Anda di halaman 1dari 13

2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan
Secara umum kata pendidikan berasal dari kata “pedagogi” yakni
“paid” yang berarti anak dan “agagos” yang berarti membimbing, jadi
pedagogi adalah ilmu dalam membimbing anak. Sedangkan secara istilah
defini pendidikan adalah suatu proses pengubahan sikap dan perilaku
seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia atau peserta
didik melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan merupakan suatu
bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dalam proses
perwujudannya sarat dengan perkembangan waktu ke waktu sesuai dengan
zamannya masing-masing. Dalam pemaknaan yang sederhana , pendidikan
dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai
dengan nilai-nilai di dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan.
Ibnu Sina menjelaskan pendapatnya bahwa pendidikan atau
pembelajaran berkaitan dengan seluruh aspek yang ada pada diri manusia,
mulai dari fisik, mental ataupun moral. Pendidikan dilarang mengabaikan
perkembangan fisik dan apapun yang memiliki pengaruh terhadap
perkembangan fisik seperti olahraga, minuman, makanan, kebersihan, tidur.
Jadi pendidikan tidak hanya memperhatikan aspek moralnya saja namun juga
membentuk individu yang menyeluruh termasuk jiwa, karakter, dan fikiran.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut tentang definisi pendidikan,
maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan ialah bimbingan yang diberikan
kepada anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya untuk
mencapai tingkat kedewasaan dan bertujuan untuk menambah ilmu
pengetahuan, membentuk karakter diri, dan mengarahkan anak untuk menjadi
pribadi yang lebih baik.1

1
Jeeny Rahmayana, “Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam” (Yogyakarta: Samudera
Biru,2020) hlm.3
3

Pendidikan juga bisa diartikan sebagai usaha sadar yang bertujuan


untuk menyiapkan peserta didik dalam belajar melalui suatu kegiatan
pengajaran,bimbingan,dan latihan demi peranannya dimasa yang akan datang.

B. Pengertian Pendidikan Islam


Berbeda dari pendidikan pada umumnya yang dibangun atas dasar
konsep manusia dalam basis filosofisnya masing-masing, Pendidikan agama
Islam dibangun berdasarkan konsep manusia dalam basis islam. Dalam
pendidikan islam, manusia memiliki sejumlah potensi yang diberikan Allah
SWT untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya melalui pendidikan yang
didasarkan pada nilai-nilai ajaran islam sebagaimana yang tercantum dalam
alquran dan al-hadits serta dalam pemikiran para ulama dan dalam praktek
sejarah umat islam.2
Pendidikan agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual
dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakuup
etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada
optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya
mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai hamba Allah SWT. Hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan yang ideal dalam pandangan islam adalah
pendidikan yang memadukan antara iman dan ilmu pengetahuan, akhlak,
skill, kecerdasan, ketakwaan.
Pendidikan Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama
diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang
bertakwa kepada Allah SWT, dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk
menghasilkan manusia yang jujur, adil, dan berbudi pekerti, saling
menghargai, disiplin, harmonis, dan produktif, baik personal maupun sosial.

2
Nur Hidayat “Peran dan Tantangan Pendidikan Agama Islam di Era Global”, Jurnal Pendidikan
Agama Islam, Vol XII, no 1, (Juni,2015) 62-63
4

Tuntutan visi ini mendorong dikembangkannya standar kompetensi sesuai


dengan jenjang persekolahan.3

C. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Islam


Pada dasarnya pendidikan agama islam bertujuan untuk membentuk
individu yang selalu berupaya menyempurnakan keimanan, ketakwaan,
berakhlak mulia, dan aktif membangun peradaban dan keharmonisan
kehidupan khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermatabat.4
Individu seperti itu dapat diharapkan menjadi tangguh dalam menghadapi
tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan
masyarakat baik dalam lingkup lokal, regional, maupun global.5
Menurut Arifin bahwa Pendidikan Islam bertujuan untuk
menumbuhkan kepribadian manusia melalui latihan kejiwaan, kecerdasan
otak, penalaran, perasaan, dan indra.6 Pendapat tersebut secara garis besar
selaras dengan yang dikemukakan Nizar bahwa tujuan pendidikan islam
adalah untuk membentuk kepribadian muslim yang terbagi menjadi dua
macam, yaitu kepribadian kemanusiaan (basyariah) dan kepribadian
kewahyuan (samawi).
Kepribadian kemanusiaan ini terdiri dari kepribadian individu yang
merupakan ciri khas suatu sikap dan tingkah laku individu serta kepribadian
ummah yang merupakan ciri khas sikap dan tingkah laku umat muslim pada
umumnya. Adapun kepribadian samawi yaitu corak kepribadian yang
dibentuk melalui petunjuk wahyu yang dijelaskan dalam Al-quran.7
Secara umum Tujuan Pendidikan Islam dapat diklasifikasikan menjadi
enam dimensi, yaitu sebagai berikut :

3
Wahab, “Pelaksanaan Pendidikan Agama”, 146-147
4
Adil Saputra, “Aplikasi Metode Constectual Teaching Learning (CTI) dalam Pembelajaran PAI”,
Jurnal, At-Ta’dih, Volume VI, Nomor 1 (Sptember,2014), 17
5
Siti Maesaroh, “Peranan MetodePembelajaran Terhadap Minat dan Prestasi Belajar
6
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:Bumi Aksara,2011), 28
7
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah sistem Pendidikan dan Pemikiran Para
Tokohnya (Jakarta: Kalam Mulia: 2011), 263.
5

1. Tujuan Pendidikan Jasmani (al-Ahdaf al-Jismiyyah)


Tujuan pendidikan jasmani yaitu mempersiapkan diri manusia
yang mampu memakmurkan bumi untuk kemashlahatan bersama serta
menjalankan tugas kekhalifahan sesuai dengan syariat Allah SWT melalui
keterampilan fisik.8
2. Tujuan Pendidikan Rohani (al-Ahdaf al-Ruhaniyyah)
Tujuan pendidikan Rohani yaitu mensucikan jiwa agar senantiasa
taat dan mengabdi hanya kepada Allah SWT berdasarkan Ilmu dan
Petunjuk serta melaksanakan Moralitas Islami yang dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW dengan berdasarkan cita-cita ideal dalam Al-Quran.9
3. Tujuan Pendidikan Akal (al-Ahdaf al-Aqliyyah)
Tujuan pendidikan akal yaitu pengarahan Intelegensi untuk
menemukan kebeneran dan sebab-sebabnya dengan menelaah tanda-tanda
kekuasaan Allah SWT dan menemukan pesan dari ayatnya yang
berimplikasi kepada peningkatan iman kepada-Nya.10
4. Tujuan Pendidikan Akhlak (al-Ahdaf al-Khuluqiyyah)
Tujuan pendidikan akhlak yaitu membentuk individu agar
memiliki budi pekerti luhur sehingga bisa hidup bermasyarakat dengan
baik, menata keberlangsungan hidup yang bermakna (meaningfull), dan
melahirkan amal-amal shaleh. Inilah sesungguhnya jiwa dari pendidikan
islam.11
5. Tujuan Pendidikan Sosial (al-Ahdaf al-Ijtimiyyah)
8
Hal ini berdasarkan pada pendapat Imam an-Nawawi yang menafsirkan kata “al-Qawy” sebagai
kekuatan iman yang ditopang oleh kekuatan fisik. Sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Al-
Baqarah: 247 dan QS. Al-Anfal: 60
9
Seperti dijelaskan dalam QS: Ali Imran: 15. Diantara Indikasi kesucian Rohani adalah tidak
bermuka dua atau munafik (QS: Al-Baqarah:10), berupaya memurnikan dan menyucikan diri
manusia secara individual dari sikap dan perbuatan negatif (QS. Al-Baqarah:126), dan inilah
yang disebut dengan tazkiyah (purification) dan hikmah (wisdom)
10
Tahapan-tahapan akal ini meliputi hal-hal berikut: (a)pencapaian kebenaran ilmiah (‘ilm al-
yaqin) sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Takatsur:5, (b) pecapaian kebenaran empiris
(‘ain al-yaqin, sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Al-Takastur:7 dan (c) pencapaian
kebenaran metaempiris atau kebenaran filosofis (haqq al-Yaqin) sebagaimana yang
dijelaskandalam QS. Al-Waqiah:95.
11
A. Gani, “Pendidikan Akhlak Mewujudkan Masyarakat Madani”, Jurnal Pendidikan Islam Al-
Tazkiyyah, Volume 6 (November, 2015), 128.
6

Tujuan Pendidikan Sosial adalah pembentukan Kepribadian utuh


yang menjadi bagian dari komunitas sosial. Identitas individu disini
tercermin sebagai “al-Nas” yang hidup pada masyarakat plural dengan
berlandaskan pada tujuan hidup yang telah dijelaskan oleh Al-Quran, yaitu
mengenalkan manusia agar bisa bersosialisasi dan bertanggung jawab
dalam tatanan hidup bermasyarakat.12
6. Tujuan Pendidikan Kesenian
Seni merupakan fitrah manusia yang dianugerahkan Allah SWT
untuk suatu kegiatan yang melibatkan kemampuan kreatif dalam
mengungkapkan keindahan, kebenaran, kebaikan. Tujuan dari pendidikan
seni yaitu mengungkap keindahan konsep tauhid sebgai esensi akidah, tata
nilai dan norma islam, yakni menyampaikan pesan kepada Allah SWT.13

Adapun fungsi pendidikan islam dijelaskan dalam Al-Quran yang


secara Ekplisit menyebutkan fungsi risalah kenabian, atau lebih spesifik
dapat dikatakan fungsi “Pedagogik’ misi profesi nabi Muhammad SAW
sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah: 151.14 Adapun
berdasarkan pengertiannya, pendidikan agama islam memiliki fungsi
sebagai berikut15 :
1. Menumbuhkankembangkan pengetahuan Teoritis, Praktis, dan
Fugsional bagi peserta didik.
2. Menumbuhkembangkan kreatifitas , potensi-potensi, atau fitrah
peserta didik.
3. Meningkatkan kualitas akhlak al-karimah dan kepribadian luhur,
atau menumbuhkembangkan nilai-nilai insani dan nilai ilahi
4. Menyiapkan tenaga kerja yang produktif

12
Shalih Abu Arrad, Pengantar Pendidikan Islam (Bogor: PT Marwah Indo Media, 2003), 65.
13
Nanang Rizali, “Kedudukan Seni dalam Islam”, Jurnal Kajian Seni Budaya Islam Tsaqafa,
Volume 1, Nomor 1 (Juni,2012), 2-4
14
Samsul Nizar, Dasar-dasar pemikiran Pendidikan I(Padang: IAIN IB Press, 2000), 92-93
15
Muckhtar Hadi “Hakikat Sistem Pendidikan Islam”, Jurnal Tarbawiyah, Volume 10, Nomor 2
(Juli-Desember,2013), 46
7

5. Membangun peradaban yang berkuliatas di masa depan sesuai


dengan nilai-nilai islam dan mewariskan nilai-nilai ilahi dan nilai-
nilai insani kepada peserta didik.

D. Pendidikan Agama Islam di Indonesia


Pendidikan Islam di Indonesia diberikan pada tiga sektor, yaitu
nonformal, informal, dan formal. Yang bersifat nonformal, biasanya
diberikan di mesjid-mesjid, surau, dan langgar. Penekanan utama yang
diberikan pada sektor ini adalah pendidikan al-qur‟an, tajwid dan ibadah
seperti wudhu dan shalat. Pendidikan informal, diberikan di rumah dengan
menekankan kepada pengajaran individu, khususnya dalam belajar alqur‟an
sesuai dengan tingkatan pelajar.
Sedangkan sistem pendidikan formal diberikan di sekolah, madrasah,
dan pesantren. Bagi lembaga-lembaga organisasi Islam yang mengelola
lembaga pendidikan Islam, kecuali pesantren, mempergunakan kurikulum
pemerintah dalam lembaga pendidikan mereka. Dengan memberi penekanan
sedikit pada pengajaran agama Islam.
Jadi, dapat dikatakan bahwa madrasah dikategorikan ke dalam dua
bentuk kurikulum, yaitu: madrasah yang menyediakan ilmu-ilmu keislaman
dan madrasah yang menyediakan keduanya, baik ilmu-ilmu umum dan ilmu-
ilmu keislaman.16
Dalam tataran pendidikan tinggi, selain dari lembagai pendidikan
swasta, pendidikan Islam diberikan pada di Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) dan di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN). Selama ini
kedua lembaga Islam tersebut merumuskan jati dirinya sebagai lembaga yang
memelihara dan mewariskan nilai-nilai yang terkandung dalam alQur‟an dan
Sunnah sebagai sumber utama pedoman hidup di muka bumi ini.
16
Su’dadah, “Kedudukan dan Tujuan Pendidikan Agama Islam di Sekolah”, Jurnal Kependidikan,
Volume II, Nomor 2 (November,2014),149
8

Usia pendidikan islam di Indonesia telah berjalan selama dan seiring


dengan umur kemerdekaan negara Indonesia, hal ini karena dalam hal fakta
sejarah disebutkan bahwa benih-benih dari pendidikan islam adalah
munculnya semangat untuk merdeka. Benih-benih Nasionalisme muncul dari
lembaga pendidikan Islam waktu itu, dari Pesantren, Surau, Masjid, sehingga
sangat logis apabila kolonial sangat mengekang keberadaan lembaga
pendidikan Islam pada saat itu.
Pendidikan agama di Indonesia telah mulai dilaksanakan di sekolah-
sekolah negeri pada tahun 1947, termasuk didalamnya pembelajaran
pendidikan agama Islam. Pendidikan agama merupakan bagian yang integral
dan menyatu dengan pendidikan nasional. Awal mulanya pada tahun 1946,
Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia (BP KNIP) mengusulkan kepada
pemerintah agar di sekolah-sekolah umum yang ada di wlayah Indonesia
dilaksanakan Pembelajaran Pendidikan Agama. Usul tersebut kemudian
ditanggapi positif oleh pemerintahpada masa itu dengan direalisasikan
pelaksanaan pendidikan di sekolah-sekolah dengan melibatkan secara
langsung dua kementrian untuk melaksanakannya, yaitu kementrian agama
dan kementrian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
Pelaksanaan Pembelajaran Agama di sekolah-sekolah yang ada
diseluruh wilayah Indonesia tersebut telah dijamin dalam pasal 12 a Undang-
Undang no 20 Tahun 2003 tentang setiap peserta didik pada setiap satuan
pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama
yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Ketentuan dalam
Undang-undang tersebut tentunya dapat dijadikan acuan jaminan proses
pembelajaran agama di sekolah-sekolah yang ada di wilayah Indonesia.
Dalam artiian selama undang-undang no 20 tahun 2003 ini tidak dibatalkan
oleh Undang-Undang yang baru, maka tidak ada alasan bagi siapapun juga
untuk berusaha menghapus Pendidikan Agama di sekolah-sekolah yang ada
di Indonesia.17

17
Jeeny Rahmayana, “Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam” (Yogyakarta: Samudera
Biru,2020) hlm.26
9

Pendidikan Islam di Indonesia mengalami 2 periodisasi dalam


perkembangan yaitu periode sebelum tahun 1900 merupakan pendidikan
islam secara tradisional. Sedangkan periode setelah tahun 1900 atau awal
abad ke-20 merupakan awal pembaharuan pendidikan Islam Indonesia.
Perintis perubahan atau Pembaharuan Pendidikan Islam Indonesia menuju
pada Modernisasi Pendidikan Islam yang Modern, pertama datang dari
pemerintah Belanda yang mendirikansekolah rakyat dan kedua datang dari
para reformis muslim yang merupakan para pelajar-pelajar Indonesia kembali
dari di Mekah yang belajar di sana.
Dalam menghadapi krisis global, terutama krisis dalam bidang
ekonomi, politik dan sosial. Pendidikan agama Islam diharapkan mampu
memberikan solusi dalam memperbaiki akhlak/moral masyarakat. Sebab di
negara-negara majupun tidak dapat memisahkan pendidikan agama, karena
pendidikan agama merupakan bagian terpenting dan tidak dapat dipisahkan
dengan sistem pendidikan nasional. Sehingga wajar apabila bangsa Indonesia
yang berbasis dan bersikap religiositas menempatkan pendidikan agama
sebagai bagian yang sangat penting bagi pengembangan sistem pendidikan
nasional.
Krisis dalam tiga bidang kehidupan tersebut mengakibatkan
menurunnya kualitas moral dan ketulusan sebagian besar anggota masyarakat
dalam menjalankan ajaran-ajaran agama. Karena kaitan agama dan moral
sangat kuat, maka masyarakat berharap agar pendidikan agama dapat
memainkan peranan yang lebih kuat dalam upaya memperbaiki akhlak
masyarakat. Sebagian besar anggota masyarakat Indonesia masih meyakini
bahwa ajaran agama menjadi pilar utama pembangunan moral bangsa
(Shindunata, 2000: 216).
Untuk menghadapi kondisi demikian diperlukan adanya strategi
khusus untuk mengupayakan pelaksanaan pendidikan agama Islam secara
efektif dan efisien. Oleh karena itu diperlukan rekontruksi dan reformasi
pendidikan agama Islam agar bisa menghadapi tantangan global dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
10

Pertama, melakukan telaah kritis dan menyeluruh terhadap agama,


baik yang bentuknya normatif maupun historis. Teks-teks suci yang bersifat
normatif perlu dipahami secara utuh, sehingga nilai-nilai dasar agama dapat
ditangkap secara keseluruhan. Sedang dalam sisi historis, pemahaman umat
terhadap agamanya sepanjang sejarah perlu diperiksa kembali.
Kedua, perlu adanya pengintegrasian pendidikan agama dengan
ilmuilmu lain. Sehingga tidak menimbulkan pandangan yang dikotomis yang
menyebabkan timbulnya perbedaan anggapan ada perbedaan nilai dan
keutamaan antara pendidikan agama dengan keilmuan lainnya. Sebagaimana
di Barat yang sekuler, moralitas dan etika diajarkan dalam setiap mata
pelajaran, bukan hanya pada mata pelajaran agama saja. Bahkan ajaranajaran
agama hanya memuat masalah-masalah spiritual individual yang bersifat
teknis ritual. Seluruh mata pelajaran dan aktivitas di sekolah diarahkan
sebagai sumber moralitas dan kebaikan bagi peserta didik(Lutfi as-Syaukani,
2003).
Ketiga, perlunya melakukan revolusi pembelajaran pendidikan agama
dengan cara mempraktikkan nilai-nilai luhur agama tersebut dalam kehidupan
nyata yang ditopang oleh prinsip-prinsip keadilan atau kerukunan antar umat
beragama(Nuruddin, 2003). Tujuan pembelajaran agama Islam harus
dirumuskan dengan bentuk behavior dan measruable.
Strategi pembelajaran yang dimaksud di sini adalah suatu kondisi
yang diciptakan oleh guru dengan sengaja yang meliputi metode, materi,
sarana dan prasarana, media dan lain sebagainya agar siswa dipermudah
dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan (Oemar Hamalik,
2006: 33).

Pendidikan agama Islam sebenarnya tidak hanya cukup dilakukan dengan


pendekatan teknologi karena aspek yang dicapai tidak cukup kognitif tetapi
justru lebih dominan yang afektif dan psikomotorik, maka perlu pendekatan
yang bersifat nonteknologik. Pembelajaran tentang akidah dan akhlak lebih
menonjolkan aspek nilai, baik ketuhanan maupun kemanusiaan yang hendak
11

ditanamkan dan dikembangkan pada diri siswa sehingga dapat melekat


menjadi kepribadian yang mulia.
Sehingga diperlukan beberapa strategi dalam pembelajaran nilai yaitu
tradisional maksudnya dengan memberikan nasihat dan indoktrinasi, bebas
maksudnya siswa diberi kebebasan nilai yang disampaikan, reflektif
maksudnya dengan pendekatan teoritik dan empirik, transinternal maksudnya
guru dan siswa sama-sama terlibat dalam proses komunikasi aktif tidak hanya
verbal dan fisik tetapi juga melibatkan komunikasi batin (Ahmad Nur
Fathoni, 1997: 4).
Keempat, diperlukan adanya reformulasi materi pembelajaran
pendidikan agama Islam. Disamping perlu adanya reformasi materi-materi
Pendidikan Agama Islam yang selama ini menjebak pada ranah kognitif
dengan mengabaikan ranah psikomotorik dan afektif, materi pendidikan
agama Islam dipandang masih jauh dari pendekatan pendidikan multikultural,
akibatnya masih banyak kerusuhan di berbagai tempat (Depag RI, 2001: 63).
Untuk itu materi pendidikan agama hendaknya merupakan sarana yang efektif
untuk menginternalisasi nilai-nilai atau akidah inklusif pada peserta didik.
Selain itu, pada masalah-masalah syari‘ah pendidikan agama Islam
selama ini mencetak umat Islam yang selalu berbeda dan berselisih dalam
masalah mazhab. Maka dalam hal ini pendidikan agama Islam perlu diberikan
tawaran pelajaran “fiqh Muqaran” untuk memberikan penjelasan adanya
perbedaan pendapat dalam Islam dan semua pendapat itu sama-sama
memiliki argumen, dan wajib bagi kita untuk menghormati. Sekolah tidak
menentukan salah satu mazhab yang harus diikuti oleh peserta didik, peserta
didik diberi kebebasan untuk memilih.
Kelima, diperlukan adanya transformasi dan internalisasi nilai-nilai
agama ke dalam pribadi peserta didik dengan cara; pergaulan, memberikan
suri tauladan dan mengajak serta mengamalkannya (Ihsan, 1995: 156-160).
Pada hakikatnya pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi nilai,
proses pembiasaan terhadap nilai, proses rekontruksi nilai, serta proses
penyesuaian terhadap nilai.
12

Fungsi pendidikan agama Islam adalah pewarisan dan pengembangan


nilai-nilai agama Islam serta memenuhi aspirasi masyarakat dan kebutuhan
tenaga di semua tingkat dan pembangunan bagi terwujudnya keadilan,
kesejahteraan, dan ketahanan. Proses transformasi dan internalisasi nilai
pendidikan agama Islam dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara
evolusi dan revolusi. Cara evolusi menuntut adanya keuletan dan kesabaran,
dengan rentang waktu yang panjang dan disampaikan secara berangsur-
angsur. Sebaliknya, cara revolusi menuntut adanya perombakan tata nilai
yang sudah usang dan dimodifikasi atau bahkan diganti dengan nilai-nilai
baru. Cara ini tidak menutup adanya kemungkinan perpecahan, perselisihan,
atau bahkan peperangan (Abdul Khobir, 1997: 42-43).
Keenam, diperlukan sumberdaya guru agama Islam yang berkualitas.
Pada saat ini ada kecenderungan untuk menunjuk guru sebagai salah satu
faktor penyebab minimnya kualitas lulusan. Kritikan mulai dari
ketidakefektifan guru dalam menjalankan tugas, kurangnya motivasi dan etos
kerja, sampai kepada ketidakmampuan guru dalam mendidik dan mengajar.
Untuk meningkatkan motivasi dan etos kerja guru maka faktor pemenuhan
kebutuhan sangat berpengaruh. Untuk itu bagaimana mengarahkan kekuatan
yang ada dalam diri guru untuk mau melakukan upaya ke arah tujuan yang
telah ditetapkan.
Dengan motivasi dan etos kerja yang tinggi guru agama akhirnya
menjadi penggerak penjiwaan dan pengalaman agama yang mencerminkan
pribadi yang takwa, berakhlak mulia, luhur dan menempati peran yang
penting dalam pembelajaran agama. Untuk itu dibutuhkan guru yang
mencintai jabatannya, bersikap adil, sabar, tenang, menguasai metode dan
kepemimpinan, berwibawa, gembira, manusiawi dan dapat bekerjasama
dengan masyarakat (Zakiyah Darajat, 1990: 14).

BAB III
PENUTUP
13

A. Kesimpulan
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam adalah Pendidikan dengan melalui ajaran-
ajaran agama islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik
agar nantinya setelah selesai dari Pendidikan ia dapat memahami, meghayati
dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara
menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama islamitu sebagai suatu pandangan
hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup didunia maupun di
akhirat kelak.
2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam bertujuan untuk menumbuhkan kepribadian
manusia melalui latihan kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran, perasaan,
dan indra. Pendapat tersebut secara garis besar selaras dengan yang
dikemukakan Nizar bahwa tujuan pendidikan islam adalah untuk
membentuk kepribadian muslim yang terbagi menjadi dua macam, yaitu
kepribadian kemanusiaan (basyariah) dan kepribadian kewahyuan
(samawi).
Adapun pendidikan agama islam memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Menumbuhkankembangkan pengetahuan Teoritis, Praktis, dan
Fugsional bagi peserta didik.
2. Menumbuhkembangkan kreatifitas , potensi-potensi, atau fitrah
peserta didik.
3. Meningkatkan kualitas akhlak al-karimah dan kepribadian luhur,
atau menumbuhkembangkan nilai-nilai insani dan nilai ilahi
4. Menyiapkan tenaga kerja yang produktif
5. Membangun peradaban yang berkuliatas di masa depan sesuai
dengan nilai-nilai islam dan mewariskan nilai-nilai ilahi dan nilai-
nilai insani kepada peserta didik.
3. Pendidikan Agama Islam di Indonesia
14

Pendidikan agama Islam merupakan komponen penting dalam


menghadapi era globalisasi. Untuk menghadapi tantangan globalisasi
tersebut diperlukan pembinaan moral dan kemanusiaan bangsa yang
didasarkan kepada ajaran agama. Jika moralitas dan kemanusiaan dalam
kehidupan bangsa merupakan komitmen bersama, maka rekontruksi dan
reformasi pendidikan agama menjadi kemestian dan keharusan bagi
segenap kalangan agamawan, tokoh intelektual, dan kaum pendidik.
Pendidikan bukan semata-mata tugas guru dan sekolah, orang tua
dan umat secara keseluruhan tidak boleh lari dari tanggung jawab untuk
melatih mereka dalam semua aspek ajaran Islam sampai mendapat
kematangan diri. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa pendidikan Islam
bersifat ke-Tuhan-an (rabbani) sebab selalu mengacu kepada Allah. Sifat
yang demikian membuat pendidikan Islam benar-benar berbeda dari
pendidikan lainnya. Baik dari segi pengertian, tujuan dan fungsi, dan
bagaimana kondisi pendidikan agama islam itu sendiri.
B. Saran
Berdasarkan hasil makalah yang dibuat ini, semoga bermanfaat
bagi pribadi sendiri. Di samping itu, semoga dapat menambah wawasan
bagi mahasiswa yang masih dalam fase belajar, serta mempermudah
mahasiswa dalam memahami Pendidikan Agama Islam itu sendiri,
sehingga dapat difungsikan dalam perkuliahannya sehari-hari. Jauh
sebelumnya, telah disadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya
sempurna, untuk itu kritik dan saran sangat dibutuhkan dalam perbaikan
makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai