meningkat seiring dengan toleransi
klien terhadap stimulus tersebut. Hasil akhir dari terapi ini adalah klien berhasil
mengatasi ketakutan atau kecemasannya akan stimulus tersebut.
Untuk mengatasi perilaku maladaptive, klien dapat dilatih dengan menggunakan
teknik pengendalian diri. Bentuk latihannya adalah berlatih mengubah kata-kata
negatif menjadi kata-kata positif. Apabila ini berhasil maka, klien memiliki
kemampuan untuk mengendalikan perilaku sehingga terjadinya penurunan tingkat
distress klien.
Mengubah perilaku dapat juga dilakukan dengan memberi penguatan negatif.
Caranya adalah dengan memberi pengalaman ketidaknyamanan untuk mengubah
perilaku yang maladaptive. Bentuk ketidaknyamanan, dapat berupa menghilangkan
stimulus positif sebagai “punishment” terhadap perilaku maladaptive tersebut.
Dengan teknik ini klien belajar untuk tidak mengulangi perilaku demi menghindari
konsekuensi negatif yang akan diterima akibat perilaku negatif tersebut.
e. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi
keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman,
Kniskern & Pinsof, 1986).
Terapi keluarga merupakan pendekatan terapeutik yang melihat masalah individu
dalam konteks lingkungan khususnya keluarga dan menitik beratkan pada proses
interpersonal. Tetapi keluarga merupakan intervensi spesifik dengan tujuan membina
komunikasi secara terbuka dan teraksi keluarga secara sehat.
1) Tujuan
a) Menurunkan konflik kecemasan keluarga
b) Meningkatkan kesadaran keluarga terhadap kebutuhan masing-masing
anggota keluarga.
c) Meningkatkan kemampuan penanganan terhadap krisis.
d) Mengembangkan hubungan peran yang sesuai
e) Membantu keluarga menghadapi tekanan dari dalam maupun dari luar
anggota keluarga.
f) Meningkatkan kesehatan jiwa keluarga sesuai dengan tingkat
perkembangan anggota keluarga.
2) Kerangka Teoritis
Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada
pada terapi individual mempunyai konsekuensi dan konteks sosial.
Contohnya, klien yang menunjukkan peningkatan selama menjalani terapi
individual, bisa terganggu lagi setelah kembali pada keluarganya.
Terapi keluarga didasarkan pada teori system (Van Bertalanffy, 1968)
yang terdiri dari 3 prinsip :
Pertama, adalah kausalitas sirkular, artinya peristiwa berhubungan dan
saling bergantung bukan ditentukan dalam sebab satu arah–efek perhubungan.
Kedua, ekologi, mengatakan bahwa system hanya dapat dimengerti
sebagai pola integrasi, tidak sebagai kumpulan dari bagian komponen. Dalam
system keluarga, perubahan perilaku salah satu anggota akan mempengaruhi
yang lain.
Ketiga, adalah subjektivitas yang artinya tidak ada pandangan yang
objektif terhadap suatu masalah, tiap anggota keluarga mempunyai persepsi
sendiri dari masalah keluarga.
Ketika masalah muncul, terapi akan berusaha untuk mengidentifikasi
masalah keluarga atau komunikasi keluarga yang salah, untuk mendorong
semua anggota keluarga mengintrospeksi diri menyangkut masalah yang
muncul. Tujuan umum terapi keluarga adalah meningkatkan komunikasi
karena keluarga bermasalah sering percaya pada pemahaman tentang arti
penting dari komunikasi (Patterson, 1982).
Terapis keluarga biasa diperlukan ketika:
1. Krisis keluarga yang mempengaruhi seluruh anggota keluarga.
2. Ketidak harmonisan seksual atau perkawinan
3. Konflik keluarga dalam hal norma atau keturunan
3) Indikasi
Terapi keluarga akan sangat bermanfaat jika digunakan pada kasus yang
tepat. Indikasi terapi keluarga menurut walrond skinner adalah :
Gejala yang timbul merupakan ekspresi disfungsi dari sistem keluarga.
Gejala yang timbul lebih menyebabkan beberapa perubahan dalam
hubungan anggota keluargannya dapat merupakan masalah secara
individual.
Kesulitan berpisah.
Terapi keluarga yang berorientasi psikomaktika menyatakan bahwa terapi
keluarga akan berguna pada keluarga – keluarga dapat fungsi yang
didasari oleh paranoid Skizoid, hubungan yang " part object " kurangnya "
ego goundaries " dan terlalu banyakmemamakai denial projeksi. a "
Saverely Disorganized Family " dan keadaan sosial ekonomi yang sangat
buruk.
4) Teknis
Terapi keluarga dilakukan dengan menggunakan tehnik berikut:
1) Terapi keluarga berstruktur
Terapi keluarnya berstruktur adalah suatu kerangka teori tehnik
pendekatan individu dalam konteks sosialnya.
Tujuan adalah mengubah organisasi keluarga.
Terapi keluarga berstruktur memepergunakan proses balik antara
lingkungan dan orang yang terlibat perubahan– perubahan yang ditimbulkan
oleh seseorang terhadap sekitarnya dan cara–cara dimana umpan balik
terhadap perubahan perubahan tadi mempengaruhi tindakan selanjutnya.
Terapi keluarga mempergunakan tehnik – tehnik dan mengubah konteks
orang–orang terdekat sedemikian rupa sehingga posisi mereka berubah
dengan mengubah hubungan antara seseorang dengan konteks yang akrab
tempat dia berfungsi, kita mengubah pengalaman subyektifnya.
2) Terapi Individual/Perorangan
Melihat individu sebagai suatu tempat yang patologis dan
mengumpulkan data yang di peroleh dari atau tentang individu tadi.
Pada terapi perorangan dilakukan pengungkapan pikiran dan perasaan
tentang kehidupannya sekarang, dan orang – orang didalamnya. Riwayatnya
perkembangan konfliknya dengan orang tua dan saudara – saudaranya.
Bila akan dirujuk ke dalam terapi keluarga maka terapist akan
mengekporasi interaksi individu dalam konteks hidup yang berarti.
Dalam wawancara keluarga terapist mengamati hubungan individu
dengan anggota keluarga lainnya dukungan yang diberikan oleh anggota
keluarga.
5) Karakteristik
a) Mempertahankan keseimbangan, fleksibel & adaptif perubahan tahap transisi
dalam hidup.
b) Problem emosi merupakan bagian dari fungsi tiap individu
c) Kontak emosi dipertahankan oleh tiap generasi & antar keluarga
d) Hubungan antar keluarga yang erat & hindari menjauhi masalah
e) Perbedaan antar anggota keluarga mendorong untuk meningkatkan
pertumbuhan & kreativitas individu.
f) Orang tua & anak hubungan terbuka.
6) Peran perawat
a) Mendidik kembali dan mengorientasikan kembali seluruh anggota
keluarga
b) Memberikan dukungan kepada klien serta sistem yang mendukung
klien untuk mencapai tujuan dan usaha untuk berubah
c) Mengkoordinasi dan mengintegrasikan sumber pelayanan kesehatan.
d) Memberi penyuluhan, perawatan di rumah, psiko edukasi,
7) Aktifitas
a) Komponen dikdaktik : memberikan informasi & pendkes tentang
gangguan jiwa, sistem keswa & yankep.
b) Komponen ketrampilan : latihan komunikasi, asertif, menyelesaikan
konflik, mengatasi perilaku & stress
c) Komponen emosi : memberikan kesempatan untuk memvalidasi
perasaan & bertukar pengalaman
d) Komponen proses keluarga fokus pada koping keluarga & gejala sisa
terhadap keluarga.
e) Komponen social : meningkatkan penggunaan dukungan jaringan
formal/informal untuk klien & keluarga
a) Tahap orientasi
Pada fase ini anggota mulai mencoba mengembangkan
sistem sosial masingmasing, leader menunjukkan rencana
terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota.
b) Tahap konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu
memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif
dan membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta
mencegah perilaku perilaku yang tidak produktif.
c) Tahap kohesif
Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang
informasi dan lebih intim satu sama lain.
3) Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi
stabil dan realistis. Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari
produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri
dan kemandirian.
4) Fase Terminasi
Fase ini ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok
akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari.
Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi modalitas keperawatan jiwa merupakan bentuk terapi non-farmakologis
yang dilakukan untuk memperbaiki dan mempertahankan sikap klien agar mampu
bertahan dan bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat sekitar dengan harapan klien
dapat terus bekerja dan tetap berhubungan dengan keluarga, teman, dan sistem
pendukung yang ada ketika menjalani terapi.
Tujuan dilaksanakannya terapi modalitas dalam keperawatan jiwa adalah menimbulkan
kesadaran terhadap salah satu perilaku pasien, mengurangi gejala gangguan jiwa,
membantu adaptasi terhadap situasi sekarang, membantu keluarga dan orang-orang yang
berarti, mempengaruhi keterampilan merawat diri sendiri, meningkatkan aktivitas, serta
meningkatkan kemandirian.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber :
https://pdfcoffee.com/makalah-terapi-modalitas-fix-pdf-free.html
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Keperawatan-Jiwa-
Komprehensif.pdf
R, Septi. 2018. Asuhan Keperawatan Terapi Modalitas ( Terapi Senam ) Pada ODGJ Yang Mengalami
Halusinasi Di Posyandu Jiwa: Pospa Siwa Kota Blitar. IIK STRADA Indonesia.
https://osf.io/va4cw/download/?format=pdf#:~:text=Terapi%20modalitas%20adalah%20suatu
%20kegiatan,dikembangkan%20salah%20satunya%20adalah%20senam.