Anda di halaman 1dari 6

FISTULA ENTEROKUTAN

DEFINISI
Fistula adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara dua organ dalam atau
berjalan dari suatu organ dalam ke permukaan tubuh. Fistula enterokutaneous adalah suatu
saluran abnormal yang menghubungkan antara organ gastrointestinal dan kulit. Fistula
enterokutaneus merupakan komplikasi yang biasanya terlihat setelah operasi di usus kecil atau
besar.
Berdasarkan atas hubungan dengan dunia luar, maka fistel dibagi menjadi 2 bagian yaitu
fistel external dan fistel internal. Fistel eksternal dimaksudkan pada fistel yang salurannya
menghubungkan antara organ dalam tubuh dengan dunia luar, contohnya fistel enterokutaneus,
fistel umbilikalis. Sedangkan fistel internal adalah fistel yng menghubungkan dua bagian tubuh
yang keduaduanya masih berada dalam tubuh, contohnya fistel vesicorectal, fistel rektovaginal,
fistel vesikokolik. Berdasarkan kriteria fisiologi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 3 yaitu
highoutput, moderate-output dan low output.

ETIOLOGI

Berdasarkan atas penyebabnya, maka fistel dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Congenital ; jenis fistel ini terbentuk sejak lahir, contohnya fistel duodenocolic.
2. Spontan : jenis fistel ini biasanya terbentuk sebagai hasil perjalanan kronis suatu
penyakit. Penyakit yang bisa menimbulkan fistel yakni Chrown disease, TB , divertikel,
abses, perforasi local, radiasi dan enteritis.
3. Aquaired/ didapat : fistel ini terbentuk karena kesalahan dalam tindakan pembedahan
misalnya dalam operasi anastomosis, drainase abses.

Fistula enterokutaneous dapat disebabkan oleh pasca operasi, trauma, atau spontan. Kebanyakan
fistula terjadi oleh karena infeksi pada rongga perut, kanker ataupun lisis dari anastomosis
saluran cerna dan radiasi. Pada sebagian kasus dapat terjadi spontan enterokutaneus fistel pada
kasus appendiktomi patofisiologi dapat terjadi oleh karena adanya mikroperforasi yang
menyebabkan adanya koleksi abses yang selanjutnya menjadi fistel. Berdasarkan proses
terjadinya 2 jenis :
1. Spontan
Penyebab:
 Inflamatory Bowel Disease ( 5% -50%)
 Radiasi (5% - 10%)  Keganasan ( 2% -15%)
 Divertikulitis
 Apendisitis
2. Komplikasi pasca operasi ( 70 – 95 % )
 Operasi keganasan saliran cerna, inflammatory bowel disease dan adhesiolisis
 Faktor predisposisi : leakage anastomosis, abses, obstruksi pada distal
 Pasca apendektomi sering terjadi akibat penyakit yang mendasarinya Tb,
IBD(inflamatory bowel diseases). Sebab lain: erosi sekum atau nekrosis sekum

Faktor anatomi yang mengakibatkan kecil kemungkinan menutup spontan antara lain:
 Abses yang besar
 Defek dinding usus > 1 cm
 Intestinal discontinuity
 Obstruksi distal
 Penyakit usus di sebelahnya
 Panjang trak < 2 cm
 Trak yang pendek bukan kendala untuk menutup bila epitel usus tidak tumbuh ke permukaan
 Bila epitel tumbuh ke permukaan, seperti enterostomy (tidak akan menutup spontan)

EPIDEMIOLOGI
Enterocutaneous fistula (ECFs) dapat terjadi sebagai komplikasi dari semua jenis operasi
pada saluran pencernaan. Lebih dari 75% dari semua ECF timbul sebagai komplikasi pasca
operasi, sementara sekitar 15-25% dari mereka hasil dari trauma abdomen atau terjadi secara
spontan dalam kaitannya dengan kanker, iradiasi, penyakit usus inflamasi, atau kondisi iskemik
atau infeksi.
PATOFISIOLOGI
Salah satu penyebab terbentuknya fistel enterokutaneus adalah chrown disease. Pada
penyakit Chrown, terjadi inflamasi kronis dan subakut yang meluas ke seluruh lapisan dinding
usus dari mukosa usus, ini disebut juga transmural. Pembentukan fistula,fisura dan abases terjadi
terjadi sesuai luasnya inflamasi ke dalam peritoneum. Jika proses inflamasi terus berlanjut maka
saluran abnormal yang terbentuk bisa mencapai kutan (kulit) abdomen sehingga terbentuklah
fistel enterokutaneus. Lesi (ulkus) tidak pada kontak terus-menerus satu sama lain dan
dipisahkan oleh jaringan normal. Pada kasus lanjut, mukosa usus mengalami penebalan dan
menjadi fibrotic dan akhirnya lumen usus menyempit.

KLASIFIKASI
Fistula enterokutan diklasifikasikan berdasarkan output yang dihasilkan dalam satuan
mililiter setiap 24 jam.
A. Low, Output sebanyak 200ml dalam 24 jam, pada umumnya berasal dari usus kecil
B. Moderate, Output >200 – 500 ml dalam 24 jam
C. High, Output >500 ml dalam 24 jam, pada umunya berasal dari usus besar

MANIFESTASI KLINIK
Penyempitan lumen usus mempengaruhi kemampuan usus untuk mentranspor produk dari
pencernaan usus atas melalui lumen terkonstriksi dan akhirnya mengakibatkan nyeri abdomen
berupa kram. Karena peristaltic usus dirangsang oleh makanan, maka nyeri biasanya timbul
setelah makan. Untuk menghindari nyeri ini, maka sebagian pasien cenderung untuk membatasi
masukan makanan, mengurangi jumlah dan jenis makanan sehingga kebutuhan nutrisi normal
tidak terpenuhi. Akibatnya penurunan berat badan, malnutrisi, dan anemia sekunder. Selain itu,
pembentukan ulkus di lapisan membrane usus dan ditempat terjadinya inflamasi, akan
menghasilkan rabas pengiritasi konstan yang dialirkan ke kolon dari usus yang tipis, bengkak,
yang menyebabkan diare kronis. Kekurangan nutrisi juga bisa terjadi karena gangguan pada
absorbs.
AkibaTnya adalah individu menjadi kurus karena masukan makanan tidak adekuat dan
cairan hilang secara terusmenerus. Pada beberapa pasien, usus yang terinflamasi dapat
mengalami demam dan leukositosis. Pada pasien post operasi, fistula enterokutan dapat
diidentifikasi dengan drainase isi usus. Pasien dengan fistula enterokutan terdiagnosis pada hari
ke lima atau keenam pasca operasi, dengan gejala demam, illeus yang menetap, dan abses luka
operasi. Apabila dilakukan drainase abses, demam akan menghilang. Dalam waktu 24 jam,
fistula akan tampak jelas dan tampak isi usus yang keluar dari luka operasi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dengan penggunaan CT scan dan MRI, maka dapat menunjukkan adanya penebalan dinding
usus dan fistula saluran. Hitung darah dapat dilakukan untuk mengkaji hematokrit dan kadar
hemoglobin yang biasanya menurun serta hitung sel darah putih yang biasanya mengalami
peningkatan. laju sedimentasi biasanya akan meningkat. Kadar albumin dan protein juga
mengalami penurunan. Penurunan nilai albumin dan protein ini dapat menjadi indicator pertanda
malnutrisi.

TATALAKSANA
1. Non operative management: Jika fistula merupakan akibat dari karsinoma, tuberculosis,
penyakit Crohn atau colitis, maka penyakit primer harus diterapi dengan tepat agar lesi
ini sembuh. Kebanyakan ahli bedah menolak melakukan operasi anorectum pada pasien
dengan penyakit peradangan usus, karena kekambuhan lokal dan kegagalan
penyembuhan luka.
2. Hal lain yang dapat dilakukan adalah mengurangi jumlah output fistula, dengan cara:
 Pemasangan nasogatric tube (NGT)
 Pemberian antagonis H2 atau proton pump inhibitor (PPI)
 Drainase abses
 Koreksi keseimbangan cairan, elektrolit, dan nutrisi
 Pemberian antibiotik spektrum luas
 Penggunaan somastostatin atau octreotide untuk menghambat sekresi gaster, pankreas,
sistem bilier, dan usus
3. Terapi bedah : Fistulektomi (eksisi saluran fistula) adalah prosedur yang dianjurkan. Usus
bawah dievakuasi secara seksama dengan enema yang diprogramkan. Selama
pembedahan saluran sinus diidentifikasi dengan memasang alat ke dalamnya atau dengan
menginjeksi saluran dengan larutan biru metilen. Fistula didiseksi ke luar atau dibiarkan
terbuka, dan insisi lubang rektalnya mengarah keluar. Luka diberi tampon dengan kassa.
Fase-fase tatalaksana EFC:
DAFTAR PUSTAKA

1. Vikram Kate, MBBS, MS, PhD, FRCS, FRCS(Edin), FRCS(Glasg), MAMS, FIMSA,
MASCRS, FACS, FACG. Enterocutaneous Fistula. 2013 . Available from: Medscape.
2. Kumar, P. Maroju, N. And Kate, V. 2011. Enterocutaneous Fistulae: Etiology, Treatment,
and Outcome – A Study from South India. The Saudi Journal of Gastroenterology 17(6):
391–395 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses 26 Febuari 2015)
3. Lee, H.S. 2012. Surgical Management of Enterocutaneous Fistula. Korean Journal of
Radiology. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses 26 Febuari 2015)
4. Dorland W.A.N., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
5. Michael J Zinner, Stanley W Ashley, editors. Maingots Abdominal Operations. 11th Ed.
USA: The Mc Graw-Hill Companies 2007
6. Timothy A Pritts, M.D., David R Fischer, M.D., and Josef E Fischer, M.D. Postoperative
enterocutaneous fistula. Department of Surgery, University of Cincinnati College of
Medicine
7. Evenson A. R et al., 2006. Current Management of Enterocutaneous Fistula.
(http://www.ptolemy.ca /members/archives/ 2006/Fistula/evenson2006.pdf . Diakses 25
Febuari 2015)
8. Kozell K and Martin L., 1999. Managing the Challenges of Enterocutaneous Fistula.
(www.cawc.net/open/wcc/1-1/Kozell.pdf. Diakses 26 Febuari 2015)
9. Rachel M. Owen, MD; Timothy P. 2013. Definitive Surgical Treatment of
Enterocutaneous FistulaOutcomes of a 23-Year Experience. 148(2):118-126
10. Martinez, J. Leon, E. 2008. Systematic Management of Post Operative Enterocutaneous
Fistulae: Factors Related to Outcomes. 32: 436-443.

Anda mungkin juga menyukai