SIROSIS HEPATIS
Oleh:
Preseptor :
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Sirosis hati merupakan dampak tersering dari perjalanan klinis yang panjang dari semua
penyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan parenkim hati. Sirosis hati merupakan
tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan
pembentukan nodul regeneratif. Kebanyakan dari pasien sirosis adalah asimtomatis sampai
stadium dekompensata terjadi, oleh karenanya sulit untuk menilai angka prevalensi dan
insiden dari sirosis pada populasi umum. Di seluruh dunia prevalensi sirosis diperkirakan
mencapai 100 per 100.000 penduduk, tetapi hal ini bervariasi pada setiap negara.1
kematian dalam setiap tahunnya. Sirosis hepatis menempati urutan ke-14 penyebab tersering
kematian pada orang dewasa di dunia.2 Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di
Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di
Penyebab sirosis hati sebagian besar adalah penyakit hati alkoholik dan non alkoholik
steatohepatitis serta hepatitis C. Angka kejadian di Indonesia akibat hepatitis B berkisar antara
Umumnya klinis sirosis hati muncul ketika seseorang sudah mengalami sirosis hati
dekompensata, yang ditandai dengan adanya hipertensi portal dan penurunan fungsi
hepatoselular atau sebagian besar pasien datang ketika sudah muncul komplikasi dari sirosis
hati. Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya sehingga perlu
komplikasinya.2,3
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dokter muda
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang dirujuk dari
berbagai literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian
Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (data tahun 2004). Lebih dari 40% pasien
sirosis adalah asimptomatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena penyakit yang lain.5 Penyebab
2.2 Patofisiologi
Sirosis
Sirosis memperlihatkan stadium lanjut dari penyakit hati kronis dimana telah terjadi
perubahan jaringan hati fungsional menjadi jaringan fibrosa. Meskipun sirosis biasanya
berhubungan dengan alkoholisme, namun hal tersebut dapat diakibatkan dari penyakit-
penyakit lainnya, seperti hepatitis virus, reaksi toksisk terhadap obat-obatan dan zat kimia,
obstruksi empedu, dan non-alcoholic fatty liver disease. Sirosis juga sering muncul bersamaan
dengan penyakit metabolik lainnya yang mengakibatkan deposit mineral dalam hati. Dua yang
paling sering diantaranya adalah hemochromatosis (deposit besi) dan Wilson disease (deposit
tembaga).3,4,5
Gambaran sirosis terlihat dari jaringan fibrosis yang difus yang menggantikan
arsitektur normal hati menjadi nodul fibrosis yang mengelilingi hepatosit. Nodul-nodul
tersebut berukuran sangat kecil (<3 mm, atau mikronodul) hingga nodul besar (beberapa
konstriktif yang mengganggu aliran di saluran pembuluh darah yang merupakan faktor
predisposisi dari hipertensi portal dan komplikasinya; obstruksi saluran empedu dan efek
destruktif dari kolestasis, serta kehilangan sel-sel hati yang mengarah ke kondisi gagal hati. 3
Manifestasi klinis dari sirosis adalah bervariasi, mulai dari hepatomegali asimtomatik
hingga kegagalan hati. Sering dijumpai tidak adanya gejala hingga penyakit ini mencapai
stadium lanjut. Tanda dan gejala umum dari sirosis antara lain adalah penurunan berat badan
(kadang-kadang ditutupi oleh asites), kelemahan, dan penurunan nafsu makan. Diare cukup
sering dilaporkan, meskipun beberapa pasien juga mengalami konstipasi. Hepatomegali dan
ikterik juga merupakan hal yang sering ditemui. Terdapat beberapa kasus yang mengeluhkan
nyeri perut akibat pembesaran hati dan merenggangnya kapsul Glisson. Rasa nyeri ini
terlokalisir di area epigastrik atau di kuadran kanan atas dan dideskripsikan sebagai nyeri
Gejala lanjut dari sirosis dihubungkan dengan hipertensi portal dan kegagalan hati.
Splenomegali, asites, dan peningkatan resistensi pembuluh darah portosistemik (yaitu, varises
esofagus, hemoroid, dan caput medusae) diakibatkan oleh hipertensi portal. Beberapa
komplikasi seperti perdarahan yang diakibatkan oleh penurunan faktor pembekuan,
trombositopenia akibat splenomegali, ginekomastia dan pola rambut pubis seperti wanita pada
pasien pria akibat atropi testis, spider naevi, palmar eritem, dan enselopathy dengan asteriksis
Hipertensi Portal
Hipertensi portal terjadi akibat peningkatan resistensi pada aliran sistem vena portal
dan peningkatan tekanan vena portal di atas 12 mmHg (normalnya, 5-10 mm Hg). Secara
fisiologis, darah vena kembali yang kembali ke jantung yang berasal dari organ-organ
abdomen berkumpul di vena portal dan berjalan melewati hati sebelum memasuki vena kava.
Hipertensi portal dapat diakibatkan oleh beberapa kondisi yang meningkatkan resistensi aliran
darah hati, seperti obstruksi prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik (kata hepatik disini
mengacu pada lobus hati). Obstruksi prehepatik yang mengakibatkan hipertensi portal adalah
trombosis vena portal dan kompresi eksternal akibat kanker dan pembesaran nodus limfe yang
mengakibatkan obstruksi vena portal sebelum pembuluh darah tersebut memasuki hati. 3,4
Obstruksi pascahepatis merujuk pada setiap obstruksi pada aliran darah pada vena-
vena hepatika setelah lobus-lobus hati, baik lokasinya di dalam hati atau distal dari hati. Hal
ini terjadi akibat beberapa kondisi seperti trombosis vena hepatika, penyakit oklusi vena, dan
gagal jantung kanan yang berat sehingga mengakibatkan terganggunya aliran darah vena di
hati. Budd-Chiari syndrome adalah trombosis pada vena hepatika yang berhubungan dengan
kondisii-kondisi seperti polisitemia vera, hiperkoagulais yang terjadi pada kasus keganasan,
kehamilan, infeksi bakteri, lesi metastasis hati, dan trauma. Penyakit oklusi vena adalah
sebuah variasi dari Budd-Chiari syndrome yang paling sering terjadi pada pasien kanker yang
yang melibatkan jaringan hati. Pada sirosis akloholik yang merupakan penyebab tersering
hipertensi portal, pita-pita jaringan fibrosa dan nodul fibrosa mengganggu arsitektur hati dan
meningkatkan resistensi aliran darah portal, dan akhirnya mengakibatkan hipertensi portal. 3,5
Komplikasi hipertensi portal berasal dari peningkatan tekanan dan dilatasi saluran
vena. Sebagai tambahan, saluran kolateral yang terbuka menghubungkan sirkulasi portal
dengan sirkulasi sisemik. Komplikasi utama dari peningkatan tekanan vena porta dan
membukanya saluran kolateral vena adalah asites, splenomegali, dan gangguan aliran
Asites
Asites terjadi bila terdapat peningkatan sejumlah cairan di kavitas peritonium dan
merupakan manifestasi tahap lanjut dari sirosis dan hipertensi portal. Tidak jarang ditemui
seseorang dengan sirosis stadium lanjut dengan jumlah cairan asites sebanyak 15 L atau lebih.
Hal tersebut juga sering disertai dengan rasa tidak nyaman di perut, sesak, insomnia, serta
kesulitan dalam berjalan dan tergantung pada orang lain untuk kegiatan sehari-hari. 3,4,5
dipahami, beberapa faktor yang terduga berkontribusi dalam akumulasi cairan, termasuk
peningkatan tekanan kapiler akibat hipertensi portal dan obstruksi aliran vena yang melewati
hati, retensi garam dan air oleh ginjal, dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat gangguan
sintesis albumin dari hati. Penurunan volume darah (teori underfillI) dan volume darah yang
banyak (teori overfill) telah digunakan untuk menjelaskan peningkatan retensi garam dan air
oleh ginjal. Menurut teori underfill, terjadi konstriksi volume darah sebagai sinyal aferen yang
menyebabkan ginjal untuk meretensi garam dan air. Penurunan volume darah mungkin
disebabkan oleh kehilangan cairan ke kavitas peritonium atau akibat vasodilasi yang
disebabkan oleh substansi vasodilator dalam sirkulasi. Teori overfill menjelaskan kejadian
awal dari perkembangan asites, yaitu retensi garam dan air disebabkan oleh gangguan hati.
asites lainnya adalah peningkatan tekanan koloid, sehingga membatasi reabsorbsi cairan dari
Pengobatan asites biasanya terfokus pada diet restriktif natrium dan diuretik. Intake air
juga sebaiknya dibatasi. Karena banyak hal yang harus diperhatikan dalam diet natrium,
penggunaan diuretik menjadi terapi utama asites. Dua kelas diureti yang seirng digunakan
adalah diuretik yang bekerja di bagian distal nefron untuk menghambat reabsorbsi natrium
dependen aldosteron, dan loop diuretik. Suplemen kalium oral sering diberikan untuk
mencegah hipokalemia. Posisi tubuh juga dikaitkan dengan aktivasi sistem renin angiotensin
aldosteron: oleh sebab itu, tirah baring mungkin direkomendasikan pada pasien dengan asites
yang besar. Parasentesis large-volume (tapping sebanyak 5 L atau lebih cairan asites)
mungkin dilakukan pada pasien dengan asites masif dan gangguan paru-paru. Karena
peningkatan aktivitas renin plasma, aldosteron dan natrium, serta reabsorbsi air oleh ginjal,
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi pada pasien dengan sirosis dan
asites. Infeksi ini mengakibatkan tingginya angka mortalitas meskipun diterapi dengan
antibiotik. Dugaan sementara, cairan peritonemun bercampur dengan bakteri dari darah dan
limfe atau dari dinding usus. Gejalanya termasuk demam dan nyeri abdomen. Gejala-gejala
lainnya termasuk perburukan ensefalopati hepatikum, diare, hipotermi, dan syok. Hal tersebut
dapat didiagnosis dengan jumlah leukosis 250/mm3 atau lebih dan konsentrasi protein sebesar
Pembesaran limpa secara progresif akibat hipertensi portal mengaibatkan aliran darah
elemen darah dan perkembangan kumpulan gejala yang dikenal dengan hypersplenism.
Hipersplenisme ditandai dari penurunan usia elemen darah yang terlihat sebagai anemia,
trombositomenia, dan leukopenia. Penurunan usia tersebut diduga sebagai akibat dari
peningkatan penghancuran elemen tersebut karena waktu transit yang lama di limpa. 3,4
meningkat dan saluran kolateral yang besar terbentuk antara portal dan vena-vena sistemik
yang berasal dari rektum bagian bawah dan esofagus, serta vena umbulikal dari ligamentum
falciformis yang menempel pada dinding anterior abdomen. Kolateral-kolateral antara vena
iliaka internal inferior mengakibatkan hemoroid pada beberapa orang, vena umbilikal fetus
yang tidak mengalami obliterasi total membentuk sebuah saluran pada dinding anterior
abdomen. Vena-vena yang berdilatasi disekitar umbilikus dikenal dengan nama caput
medusae. Aliran balik portopulmonal juga dapat terjadi dan mengakibatkan darah memintas
Secara klinis, yang yang paling penting dari saluran kolateral adalah hubungan antara
portal dan vena-vona koroner yang mengakibatkan aliran balik dan membentuk varies yang
berdinding tipis di submukosa esofagus. Varises tersebut rentan untuk pecah sehingga
mengakibatkan perdarahan masif dan terkadang berakibat fatal. Terganggunya sintesis faktor
komplikasi lebih lanjut dari perdarahan esofatus. Varises esofagus terjadi pada kurang lebih
65% kasus dengan sirosis stadium lanjut dan berakibat perdarahan masif dan kematian pada
perdarahan awal, manajemen perdarahan akut, dan prevensi untuk perdarahan ulangan. Terapi
farmakologis digunakan untuk menurunkan telakan vena dan pencegah perdarahan awal.
ini. Agen-agen tersebut menurunkan tekanan vena portla dengan menurunkan aliran darah
atau ligasi pembuluh darah. Okreotide, sebuah somatostatin analog long-acting mengurangi
aliran darah splaknik dan hepatika serta menurunkan tekanan portal pada pasien sirosis. Obat
tersebut diberikan secara intravena, mengatasi kira-kira 80% kasus. Vasopresin, sebuah
hormon dari kalenjar pituitari posterior, merupakan vasokonstriksi nonselektif yang dapat
yang lebih sedikit dan lebih efektif dibanding dengan vasopresin, obat tersebut menjadi
pilihan utama dalam fase perdarahan akut. Tampon balon digunakan sebagai kompresi vena
secara langsung sedangkan skleroterapi dilakukan untuk mengobliterasi lumen pembuluh
darah esofagus. Untuk mencegah perdarahan ulangan, dapat dilakukan intervensi bedah yang
Gagal hati
Konsekuensi klinis dari sirosis stadium lanjut adalah gagal hati. Hal tersebut dapat
berasal dari destruksi langsung, seperti hepatitis fulminan, atau kerusakan progresif hati yang
terjadi pada sirosis alkoholik. Apapaun penyebabnya, 80% hingga 90% kapasitas hepatosit
fungsional terganggu sebelum gagal hati terjadi. Pada banyak kasus, efek kompensatif
progresif dari penyakit ini dipercepat oleh beberapa kondisi seperti perdarahan saluran
gastrointestinal, infeksi sistemik, ganggguan elektrolit, atau penyakit komorbid lainnya seperti
gagal jantung. 3
Tanda dan gejala yang dapat terjadi pada gagal hati mempresentasikan kegagalan
1. Gangguan hematologis
leukopenia. Anemia terjadi akibat kehilangan darah, desktruksi sel darah merah yang
berlebihan, dan gangguan pembentukan sel darah merah. Defisiensi asam folat dapat
membran sel darah merah meningkatkan hemolisis. Karena faktor V, VII, IX, dan X,
prothrombin, dan fibrinogen disintesis oleh hati, penurunan fungsi hati akan
akibat dari splenomegali. Pasien dengan gagal hati rentan mengalami purpura, lecet,
saluran cerna.
Gambar 3 Patofisiologi gagal hati
2. Gangguan endokrin
Hati memetabolisme hormon steroid, terutama hormon seksual. Gangguan hormon ini
sering ditemui pada kasus sirosis dan gagal hati. Pada perempuan dapat terjadi
laki-laki, kadar testosteron biasanya turun, atrofi tesis, dan penurunan libido,
berkontribusi terhadap retensi garam dan air oleh ginjal, bersamaan dengan penurunan
Gagal hati menimbulkan beberapa penyakit kulit. Lesi tersebut memiliki beberapa
nama, vascular spiders, telangiektasis, spider angioma, dan spider naevi, sering
ditemukan pada dada dan perut bagian atas. Lesi tersebut terdiri dari arteriole yang
telapak tangan, mungkin disebabkan oleh peningkatan aliran darah dari cardiac output.
Jari tabuh juga bisa ditemukan pada pasien sirosis, ikterik biasanya merupakan
Sindrom hepatorenal mengacu pada gagal ginjal fungsional yang sering terlihat pada
stadium terminal gagal hati dengan asites. Hal tersebut terlihat dari peningkatan kadar
kreatinin dan oliguria. Meskipun penyebab dasarnya belum diketahui, penurunan laju
aliran darah ginjal dipercaya berperan dalam patofisiologinya. Ketika gagal ginjal
terjadi pada gagal hati, azotemia dan peningkatan amonia darah terjadi leibh hebat, dan
Ensefalopati hepatikum
Ensefalopati hepatikum adalah manifestasi sistem saraf pusat akibat gagal hati.
Gejalanya dapat berupa penurunan kesadaran, kebingungan, koma, dan kejang. Tanda awal
dari ensefalopati hepatikum adalah flapping tremor atau asteriksis. Berbagai derajat hilang
ingatan dapat terjadi, bisa bersamaan dengan perubahan personalitas seperti euforia,
iritabilitas, ansietas dan tidak peduli terhadap penampilan diri. Mungkin didapatkan gangguan
bicara, dan pasien mungkin tidak dapat melakukan gerakan yang memiliki tujuan.
neurotoksis, yang terdeteksi di darah akibat hati kehilangan fungsinya sebagai detoksifikator,
diduga sebagai faktor penyebab utama. Tidak semua pasien yang mengalami ensefalopati
hepatikum, kira-kira 10% kasus sirosis hepatis dengan gangguan aliran portosistemik yang
Dugaan neurotoksin utama adalah amonia. Salah satu fungsi utama hepar adalah
mengkonversi amonia, sebuah produk sampingan dari metabolisme protein dan asam amino,
menjadi urea. Ion amonia diproduksi secara melimpah di saluran cerna, terutama di usus besar
akibat degradasi protein dan asam amino oleh bakteri. Secara normal, ion amonia berdifusi ke
dalam darah porta dan dibawa ke hati, di sana amonia diubah menjadi urea sebelum memasuki
sistem sirkulasi utama. Ketika darah dari saluran cerna memintas hati atau hati tidak dapat
mengkonversi amonia menjadi urea, amonia masuk secara langsung ke sirkulasi utama dan
memasuki aliran darah serebral. Ensefalopati hepatikum akan bertambah parah setelah
Antibiotik yang tidak larut di saluran cerna, seperti neomisin, dan diberkan untuk
eradikasi bakteri dari saluran cerna sehingga mencegah produksi amonia. Obat lain yag dapat
diberikan adalah laktulosa. Obat tersebut tidak diserap di usus halus, tapi langsung menuju
usus besar, di mana di sana akan dikatabolisme oleh koloni bakteri menjadi asam organik
yang lebih kecil yang bertujuan untuk menurunkan pH, Derajat pH yang rendah menghambat
2.3 Diagnosis
Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hepatis terdiri atas pemeriksaan fisik,
laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsy hati atau
peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati
dini. Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan sirosis
hepatis. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis
dengan dengan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia / serologi, dan
Anamnesis
Hal yang perlu dipertanyakan adalah riwayat yang berhubungan dengan resiko sirosis
hati, berupa6 :
disease
Pemeriksaan Fisik
Suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di
bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya belum diketahui dengan pasti,
b Eritema Palmaris
Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Tanda ini tidak spesifik
pada sirosis, hal ini dikaitkan juga dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.
c Perubahan pada kuku-kuku terdapat Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan
dengan warna normal kuku d. Jari gada, lebih sering ditemukan pada sirosis bilier
jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak spesifik berkaitan dengan sirosis.
Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik,
e Ginekomastia
Secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae pada laki-laki,
rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah
fase menopause.
f Atrofi testis hipogonadisme
hemakromatosis.
Ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil. Bilamana hati teraba,
h. Splenomegali
Sering ditemukan pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat
i. Asites
hipoalbumimenia.
j. Fetor hepatikum
Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil
k. Ikterus
Pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin
Dalam darah lebih dari 2-3 mg/dl. Akibat hiperbilirubinemia Warna urin terlihat gelap
Pemeriksaan Laboratorium6
a. Urine
Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus.
Pada penderita dengan asites, maka ekskresi Na dalam urin akan berkurang (<4 meq/l)
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, eksresi
pigmen empedu rendah. Sterkobiliniogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus
akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwana
c. Darah
dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12
gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni
meningkat
Penderita sirosis hati banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita
yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan
disertai dengan kegagalan biosintesis hati yang ditandai dengan rendahnya konsentrasi
Konsentrasi transaminase umumnya berada pada rentang normal atau sedikit meningkat.6
D. Pemeriksaan Pencitraan
Untuk mendeteksi sirosis hati penggunaan ultrasonografi kurang begitu sensitif namun
meningkat dengan ekostruktur kasar homogen atau heterogen pada sisi superficial, sedangkan
pada sisi profunda ekodensitas menurun. Dapat dijumpai pula pembesaran lobus caudatus,
splenomegali, dan vena hepatika gambaran terputus-putus. Hati mengecil dan splenomegali,
asites tampak sebagai area bebas gema (ekolusen) antara organ intra abdominal dengan
dinding abdomen.6
beratnya sirosis hati, misal dengan menilai ukuran lien, asites, dan kolateral vaskular. Ketiga
alat ini juga dapat untuk mendeteksi adanya karsinoma hepatoselular. Endoskopi (gastroskopi)
dapat dilakukan untuk memeriksa adanya varises di esofagus dan gaster pada penderita sirosis
hati. Selain digunakan untuk diagnosis juga dapat digunakan untuk pencegahan dan terapi
perdarahan varises.6
Baku emas untuk diagnosis sirosis hati adalah biopsi hati melalui perkutan,
transjugular, laparoskopi, atau dengan biopsi jarum halus. Biopsi tidak diperlukan bila secara
Walaupun biopsi hati risikonya kecil tapi dapat berakibat fatal misalnya perdarahan dan
kematian.1
2.5 Tatalaksana
1. Sirosis kompensata
Dua tujuan utama dalam pengobatan pada pasien ini adalah mengobati penyakit
pencetus sirosis (contoh: hepatitis B atau C, alkohol, steatohepatitis non alkoholik) dan
2. Sirosis Dekompensata
Pada stadium dekompensata, tujuan dari pengobatan adalah mengobati atau
a. Asites
Pasien sirosis dengan asites dianjurkan untuk tirah baring dan pembatasan asupan
garam harus juga dilakukan karena diet rendah natrium merupakan tonggak utama
terapi. Diet rendah natrium sekitar 800 mg (2 gram NaCl) mampu untuk menginduksi
kerjanya yang perlahan dan sifatnya yang mempertahankan kalium darah dalam batas
normal(potassium-sparing effect).
Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa
adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40
mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar, pengeluaran asites bisa hingga
b. Ensefalopati hepatik
mengandung kadar protein yang rendah, agar pembentukan amonia dalam darah
berkurang. Pemberian Laktulosa (suatu disakarida yang tidak diserap yang berperan
sebagai laksatif osmotik, sirup laktulosa dapat diberikan dengan dosis 30-50 ml setiap
jam sampai tinjanya pasien lunak kemudian dosis disesuaikan (biasanya 15-30 ml tiga
kali sehari). Neomisin juga bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
hemodinamik pasien telah stabil maka perlu dilakukan kajian diagnostik yang lebih
berulang.
dapat diberikan ketika pasien sudah stabil, kemudian pasien dipersiapkan untuk
perdarahan juga masih berulang maka perlu dipikirkan untuk tindakan Transjugular
Pada pasien sirosis yang mengalami komplikasi PBS pasien harus diberikan terapi
e. Sindrom hepatorenal
terhadapinfus albumin rendah garam , penambhan volume harus dilakukan secara hati-
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis seperti: hipertensi portal
a. Hipertensi portal
Tekanan vena porta nomal berkisar 5-10 mmHg (rendah), hal ini dikarenakan
Manifestasi klinis mayor akibat hipertensi portal termasuk perdarahan akibat pecah
akut atau kronik. Ketiadaan katup pada system vena portal menyebabkan aliran
darah retrograde, yang diantaranya menyebabkan aliran darah kolateral pada vena
Kolateral pada dinding abdomen terlihat sebagai pembulih darah epogastrik yang
menyebar dari umbilicus ke arah xipoid dan batas iga (caput medusae).
b. Perdarahan varises
c. Splenomegali
Splenomegali kongestif sering terjadi pada pasien dengan hipertensi portal yang
d. Asites
SBP merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada sirosis hati, yaitu infeksi
cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder.
f. Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merupakan komplikasi serius pada pasien dengan sirosis dan
asites yang ditandai oleh perbukuran azotemia dengan hiponatremia, hipotensi dan
g. Ensefalopati Hepatik
ditandai oleh gangguan pada kesadaran dan perilaku, perubahan personality, tanda-
tanda neurologis yang berfluktuasi, asterixis atau flapping tremor, dan perubahan
pada elektroensefalografi.
Tabel 1 Stadium klinis ensefalopati hepatik
2.7 Prognosis
Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit penyerta lainnya pada pasien.
Klasifikasi Child-Pugh (tabel 2.1), juga untuk menilai prognosis pasien sirosis hati yang akan
menjalani operasi, variabelnya meliputi kadar albumin, kadar bilirubin, ada tidaknya asites
dan ensefalopati serta status nutrisi. Klasifikasi Child-pugh juga berkaitan dengan
kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien Child A (5-
1 2 3
hepatic
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Tn.D
b. Umur : 64 tahun
c. Pekerjaan/ Pendidikan : Pensiunan wali nagari
d. Alamat : Balai Selasa
2. Keluhan Utama:
Perut yang semakin membesar sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan Darah : 138/69 mmHg
Nadi : 81 kali/menit
Napas : 21 kali/menit
Suhu : 36,8OC
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : CMC
Nadi : 81 kali/menit
Pernapasan : 21 kali/menit
SpO2 : 97 %
Suhu : 36,80 C
Anemis : Ada
Pemeriksaan Generalisata
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran KGB pada daerah aksila,
leher, inguinal dan submandibula.
Kepala : Normocephal
Jantung
Palpasi : ictus cordis teraba pada RIC V 1 jari lateral linea mid
clavicularis sinistra
Perkusi :
Abdomen
Inspeksi : Simetris, sikatrik (-),venektasi (-),caput medusae (-),
kolateral vein (-)
Anggota gerak : Akral hangat, edem (-/-), refleks patologis -/-, refleks
fisiologis+/+
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
21 Oktober 2021
Hb : 6,8 g/dl
Leukosit : 3.200/mm3
Trombosit : 40.000/mm3
Ht : 24%
B/E/N/L/M : 0/7/2/61/24/6
Ureum : 42 mg/dl
GDS : 225
SGOT : 31 U/l
SGPT : 36 U/l
HBsAg : Positif
PEMERIKSAAN EKG
Intrepretasi:
Regularitas : Reguler
Intrepretasi:
- Inspirasi cukup
- Densitas sedang
- CTR : 55,5%
Kesan:
- Kardiomegali
DIAGNOSA KERJA
TINDAKAN PENGOBATAN
Furosemid 2 x 2amp iv
Spironolacton 1 x 25 mg
Dulcolax 1 x 5 mg
Curcuma 3 x 1 tab
PEMERIKSAAN ANJURAN
Ekokardiografi
Fibrous Scan
Esofagoduodenoskopi
PROGNOSIS
Dubia ad malam
BAB 4
DISKUSI
Pasien perempuan umur 64 tahun datang dengan keluhan utama perut yang
semakin membesar sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Perut yang semakin
membesar sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Perut yang membesar dapat
disebabkan oleh adanya cairan di dalam rongga abdomen (asites).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, eritem palmar, asites
dan didapatkan adanya spider naevi, hepar tidak teraba dan lien teraba S1, shifting
dullness (+). Hasil laboratorium menunjukkan adanya inversed albumin dan
globulin. Asites terjadi pada pasien sirosis terjadi akibat hipertensi porta dan
vasodilatasi splanknikus yang akan berdampak pada: 1) ekstravasasi cairan ke rongga
peritonium secara langsung, 2) aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron sehingga
terjadi vasokonstriksi arteri renalis dan retensi natrium. Palmar eritem merupakan
warna merah pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan
dengan metabolisme esterogen, namun hal ini tidak spesifik untuk sirosis, karena
palmar eritem juga dapat ditemukan pada kehamilan, arthritis reumatoid,
hipertiroidisme dan keganasan hematologi.
Pemeriksan Shifting dullness (+) menandakan adanya asites pada pasien.
Berdasarkan kriteria Soebandiri, kriteria yang terpenuhi adalah splenomegaly, eritem
palmar, asites, spider naevi, inversed albumin dan globulin, dan hematemesis melena,
terpenuhi 6 dari 7 kriteria sirosis hepatis. 5,10
Anjuran pemeriksaan berupa ekokardiografi, fibrous scan, dan
esofasoduodenoskopi. Tujuannya adalah untuk melihat apakah terdapat kelainan
struktural pada jantung, fibrous scan untuk mengukur derajat fibrosis yang terjadi
pada hepar, dan esofagoduodenoskopi untuk melihat adanya varises esfogaus.
Pada pasien ini diberikan terapi infus aminoleban sebagai nutrisi parenteral
essensial untuk pasien insufisensi hati kronik dan memberikan asupan asam amino
rantai cabang dan juga mencegah terjadinya keadaan hiperamonia dalam darah
sehingga menyebabkan encephalopathy hepatikum. Spironolacton dan furosemide
diberikan sebagai diuretic sehingga dapat mengurangi asites yang terjadi. Dulcolax
untuk mengatasi bab yang sulit keluar dan mencegah peningkatan tekanan
intraabdomen.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tsao GG, Lim J, 2009. Management and treatment of patients with cirrhosis and
portal hypertension: recommendations from the department of veterans affairs
hepatitis C resource center program and the national hepatitis C program.
American Journal of Gastroenterology; 104: 1802-92.
2. Kamath PS dan Shah VH. Gastrointestinal and Liver Disease 10th ed. Elsevier.
2016
3. Grossman S, Porth C. Study guide for porth's pathophysiology. Philadelphia,
Pennsylvania: Lippincott Williams & Wilkins; 2014.
4. Huether S, McCance K, Felver L. Study guide for Understanding
pathophysiology. St. Louis: Elsevier; 2017.
5. Verkhratsky A, Butt A. Glial physiology. Oxford: Wiley-Blackwell;
2013.Verkhratsky, A. and Butt, A. (2013). Glial physiology. Oxford: Wiley-
Blackwell.
6. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,
Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.
2009. Page 668-673.
7. Lindseth, G.N. 2013. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 6, Volume 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 472-515.
8. Kasper DL et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th ed. New Yowk.
McGraw-Hill. 2005
9. Sofwanhadi, Rio. 2012. Anatomi Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati.
Jakarta: CV Sagung Seto, hal 1-4.
10. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the
setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009. 18(3):299-
302.