Anda di halaman 1dari 29

poran kasus

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\

Oleh :
Wulan Amelia Putri
NIM 2108436706

Pembimbing :
dr.Loriana Ulfa, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah peradangan pada mukosa


telinga tengah dan ruang mastoid yang berlangsung lebih dari 2 bulan ditandai
dengan adanya perforasi pada membran timpani dan keluarnya cairan secara terus
menerus atau hilang timbul dari liang telinga.1
Otitis media supuratif kronis merupakan salah satu penyakit terbanyak di
dunia terutama di negara berkembang dibandingnkan negara maju. Berdasarkan
sebuah penelitian di negara Asia Tenggara, pada tahun 2012 diperkirakan
prevalensi OMSK berkisar 2-4%. Hasil survei Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran di Indonesia oleh Departemen Kesehatan, prevalensi OMSK pada
tahun 2006-2009 adalah 3,1%. Dapat diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita
OMSK dari 220 juta penduduk Indonesia.2
Survei prevalensi di seluruh dunia, menunjukkan angka kejadian OMSK
sebesar 65- 330 juta penderita dengan telinga berair dimana 60% diantaranya
mengalami gangguan pendengaran konduktif. Ini menjadi masalah penting untuk
mengatasi ketulian di negara berkembang. Keadaan gizi yang buruk, tingkat
sanitasi rendah, infeksi saluran nafas berulang, fasilitas kesehatan yang kurang
memadai, serta tingkat ekonomi masyarakat yang rendah merupakan faktor risiko
terjadinya OMSK.3
Diagnosis OMSK ditegakkan dengan anamnesis, kemudian pemeriksaan
fisik terutama menggunakan otoskop dan pemeriksaan penunjang berupa rontgen
mastoid serta kultur uji resistensi kuman dari sekret telinga.. Penanganan OMSK
tergantung dari tipe OMSK. Keterlambatan diagnosis dan penatalaksanaan
berakibat muncul komplikasi yang dapat meningkatkan angka kematian.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah peradangan kronik telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga
lebih dari dua bulan, baik terus menerus maupun hilang timbul. Sekret yang timbul
mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media supuratif kronik
(OMSK) dahulu disebut otitis media perforata, dalam kehidupan sehari-hari disebut
congek.6
2.2 ANATOMI TELINGA
Telinga merupakan indera pendengar yang terdiri dari tiga bagian yaitu
telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Struktur anatomi telinga seperti
diperlihatkan pada gambar:

Gambar 1. Anatomi telinga6

2.2.1 TELINGA LUAR


Telinga luar merupakan bagian telinga yang terdapat di lateral dari
membrane timpani, terdiri dari aurikulum, meatus akustikus eksternus (MAE) dan
membran timpani (MT). Aurikulum merupakan tulang rawan fibro elastis yang
dilapisi kulit, berbentuk pipih dan permukaannya tidak rata. Melekat pada tulang
temporal melalui otot-otot dan ligamen. Bagiannya terdiri heliks, antiheliks, tragus,

0
antitragus dan konka. Aurikulum dialiri arteri aurikularis posterior dan arteri
temporalis superfisialis. Aliran vena menuju ke gabungan vena temporalis
superfisialis, vena aurikularis posterior dan vena emissary mastoid. Inervasi oleh
cabang nervus cranial V, VII, IX dan X. Pars cartilage berjalan ke arah posterior
superior , merupakan perluasan dari tulang rawan daun telinga, tulang rawan ini
melekat erat di tulang temporal, dilapisi oleh kulit yang merupakan perluasan kulit
dari daun telinga , kulit tersebut mengandung folikel rambut, kelenjar serumen dan
kelenjar sebasea. Kelenjar serumen memproduksi bahan seperli lilin berwarna
coklat merupakan pengelupasan lapisan epidermis, bahan sebaseus dan pigmen
disebut serumen atau kotoran telinga. Pars osseus berjalan ke arah antero inferior
dan menyempit di bagian tengah membentuk ismus. Membran Timpani (MT)
berbentuk kerucut dengan puncaknya disebut umbo , dasar MT tampak sebagai
bentukan oval. MT dibagi dua bagian yaitu pars tensa memiliki tiga lapisan yaitu
lapisan skuamosa, lapisan mukosa dan lapisan fibrosa.7

Gambar 2. Gambar telinga luar dan kelenjar pada liang telinga7


Gambar 3. Membran timpani8

2.2.2 TELINGA TENGAH


Ruang telinga tengah disebut juga kavum tympani (KT) atau tympanic
cavity. Dilapisi oleh membran mukosa, topografinya di bagian medial dibatasi oleh
promontorium, lateral oleh MT, anterior oleh muara tuba Eustachius, posterior oleh
aditus ad antrum dari mastoid, superior oleh tegmen timpani fossa kranii, inferior
oleh bulbus vena jugularis. Batas superior dan inferior MT membagi KT menjadi
epitimpanium atau atik, mesotimpanum dan hipotimpanum.
Telinga tengah terdapat tiga tulang pendengaran, susunan dari luar ke dalam
yaitu maleus, incus dan stapes yang saling berikatan dan berhubungan membentuk
artikulasi.. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat
pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak tingkap lonjong atau
foramen ovale yang berhubungan dengan koklea. Telinga tengah terdapat dua buah
otot yaitu m. tensor timpani dan m. stapedius. M tensor timpani berorigo di dinding
semikanal tensor timpani dan berinsersio di bagian atas tulang maleus, inervasi oleh
cabang saraf trigeminus. Otot ini menyebabkan membran timpani tertarik ke arah
dalam sehingga menjadi lebih tegang.dan meningkatkan frekuensi resonansi sistem
penghantar suara dan melemahkan suara dengan frekuensi rendah. M. stapedius
berorigo di dalam eminensia pyramid dan berinsersio di ujung posterior kolumna
stapes, hal ini menyebabkan stapes kaku, memperlemah transmini suara dan
meningkatkan resonansi tulang-tulang pendengaran. Kedua otot ini berfungsi
mempertahankan , memperkuat rantai osikula dan meredam bunyi yang terlalu
keras sehingga dapat mencegah kerusakan organ koklea Telinga tengah
berhubungan dengan nasopharing melalui tuba Eustahcius Suplai darah untuk
kavum timpani oleh arteri timpani anterior, arteri stylomastoid, arteri petrosal
superficial, arteri timpani inferior. Aliran darah vena bersama dengan aliran arteri
dan berjalan ke dalam sinus petrosal superior dan pleksus pterygoideus.7

Gambar 4. Skema hubungan antara membran timpani osike 8

2.2.3 TELINGA DALAM


Telinga dalam (TD) terletak di dalam tulang temporal bagian petrosa, di
dalamnya dijumpai labirin periotik yang mengelilingi struktur TD yaitu labirin,
merupakan suatu rangkaian berkesinambungan antara tuba dan rongga TD yang
dilapisi epitel. Labirin terdiri dari labirin membran berisi endolim yang merupakan
satu-satunya cairan ekstraselular dalam tubuh yang tinggi kalium dan rendah
natrium. Labirin membran ini di kelilingi oleh labirin tulang ,di antara labirin tulang
dan membran terisi cairan perilim dengan komposisi elektrolit tinggi natrium
rendah kalium. Labirin terdiri dari tiga bagian yaitu pars superior, pars inferior dan
pars intermedia. Pars superior terdiri dari utrikulus dan saluran semisirkularis, pars
sedangkan pars intermedia terdiri dari duktus dan sakus endolimpaticus Fungsi TD
ada dua yaitu koklea yang berperan sebagai organ auditus atau indera pendengaran
dan kanalis semisirkularis sebagai alat keseimbangan. Kedua organ tersebut saling
berhubungan sehingga apabila salah satu organ tersebut mengalami gangguan maka
yang lain akan terganggu.9
Koklea
Koklea adalah organ pendengaran berbentuk menyerupai rumah siput
dengan dua dan satu setengah putaran pada aksis memiliki panjang lebih kurang 3,5
centimeter. Sentral aksis disebut sebagai modiolus dengan tinggi lebih kurang 5
milimeter, berisi berkas saraf dan suplai arteri dari arteri vertebralis. Struktur duktus
koklea dan ruang periotik sangat kompleks membentuk suatu sistem dengan tiga
ruangan yaitu skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala vestibuli dan
skala tympani berisi cairan perilim sedangkan skala media berisi endolimf. Skala
vestibuli dan skala media dipisahkan oleh membran reissner, skala media dan skala
timpani dipisahkan oleh membran basilar. OC terdiri satu baris sel rambut dalam
yang berjumlah sekitar 3 000 dan tiga baris sel rambut luar yang berjumlah sekitar
12 000. Rambut halus atau silia menonjol ke atas dari sel-sel rambut menyentuh
atau tertanam pada permukaan lapisan gel dari membran tektorial. Ujung atas sel-
sel rambut terfiksasi secara erat dalam struktur sangat kaku pada lamina retikularis.
Serat kaku dan pendek dekat basis koklea mempunyai kecenderungan untuk
bergetar pada frekuensi tinggi sedangkan serat panjang dan lentur dekat
helikotrema mempunyai kecenderungan untuk bergetar pada frekuensi rendah.9
Organon corti
Organon corti (OC) terletak di atas membran basilaris dari basis ke apeks,
yang mengandung organel penting untuk mekanisme saraf pendengaran perifer
terdiri bagi tiga bagian sel utama yaitu sel penunjang, selaput gelatin penghubung
dan sel-sel rambut yang dapat membangkitkan impuls saraf sebagai respon terhadap
getaran suara.9
2.3. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi otitis media supuratif kronis di seluruh dunia yaitu sekitar 65-
330 juta orang, dimana 39-200 juta orang (60%) menderita penurunan fungsi
pendengaran secara signifikan. Laju insiden OMSK secara global diperkirakan 31
juta kasus per tahun, atau 4,8 kasus baru per 1000 orang (semua usia), dengan 22%
kasus mempengaruhi anak di bawah usia lima tahun.2
Berdasarkan studi epidemiologi diperkirakan bahwa negara-negara dengan
tingkat insiden tertinggi OMSK terletak di daerah tropis dan subtropis. Sekitar 90%
penderita OMSK berada di negara miskin dan negara berkembang, yakni di Asia
Tenggara, Pasifik Barat, dan Afrika.11 Berdasarkan penelitian yang dilakukan di
Indonesia pada tahun 2014-2015 di RSUP Dr. M. Hoersin Palembang menyatakan
dari 116 kasus OMSK, ditemukan 62 kasus merupakan tipe bahaya dan 54 kasus
merupakan tipe aman.11,12
Insiden OMSK tersebut bervariasi di setiap negara. Secara umum, insiden
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosio-ekonomi. Kehidupan sosial ekonomi yang
rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan
faktor risiko yang menjadi dasar peningkatan prevalensi OMSK di negara
berkembang.12
2.4 ETIOLOGI
Prevalensi otitis media supuratif kronis di seluruh dunia yaitu sekitar 65-
330 juta orang, dimana 39-200 juta orang (60%) menderita penurunan fungsi
pendengaran secara signifikan. Laju insiden OMSK secara global diperkirakan 31
juta kasus per tahun, atau 4,8 kasus baru per 1000 orang (semua usia), dengan 22%
kasus mempengaruhi anak di bawah usia lima tahun. Berdasarkan studi
epidemiologi diperkirakan bahwa negara-negara dengan tingkat insiden tertinggi
OMSK terletak di daerah tropis dan subtropis. Sekitar 90% penderita OMSK berada
di negara miskin dan negara berkembang, yakni di Asia Tenggara, Pasifik Barat,
dan Afrika.11 Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Indonesia pada tahun
2014- 2015 di RSUP Dr. M. Hoersin Palembang menyatakan dari 116 kasus
OMSK, ditemukan 62 kasus merupakan tipe bahaya dan 54 kasus merupakan tipe
aman. Insiden OMSK tersebut bervariasi di setiap negara. Secara umum, insiden
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosio-ekonomi. Kehidupan sosial ekonomi yang
rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan
faktor risiko yang menjadi dasar peningkatan prevalensi OMSK di negara
berkembang. Etiologi OMSK berasal dari infeksi campuran bakteri Gram-negatif,
Gram-positif, aerob, dan bakteri anaerob. Beberapa penelitian di seluruh dunia telah
melaporkan bahwa mikroorganisme yang paling umum terisolasi dari pemeriksaan
adalah Pseudomonas spp dan Staphylococcus aureus, diikuti oleh bakteri
Gramnegatif seperti Proteus spp, Klebsiella spp, Escherichia spp, dan Haemophilus
influenza. Yang paling sering terisolasi adalah organisme anaerob Bacteroides spp
dan Fusobacterium spp.10,11

2.5 KLASIFIKASI
OMSK TIPE BENIGNA
OMSK tipe benigna (tipe aman) atau biasa disebut tipe tubotimpani. OMSK tipe ini
melibatkan bagian anteroinferior dari celah telinga tengah dan berhubungan dengan
perforasi sentral yang permanen. Karena tidak ada resiko komplikasi yang serius,
maka OMSK tipe ini disebut juga OMSK aman atau benigna yang dapat berupa :6
• Aktif (perforasi basah) : adanya inflamasi mukosa dan mukopurulen
• Inaktif (perforasi kering): tidak adanya inflamasi mukosa dan discharge
mukopurulen
• Perforasi permanen : perforasi sentral kering yang tidak sembuh dalam waktu
yang lama mengindikasikan epitel squamosal eksterna menyatu dengan mukosa
interna pada pinggir perforasi.
• Otitis media kronik yang sembuh : Penyembuhan perforasi akan mengarah kepada
penutupan membran tipis (hilangnya lapisan fibrosa). Hal ini berhubungan dengan
timpanosklerosis atau gangguan pendengaran konduktif. Proses peradangan pada
OMSK tipe benigna atau aman terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak
mengenai tulang. Pada OMSK jenis ini, tidak ada kolesteatoma Pada OMSK tipe
aman masih mungkin dapat diatasi dengan pengobatan antibiotic.
OMSK TIPE MALIGNA
OMSK tipe maligna disebut juga tipe atikoantral atau tipe bahaya. Tipe maligna
adalah tipe atikoantral karena biasanya proses dimulai di daerah tersebut. OMSK
tipe ini melibatkan daerah atik dan posterosuperior pada celah telinga tengah. Ada
perforasi atik atau marginal pada kuadran posterosuperior pars tensa. Pada OMSK
tipe maligna terdapat kolesteatoma. Karena tipe ini sering berhubungan dengan
resiko komplikasi yang serius dan bisa menyebabkan erosi tulang akibat
kolesteatoma, maka tipe ini disebut juga tipe bahaya atau tidak aman. Kadang-
kadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal.
Granulasi dan osteitis ditemukan pada banyak kasus.6
• Inaktif: kantong retraksi self cleaning pada pars tensa posterosuperior atau daerah
atik dengan potensi adanya kolesteatoma
• Aktif: Kolesteatoma aktif mengerosi tulang, membentuk granulasi dan ada
discharge yang berbau. OMSK tipe ini disebut juga tipe tulang karena penyakit ini
menyebabkan erosi tulang. Komplikasi yang muncul dari OMSK tipe maligna
cukup berbahaya. Pada kasus yang sudah lanjut, dapat terlihat abses atau fistel
retroaurikuler (belakang daun telinga), polip atau jaringan granulasi di liang telinga
luar yang berasal dari dalam telinga tengah yang dapat ditandai dengan discharge
berupa darah, terlihat kolesteatoma pada telinga tengah, sekret berbentuk nanah dan
berbau khas (aroma kolesteatoma) atau terlihat bayangan kolesteatoma pada
rontgent mastoid.1
2.6 KOLESTEATOMA
Pada proses penyembuhan perforasi, epitel skuamosa, dapat tumbuh ke dalam
telinga tengah membentuk struktur kantong yang mengumpulkan debris epitel yang
lepas sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang
lama maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan
terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma. Setiap perforasi membran
timpani (MT) dapat disertai dengan kolesteatoma, yang merupakan kantung yang
dilapisi kulit yang menampung debris skuamosa yang meluas, dan dengan infeksi
ringan kronik. Ketika kolesteatoma meluas, struktur telinga tengah hancur dan
meluas ke dalam sistem sel udara mastoid. Kolesteatoma juga meluas sepanjang
dasar fossa kranialis media di bawah lobus temporalis. Penghancuran tulang telinga
tengah dan mastoid paling mungkin dibantu oleh enzim osteolitik yang dilepaskan
oleh degradasi selular pada kolesteatoma.13
2.6 PATOGENESIS
Patogenesis utama dalam hal ini merupakan stadium kronis dari otitis media akut
(OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret
yang terusmenerus. Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa
kejadian infeksi pada telinga tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis
menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis. Perjalanan
penyakit otitis media akut (OMA) dengan perforasi membran timpani menjadi otitis
media supuratif kronis (OMSK) apabila prosesnya sudah lebih dari dua bulan. Bila
proses infeksi kurang dari dua bulan disebut otitis media supuratif subakut. Adapun
faktor-faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK yaitu terapi yang terlambat
diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi dan daya tahan tubuh
yang rendah serta higiene buruk. Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani
antara lain infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis,
pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis, mandi dan berenang dikolam
renang, mengorek telinga dengan alat yang terkontaminasi, malnutrisi, serta otitis
media supuratif akut yang berulang. OMSK dimulai dari episode infeksi akut
terlebih dahulu. Patofisiologi dari OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi
dari mukosa telinga tengah yang disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi
yang dapat disebabkan oleh virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi,
kekebalan tubuh turun, lingkungan dan sosial ekonomi. Pada anak-anak lebih
mudah mendapat infeksi telinga tengah dikarenakan struktur tuba pada anak yang
berbeda dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna
sehingga bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi
telinga tengah berupa OMA. Respon inflamasi pada fase awal yang timbul adalah
berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh
penderita dalam menghentikan infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya jaringan
granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang telinga
tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya
jaringan granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan sekitarnya. Perbedaan
patofisiologi tipe benigna dengan tipe maligna adalah terletak dari pembentukan
kolesteatom. Pada tipe benigna, kolesteatom tidak terbentuk. Proses patogenesis
telinga tengah yang terjadi pada OMSK maligna sudah melewati periosteum tulang
pada atik, antrum mastoid sehingga menyebabkan destruksi tulang atau
osteomielitis. Kolesteatoma adalah suatu struktur kistik yang dibungkus oleh
lapisan sel-sel epitel berlapis gepeng yang mengalami keratinisasi. Kolesteatom
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah
proteus dan pseudomonas Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak
organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses
nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh pembusukan bakteri.
Mekanisme pengrusakan tulang oleh kolesteatoma dilakukan mungkin oleh retraksi
imunologik yang timbul, juga oleh karena penekanan debris yang menumpuk
bersama dengan retraksi asam yang timbul karena dekomposisi bakteri. Proses
tersebut menyebabkan erosi perlahan-lahan pada tulang disekitarnya. Erosi tulang
ini akhirnya akan merusak sel-sel mastoid, bahkan dapat terus merusak ke arah
korteks mastoid menyebabkan abses retroaurikular. 6
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dari anamnesis dan
pemeriksaan THT terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan
pemeriksaan sederhana untuk mengetahui gangguan pendengaran. Untuk
mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan
audiometric nada murni, audiometri tutur (speech audiometric), dan pemeriksaan
BERA (brainstem evoked response audiometric) bagi pasien anak yang tidak
koperatif dengan pemeriksaan audiometrik nada murni.6

2.8 PENATALAKSANAAN

Pengobatan penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada

faktor-faktor penyebab dan tergantung pada stadium penyakitnya. Sebelum

melakukan penangan pada pasien OMSK, perlu dilakukan evaluasi faktor yang

menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan struktur anatomi, gangguan

fungsi dan proses infeksi telinga pasien. Penanganan OMSK dapat dibagi menjadi

2 yaitu tatalaksana konservatif, dengan eradikasi penyebab infeksi dan tatalaksana

operatif, dengan penutupan perforasi membran timpani. Penanganan OMSK

meliputi manajemen jangka panjang dan mengobati gejala-gejala otorrhea,

gangguan pendengaran dan manajemen kolesteatoma.

2.9 KOMPLIKASI

Komplikasi intratemporal termasuk kelumpuhan saraf wajah, labyrinthitis,


fistula labirin, mastoiditis, subperiosteal abses, fistula postauricular, dan petrositis.
Jika infeksi menyebar ke daerah luar batas tulang temporal maka komplikasi
intrakranial akan terjadi seperti abses epidural, subdural, tromboflebitis, sinus
lateral, meningitis dan abses otak dapat terjadi. Komplikasi pada OMSK tipe
benigna jarang terjadi karena tidak menyerang tulang. Tapi jika tidak dicegah akan
menimbulkan invasi kuman baru dari nasofaring. Komplikasi yang terjadi pada tipe
malignan adalah erosi canalis semisirkularis, erosi canalis tulang, erosi segmen
timpani dan abses ekstradural, erosi pada permukaan lateral mastoid dengan
timbulnya abses subperiosteal, erosi pada sinus sigmoid. Pada penelitian distribusi
penyakit OMSK komplikasi tersering didapatkan adalah erosi tulang, sedangkan
komplikasi terkecil adalah tuli saraf. Pencetus terjadinya komplikasi ini adalah
infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) yang mengakibatkan sumbatan pada tuba
eustachius.6

2.10 PROGNOSIS
Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan semakin bahaya dan bersifat
fatal. Sehingga OMSK tipe maligna harus diobati secara aktif dan proses erosi
tulang berhenti.5
BAB III
LAPORAN KASUS

Status Pasien

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU - PEKANBARU

Nama Dokter Muda : Wulan Amelia Putri


Pembimbing : dr. Loriana Ulfa, Sp.THT-KL
Nim : 2108436706
Tanggal : 16 Oktober 2021

STATUS PASIEN LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : NY. RIM
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Hang Tuah Ujung No. 156
Suku Bangsa : Melayu

ANAMNESA (autoanamnesis)
Keluhan Utama :
Penurunan pendengaran pada telinga kiri disertai gatal dan keluar cairan
sejak 2 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak 1 tahun yang lalu, pasien mengeluhkan telinga kirinya keluar cairan
berwarna bening, gatal, dan tidak berbau, tidak bercampur darah. Pasien juga
terkadang merasa telinga terasa penuh sehingga pendengarannya menjadi
terganggu. Pasien merasa keluhannya kambuh terutama jika telinganya kemasukan
air. Kebiasaan sering mengorek telinga terlalu dalam (-), keluhan pasien muncul
hilang timbul, dan dirasakan kambuh.
2 bulan yang lalu, pasien juga mengeluhkn keluar cairan pada telinga kiri.
Pasien juga mengatakan nyeri dan gatal pada telinga kiri serta pusing berputar.
1 minggu yang SMRS pasien kembali mengeluhkan kurang pendengaran
disertai rasa penuh pada pasien, keluar cairan berwarna jernih, encer , tidak berbau
dan disertai gatal. Keluhan pasien juga disertai sakit kepala. Pasien sudah pernah
berobat di RS Santa Maria dan diberikan obat tetes telinga 1 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu :


• Riwayat keluar cairan pertama kali dari telinga kiri 1 tahun yang lalu
• Riwayat alergi makanan dan obat (-)

0
• Riwayat ISPA (-)
• Riwayat asma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
• Keluhan yang sama dalam keluarga (-)
• Riwayat keganasan (-)

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


• Pasien bekerja sebagai guru dan sudah menikah
• Merokok (-), alkohol (-)
• Pasien sering berenang

PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 116/71 mmHg
Frekuensi Nadi : 91 x/menit
Pernapasan : 21 x / menit
Suhu Tubuh : 36,3oC

Pemeriksaan Sistemik
Kepala
Mata : Allergic shiner : (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)

Toraks : Jantung : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)


Paru : Vesikuler di seluruh lapang paru

Abdomen : Supel, bising usus (+), frekuensi 12 kali per menit

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, pitting oedem (-)


STATUS LOKALIS THT

Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Kel. Kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Daun Telinga Radang Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Lapang / sempit Lapang Lapang
Liang Telinga Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Bau Tidak ada Tidak ada
Sekret/Serumen Warna Tidak ada Tidak ada
Jumlah Tidak ada Tidak ada
Membran Tympani
Warna - Hiperemis
Refleks Cahaya - Sulit dinilai
Utuh Bulging - -
Retraksi - -
Atrofi - -
Jumlah perforasi - 1
Jenis Tidak ada subtotal
Perforasi Kuadran Tidak ada semua kuadran
Pinggir Tidak Rata Tidak Rata
Warna mukosa Hiperemis Hiperemis
telinga tengah

Gambar

Tanda radang/abses Tidak ada Tidak ada


Fistel Tidak ada Tidak ada
Mastoid Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Tes Garpu Tala Rinne Positif Negatif


Weber Lateralisasi (-) Lateralisasi (-)
Schwabach Normal Memanjang
Kesimpulan Normal Tuli konduktif
Audiometri Tidak dilakukan
Hidung
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Deformitas Tidak ada Tidak ada
Kelainan Kongenital Tidak ada Tidak ada
Hidung Luar Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada

Sinus Paranasal
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Rinoskopi Anterior
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Vestibulum Vibrise + +
Radang - -
Cavum Nasi Lapang /Cukup Cukup lapang Cukup lapang
Lapang/Sempit
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Jenis - -
Sekret Jumlah - -
Bau - -
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Konkha Inferior Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Ukuran Normal Normal
Warna Merah muda Merah muda
Konkha Media
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Cukup lurus / deviasi Cukup lurus Cukup lurus
Permukaan Licin Licin
Warna Merah muda Merah muda
Septum Spina Tidak ada Tidak ada
Krista Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk - -
Ukuran - -
Permukaan - -
Massa Warna - -
Konsistensi - -
Mudah digoyang - -
Pengaruh - -
vasokonstriktor

Gambar

Rinoskopi Posterior ( Nasofaring ) : tidak dilakukan


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Koana Lapang / Sempit
Warna
Mukosa Edema
Jaringan Granulasi
Ukuran
Warna
Konkha Inferior Permukaan
Edema

Adenoid Ada/ Tidak

Ada / Tidak
Muara Tertutup sekret
tuba Eustachius Edema
Lokasi
Massa Ukuran
Bentuk
Permukaan
Post Nasal Drip Ada / Tidak
Jenis
Gambar
Orofaring / Mulut
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Simetris/ Tidak Simetris Simetris
Palatum Mole Warna Merah muda Merah muda
+ Arkus Faring Edema Tidak ada Tidak ada
Bercak/ Eksudat Tidak ada Tidak ada
Dinding Faring Warna Merah muda
Permukaan Licin
Ukuran T1 T1
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Muara kripti Tidak melebar Tidak melebar
Tonsil
Detritus Tidak ada Tidak ada
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Perlengketan dengan Tidak ada Tidak ada
pilar

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Warna Merah muda Merah muda
Peritonsil Edema Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk - -
Tumor Ukuran - -
Permukaan - -
Konsistensi - -
Karies / Radiks Tidak ada Tidak ada
Gigi Kesan Dalam batas Dalam batas normal
normal
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Lidah Bentuk Normal Normal
Tumor Tidak ada Tidak ada
Gambar

Laringoskopi Indirek : tidak dilakukan


Pemeriksaan Kelainan
Bentuk
Warna
Epiglotis Edema
Pinggir rata / tidak
Massa
Warna
Aritenoid
Edema
Massa
Gerakan
Warna
Ventrikular Band Edema
Massa
Warna
Gerakan
Plica Vokalis
Pinggir Medial
Massa
Subglotis / Sekret ada / tidak
Trakhea Massa
Massa
Sinus Piriformis
Sekret
Sekret ( jenisnya )
Valekule
Massa
Gambar
Pemeriksaan kelenjar limfe leher :

Inspeksi : Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar limfe leher.

Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar limfe leher.


RESUME ( DASAR DIAGNOSIS )

Anamnesis :

Keluhan Utama :
Penurunan pendengaran pada telinga kiri sejak 2 bulan yang lalu disertai keluar
cairan berwarna jernih sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


 1 tahun yang lalu, pasien mengeluhkan telinga kirinya mengeluarkan cairan
berwarna bening yang hilang timbul, timbul terutama saat telinga terkena
air, terasa nyeri, gatal dan tidak berbau.
 2 bulan yang lalu, keluar cairan pada telinga kiri berwanra jerinih, nyeri,
dan gatal.
 1 minggu SMRS, pasien berobat ke RS Santa Maria dan diberikan obat tetes
telinga.
 Keluhan berkurang setelah pemakaian obat namun kambuh lagi.
 Telinga terasa penuh dan pendengaran berkurang disertai gatal dan pusing
berputar. Hilang saat pasien istirahat
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat keluar cairan pertama kali dari telinga kanan sejak 1 tahun sebelum
dilakukan pemeriksaan.
Riwayat sosial ekonomi
 Merokok (-)
 kebiasaan mengorek telinga dengan cotton bud (-)

Pemeriksaan Fisik
Telinga Kanan Kiri
Daun Telinga Normal Normal
Liang Telinga Lapang, tidak terdapat sekret Lapang, tidak terdapat sekret
Membran Tympani sulit dinilai
Mastoid Normal Normal
Tes Garpu Tala
Rhinne positif Negatif
Weber Lateralisasi (-) Lateralisasi (+)
Schwabach Normal Memanjang
Kesimpulan Normal Tuli konduktif
Audiometri Tidak dilakukan

Hidung Kanan Kiri


Hidung luar Normal Normal
Sinus paranasal Tidak ada tanda radang Tidak ada tanda radang
Rinoskopi Anterior
Vestibulum Normal Normal
Cavum Nasi Normal Normal
Konkha Inferior Normal Normal
Konkha media Normal Normal
Septum Normal Normal
Sekret Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Orofaring/Mulut
Palatum Normal Normal
Mole/arkus faring
Dinding Faring Merah muda, permukaan licin
Tonsil Kanan Kiri
-Ukuran T1 T1
-Warna Merah muda Merah muda
-Permukaan Licin Licin
-Muara kripti Tidak melebar Tidak melebar
-Detritus Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak tampak Tidak tampak
Perintonsil Normal Normal
Gigi Normal Normal
Lidah Normal Normal
Rinoskopi
Tidak dilakukan
Posterior
Laringoskopi
Tidak dilakukan
Indirek

Diagnosis: Otitis media supuratif kronis tipe maligna aurikula sinistra.

Usulan pemeriksaan penunjang:


 Audiometri
 CT-Scan
 Kultur sekret telinga
Terapi :
Medikamentosa:
 Ciprofloxacin tab 3 x 500 mg
 Tarivid ED 3 mg/ml (diberikan sebanyak 7 tetes pada telinga kiri selama 2-3
hari sebanyak 2 kali/hari.
 Betahistine mesylate tab 3 x 6 mg (jika pasien mengeluhkan adanya keluhan
pusing berputar.

Pembedahan :
 Mastoidektomi

Prognosis :
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanam : Dubia
Quo ad functionam : Dubia

Nasehat:
 Menjelaskan tentang penyakit dan komplikasi serta rencana tindakan
 Hindari masuknya air kedalam telinga
 Jangan membersihkan telinga dengan mengorek telinga terlalu dalam
karena dapat melukai gendang telinga sehingga mudah terjadi infeksi
 Kontrol ke poliklinik seminggu lagi
PEMBAHASAN
pasien datang ke poli THT rsud arifin Achmad untuk periksa telinga
karena mengeluhkan pendengaran berkurang diserta nyeri, gtal dan keluar cairan
berwarna jernih sejak 2 bulan yang lalu.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan ditegakkan diagnosis otitis media supuratif kronik tipe
maligna aurikula sinistra. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi 2018, menyatakan
bahwa mayoritas pasien yang menderita OMSK berusia 10-20 tahun (45,45%).
Pada penelitian Pratama juga ditemukan hasil gambaran distribusi sampel
berdasarkan tipe OMSK, tipe aktif memiliki angka kejadian yang lebih banyak yaitu
sebesar 261 (68,3%) dibandingkan tipe tenang yang memiliki angka kejadian
sebesar 121 (31,7%). Insiden OMSK dengan kolesteatoma di Amerika ditemukan
pada anak usia 10-19 tahun sebanyak 9,2 kasus dalam 100.000 populasi. Demikian
juga di Israel didapatkan insiden OMSK dengan kolesteatoma pada anak umur 1-
15 tahun sebanyak 39 kasus per 100.000 populasi.9
Penelitian di Bangladesh juga memperlihatkan bahwa OMSK dengan
kolesteatoma memiliki gejala klinis terbanyak berupa telinga berair (100%). Gejala
yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, berbau busuk, kadangkala
disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat
bercampur darah. Infeksi kronis telinga tengah dapat terjadi akibat faktor
predisposisi trauma membrane timpani karena kebiasaan mengorek telinga secara
berlebihan.3
Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar OMSK dibedakan menjadi fase
aktif dan fase tenang. Fase tenang adalah keadaan kavum timpaninya terlihat basah
atau kering. Pada pemeriksaan otoskopi, membran timpani kiri ditemukan adanya
perforasi subtotal dengan tepi tidak rata. Perforasi yang terjadi merupakan faktor
predisposisi untuk terjadinya infeksi berulang, karena selain terjadi perubahan pada
tuba eustachius dan kavum timpani, telinga tengah tidak terlindungi dari luar.5,6
Keluhan penurunan pendengaran dapat terjadi dikarenakan adanya
akumulasi cairan pada telinga tengah. Akumulasi cairan tersebut dapat
menghambat hantaran suara ke telinga dalam.3 Penelitian Dewi, dkk pada tahun
2018, menyebutkan bahwa penderita OMSK paling banyak berkisar antara usia 10-
20 tahun, dan keluhan yang paling banyak menyebabkan pasien datang ke
pelayanan kesehatan adalah otore, diikuti kurangnya pendengaran, otalgia, dan
nyeri kepala.6
Berdasarkan hasil pemeriksaan tes garpu tala, didapatkan hasil tes rhinne
telinga kiri negatif. Hasil tes weber terdapat lateralisasi ke telinga kiri, dan hasil tres
schwabach memnjang pada telinga kiri. Kesan pemeriksaan tes garputala adalah
tuli campur telinga kiri. Jenis gangguan pendengaran yang umumnya terjadi adalah
konduktif karena kerusakan tulang pendengaran. Beberapa peneliti melaporkan
adanya sensorineural hearing loss (SNHL) yang dapat terjadi bersamaan atau
sebagai sekuel dari OMSK yang menunjukkan adanya gangguan fungsi koklea.2-5
Kolesteatoma diduga sebagai salah satu faktor risiko terjadinya gangguan fungsi
koklea pada OMSK.3-6 Kolesteatoma merupakan debris keratin yang menumpuk
di kantong epitel skuamosa di dalam telinga tengah atau tulang temporal. Selain
dapat menyebabkan erosi tulang pendengaran, kolesteatoma juga dapat
menyebabkan erosi tulang labirin. Gangguan pendengaran pada OMSK tipe
maligna sebagian besar adalah konduktif. Perforasi membran timpani umumnya
menyebabkan tuli konduktif dan kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran
menyebabkan tuli konduktif yang lebih berat.3,7
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini berupa terapi medikamentosa,
observasi dan anjuran mastoidektomi. Medikamentosa yang diberikan adalah
antibiotik ofloxacin tetes telinga. Tatalaksana pembedahan yang direncanakan
yaitu mastoidektomi, operasi ini merupakan pembedahan yang dilakukan pada
OMSK dengan kolesteatoma. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang seluruh
jaringan patologik dan rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang
masih ada. Prinsip terapi OMSK tipe bahaya adalah pembedahan yaitu
mastoidektomi. Sebelum dilakukan pembedahan dilakukan terapi konservatif
terlebih dahulu.4
Sebagai edukasi, pasien disarankan untuk menghindari masuknya air ke
dalam telinga dan tidak membersihkan telinga secara berlebihan. Prognosis pada
pasien untuk Quo ad vitam adalah bonam sedangkan Quo ad sanam adalah Dubia
karena OMSK merupakan penyakit yang berulang. OMSK memiliki berbagai
komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna..4,8
KESIMPULAN
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluar sekret dari telinga
tengah terus-menerus atau hilang timbul selama lebih dari 2 bulan. Faktor yang
menyebabkan otitis media akut menjadi kronis antara lain pemberian terapi yang
terlambat, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang kuat, daya tahan tubuh
yang rendah , higienis yang jelek dan infeksi saluran napus atas yang berulang.
Penatalaksanaan OMSK bergantung pada tipe OMSK tersebut. Prinsip
penatalaksanaan OMSK tipe aman (banigna) ialah konservatif atau dengan
medikamentosa sedangkan pada OMSK tipe bahaya (maligna) ialah pembedahan.
Prognosis kesembuhan OMSK adalah dubia karena OMSK merupakan penyakit
yang berulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kolo ES, Salisu AD, Yaro AM, Nwaorgu OGB. Sensorineural hearing loss
in patients with chronic suppurative otitis media. Indian Journal of
Otolaryngol Head Neck Surg. 2012;64(1):59-62.
2. Vikram BK, Khaja N, Udayashankar SG, Venkathesa BK, Manjurath D.
Clinicoepidemiological study of complicated and uncomplicated chronic
suppurative otitis media. The Journal of Laryngology & Otology 2008; 122:
442-6.
3. Van der Veen EL, Schilder AG, Van Heerbeek N, Verhoeff M, Zilhuis GA,
Rovers MM. Predictor of chronic suppurative otitis media in children. Arch
Otolaryngology Head and Neck Surgery 2006; 132: 1115-8.
4. Wisnubroto. Dampak akibat otitis media kronik. Kumpulan Naskah Ilmiah
Kongres Nasional PERHATI-KL XIII, Bali, 2003.
5. Vikram BK, Khaja N, Udayashankar SG, Venkathesa BK, Manjurath D.
Clinicoepidemiological study of complicated and uncomplicated chronic
suppurative otitis media. The Journal of Laryngology & Otology 2008; 122:
442-6.
6. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher. Edisi ke 7. 2012.
Jakarta. Badan penerbit FK UI. 2012. Jakarta. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2012;59-67.
7. Drake R L, Vogl A W, Mitchell A W. Grays anatomy for students. Third
edition. 2015. Philadelphia; churchill livingstone elsevier. 2015;1060-1068
8. Meyerhoff WL, Carter JB. Anatomy and physiology of hearing. In:
Meyerhoff WL eds. Diagnosis and management of hearing loss.
Philadelphia: WB Saunders, 1984: 1 - 12.
9. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Alih
bahasa: Staf pengajar FKUIRSCM. 13rd ed. Jakarta: Binarupa Aksara,
1997:105-9.
10. Michael et al. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam: Adams GL,
Boies
11. LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta; EGC; 1997. h.
88-119.
12. Schilder AG, Chonmaitree T, Cripps AW, Rosenfeld RM, Casselbrant ML,
Haggard MP, et al. Otitis media. Nature Reviews Disease Primers
2016;2:16063.
13. Wahyudiono AD, Winartoyo S, Wardhani V, Handoko E. The role of
cholesteatoma on the bone conduction threshold in chronic suppurative
otitis media. In: Cholesteatoma and Ear Surgery. Amsterdam: Kugler
Publication; 2013.p.321-3.

Anda mungkin juga menyukai