Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HUKUM PERDATA DAN BISNIS

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 8 :

1. I Gede Putu Suryana ( E1B019067 )


2. Hofifah Indra Sari ( E1B019069 )

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

TAHUN AKADEMIK 2020 / 2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan kesehatan pada kita semua
sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dimana makalah ini membahas
tentang Materi di dalam RPS Matkul Hukum Perdata dan Bisnis

Makalah ini disusun guna melengkapi salah satu materi mata kuliah Hukum Perdata dan
Bisnis. Dimana dalam proses pembuatannya mengalami banyak kendala yang tanpa bantuan dari
berbagai pihak tentu saja tidak dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kata
sempurna,untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Selain itu kami
berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 29 Oktober 2021

KELOMPOK 8
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………..

Daftar Isi……………………………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang …………………………………………………………………………….

1.2  Rumusan Masalah………………………………………………………………………….

1.3 Tujuan…………………………………………………………….. ……………….……….

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Menjelaskan perihal Pembuktian dalam Hukum perdata ………………………….

2.2 Contoh-contoh tentang pembuktian ………………………………………………………..

2.3 Menjelaskan Perihal lewat waktu dalam Hukum perdata…………………………………

2.4 Masa-masa lewat waktu (daluarsa) dalam Hukum perdata……………………………….

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………. ……………….……….

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 .Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Pembuktian dalam Hukum acara perdata?

2. Apa saja Contoh-contoh tentang pembuktian?

3. Apa yang dimaksud dengan Kadaluarsa dalam Hukum acara perdata?

4. Bagaimana masa-masa kadaluarsa dalam Hukum acara perdata?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Pembuktian dalam Hukum acara perdata

2. Untuk mengetahui apa saja Contoh-contoh tentang pembuktian

3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Kadaluarsa dalam Hukum acara perdata

4. Untuk mengetahui bagaimana masa-masa kadaluarsa dalam Hukum acara perdata


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Menjelaskan Pembuktian dalam Hukum acara perdata

Pengertian pembuktian diungkapkan oleh beberapa ahli hukum, antara lain:

a. Menurut Sudikno Mertokusumo, pembuktian mengandung arti logis, konvensional dan


Yuridis. Dalam arti logis, adalah memberikan kepastian yang mutlak. Dalam arti
konvensional berarti kepastian hanya saja bukan kepastian mutlak. Sedangkan dalam arti
yuridis berarti memberi dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang
bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan.
b. Menurut Subekti, hukum pembuktian adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-
dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.

Pembuktian adalah tahap yang memiliki peranan penting bagi hakim untuk menjatuhkan
putusan. Proses pembuktian dalam proses persidangan dapat dikatakan sebagai sentral dari
proses pemeriksaan di pengadilan. Pembuktian menjadi sentral karena dalil-dalil para pihak diuji
melalui tahap pembuktian guna menemukan hukum yang akan diterapkan (rechtoepasing)
maupun ditemukan (rechtvinding) dalam suatu perkara tertentu.

Pembuktian bersifat historis yang artinya pembuktian ini mencoba menetapkan peristiwa apa
yang telah terjadi dimasa lampau yang pada saat ini dianggap sebagai suatu kebenaran, peristiwa
yang harus dibuktikan adalah peristiwa yang relevan, karena peristiwa yang irrelevan tidak perlu
dibuktikan. Pada intinya yang harus dibuktikan dalam tahap pembuktian ini adalah peristiwa –
peristiwa yang menuju pada kebenaran yang relevan menurut hukum.

Tujuan dari pembuktian adalah untuk menetapkan hubungan hukum antara kedua belah
pihak yang berperkara dipengadilan untuk dapat memberi kepastian dan keyakinan kepada
hakim atas dalil yang disertai alat bukti yang diajukan di pengadilan, pada tahap ini hakim dapat
mempertimbangkan putusan perkara yang dapat memberikan suatu kebenaran yang memiliki
nilai kepastian hukum dan keadilan.
Sistem hukum pembuktian yang dianut di Indonesia adalah sistem tertutup dan terbatas
dimana para pihak tidak bebas mengajukan jenis atau bentuk alat bukti dalam proses
penyelesaian perkara. Undang-undang telah menentukan secara tegas apa saja yang sah dan
bernilai sebagai alat bukti. Pembatasan kebebasan juga berlaku bagi hakim dimana hakim tidak
bebas dan leluasa menerima apa saja yang diajukan para pihak sebagai alat bukti. Apabila pihak
yang berperkara mengajukan alat bukti diluar ketentuan yang ada didalam undang-undang yang
mengatur, hakim harus menolak dan mengesampingkanya dalam penyelesaian perkara.

Pihak – pihak yang terlibat dalam tahap pembuktian diproses persidangan, masing – masing
mempunyai kewajiban untuk membuktikan kebenaran atas apa yang didalilkan sesuai dengan isi
Pasal 163 Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR)yang menyebutkan bahwa,

“barang siapa mengaku mempunyai hak, atau menyebutkan suatu kejadian untuk
meneguhkan hak itu atau untuk membantah hak orang lain,harus membuktikan adanya
hak itu atau adanya peristiwa itu”

dan diatur juga dalam Pasal 1865 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata ( KUHPerdata )yang
menyebutkan bahwa,

“setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna
meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada
suatu peristiwa diwajibkan membuktikan adanya hal atau peristiwa tersebut”

2.2 Apa saja Contoh-contoh alat tentang pembuktian?


Dalam hukum acara perdata, telah diatur mengenai alat-alat bukti yang dipergunakan
dalam pembuktian perkara perdata. Alat-alat bukti merupakan sarana untuk membuktikan
peristiwa dalam persidangan
Alat bukti ( bewijsmiddel ) mempunyai banyak bentuk dan jenis, yang mampu memberi
keterangan dan penjelasan tentang masalah yang diperkarakan di pengadilan. Alat bukti
diajukan para pihak untuk membenarkan dalil gugatan atau dalil bantahan.
Pasal 164 Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) menerangkan lima alat bukti yang
digunakan dalam perkara perdata yaitu alat bukti tertulis, alat bukti saksi, alat bukti berupa
persangkaan – persangkaan, alat bukti berupa pengakuan dan alat bukti sumpah, begitu pula
dalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Rechts Reglement
Buitengwesten (RBg)Pasal 284dan pada perkembanganya dikenal pula alat bukti elektronik
yang diatur dalam UndangUndang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE) yang memuat SMS atau Email yang dapat dijadikan sebagai alat bukti di
persidangan. Alat-alat bukti ini diatur dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284 RBG dan Pasal 1866
BW antara lain:
1. Surat
Alat bukti surat merupakan alat bukti yang utama dalam perkara perdata karena
pebuatan perdata sengaja dilakukan dan untuk menguatkan perbuatan tersebut, perlu
adanya bukti yang jelas dan pasti, sehingga alat bukti yang paling mudah untuk
membuktikan terjadinya perbuatan perdata adalah dalam bentuk tulisan.
Menurut Sudikno Mertokusumo, yang dimaksud dengan surat adalah sesuatu
yang memuat tanda yang dapat dibaca dan menyatakan suatu buah pikiran dimana buah
pikiran tersebut bisa dipakai sebagai pembuktian.
Alat bukti surat ini ada dua jenis:
a. Akta; dan
b. Surat bukan akta
Akta adalah surat yang sengaja sejak awal dibuat untuk pembuktian, akta ada dua yaitu
akta autentik dan akta di bawah tangan
 Akta autentik
Menurut pasal 1868 BW Akta autentik adalah suatu akta yang bentuknya
ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum
yang berkuasa ditempat dimana akta dibuat. Pegawai-pegawai umum itu seperti:
notaris, polisi dan hakim.
 Akta di bawah tangan
Akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak
yang bersangkutan.
Surat Bukan Akta Adalah alat bukti surat yang awalnya tidak dipergunakan sebagai
pembuktian, namun jika di suatu hari alat bukti surat tersebut bisa membuktikan suatu
perkara di pengadilan, maka alat bukti surat tersebut bisa dipergunakan sebagai
pembuktian.
2. Alat bukti saksi
Kesaksian adalah seseorang yang memberikan keterangan di muka persidangan
mengenai hal yang ia lihat, dengar dan alami sendiri. Alat bukti saksi ada dua, yaitu saksi
biasa dan saksi ahli. saksi biasa adalah memberikan kesaksian berdasarkan apa yang ia
lihat, dengar dan alami sendiri, sedangkan saksi ahli memberikan kesaksian berdasarkan
keahlian yang ia miliki. Dalam Pasal 145 ayat (1) HIR, orang yang tidak dapat diddengar
sebagai saksi adalah:
a. Keluarga sedarah dan semenda;
b. Isteri atu suami, meskipun sudah ada perceraian;
c. Anak-anak yang umurnya dibawah umur 15 tahun;
d. Orang gila.
3. Persangkaan-persangkaan
Yang dimaksud dengan persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan yang ditarik
oleh undang-undang atau oleh hakim dari peristiwa yang terkenaln kearah peristiwa yang
tidak terkenal. Persangkaan undang-undang adalah kesimpulan yang ditarik oleh undang-
undang, sedangkan persangkaaan hakim adalah kesimpulan-kesimpulan yang ditarik oleh
hakim berdasarkan peristiwa-peristiwa tertentu yang telah terungkap melalui bukti-bukti
yang diajukan para pihak.
4. Pengakuan
Pengakuan ada dua, pengakuan di muka persidangan dan diluar persidangan.
Pengakuan di muka persidangan ada tiga:
Pertama, pengakuan yang sesungguhnya, artinya tergugat dalam jawabannya
mengaui secara sungguh-sungguh apa yang telah dialmi penggugat.
Kedua, pengakuan kualifikasi, tergugat tidak mengakui sepenuhnya, tetapi ada
sebagian yang dibantah oleh penggugat
Ketiga, pengakuan klausula, apa yang didalilkan penggugat diakui tergugat,
namun disertai keterangan tambahan.
Pengakuan diluar persidangan harus disertai dengan alat bukti lain untuk lebih
meyakinkan hakim.
5. Sumpah
Sumpah adalah keterangan yang diberikan seseorang dengan mengatasnamakan
Tuhannya. Dalam HIR Pasal 155, ada tiga sumpah, antara lain:
Pertama, sumpah pemutus, adalah inisiatif untuk mengangkat sumpah datangnya
dari pihak berperkara. Syarat untuk mengajukan sumpah pemutus tidak harus ada bukti
yang diajukan terlebih dahulu.
Kedua, sumpah pelengkap, adalah inisiatif untuk mengangkat sumpah dari hakim
karena jabatannya. Syarat sumpah pemutus harus ada bukti permulaan, namun bukti
tersebut tidak cukup untuk membuktikan peristiwa ini.
Ketiga, sumpah penaksir, sumpah ini biasanya dilakukan oleh penggugat dalam
hal menuntut besarnya kerugian yang dialaminya khusus pada perkara ganti rugi

2.3. Menjelaskan Perihal lewat waktu (Kadaluarsa) dalam Hukum perdata

Dalam hukum barat mengenal istilah kadaluarsa yang tertuang dalam sebuah buku yang
menyebutkan ada dua macam pengertian kadaluarsa, yaitu:

1. Kadaluarsa yang menyebabkan seseorang dibebaskan dari suatu kewajiban atau yang
menyebabkan hak menuntut seseorang menjadi gugur.

2. Kadaluarsa yang menyebabkan seseorang memperoleh suatu hak tertentu.

Kadaluarsa ini mengharuskan adanya iktikad baik dari orang yang akan memperoleh hak
tersebut. Kadaluarsa adalah semacam upaya hukum, sehingga tentang adanya kadaluarsa harus
dikemukakan oleh pihak lawan dalam jawabannya di muka hakim. Apabila hal itu tidak
dikemukakan, maka kadaluarsa tidak berlaku secara otomatis. Apabila dikemukakan eksepsi atau
sanggahan bahwa hak untuk menuntut telah kadaluarsa dan alasan tersebut ternyata berdasar,
maka gugatan akan dinyatakan tidak dapat diterima. Namun apabila eksepsi tersebut dianggap
berdasar, maka eksepsi tersebut akan ditolak dan mengenai pokok perkara akan di putus.

Menurut pasal 1946 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Kadaluarsa atau Daluwarsa
adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan
lewatnya suatu waktu tertentu dan syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang”.

Anda mungkin juga menyukai