Anda di halaman 1dari 5

Nama : Raditya Baswara

NIM : 215061107111011

PRODI : Teknik Kimia

ISLAM DAN SISTEM DEMOKRASI DALAM PERSPEKTOF AL – MAUDUDI

Biografi Beliau :

Abu al A’la al – Maududi adalah tokoh pembaharu Islam dimana beliau dilahirkan di
Aurangbad (sekarang dinamai Andra Praresh, India. Beliau lahir pada tanggal 3 Rajab 1321, jika
diubah ke tanggal masehi maka akan menjadi 25
September 1903 M. Beliau meninggal pada tahun
1978 M. Al – Maududi adalah anak ketiga dari 3
bersaudara. Menurut cerita dari ayah beliau, sekitar 3
tahun sebelum beliau lahir, seorang ahli sufi
menyatakan bahwa akan lahir seorang anak laki –
laki yang akan dihormati oleh orang – oragng sekitar
sana, ssang sufi berpesan agar anak itu dinamakan
Gambar 1.0 Abu al A’la al – Maududi
Abul A’la.

Ayah Al – Maududi bernama Syed Ahmad Hasad Maududi, lahir di tahun 1855 M,
merupakan pengacara yang berkuliah di salah satu Univeritas ternama pada saat itu yakni
Aligarh University, dari sini dapat dilihat bahwa keluarga Mauddudi merupakan keluarga yang
terpandang dan terhormat disana. Beliau sendiri memeroleh pendidikan dasar di lingkungan
keluarganya, lantas melanjutkan pendidikan di madrasah Fainiyat, ini adalah sekolah menengah
agama yang bisa disamakan dengan SMP di Indonesia. Kemudian beliau melanjutkan studinya
ke jenjang yang lebih tinggi di Dar al – ulum di Hyderrabad. Ayah beliau meninggal di tahun
1919 dan hal ini memaksa Maududi untuk meninggalkan bangku perkuliahannya.

Namun tentu saja hal ini tidak menyurutkan semangat Al – Maududi untuk tetap lanjut
mencari cara mendapatkan pendidikan kembali. Beliau kemudian mulai menempuh jalan
otodidak dalam menekuni pelajaran dari berbagai bidang ilmu. Ia memiliki kemampuan
berbahasa asing yang sangat hebat, dimana beliau dapat berbahasa Arab, Inggris, dan Persia
bahkan. Maka dengan kemampuan yang dimiliki oleh beliau ini memulai karirnya di bidang
wartawan. Beliau diangkat menjadi editor surat kabar berbhasa Urdu, Taj yang terbit di Jalpore,
kemudian karena prestasi yang dimilikinya maka ia diangkat juga menjadi ketua editor surat
kabar muslim dan al – Jam’iyat-I U’lum I Hind (1921 – 1923). Maududi juga aktif di gerakan
politik yang dipimpin oleh Abul Kalam Azad pada tahun 1920. Ide – ide gerakan Abul banyak
dituangkan melalui majalah al – hilal,terutama dalam kritikannya terhadap pemerintah inggris.
Pemikiran dari Al – Maududi tidak hanya berpengaruh di Indonesia tetapi juga berpengaruh
keseluruh dunia, karnya yang sebanyak 138 buah buku terlah banyak diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab, Inggris, Prancis, Jerman, Turki, Persia, Tamil, Bengali, dan termasuk Indonesia.

Beliau juga pernah berkeliling dunia untuk memberikan kuliah di berbagai ibu kota
negara, terutama daerah timur tengah, karena beliau sendiri juga berasal dari timur tengah. Selain
di timur tengah beiau juga mengisi acara pendidikan di London, New Yor, Toronto. Namun
dengan segala kesuksesan yang diraih oleh Al- Maududi ini terdapat konsekuensinnya yakni,
gagasan Maududi berkali kali bertabrakan dengan beberapa kebijakan pemerintah Pakistan yang
dimana menurut beliau negara itu telah meninggalkan cita – cita yang telah didirikannya.
Sehingga seperti tokoh – tokoh besar revolusioner yang lain, penjara bukanlah tempat yang asing
bagi Maududi. Ketidakberhasilan beliau dalam meyakinkan politisi – politisi Pakistan dalam
melaksanakan gagasannya membuat hubungan beliau dengan pemerintah menjadi tegang.

Alhasil pada tahun 1953, Al- Maududi dijatuhi hukuman mati karena tuduhkan
“subversi” yang berkaitan dengan Ahmadiyah Qadiani. Maududi sebagai insan islam yang taat
tidak mengajukan banding atau permohonan pengampunan kepada yang penguasa, karena ia
yakin bahwa jika memang ajalnya telah tiba maka tibalah ajal saya, dan apabila ajal saya belum
tiba maka sesusah apapun mereka ingin membunuh saya, mereka akan tetap tidak akan berhasil.
Begitu kata beliau. Keteguhan yang dimiliki beliau mengguncang pemerintah dan akhirnya
hukumannya diperingan dengan mengubahnya menjadi hukuman penjara seumur hidup. Namun
masih tetap banyak masyrakat yang tidak terima sehingga beliau akhirnya dibebaskan di tahun
1955. Hubungan beliau dengan Pakistan pun menjadi lebih bersahabat dan Maududi ingin tetap
membawa Pakistan kea rah yang lebih islami, inilah yang diperjuangkan Maududi.
DEMOKRASI ISLAM MENURUT PANDANGAN MAUDUDI

Gambar 1.1 Ayatullah Khoemini dan Revolusi Iran

Kebangkitan dunia islam ditandai dengan “REVOLUSI IRAN” di tahun 1979 menjadi suatu
fenomena yang monumental dan legendaris yang terjadi di abad 20. Peristiwa tersebut telah
mengilhami banyak pergerakan di dunia Islam lainnya, baik di Afrika, Asia maupun di Eropa.

Revolusi Islam yang berhasil menggulingkan kerajaan Iran di tahun 1979 merupakan
salah satu revolusi rakya yang pertama dalam perempat akhir abad kedua puluh melawan sebuah
sistem plitik otoriter modern. Pada awal 1990-an gerakan Islam dan lainnya, partai Front
KEselamatan Islam (FIS), ditindas dengan keras setelah secara dramatis mengakali atau
menggungguli pemerintah Al – Jazair, sehingga di berbagai wilayah negara yang dominasi
penduduk nya Islam, penentu masa depan politik adalah hubungan kebangkitan islam dengan
istem politik yang bersifat demokratis (kerakyatan).

Para pemimpin dan penguasa dari negara – negara ini kemudian menanggapi keinginan
dari mayoritas rakyatnya yang ingin adanya partisipasi politik dan aktivitas keagamaan Islam di
dalamnya serta perluasan dari makna tersebut. Namun hal ini cukup sulit silakukan mengingat
contohnya Indonesia dimana pendudukannya mayoritas beragama Islam, tetapi tetap saja
dasanya negara ini merupakan negara kesatuan yang memiliki berbeda – beda agam dan
keyakinan baik modern yang diakui mauoun kepercayaan – kepercayaan tradisional yang
terdapat di rakyat – rakyatnya. Hal ini membuat pemerintah menjadi harus cepat untuk
mengambil keputusan yakni menindas kaum minoritas dan memberikan kaum mayoritas ruang
yang lebih luas untuk berpartisipasi, atau tetap mempertahankan keadaan seperti apa adanya dan
membiarkan seruan dari kaum mayoritas. Risikonya jika salah mengambil pilihan mereka sendiri
dapat kehilangan kekuasaan seperti yang dialami syah Iran atau FLN Al – Jazair.

Ini merupakan mimpi buruk bagi pemerintahan yang akan mencalonka diri untuk maju ke
dalam kursi politik, menjadi dilemma tersendiri bagi para tokoh – tokoh yang dinominasikan. Jka
mereka tidak menyesuaikan diri dengan seruan dan tuntutan dari kaum mayoritas maka mereka
dapat terguling dan berisiko kalah dalam pemilihan umum. Gerakan - gerakan Islam pun
menghadapi pilihan pelik antara menyesuaikan diri atau melawa tuntutan dengan kekerasan.
Contoh kejadian nyata dimana hal ini terjadi di negara kita sendiri yaknik Negara Indonesia
yakni insiden cuitan yang diberikan oleh tokoh masyrakat yang sering kita kenal dengan nama
“Ahok” atau Basuki Tjahya Purnama yang memberikan “guyonan” nya terhadap agama islam
dan akhirnya membuat segala kalangan di berbagai daerah menjadi terprovokasi dan hukum
memenjarakan beliau. Ini adalah contoh nyata saat sebuah pihak pemimpin yang mau tidak mau
harus mengikuti keinginan dari kaum mayoritas dan apabila pemimpin melakukan kesalahan,
bahkan sekecil apapun risikonya adalah harus menghadapi hukum dan kalah dalam pemilihan
umum

Nah menurut pandangan Al – Maududi beliau menyatakan bahwa Islam bukanlah


sekumpulan ide yang tidak berhubungan antara satu sama lain dan tatacara tingkah laku yang
terpisah – pisah. Islam merupkan suatu ide atau suatu sistem yang teratur rapi, suatu keberadaan
yang konsisten, yang berdiri di atas serangkaian postulat yang jelas da pasti. Keseluruhan pola
hidup Islam berpangkal pada dasar – dasarnya. Karena itu dari segi apapun yang berhubungan
dengan ideologi islam yang akan dipelajari atau dipermasalahkan harus diselidiki akar – akar dan
prinsip – prinsip yang membentuk agama Islam.

Atas dasar itu, Al- Maududi merumuskan beberapa prinsip teori politik Islam, yaitu :

1) Tak seorangpun, kelas atau kelompok masyarakat yang dapat mengklaim bahwa mereka
memiliki kedaulatan. Pemilik kedaulatan yang sebenarnya adalah Allah. Selain Dia
adalah hamba-Nya.
2) Allah adalah pembuat hukum yang sebenarnya wewenang untuk membuat undang-
undang yang mutlak hanyalah ada di Tangan-Nya. Orang mukmin menyusun undang-
undang berdasarkan ketetapan hukum-Nya.
3) Negara Islam adalah negara yang semua seginya berdasarkan pada hukum yang telah
ditetapkan Allah melalui rasul-Nya. Apabila pemerintah mengabaikan hukum yang
diwahyukan Allah, maka wewenangnya tidak lagi mengikat rakyat.

Dari prinsip politik diatas akhirnya beliau memperkenalkan sebuah istilah yang dinamakan
“theodemokrasi” dimana konsep menekankan pada pemerintahan demokrsi yang berdasarkan
ketuhanan, di konsep ini para pemimpin negara dan rakyat Islam diberi kedaulatan terbatas di
bawah wewenang Allah.

Konsep ini kemudian diperbarui karena manusia merupakan mahluk Allah dan harus
menghambakan diri kepada-Nya, baik untuk urusan diri sendiri, orang lain, maupun
masyarakatnya. Beliau menyatakan syariat Islam bersifat kekal abadi yakni :

“Syariat ini adalah kekal. Undang-undangnya tidak disusun berdasarkan adat sesuatu
ummat yang khas atau lingkungan sesuatu jaman yang terbatas. Bahkan ia disusun
diatas fitrah kemanusiaan. Oleh karena fitrah ini tetap ada pada setiap masa atau
suasana, demikian juga adalah wajar jika undang-undang yang disusun di atasnya kekal
adanya pada setiap masa atau suasana”

Pandangan diatas membawa pada suatu pemikiran universalisme Islam. Mengacu pada
pernyataan dimana konsep Islam bukanlah suatu ketidakteraturan maupun sifatnya sementara,
namun merupakan suatu keteraturan yang stabil dan berlaku untuk semua umat manusia
dimanapun dan kapanpun. Begitulah esesnsi dan pandangan demokrasi Islam menurut Abu al
A’la al – Maududi.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai