BAB III
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN
HIDUP
Kompetensi
1. Menerapkan SMK3 sesuai standar Depnaker dan OSHA
2. Mampu merencanakan, melaksanakan K3 dan mencegak kecelakaan kerja
A. Pendahuluan
Filosofi dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah melindungi keselamatan
dan kesehatan para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, melalui upaya-upaya
pengendalian semua bentuk potensi bahaya yang ada di lingkungan tempat kerjanya
(Muhaimi:2009, 3). Bila semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya kerja
terkendali dan memenuhi batas standar aman, maka akan memberikan kontribusi
terciptanya kondisi lingkungan kerja yang aman, sehat dan proses produksi menjadi
lancar, yang pada akhirnya akan dapat menekan risiko kerugian dan berdampak
terhadap peningkatan produktivitas. Penerapan K3 selain dapat meningkatkan
produktivitas juga dapat meningkatkan citra baik perusahaan, menekan biaya
kompensasi akibat kecelakaan yang besarnya dapat membebani untuk kemajuan
perusahaan.
Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor: Per.05/MEN/1996 tentang sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK 3) meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,
pelaksanaan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaaan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efesien dan produktif.
Adapun tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen,
tenaga kerja dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien dan produktif. Oleh karena itu pengurus, pengusaha dan seluruh tenaga
kerja wajib melaksanakan sistem manajemen K3 dalam upaya mengantisipasi potensi
bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan
penyakit akibat kerja sebagai satu kesatuan. Implementasi SMK 3 diperusahaan
1
mewajibkan perusahaan melaksanakan ketentuan antara lain: (1) menetapkan kebijakan
dan berkomitmen neperapan SMK 3; (2) merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan
dan sasaran penerapan keselamatan dan kesehatan kerja; (3) menerapkan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif; (4) mengukur, memantau dan
mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan tindakan
perbaikan dan pencegahan; (5) meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan
Sistem Manajemen K3 secara berkesinambungan.
Kecelakaan kerja dapat ditekan melalui pembuatan panduan pelaksanaan K3.
Panduan keselamatan kerja pertama kali dengan pendekatan sistem manajemen yaitu
Health and Safety Management-HS(G)65 yang dikembangkan oleh Health and Safety
Executive Inggris diterbitkan pada tahun 1977. Upaya peningkatan kinerja organisasi
K3 melalui engintegrasian manajemen K3 dengan manajemen dari aspek bisnis yang
lain. Penyusunan standar pelaksanaan K3, BS 8800 (British Standard 8800) pada tahun
1966 telah berhasil menurunkan angka kecelakaan kerja. Tahun 1999 muncul standar
baru OHSAS 18001 memuat spesifikasi dan didasarkan pada model yang sama dengan
ISO 14001, bersamaan dengan itu diterbitkan pula OHSAS 18002 sebagai pedoman
pada penerapan OHSAS 18001. Standar OHSAS mengandung beberapa komponen
utama yang harus dipenuhi oleh perusahaan dalam penerapan SMK3 demi pelaksanaan
K3 yang berkesinambungan.
Komponen Utama OHSAS 18001. Komponen utama standar OHSAS 18001
sesuai dengan Permentenker Nomor: Per.05/MEN/1996 mengatur penerapan di
perusahaan meliputi: (1) komitmen perusahaan tentang K3, (2) perencanaan tentang
program-program K3, (3) operasi dan implementasi K3, (4) pemeriksaan dan tindakan
koreksi terhadap pelaksanaan K3 di perusahaan, dan (5) pengkajian manajemen
perusahaan tentang kebijakan K3 untuk pelaksanaan berkesinambungan. Penerapan
keselamatan kerja, berdasarkan OSHA (Occupational Safety and Health
Administration). Lebih jauh lagi ILO/WHO Joint safety and Health Committee
merumuskan K3 adalah:
Occupational Health and Safety is the promotion and maintenance of the
highest degree of physical, mental and social well-being of all occupation; the
prevention among workers of departures from health caused by their working
conditions; the protection of workers in their employment from risk resulting
from factors adverse to health; the placing and maintenance of the worker in
an occupational environment adapted to his physiological and psychological
2
equipment and to summarize the adaptation of work to man and each man to
his job.( Alli, 2008).
3
Kurangnya : Faktor: Tindakan tidak Kontak dengan Pekerjaz;
SOP, pekerjaan, aman, sumber bahaya, cedera, keracuan,
sarana personal Kondisi tidak aman Kegagalan fungsi. kematian, cacat
kesadaran, Kerusakan mesin/alat
kepatuhan Bahan rusak/
tercemar
Lingkungan
tercemar, bencana
https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.co.id/2013/09/
4
2. Lingkungan kerja tidak aman misalnya suara bising, ventilasi udara kurang,
temperatur kerja terlalu panas, kebersihan dan ketertiban tidak mendukung.
C. Pencegahan Kecelakaan Kerja
Pedoman keselamatan akan bahaya listrik di laboratorium ataupun tempat kerja,
berkaitan dengan pengetahuan akan potensi-potensi bahaya dan tindakan-tindakan
pencegahannya. Tindakan-tindakan pencegahan di laboratorium ataupun tempat kerja
bidang elektronika /listrik merupakan hal yang penting karena potensi-potensi bahaya
yang ada di dalamnya. Jika arus listrik 0,1 Ampere atau lebih mengalir melalui kepala
atau dada bagian atas, risiko kematian hampir pasti, dan terbukti fatal pada penderita
gangguan koroner. Arus listrik yang mengalir melalui tubuh dipengaruhi oleh resistansi
tubuh, resistansi antara tubuh dengan lantai, dan tegangan sumber. Jika kulit basah,
maka jantung akan lemah dan kontak antara tubuh dengan lantai menjadi besar dan
langsung, sehingga tegangan sebesar 40 Volt dapat berisiko fatal. Oleh karena itu,
hindari mengambil risiko dengan tegangan “rendah” sekalipun. Tindakan pencegahan
harus dilakukan untuk menghindari terjadinya luka-luka tersebut termasuk risiko akibat
sengatan listrik. Perusahaan perlu memiliki nomor telepon darurat yang dapat
dihubungi untuk memberikan arahan keselamatan, konsultasi dengan pekerja atau
teknisi laboratorium. Pencegahan dapat dilakukan antara lain di bawah ini.
1. Pengendalian bahaya listrik dari sentuh langsung
a. mengisolasi bagian aktif, menggunakan kabel yang sesuai dengan operasi, bahan,
beban.
b. Menutup bagian-bagian yang betegangan mematikan.
c. Peralatan yang mempunyai tegangan tinggi diberi rintangan untuk mencegah
bahaya arus kejut.
d. Peralatan yang mempunyai tegangan tinggi satu sama lain harus diberi jarak aman
untuk mencegah terkena arus kejut.
e. Menggunakan pelindung diri.
f. Memasang grounding pada peralatan listrik.
Kecelakaan kerja dapat mengakibatkan dampak buruk pada peralatan kerja ataupun
fisik pekerja, hal-hal yang kemungkinan ditimbulkan antara lain di bawah ini.
a. Pekerja terkejut akibat sengatan listrik, pekerja dapat menimbulkan respon tak
terduga dengan melemparkan alat kerja.
5
b. Pesawat televisi model CRT menggunakan tegangan tinggi untuk anoda hingga
orde kilo Volt, mekipun arusnya kecil sengatan tegangan ini cukup mengejutkan
dan menyakitkan.
c. Akibat sengatan listrik dapat menimbulkan dampak pada pekerja:
1). gagal jantung (Ventricular Fibrillation), yaitu berhentinya denyut jantung atau
denyutan yang sangat lemah sehingga tidak mampu mensirkulasikan darah
dengan baik,
2) gangguan pernafasan akibat kontraksi hebat (suffocation) yang dialami oleh
paru-paru,
3) kerusakan sel tubuh akibat energi listrik yang mengalir di dalam tubuh,
4) terbakar akibat efek panas dari listrik,
5) sakit dan kontraksi pada otot,
6) kesemutan dan rasa geli, dan
7) tidak sadar/pingsan (https://sanherip.files.wordpress.com/2012/05/k3.pptx);
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari
potensi bahaya di tempat kerja. Dalam upaya pencapaian optimalisasi produktivitas
kerja melalui kesalamatan kerja, ditinjau dari kesadaran pemakaian alat pelindung diri
di perusahaan masih perlu ditingkatkan. Hasil pengamatan menunjukkan di bidang
Kimia masih berkisar 15 hingga 55%, makanan dan minuman 16%. Berikut diuraikan
jenis-jenis APD biasanya digunakan di dunia proyek beserta fungsinya.
6
Alat pelindung diri yang banyak diperlukan meliputi.
1. Safety Helmet
Safety helmet berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda
yang bisa mengenai kepala secara langsung.
2. Safety Belt
Safety belt berfungsi sebagai pelindung diri ketika
bekerja bekerja/berada di atas ketinggian.
3. Safety Shoes
Safety shoes berfungsi
untuk mencegah
kecelakaan fatal yang
menimpa kaki karena
benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia
dan juga melindungi dari sengatan arus listrik karena
hubung singkat.
5. Sarung Tangan
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja
di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera
tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan
dengan fungsi masing-masing pekerjaan.
6. Masker (Respirator)
Berfungsi sebagai penyaring
udara yang dihirup saat bekerja
di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu,
beracun, dsb).
7
7. Jas Hujan (Rain Coat) Berfungsi melindungi dari
percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan
atau sedang mencuci alat).
8
melibatkan lebih dari 50 (lima puluh) orang tenaga kerja atau tempat kerja yang
berpotensi bahaya kebakaran sedang dan berat.
Kebakaran adalah terjadinya api yang tidak dikehendaki (energi yang tidak
terkendali). Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.10/2000 bahwa bahaya
kebakaran diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena percikan api
sejak awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan.
Untuk mencegah kerugian akibat kebakaran maka penting adanya penanggulangan
kebakaran yakni segala daya upaya untuk mencegah dan memberantas kebakaran.
Perlu dipahami bahwa kebakaran dapat terjadi karena adanya reaksi kimia
berantai antara 3 unsur yaitu nyala api (panas), oksigen dan bahan bakar (fuel), reaksi
ini disebut dengan Fire Tetrahedron. Secara nasional telah ditetapkan klasifikasi
kebakaran dalam KEPMENAKER NO. PE-04/MEN/1980 tentang syarat - syarat
pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api iingan (APAR). Sedangkan dalam
ranah internasional terdapat pada lembaga NFPA (National Fire Protection
Association) sebagai wadah yang mengatur dan memberikan pengembangan pada
pencegahan kebakaran. Adapun jenis kebakaran diklasifikasi ke dalam 6 kelas yaitu
klas A, klas B, klas C dan klas D, didasarkan jenis sumber bahan bakarnya. Klasifikasi
kebakaran ini berguna untuk menentukan media pemadam efektif untuk memadamkan
api/kebakaran menurut sumber api/kebakaran tersebut, serta berguna untuk menentukan
tingkat keamanan jenis suatu media pemadam sebagai media pemadam suatu kelas
kebakaran berdasarkan sumber api/kebakarannya
Klasifikasi Api Sumber Bahan Bakar Cara Pencegahan Kebakaran
Klas A Bahan mudah terbakar Tempatkan lap kain yang berminyak pada tempat
berupa materi berserat yang tertutup atau terpisah.
seperti kayu, kain, kertas,
karet.
Klas B Cairan yang mudah Gunakan cairan yang mudah terbakan hanya pada
terbakar seperti bensin, ruangan yangberventilasi.
kerosin, cat. Simpan cairan yang mudah terbakar jauh dari
sumber api yang mudah menyala atau memercik.
Jangan gunakan kontainer plastik sembagai media
penyimpan.
Klas C Peralatan listrik seperti Periksa kabel yang sudah usang, isolasi dan fitting
seterika, microwave, yang rusak.
kompor listrik, panel, dan Lengkapi listrik yang digunakan sesuai prosedur
peralatan sumber listrik. dan standar yang ditetapkan.
Gunakan peralatan listrik dengan kualitas yang
9
baik dan kabel sesuai standar yang ditetapkan.
Jangan melakukan instalasi yang menyalahi
aturan.
Kelas D Logam yang dapat terbakar Logam murni seperti potasium dan sodium bereaksi
seperti magnesium, sangat cepat dengan air dan bahan kimia lain. Karena
titanium. Logam dapat simpan dalam kontainer cairan non reaktif.
bereaksi dengan cepat
dengan air maka harus
ditangani secara hati-hati.
10
2. Hidran
Hidran adalah salah satu sarana yang digunakan
untuk memadamkan kebakaran dengan bahan
utama adalah air. Hidran gedung, yaitu hidran
yang teletak di dalam suatu gedung/bangunan dan
sistem serta peralatanya disediakan serta dipasang
di dalam bangunan/gedung tersebut. Syarat
pemasangan hidran gedung antara lain: kotak
hidran dipasang dengan ketinggian 75 cm dari permukaan lantai, mudah terlihat, mudah
dicapai, tidak terhalang benda lain dan dicat warna merah. Ditengan kotak hidran diberi
tulisan ”HIDRAN” dengan warna putih, tulisan minimum 10 cm.
12
5. Pencahayaan Darurat
Pencahayaan darurat dimaksudkan untuk menyediakan penerangan yang memadai pada
saat penerangan utama tidak berfungsi ketika terjadi peristiwa kebakaran. Pencahayaan
darurat menggunakan sumber daya listrik darurat yang bekerja secara otomatis.
6. Tanda Petunjuk Arah
Bila arah menuju keluar tidak dapat terlihat langsung dengan jelas pekerja atau
penghuni bangunan maka harus dipasang
tanda petunjuk dengan tanda panah. Tanda
anak panah dipasang di koridor, jalan
menuju ruang besar atau semacamnya yang
memberikan indikasi penunjuk arah keluar.
Setiap tanda petunjuk arah harus memenuhi
syarat yakni jelas dan pasti, diberi
pencahayaan cukup dan dipasang sedemikian rupa sehingga bila terjadi gangguan
listrik, pencahayaan darurat dapat menggantikan.
F. Penanganan (P3K) Luka Bakar
Bila terjadi kebakaran perlu penanganan pertama sebelum tim medis datang. Adapun hal-
hal yang bisa dilakukan adalah berikut ini.
a. Menghentikan proses luka bakar dengan mengalirkan air dingin pada bagian yang luka.
Bila proses luka bakar dikarenakan bahan kimia, maka alirkan air dingin terus-menerus
selama 20 menit.
b. Melepaskan pakaiaan ataupun perhiasan penderita. Gunting pakaian apabila pakaian
penderita lengket pada luka bakar.
c. Melakukan penilaian dini (respon, nafas dan nadi).
d. Memberikan oksigen bila ada.
e. Menentukan derajat dan tingkat keparahan luka bakar penderita.
f. Menutup luka bakar dengan menggunakan penutup (kassa) steril. Jangan pecahkan
gelembung serta jangan gunakan salep, antiseptik maupun es pada luka bakar. Jika luka
bakar mengenai mata, maka pastikan kedua mata ditutup. Jika luka bakar mengenai jari-
jemari, maka balut masing-masing jari secara terpisah.
g. Menjaga suhu tubuh penderita dan rawat cedera lain bila ada.
h. Memberikan rujukan ke fasilitas kesehatan terdekat.
13
G. Penanganan (P3K) Luka Bakar Khusus
Pada luka baka khusus lakukan langkah-langkah berikut berdasarkan penyebab terjadinya
kebakaran.
1. Luka Bakar Kimia
o Aliri daerah luka bakar dengan air yang banyak secara terus-menerus selama 20
menit dan jangan menyiram luka bakar dengan dengan air apabila diketahui bahan
kimia tersebut bereaksi kuat
apabila berkontak dengan air.
o Bila mata terkena, aliri dengan
air terus pada luka bakar yang
banyak lebih dari 20 menit dan
selama perjalanan menuju
fasilitas kesehatan terdekat
apabila diperlukan.
o Posisikan tubuh penolong agak jauh dari tubuh penderita yang terkontaminasi bahan
kimia untuk keselamatan penolong.
o Apabila diketahui bahan kimia berupa serbuk padat, maka sapu daerah luka bakar
dengan sikat halus, kemudian aliri air pada daerah luka bakar selama 20 menit.
o Amankan bekas pakaiaan penderita yang
terkontaminasi.
o Tutup luka bakar dengan kasa steril.
o Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
2. Luka Bakar Listrik.
15