Anda di halaman 1dari 15

MODUL PERKULIAHAN

HUKUM BISNIS DAN


LINGKUNGAN

HUKUM PERBANKAN DAN


ASURANSI

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

12
FEB S1.Akuntansi F041700009 Annisa Hakim Z, S.Pd., M.Sc.

Abstract Kompetensi
Menjelaskan tentang Hukum Perbankan Mahasiswa mampu menjelaskan tentang
dan Asuransi Hukum Perbankan dan Asuransi
Aspek Hukum Para Pihak Dalam Transaksi Perbankan

Pengertian Hukum Perbankan dan Jenis-Jenis Transaksi Perbankan


Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut hukum perbankan (Banking Law)
yakni merupakan seperangkat kaedah hukum dalam bentuk peraturan perundang
undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum yang mengatur masalah-
masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu
yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas
dan tanggung jawab, para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi bank, dan lain-lain yang berkenaan dengan
dunia perbankan tersebut.
Ruang lingkup dari pengaturan hukum perbankan adalah sebagai berikut :
1. Asas-asas perbankan, seperti norma efisiensi, keefektifan, kesehatan bank,
profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan,
hubungan, hak dan kewajiban bank.
2. Para pelaku bidang perbankan, seperti dewan komisaris, direksi dan karyawan,
maupun pihak terafiliasi. Mengenai bentuk badan hukum pengelola, seperti PT.
Persero, Perusahaan Daerah, koperasi atau perseroan terbatas. Mengenai bentuk
kepemilikan, seperti milik pemerintah, swasta, patungan dengan asing atau bank
asing.
3. Kaedah-kaedah perbankan yang khusus diperuntukkan untuk mengatur
perlindungan kepentingan umum dari tindakan perbankan, seperti pencegahan
persaingan yang tidak sehat, antitrust, perlindungan nasabah, dan lain-lain.
4. Yang menyangkut dengan struktur ogranisasi yang berhubungan dengan bidang
perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter, Bank Sentral, dan lain-lain.
5. Yang mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh
bisnisnya bank tersebut, seperti pengadilan, sanksi, insentif, prudent banking, dan
lain-lain.
Dari defenisi tersebut jelaslah bahwa transaksi keuangan berkaitan dengan produk dan jasa
yang ditawarkan oleh pihak perbankan. Perlu dicatat bahwa sistem transaksi dari berbagai
bank di Indonesia berbeda-beda karakteristiknya.
Dalam dunia perbankan ada dua jenis transaksi keuangan, yaitu :
1. Transaksi Tunai

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


2 Annisa Hakim Z, S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Yaitu suatu metode menjalankan transaksi finansial secara khusus melalui
penggunaan mata uang

2. Transaksi Usaha
Yaitu suatu metode menjalankan transaksi yang menghasilkan catatan finansial,
yaitu cek, tanda terima, tagihan, akta, kwitansi, kontrak.

Sumber-Sumber Hukum Perbankan


Sumber hukum perbankan dapat dibedakan atas sumber hukum dalam arti formal dan
sumber hukum dalam arti materil.
Sumber hukum dalam arti materil adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu
sendiri dan itu tergantung dari sudut mana dilakukan peninjauannya, apakah dari sudut
pandang ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dan lain sebagainya.
Sumber hukum dalam arti formal adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum dan
perundang-undangan, baik yang tertulis mupun tidak tertulis.

Asas- Asas Hukum Perbankan


Dalam melaksanakan kemitraan antara bank dengan nasabahnya, untuk terciptanya sistem
perbankan yang sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasi dengan beberapa asas hukum
(khusus) yaitu :
1. Asas Demokrasi Ekonomi
Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam Pasal 2 UU Perbankan yang diubah.
Pasal tersebut menyatakan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahnya
berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Ini berarti
fungsi dan usaha perbankan diarahkan untuk melaksankan prinsip-prinsip yang terkandung
dalam demokrasi ekonomi yang bedasarkan Pancasila dan UUD 1945.
2. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi
oleh hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabahnya. Bank terutama bekerja
dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga
setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan
mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya.
3. Asas Kerahasiaan

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


3 Annisa Hakim Z, S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank
merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari
nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan
ini adalah untuk kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan
masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Dalam Pasal 40 UU perbankan menyatakan
bahwa bank wajib merahasiakan informasi mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya.
4. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)
Asas Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam
menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.

Para Pihak Dalam Transaksi perbankan


1. Pihak Nasabah
Pengertian Nasabah
Dalam Peraturan Bank Indonesia No.7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008 tentang
penyelesaian pengaduan nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan nasabah adalah
Pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun
memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in customer).
Di dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dimuat tentang jenis dan pengertian
nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian nasabah yaitu pihak yang
menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2, yakni :
a. Nasabah Penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam
bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
b. Nasabah Debitur, yakni nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

2. Pihak Perbankan
Pengertian dan Fungsi Perbankan.
Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit
dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Sementara itu, Undang-
undang Perbankan yang diubah pada Pasal 1 angka 2 mendefinisikan bank sebagai badan
hukum yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


4 Annisa Hakim Z, S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Fungsi dan tujuan perbankan dalam kehidupan ekonomi nasional bangsa Indonesia, yaitu :
1. Bank berfungsi sebagai “Financial Intermediary” dengan kegiatan usaha pokok
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat atau pemindahan dana masyarakat
dari unit surplus kepada unit defisit atau pemindahan uang dari penabung kepada
peminjam.
2. Penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat tersebut bertujuan menunjang
sebagian tugas penyelenggaraan Negara.

Hubungan Hukum Nasabah dan Bank


Hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang paling terkait,
yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya bisa melakukan kegiatan dan
mengembangkan banknya, apabila masyarakat “percaya” untuk menempatkan uangnya,
pada produk-produk perbankan yang ada pada bank tersebut. Berdasarkan kepercayaan
masyarakat tersebut, bank dapat memobilisir dana dari masyarakat, untuk ditempatkan pada
banknya dan bank akan memberikan jasa-jasa perbankan.
Berdasarkan dua fungsi utama dari suatu bank, yaitu fungsi pengerahan dana dan
penyaluran dana, maka terdapat dua hubungan hukum antara bank dan nasabah yaitu :
1. Hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana
Artinya bank menempatkan dirinya sebagai peminjam dana milik masyarakat (para
penanam dana). Bentuk hubungan hukum antara bank dan nasabah menyimpan dana,
dapat terlihat dari hubungan hukum yang muncul dari produk-produk perbankan, seperti
deposito, tabungan, giro, dan sebagainya. Bentuk hubungan hukum itu dapat tertuang
dalam bentuk peraturan bank yang bersangkutan dan syarat-syarat umum yang harus
dipatuhi oleh setiap nasabah penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut harus disesuaikan
dengan produk perbankan yang ada, karena syarat dari suatu produk perbankan tidak akan
sama dengan syarat dari produk perbankan yang lain. Dalam produk perbankan seperti
tabungan dan deposito, maka ketentuan dan syarat-syarat umum yang berlaku adalah
ketentun-ketentuan dan syarat-syarat umum hubungan rekening deposito dan rekening
tabungan.
2. Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur
Artinya bank sebagai lembaga penyedia dana bagi para debiturnya. Bentuknya dapat
berupa kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi, atau kredit usaha kecil.
Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dengan bank terdiri dari dua bentuk
yaitu :
1. Hubungan Kotraktual

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


5 Annisa Hakim Z, S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Hubungan Non Kontraktual.

3. Hubungan Kontraktual
Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dengan nasabah adalah
hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir pada semua nasabah, baik nasabah debitur,
nasabah deposan, ataupun nasabah non debitur-non deposan.
4. Hubungan Non Kontraktual
Selain hubungan kontraktual, apakah ada hubungan hukum yang lain antara pihak
bank dengan pihak nasabah, terutama dengan nasabah deposan dengan nasabah non
deposan-non debitur.

Prinsip-prinsip dalam Perbankan


1). Prinsip Kepercayaan ( fiduciary relation principle )
Prinsip kepercayaan adalah suatu asas yang melandasi hubungan antara bank dan
nasabah bank. Bank berusaha dari dana masyarakat yang disimpan berdasarkan
kepercayaan, sehingga setiap bank perlu menjaga kesehatan banknya dengan tetap
memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat. Prinsip kepercayaan diatur
dalam Pasal 29 ayat (4) UU No 10 Tahun 1998.

2). Prinsip Kehatihatian ( prudential principle )


Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam
menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana
kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini
agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi
ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Prinsip
kehati-hatian tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UU No 10 tahun 1998.

3). Prinsip Kerahasiaan ( secrecy principle)


Prinsip kerahasiaan bank diatur dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 47 A UU No
10 Tahun 1998. Menurut Pasal 40 bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya.

4). Prinsip Mengenal Nasabah ( know how costumer principle )

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


6 Annisa Hakim Z, S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengenal
dan mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk
melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan.

Contoh kasus dalam Perbankan


JAKARTA, KOMPAS.com — Strategic Indonesia mencatat, dalam kuartal I 2011 telah
terjadi sembilan kasus pembobolan bank di berbagai industri perbankan.
Jos Luhukay, pengamat Perbankan Strategic Indonesia, mengatakan, modus kejahatan
perbankan bukan hanya soal penipuan (fraud), tetapi lemahnya pengawasan internal
control bank terhadap sumber daya manusia juga menjadi titik celah kejahatan perbankan.
“Internal control menjadi masalah utama perbankan. Bank Indonesia harus
mengatur standard operating procedure (SOP),” kata Jos Luhukay, Senin (2/5/2011).
Berikut adalah contoh – contoh kasus perbankan pada kuartal pertama yang dihimpun oleh
Strategic Indonesia melalui Badan Reserse Kriminal Mabes Polri:
 Pembobolan Kantor Kas Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tamini Square. Melibatkan
supervisor kantor kas tersebut dibantu empat tersangka dari luar bank. Modusnya,
membuka rekening atas nama tersangka di luar bank. Uang ditransfer ke rekening
tersebut sebesar 6 juta dollar AS. Kemudian uang ditukar dengan dollar hitam (dollar AS
palsu berwarna hitam) menjadi 60 juta dollar AS.
 Pencairan deposito dan melarikan pembobolan tabungan nasabah Bank Mandiri.
Melibatkan lima tersangka, salah satunya customer service bank tersebut. Modusnya
memalsukan tanda tangan di slip penarikan, kemudian ditransfer ke rekening tersangka.
Kasus yang dilaporkan 1 Februari 2011, dengan nilai kerugian Rp 18 miliar.
 Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Margonda Depok. Tersangka seorang wakil
pimpinan BNI cabang tersebut. Modusnya, tersangka mengirim berita teleks palsu berisi
perintah memindahkan slip surat keputusan kredit dengan membuka rekening
peminjaman modal kerja.

Definisi Dan Unsur Asuransi


Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah
Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari
suatu evenemen(peristiwa tidak pasti).

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


7 Annisa Hakim Z, S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Menurut Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992
tentang Usaha Perasuransian (“UU Asuransi”), Asuransi atau pertanggungan adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk
perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata,
namun dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-
untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, “Suatu persetujuan untung–untungan (kans-
overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi
semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum
tentu”.
Beberapa hal penting mengenai asuransi:
1. Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata;
2. Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan
oleh Perusahaan Asuransi (kontrak standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan
dengan ketentuan dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999
tentang Perlindungan Konsumen;
3. Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun
dapat juga diperjanjikan bahwa Tertanggung berbeda pihak dengan yang akan
menerima tanggungan;
4. Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa Tertanggung setuju untuk
diadakan perjanjian asuransi;
5. Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk
melaksanakan kewajibannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada Asuransi adalah:
1. Subyek hukum (penanggung dan tertanggung);
2. Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung;
3. Benda asuransi dan kepentingan tertanggung;
4. Tujuan yang ingin dicapai;
5. Resiko dan premi;
6. Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan ganti kerugian;

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


8 Annisa Hakim Z, S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
7. Syarat-syarat yang berlaku;
8. Polis asuransi.

TUJUAN ASURANSI
a.  Pengalihan Risiko
Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang
mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada
perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung.
b.  Pembayaran Ganti Kerugian
Jika suatu ketika sungguh–sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian
(risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti
kerugian yang besarnya seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam prakteknya kerugian
yang timbul itu dapat bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total
(total loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk
memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh–sungguh diderita.
Dalam pembayaran ganti kerugian oleh perusahaan asuransi berlaku prinsip subrogasi
(diatur dalam pasal 1400 KUH Per) dimana penggantian hak si berpiutang (tertanggung)
oleh seorang pihak ketiga (penanggung/pihak asuransi) – yang membayar kepada si
berpiutang (nilai klaim asuransi) – terjadi baik karena persetujuan maupun karena undang-
undang.
BERLAKUNYA ASURANSI
Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul pada saat ditutupnya asuransi
walaupun polis belum diterbitkan. Penutupan asuransi dalam prakteknya dibuktikan dengan
disetujuinya aplikasi atau ditandatanganinya kontrak sementara (cover note) dan dibayarnya
premi. Selanjutnya sesuai ketentuan perundangan-undangan yang berlaku, penanggung
atau perusahaan asuransi wajib menerbitkan polis asuransi (Pasal 255 KUHD).

POLIS  ASURANSI
1.  Fungsi Polis
Menurut ketentuan pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis
dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus dan
janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak
(penanggung dan tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian,
polismerupakan alat bukti tertulis tentang telah terjadinya perjanjian asuransi antara
tertanggung dan penanggung.

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


9 Annisa Hakim Z, S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Mengingat fungsinya sebagai alat bukti tertulis maka para pihak (khususnya
Tertanggung) wajib memperhatikan kejelasan isi polis dimana sebaiknya tidak mengandung
kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi sehingga dapat
menimbulkan perselisihan (dispute).
2.  Isi Polis
Menurut ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa
harus memuat syarat-syarat khusus berikut ini:
a. Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi;
b. Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga;
c. Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan;
d. Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan);
e. Bahaya-bahaya/ evenemen yang ditanggung oleh penanggung;
f. Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung;
g. Premi asuransi;
h. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji
khusus yang diadakan antara para pihak, antara lain mencantumkan BANKER’S
CLAUSE, jika terjadi peristiwa (evenemen) yang menimbulkan kerugian penanggung
dapat berhadapan dengan siapa pemilik atau pemegang hak.
Untuk jenis asuransi kebakaran Pasal 287 KUHD menentukan bahwa di dalam polisnya
harus pula menyebutkan:
1. Letak barang tetap serta batas-batasnya;
2. Pemakaiannya;
3. Sifat dan pemakaian gedung-gedung yang berbatasan, sepanjang berpengaruh
terhadap obyek pertanggungan;
4. Harga barang-barang yang dipertanggungkan;
5. Letak dan pembatasan gedung-gedung dan tempat-tempat dimana barang-barang
bergerak yang dipertanggungkan itu berada.
Untuk mengetahui perlindungan yang diberikan oleh suatu polis asuransi, perlu diperhatikan
tujuh aspek penutupannya, yaitu:
1. Bencana yang ditutup;
2. Yang ditutup;
3. Kerugian yang ditutup;
4. Orang-orang yang ditutup;
5. Lokasi-lokasi yang ditutup;
6. Jangka waktu yang ditutup;
7. Bahaya-bahaya yang dikecualikan.

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


10 Annisa Hakim Z, S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Jenis Klausula Asuransi
Dalam perjanjian asuransi sering dimuat janji-janji khusus yang dirumuskan secara
tegas dalam polis, yang lazim disebut Klausula asuransi yang maksudnya untuk mengetahui
batas tanggung jawab penanggung dalam pembayaran ganti kerugian apabila terjadi
peristiwa yang menimbulkan kerugian. Jenis-jenis asuransi tersebut ditentukan oleh sifat
objek asuransi itu, bahaya yang mengancam dalam setiap asuransi. Klausula-klausula yang
dimaksud antara lain:
a.   Klausula Premier Risque
Klausula ini menyatakan bahwa apabila pada asuransi dibawah nilai benda terjadi
kerugian, penanggung akan membayar ganti kerugian seluruhnya sampai maksimum jumlah
yang diasuransikan (Pasal 253 ayat 3 KUHD). Klausula ini biasa digunakan pada asuransi
pembongkaran dan pencurian, asuransi tanggung jawab.
b.   Klausula All Risk
Klausula ini menentukan bahwa penanggung memikul segala resiko atau benda yang
diasuransikan. ini berarti penanggung akan mengganti semua kerugian yang timbul akibat
peristiwa apapun, kecuali kerugian yang timbul karena kesalahan tertanggung sendiri (Pasal
276 KUHD) dan karena cacat sendiri bendanya (Pasal 249 KUHD).
c. Klausula Total Loss Only (TLO)
Klausula ini menentukan bahwa penanggung hanya  menanggung kerugian yang
merupakan kerugian keseluruhan/total atas benda yang diasuransikan.
d. Klausula Sudah Diketahui (All Seen)
Klausula ini digunakan pada asuransi kebakaran. Klausula ini menentukan bahwa
penanggung sudah mengetahui keadaan, konstruksi, letak dan cara pemakaian bangunan
yang diasuransikan.
e.  Klausula Renunsiasi (Renunciation)
Menurut Klausula penanggung tidak akan menggugat tertanggung, dengan alasan
pasal 251 KUHD, kecuali jika hakim menetapkan bahwa pasal tersebut harus diberlakuan
secara jujur atau itikad baik dan sesuai dengan kebiasaan. berarti apabila timbul kerugian
akibat evenemen tertanggung tidak memberitahukan keadaan benda objek asuransi kepada
penanggung, maka penanggung tidak akan mengajukan pasal 251 KUHD dan penanggung
akan membayar klaim ganti kerugian kepada tertanggung.
f. Klausula Free Particular Average (FPA)
Bahwa penaggung dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian yang timbul
akibat peristiwa khusus di laut (Particular Average) seperti ditentukan dalam pasal 709
KUHD dengan kata lain penanggung menolak pembayaran ganti kerugian yang diklaim oleh
tertanggung yang sebenarnya timbul dari akibat peristiwa khusus yang sudah dibebaskan
klausula FPA.

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


11 Annisa Hakim Z, S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
g.  Klausula Riot, Strike & Civil Commotion (RSCC)
Riot (kerusuhan) adalah tindakan suatu kelompok orang, minimal sebanyak 12
orang, yang dalam melaksanakan suatu tujuan bersama menimbulkan suasana gangguan
ketertiban umum dengan kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta pengrusakan harta
benda orang lain, yang belum dianggap sebagai huru-hara.
Strike (pemogokan) adalah tindakan pengrusakan yang disengaja oleh sekelompok
pekerja, minimal 12 orang pekerja atau separuh dari jumlah pekerja (dalam hal jumlah
seluruh pekerja kurang dari 24 orang),yang menolak bekerja sebagaimana biasanya dalam
usaha untuk memaksa majikan memenuhi tuntutan dari pekerja atau dalam melakukan
protes terhadap peraturan atau persyaratan kerja yang diberlakukan oleh majikan.
Civil Commotion (huru-hara) adalah keadaan di suatu kota dimana sejumlah besar massa
secara bersama-sama atau dalam kelompok-kelompok kecil menimbulkan suasana
gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan kegaduhan dan menggunakan
kekerasan serta rentetan pengrusakan sejumlah besar harta benda, sedemikian rupa
sehingga timbul ketakutan umum, yang ditandai dengan terhentinya lebih dari separuh
kegiatan normal pusat perdagangan/pertokoan atau perkantoran atau sekolah atau
transportasi umum di kota tersebut selama minimal 24 jam secara terus menerus yang
dimulai sebelum, selama atau setelah kejadian tersebut.

Hal yang harus diperhatikan:


Banker’s Clause atau Klausula Bank adalah suatu klausula yang tercantum dalam
Polis yang hanya dicantumkan atas permintaan pihak Bank dimana dalam polis secara
tegas dinyatakan bahwa Pihak Bank adalah sebagai penerima ganti rugi atas peristiwa yang
terjadi atas obyek pertanggungan sebagaimana disebutkan dalam perjanjian asuransi
(polis).
Klausula ini muncul sebagai akibat adanya hubungan hutang piutang antara Debitur
dan Kreditur dimana obyek pertanggungan adalah menjadi jaminan Bank; sehingga klausula
ini bukan merupakan standard yang pada umumnya tercantum dalam Polis.

JENIS ASURANSI
Asuransi pada umumnya dibagi menjadi dua bagian besar yaitu: Asuransi Kerugian dan
Asuransi Jiwa.
1. Asuransi Kerugian terdiri dari:
a. Asuransi Kebakaran;
b. Asuransi Kehilangan dan Kerusakan;

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


12 Annisa Hakim Z, S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
c. Asuransi laut;
d. Asuransi Pengangkutan;
e.  Asuransi Kredit.
2. Asuransi Jiwa terdiri dari
a.  Asuransi Kecelakaan;
b.  Asuransi Kesehatan;
c.  Asuransi Jiwa Kredit.

BATALNYA ASURANSI
Suatu   pertanggungan atau asuransi karena pada hakekatnya adalah merupakan suatu
perjanjian maka ia dapat pula diancam dengan resiko batal atau dapat dibatalkan apabila
tidak memenuhi syarat syahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH
Perdata.
Selain itu KUHD mengatur tentang ancaman batal apabila dalam perjanjian asuransi:
1. Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar atau bila tertanggung tidak
memberitahukan hal-hal yang diketahuinya sehingga apabila hal itu disampaikan kepada
penanggung akan berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut (Pasal 251
KUHD);
2. Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi ditandatangani
(Pasal 269 KUHD);
3. memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan pemberitahuan melalui  pengadilan
membebaskan si penanggung dari segala kewajibannya yang akan datang (Pasal 272
KUHD);
4. Terdapat suatu akalan cerdik, penipuan, atau kecurangan si tertanggung (Pasal 282
KUHD);
5. Apabila obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh
diperdagangkan dan atas sebuah kapal baik kapal Indonesia atau kapal asing yang
digunakan untuk mengangkut obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-
undangan tidak boleh diperdagangkan (Pasal 599 KUHD).

SANKSI
Terhadap pelanggaran ketentuan yang dilakukan Penanggung dan Tetanggung dapat
dikenakan sanksi berupa:
1. Sanksi Administratif, (berlaku hanya untuk perusahaan perasuransian, bukan pada
tertanggung); dan
2. Sanksi Pidana.
1. Sanksi Administratif

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


13 Annisa Hakim Z, S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah No.73 tahun 1992 tertanggal 30 Oktober 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian (“PP No.73/1992”) serta peraturan pelaksanaannya yang berkenaan dengan:
1. Perizinan usaha;
2. Kesehatan keuangan;
3. Penyelenggaraan usaha;
4. Penyampaian laporan;
5. Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang pemeriksaan langsung;
dikenakan sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha dan sanksi pencabutan
izin usaha (Pasal 37 PP No.73/1992).
Tanpa mengurangi ketentuan Pasal 37, maka terhadap:
1. Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang tidak menyampaikan
laporan keuangan tahunan dan laporan operasional tahunan dan atau tidak
mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi, sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan, dikenakan denda administratif Rp. 1.000.000.000 (satu juta Rupiah) untuk
setiap hari keterlambatan;
2. Perusahaan Pialang Asuransi atau Perusahaan Pialang Reasuransi yang tidak
menyampaikan laporan operasional tahunan sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan dikenakan denda administratif Rp. 500.000 (lima ratus ribu Rupiah) untuk
setiap hari keterlambatan (Pasal 38 PP No.73/1992).
2. Sanksi Pidana
Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang diatur dalam Pasal 21 UU
Asuransi, berikut ini:
a. Terhadap pelaku utama
Orang yang menjalankan atu menyuruh menjalankan usaha perasuransian tanpa izin usaha,
menggelapkan premi asuransi, menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan
atau mengagunkan tanpa hak kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan
Asuransi Jiwa atau perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta
Rupiah).
b. Terhadap pelaku pembantu
Orang yang menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan atau menjal kembali
kekayaan perusahaan hasil penggelapan dengan cara tersebut yang diketahuinya atau
patut diketahuinya bahwa barang–barang tersebut adalah kekayaan Perusahaan Asuransi
Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, dianjam dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima
ratus juta Rupiah).

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


14 Annisa Hakim Z, S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
c. Terhadap pemalsu dokumen
Orang yang secara sendiri–sendiri atau bersama–sama melakukan pemalsuan atas
dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan
Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak
Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta Rupiah).

DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., Hukum Asuransi di Indonesia, Penerbit PT
Intermasa, 1986;
2. H. Mashudi, SH. MH dan Moch. Chidir Ali, SH. (Alm.), Hukum Asuransi, Penerbit CV.
Mandar Maju, 1995;
3. Undang – Undang Usaha Perasuransian Jaminan Sosial Tenaga Kerja Perbankan
1992, Penerbit CV. Eko Jaya, Jakarta, 1992;
4. Prof. Abdulkadir Muhammad, SH., Hukum Asuransi Indonesia, Penerbit PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung 1999;
5. Hasanuddin Rahman, S.H., Aspek–Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di
Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


15 Annisa Hakim Z, S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai