Anda di halaman 1dari 25

SKENARIO 3

KEMBUNG PADA ANAK


Seorang bayi perempuan berumur 6 bulan dibawa ibunya ke UGD dengan keluhan sejak satu hari yang
lalu BAB berupa lendir bercampur darah tanpa feses sebanyak tiga kali dan muntah berwarna hijau lima
kali. Anak rewel dan sering menangis mengangkat kaki, tidak mau makan dan minum, serta badan panas.
Hasil pemeriksaan fisik keadaan tampak sakit sedang, tekanan darah 100/60 mmHg; frekuensi nadi
150x/menit; frekuensi nafas 36x/menit; suhu 39oC. Rectal toucher ditemukan ampula collaps dan tidak
ditemukan feses. Darah positif lendir currant jelly positif. Pemeriksaan penunjang BNO 3 posisi
ditemukan adanya step ladder dan herring bone serta air fluid level.
KATA SULIT
1. Currant jelly: adanya darah dan lendir yg keluar dari rektum akibat dari bendungan vena dan
limfe yg semakin meningkat sehingga aliran darah arteri terganggu, kemudain terjadi nekrotik
pada segmen usus.
2. Herring bone: gambaran seperti vertebra/tulang ikan
3. Step ladder: gambaran yg diakibatkan adanya cairan transudasi berada didalam usus halus yg
mengalami distensi
4. Air fluid level: gambaran pola udara dalam rectum seperti anak tangga, gambaran yg menandakan
paresis usus +
5. Rectal toucher: pemeriksaan dengan memasukkan jari kedalam anus untuk melihat adanya prostat
6. Ampulla collaps: kejadian yg diakibatkan gerakan peristaltik pada usus yg kosong

BRAINSTORMING
1. Mengapa dapat terjadi muntah berwarna hijau?
2. Mengapa anak pada skenario sering menangis dan mengangkat kaki?
3. Mengapa BAB pada anak pada skenario berupa lendir bercampur darah tanpa feses?
4. Mengapa ditemukan currant jelly?
5. Apa saja teknik pemeriksaan BNO 3 posisi?
6. Bagaimana tatalaksana pasien pada skenario ini?
7. Apakah diagnosis pasien pada kasus ini?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang selain yg dilakukan pada skenario?
9. Mengapa pada pemeriksaan rectal toucher terdapat ampulla collaps? -
10. Mengapa pada kondisi pasien terjadi peningkatan suhu, percepatan frekuensi nafas dan nadi? -
Jawaban
1. Terdapat obstruksi usus -> sehingga cairan empedu keluar beserta makanan
2. Reaksi menahan sakit (colic abdomen = obstruksi usus -> hiperperistaltik usus)
3. Obstruksi illeus -> feses tertahan diilleus
4. Adanya darah dan lendir dari rectum akibat bendungan vena dan limf yg semakin meningkat ->
aliran darah dan arteri terganggu (terjadi iskemik dan nekrosis)
5. Abdomen AP supine, abdomen AP setengah duduk, abdomen LLD (Left lateral decubitus)
6. Rehidrasi, dekompresi, bedah laparotomi
7. Intususepsi (kondisi obstruksi pada usus) tidak ada makanan yg bisa lewat karena ada hambatan
pada usus -> illeus obstruktif
8. Pemeriksaan lab (pemeriksaan darah lengkap)
9. Karena terdapat obstruksi pada daerah ampulla
10. Kekurangan cairan dan elekterolit (hipotensi), sebagai bentuk kompensasi terjadinya peningkatan
nadi, dan terjadinya demam akibat infeksi adenovirus
HIPOTESIS
Illeus obstruktif merupakan kondisi obstruksi pada usus yg disebabkan oleh intususepsi dan hambatan
pada usus, dengan keluhan BAB lendir bercampur darah karena bendungan vena dan limf yg semakin
meningkat, aliran darah dan arteri terganggu (terjadi iskemik dan nekrosis), muntah berwarna hijau
karena sumbatan usus membuat refluks makanan bercampur cairan empedu. pada pemeriksaan fisik
didapatkan hipotensi, takikardi, dan hipertermia karena kekurangan cairan dan elekterolit, sebagai bentuk
kompensasi terjadinya peningkatan nadi serta terjadinya demam akibat infeksi adenovirus. Pemeriksaan
penunjang untuk diagnosis yaitu Pemeriksaan lab (pemeriksaan darah lengkap) dan BNO 3 posisi
(Abdomen AP supine, abdomen AP setengah duduk, abdomen LLD (Left lateral decubitus). Tatalaksana
yg dapat diberikan rehidrasi, dekompresi, bedah laparotomi.
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Mempelajari tentang Illeus Obstruksi
1.1. Menjelaskan tentang Definisi Illeus Obstruksi
1.2. Menjelaskan tentang Etiologi Illeus Obstruksi
1.3. Menjelaskan tentang Epidemiologi Illeus Obstruksi
1.4. Menjelaskan tentang Klasifikasi Illeus Obstruksi
1.5. Menjelaskan tentang Patofisiologi Illeus Obstruksi
1.6. Menjelaskan tentang Manifestasi Klinis Illeus Obstruksi
1.7. Menjelaskan tentang Cara Mendiagnosis dan Diagnosis Banding Illeus Obstruksi
1.8. Menjelaskan tentang Tatalaksana Illeus Obstruksi
1.9. Menjelaskan tentang Komplikasi Illeus Obstruksi
1.10. Menjelaskan tentang Prognosis Illeus Obstruksi
1.11. Menjelaskan tentang Pencegahan Illeus Obstruksi
1. Memahami dan Mempelajari tentang Illeus Obstruksi
1.1. Menjelaskan tentang Definisi Illeus Obstruksi
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena
adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan
pasase lumen usus terganggu.
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal
untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal ini merujuk
pada adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total dari usus besar
dan usus halus.

1.2. Menjelaskan tentang Etiologi Illeus Obstruksi


Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar pembedahan
pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak dapat melewati
lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi. Obstruksi mekanik dari
lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga mekanisme ; 1. blokade intralumen
(obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus, dan 3. kompresi lumen
atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai kondisi yang
menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal biasanya terjadi melalui satu mekanisme
utama. Satu pertiga dari seluruh pasien yang mengalami ileus obstruktif, ternyata
dijumpai lebih dari satu faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan operasi.2

Gambar 2.3 Penyebab ileus obstruktif


Penyebab terjadinya ileus obstruktif beragam jumlahnya berdasarkan umur
dan tempat terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan penyebab utama
dari terjadinya obstruksi usus halus. Pada pasien yang tidak pernah dilakukan
operasi laparotomi sebelumnya, adhesi karena inflamasi dan berbagai hal yang
berkaitan dengan kasus ginekologi harus dipikirkan. Adhesi, hernia, dan
malignansi merupakan 80 % penyebab dari kasus ileus obstruktif. Pada anak-
anak, hanya 10 % obstruksi yang disebabkan oleh adhesi; intususepsi merupakan
penyebab tersering dari ileus obstruktif yang terjadi pada anak-anak. Volvulus dan
intususepsi merupakan 30 % kasus komplikasi dari kehamilan dan kelahiran.
Kanker harus dipikirkan bila ileus obstruktif ini terjadi pada orang tua. Metastasis
dari genitourinaria, kolon, pankreas, dan karsinoma gaster menyebabkan obstruksi
lebih sering daripada tumor primer di intestinal. Malignansi, divertikel, dan
volvulus merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi kolon, dengan
karsinoma kolorektal.2
Tabel 2.1. : Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal
Obturasi Intraluminal Lesi Ekstrinsik Lesi Intrinsik
Benda Asing Adhesi Kongenital
- Iatrogenik Benda Asing - Atresia, stenosis, dan
- Tertelan Hernia webs
- Batu Empedu - Eksternal - Divertikulum Meckel
- Cacing - Internal
Intususepsi Massa Inflamasi
Pengaruh Cairan - Anomali organ atau - Divertikulitis
- Barium pembuluh darah - Drug-induced
- Feses - Organomegali - Infeksi
- Meconium - Akumulasi Cairan - Coli ulcer
- Neoplasma Neoplasma
Post Operatif - Tumor Jinak
Volvulus - Karsinoma
- Karsinoid
- Limpoma
- Sarcoma
Trauma
- Intramural Hematom

1.3. Menjelaskan tentang Epidemiologi Illeus Obstruksi


Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus
(Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus
setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik
dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada
tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.

1.4. Menjelaskan tentang Klasifikasi Illeus Obstruksi


Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok
(Yates, 2004):
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.

Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong, 2005):
a. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah.
b. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis
atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh
toksin dari jaringan gangren.
c. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar
suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.

Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi dua
(Ullah et al., 2009)
a. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai
duodenum, jejunum dan ileum
b. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,
sigmoid dan rectum.

1.5. Menjelaskan tentang Patofisiologi Illeus Obstruksi


Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal dan
pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan menuju
ke intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal
bagian distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di
proksimal daerah obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi
normal proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah
distal dari obstruksi.
Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam beberapa
jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang terus
bertambah terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah intestinal
segera setelah terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi, yang akhirnya
akan meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kepekaan
vasa splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator vasoaktif. Pengguyuran
cairan intravena juga meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi cairan ke
dalam lumen terjadi karena kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi normal.
Distensi lumen menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema intralumen, dan
iskemia.
Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif. Sebagian
kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolisme bakteri. Gas di
Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen (12%), dan Karbon Dioksida (8%),
yang komposisinya mirip dengan udara bebas. Hanya karbon dioksida yang memiliki
cukup tekanan parsial untuk berdifusi dari lumen.
Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik dengan
cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut: terjadinya
hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir terjadi ileus.
Bagian distal obstruksi segera menjadi kurang aktif. Obstruksi mekanik yang
berkepanjangan menyebabkan penurunan dari frekuensi gelombang - lambat dan
kerusakan aktivitas gelombang spike, namun intestinal masih memberikan respon
terhadap rangsangan. Ileus dapat terus menetap bahkan setelah obstruksi mekanik
terbebaskan.
Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga menyebabkan aliran
cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran dari pembuluh
darah ke lumen meningkat. Perubahan yang serupa juga terjadi pada absorbsi dan
sekresi dari Natrium dan Khlorida. Namun, peningkatan tekanan intralumen tidak
selalu terjadi dan mungkin terdapat mekanisme lain yang menyebabkan perubahan
pada mekanisme sekresi. Peningkatan sekresi juga dipengarui oleh hormon
gastrointestinal, seperti peningkatan sirkulasi vasoaktif intestinal polipeptida,
prostaglandin, atau endotoksin.
Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi intestinal di
bagian proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses
obstruksi yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan sekresi
semakin ke proksimal. Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah pada
peningkatan defisit cairan intravaskular yang disebabkan oleh terjadinya muntah,
akumulasi cairan intralumen, edema intramural, dan transudasi cairan intraperitoneal.
Pemasangan nasogastric tube malah memperparah terjadinya defisit cairan melalui
external loss. Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis metabolik merupakan
komplikasi yang sering dari obstruksi letak tinggi. Hipovolemia yang tak dikoreksi
dapat mengakibatkan terjadinya insufisiensi renal, syok, dan kematian.
Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi bakteri. Bakteri
Aerob dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni berlebihan dari
bakteri dapat merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari intestinal dan
menyebabkan terjadinya translokasi bakteri dan komplikasi sepsis.

Gambar 2.4 Patofisiologi Ileus Obstruktif


Strangulasi
Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen obtruksi dari
intestinal. Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan langsung dari vasa
mesenteric atau sebagai akibat perubahan lokal pada dinding intestinal. Komplikasi
ini sering berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan oleh hernia dan volvulus.
Obstruksi strangulasi pada kolon paling sering disebabkan oleh volvulus.
Iskemia intramural dapat terjadi karena berbagai sebab. Distensi dan peningkatan
tekanan pada intramural dapat menyebabkan kongesti dari vena, kebocoran kapiler,
edema dinding usus besar dan perdarahan serta thrombosis dari arteri dan vena.
Peningkatan pertumbuhan bakteri terjadi dalam beberapa jam setelah strangulasi. Hal
ini menyebabkan produksi toksin intralumen dan dapat merangsang pelepasan
mediator vasoaktif seperti prostaglandin. Mukosa dari intestinal lebih peka terhadap
iskemia dan beberapa faktor tampaknya memainkan peranan penting untuk
mendukung terjadinya iskemia, termasuk hipoksia, protease pankreas dan radikal
bebas. Mukosa pada intestinal lebih peka terhadap terjadinya iskemia dibandingkan
mukosa pada kolon. Saat terjadi nekrosis mukosa, bakteri dan toksin dapat dengan
segera berpindah tempat dari dinding intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe
pada mesenterikum, dan sirkulasi sistemik. Hal ini menggiring pada terjadinya
iskemia, sepsis, perforasi frank yang dapat disertai dengan peritonitis dan kematian
akibat syok sepsis. Gut iskemia dan terjadinya reperfusion juga mendukung
terjadinya gagal organ, seperti paru.

Tabel 2.2 Perbedaan ileus obstruktif simple dan strangulate

Obstruksi Gelung Tertutup


Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan sebab yang
paling sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran mesenterium.
Obstruksi di bagian distal dari usus besar juga dapat menyebabkan terjadinya closed
loop obstruction jika katup ileocekal masih tersisa. Saat tekanan intralumen di
segmen obstruksi meningkat, sekresi cairan ke dalam lumen meningkat sementara
absorbsinya menurun. Kepentingan klinis yang mungkin terjadi akibat fenomena ini
ialah meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi pada obstruksi gelung
tertutup terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi lebih dahulu bahkan
sebelum gejala klinis dari obstruksi tampak jelas.
Obstruksi Parsial Intestinal
Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi merupakan
penyebab tersering dari gangguan ini dan jarang sekali mengakibatkan terjadinya
strangulasi. Obstruksi parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya penebalan dinding
intestinal akibat hipertrofi otot. Perpanjangan waktu kontraksi dan peningkatan
kelompok kontraksi merupakan karakteristik yang dapat ditemukan. Kelainan motoris
ini dan kemungkinan berhubungan dengan pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan
terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare sekretorik.
Obstruksi kolon
Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan intestinal. Kolon
khususnya yang bagian distal memiliki kemampuan yang terbatas pada absorbsi.
Akumulasi Cairan dan gas di kolon terjadi lebih lambat karena posisinya yang berada
paling distal dari saluran pencernaan dan karena sebagian besar cairan telah
diabsorbsi di usus halus. Distensi yang terjadi secara perlahan ini memungkinkan
kolon untuk beradaptasi dan dekompresi dapat terjadi karena katup ileocecal yang
inkompeten. Seperti disebutkan sebelumnya, katup ileocecal yang kompeten dapat
menyebabkan terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi cecal dan penipisan dinding
cecum akibat penambahan diameter dapat meningkatkan resiko terjadinya rupture.
Rupture dapat disebabkan oleh iskemia yang terjadi pada dinding kolon, diastasis dari
lapisan otot, ataupun karena invasi bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon
berakibat pada motilitas abnormal namun tidak hiperperistaltik.

Tabel 2.3. Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar
1.6. Menjelaskan tentang Manifestasi Klinis Illeus Obstruksi
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
 Nyeri abdomen
 Muntah
 Distensi
 Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:
 Lokasi obstruksi
 Lamanya obstruksi
 Penyebabnya
 Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi.
Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari
obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang
berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya
menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah
abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri
menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan
sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak
terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising
usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya
hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis
ringan.
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih sering
saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan
tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak
tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah
muntah lebih bersifat malodorus.
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada
obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang
terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun
distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang
muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di
diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi. Auskultasi
digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud, high pitch dengan
burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat
bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama,
ileus paralitik atau terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan
tanda-tanda strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui
adanya hernia serta rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa di
rectum harus selalu dilakukan.
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam, takikardia,
dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga menyebabkan
diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi karena
strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan
asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan
potassium mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa parameter ini tak dapat
digunakan untuk membedakan antara obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum
terjadinya iskemia irreversible
1.7. Menjelaskan tentang Cara Mendiagnosis dan Diagnosis Banding Illeus Obstruksi
1.7.1 Cara Mendiagnosis Illeus Obstruksi
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan
atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai
konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus
obstruktif diperoleh dari :
A. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia.3 Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan
di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di
sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun
dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi
pada penderita yang kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour”
(gambaran kontur usus) maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus),
biasanya nampak jelas pada saat penderita mendapat serangan kolik yang
disertai mual dan muntah dan juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita
tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.

Gambar 2.5 Gerakan Peristaltik Usus

2) Palpasi dan perkusi


Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi tympani yang
menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi
peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’
involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
3) Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang.
Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah
berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak
ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam
ileus paralitikus atau ileus obstruktif strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan
rectum dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus
sfingter ani biasanya cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps
terutama apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat
ditemukan licin dan apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor
pada bagian anorectum maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai
ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya dari anus dan
perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat
ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis. Kita
juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif
usus feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada
sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab
ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus.
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik
dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara
obstruksi parsial atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan
strangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat
operasi abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen
lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat
membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang
teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat
adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.
C. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi
intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen,
kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan
menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan
banyak membantu untuk diagnosis obsruksi intestinal yang sederhana.
Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya
hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada 50% pasien.
D. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus
( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak,
dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk
mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun
spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa
gambaran, antara lain:
 Distensi usus bagian proksimal obstruksi
 Kolaps pada usus bagian distal obstruksiPosisi tegak atau dekubitus: Air-
fluid levels
 Posisi supine dapat ditemukan :
- distensi usus
- step-ladder sign
 String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet
 Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan
gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang
oedem.
 Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa
dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus
dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara.
Dengan demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi usus.
Keadaan selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup.
Meskipun terdapat kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan
pemeriksaan yang penting pada pasien dengan obstruksi usus halus karena
kegunaannya yang luas namun memakan biaya yang sedikit.
Tabel 2.4 Perbedaan Radiologi obstruksi intestinal dan ileus
Temuan Radiologis Osbtruksi Mekanik Ileus
Air-fluid Level Present proximal to Prominent throughout
obstruction
Gas in small intestine Large bowel shape loops; Gas present diffusely;
stepladder pattern moveable
gas ini colon Absent or diminished Increase throughout
Thickened bowel wall Present if chronic or Present with inflamation
strangulation
Intraabdominal fluid Rare Often present
Diapraghm Slightly elevated; normal Elevated; decrease motion
motion
Gastrointestinal contrast Rapid progression to point of Slow progression to colon
media obstruction
Gambar 2.6 Dilatasi usus

Gambar 2.7 Multipel air fluid level dan “string of pearls” sign

Gambar 2.8 Herring bone appearance


Gambar 2.9 Coffee bean appearance (Bickle dan Kelly, 2002)

Gambar 2.10 Step ledder sign (Nobie, 2009)

a. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk
membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos
abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis
menunjukkan adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak
spesifik. Pada pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena
metastase, tumor rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis
memberikan nilai prediksi negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan
dua kontras. Barium merupakan kontras yang sering digunakan. Barium sangat
berguna dan aman untuk mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia
usus maupun perforasi. Namun, penggunaan barium berhubungan dengan
terjadinya peritonitis dan penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi
perforasi.
Gambar 2.11 Intususepsi (coiled-spring appearance).
b. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika
klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan
penyebab obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik
dari neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi
ditandai dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal
menjadi bagian yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm.10
Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat
spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal.
Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus
bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan
kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat
memberikan gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung tertutup.
Obstruksi Gelung tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau
bentuk C akibat distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat
puntiran. Strangulasi ditandai dengan penebalan dinding usus, intestinal
pneumatosis (udara didinding usus), gas pada vena portal dan kurangnya
uptake kontras intravena ke dalam dinding dari bowel yang affected. CT scan
juga digunakan untuk evaluasi menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya
mengetahui etiologi dari obstruksi.
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang
rendah (<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus
parsial. Zona transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi.10
Gambar 2.12 CT Scan Ileus Obstruktif akibat tumor mesenterium

Gambar 2.13 CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus
halus yang tidak diikuti dengan distensi kolon

c. CT enterography (CT enteroclysis)


Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis.
Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada
pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor, operasi besar).
Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan dinding usus dan
dapat dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan
ini menggunakan teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras
dalam jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan
pemeriksaan CT biasa dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%),
dan juga lokasi obstruksi (100% vs 94%).10
d. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi
adanya obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari
obstruksi. Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau
dalam hal transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan
inflamasi.
Gambar 2.14 Kehamilan dengan ileus obstruktif

e. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi
dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi,
USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat
dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik
radiologi yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat
membantu membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan
USG lebih murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan
spesifitasnya dilaporkan mencapai 100%.

Gambar 2.15 USG Abdomen tumor dinding epigastrium


Gambar 2.16 USG Longitudinal dari abdomen bagian bawah menunjukkan distensi
multiple dari usus halus akibat invaginasi.
1.7.2 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu
 Ileus paralitik
 Appensicitis akut
 Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
 Konstipasi
 Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
 Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
 Pancreatitis akut

1.8. Menjelaskan tentang Tatalaksana Illeus Obstruksi


Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan kekurangan
Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan intravena
dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor dengan
pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada cairan
intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan
leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas
diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi
intestinal.
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk
dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk
mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena
muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi
parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja.
Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi
parsial.
Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi operatif.
Pendekatan non – operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal komplit telah
diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan
masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri tekan atau
leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini dilakulkan dengan berbagai
resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada daerah obstruksi dan penundaan terapi
pada strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi
ireversibel. Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 – 24 jam masih
dalam batas aman namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.

Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi dengan
melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam pelepasan adhesi tresebut
untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk menghindari enterotomi yang tidak
perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan
penutupan defek.

Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat keganasan akan
lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar, terapi non-operatif,
bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi
komplit dapat berhasil di terapi dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass sederhana dapat
memberikan hasil yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang dengan operasi yang
rumit yang mungkin membutuhkan reseksi usus.

Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari segmen usus
setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan, segmen tersebut harus
dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin moistened sponge selama 15-20 menit
dan kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna normalnya telah kembali dan
didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut aman untuk dikembalikan. Ke
depannya dapat digunakan Doppler atau kontras intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.
1) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
2) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn
disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian
hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis

1.9. Menjelaskan tentang Komplikasi Illeus Obstruksi


Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan keseimbangan
elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat menyebabkan
peritonitis, sepsis, dan kematian.

1.10. Menjelaskan tentang Prognosis Illeus Obstruksi


Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat
segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar
35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan
cepat.

1.11. Menjelaskan tentang Pencegahan Illeus Obstruksi


A. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial merupakan upaya pencegahan pada orang-orang
yang belum memiliki faktor risiko terhadap ileus obstruktif.Biasa dilakukan
dengan promosi kesehatan atau memberikan pendidikan kesehatan yang berkaitan
ileus obstruktif atau dengan melakukan penyuluhan untuk meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam menjaga kesehatannya oleh
kemampuan masyarakat.
B. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya mempertahankan orang
yang agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.Pencegahan
primer berarti mencegah terjadinya ileus obstruktif.Upaya pencegahan ini
dimaksudkan untuk mengadakan pencegahan pada masyarakat. Pencegahan
primer yang dilakukan antara lain :
- Bergaya hidup sehat dengan cara menjaga diri dan lingkungannya
- Dengan meningkatkan asupan makanan bergizi yang meningkatkan daya
tahan tubuh
- Diet Serat
C. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan terhadap ileus obstruktif
adalah dengan cara mendeteksi secara dini, dan mengadakan penatalaksanaan
medik untuk mengatasi akibat fatal ileus obstruktif.
D. Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan,
mencegah kecacatan dan menghindari komplikasi yang dapat memperparah
keadaan.Tindakan perawatan post operasi serta melakukan mobilitas/ambulasi
sedini mungkin.
Daftar Pustaka

Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed., pp. 1339-
1340). Philadelphia: Elseviers Saunders

Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D, Giannopoulos P,et al.


2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation, etiology, management and
outcome. World Journal of gastroenterology. January 2007 21;13(3):432-437. Available
from:URL:http://www.wjgnet.com

Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 6th, 2011, from
emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview

Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price, L.


McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC

Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New York

Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R. H. Bell, L. F.


Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol. 2, p. 1119). Philadelphia:
Lippincott-Raven Publisher

Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A Spectrum of causes.


JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92

Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al (Ed.), Schwatz`s
Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill Companies.

Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown AFT,
Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd ed. New York: Churchill
Livingstone. p.306-9

Anda mungkin juga menyukai