DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. AHMAD LUTFI
2. HEDIR ALAMSYAH
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Politik merupakan hal yang tidak terlepas dari kekuasaan sehingga dalam
berpolitik dibutuhkan penguasa yang dipercaya oleh rakyat dan untuk rakyat. Politik
memiliki sistem politik yang di dalamnya yang memiliki unsur-unsur yang saling
berbagai macam kegiatan yang terjadi di dalam suatu Negara yang berkaitan dengan
proses menetapkan tujuan dan bagaimana mencapai tujuan tersebut. Politik Islam
memiliki corak yang berbeda dari politik barat. Ciri umum politik ketatanegaraan Islam
pada masa klasik ditandai oleh pandangan mereka yang bersifat khalifah sentris . Kepala
Negara atau khalifah memegang peranan penting dan memiliki kekuasaan yang sangat
luas. Rakyat dituntut untuk mematuhi kepala Negara, bahkan di kalangan sebagian
pemikir sunni terkadang sangat berlebihan. Masalah kepemimpinan dan politik sama
power. Perbincangan tentang politik Islam dalam politik Islam dalam makna kenegaraan
selama ini lebih difahami setelah Nabi Muhammad wafat.Artinya Nabi Muhammad tidak
adalah nabi an-sich bukan seorang pemimpin politik atau kepala negara. Akan tetapi
dalam pandangan Khuda Bukhsh dalam Politics in Islam dikatakan: “Muhammad not
only Found a nwe religion, but established e new politiy (Muhammad bukan hanya
membangun sebuah agama baru, tetapi juga sebuah politik baru).” Dari para pemerhati
politik dalam merumuskan konsep politik sejak zaman nabi Arti penting politik dalam
sejarah Islam dilukiskan oleh Muh Kurdi Ali dalam bukunya Aqwaluna wa Af’aluna
(teori dan praktek-prektek kita) bahwa kebutuhan umat dan bangsa akan politik sama
dengan kebutuhan manusia akan air dan udara. Sedangkan dalam pandangan Sultan
menurunkan ahli politik dengan perkataan sebagai berikut: “ Sesungguhnya orang seperti
Kamaluddin bin Syaharzuri mendapatkan gaji setahun lebih dari 10.000 dinar, sedangkan
pembesar-pembesar lainnya paling tinggi gajinya 300 dinar, kata pegawai melakukan
protes. Kemudian attabik Zanki menjawab; dengan fikiran semacam inikah kamu
mengurus pemerintahan. Gaji seperti itu masih sangat sedikit untuk orang seperti
Kamaluddin, dn gaji 500 dinar terlalu banyak untuk orang lainnya. Suatu pekerjaan yang
dapat terealisasikan oleh Kamaluddin jauh lebih tinggi nilainya 100.000 dinar.(Kurdi,
1946, p.25). Hal ini juga tercermin dalam perilaku Shalahuddin al-Ayyubi dalam
memperlakukan para musuhnya dengan tasamuh. Dari pandangan ini makna politik
Kurdi Ali memperkuat makna dengan menyatakan bahwa umat Islam akan memperoleh
kejayaannya kembali maka harus menempuh dan memperkuat ilmu politik baik sebagai
pengetahuan maupun keahlian. Pemahaman di atas, maka arti penting politik bagi umat
Islam merupakan kebutuhan dasar umat Islam dalam rangka mengangkat keterpurukan
umat Islam atas peradaban Barat. Politik dalam perspektif Islam senantiasa harus dikaji
dengan cermat, yang memungkinkan ditemukan formula politik Islam yang memadai.
Dilihat perjalanan sejarah Islam, politik Islam sudah dimulai pada masa Rasulullah
kepemimpinanannya pada periode Makkah yang disusul oleh tahap Madinah untuk
menjadi satu kesatuan, di mana tahap pertama merupakan bibit yang ditanam untuk
menghasilkan “ masyarakat Islam”. Maka selanjutnya yang menjadi perhatian adalah
tahap kedua di mana masyarakat Islam sudah berdiri sendiri dengan mempuntai
kepribadian dalam satu kesatuan yang bebas merdeka. Pada dasarnya ialah terbentuk
kedaulatan dalam sifat yang menuh memberi arti untuk menentukan dasar hidup Islam
dengan tujuan melaksanakan ajaranajaran Islam dengan penuh tanggung jawab . Maka
perjalanan sejarah Islam masa Rasulullah sebagai pangkal dari adanya politik dalam
langkah hidup umat Islam. Rasulullah telah menyusun langkah hidup bagi masyarakat
muslim (baca: umat Islam) mempertahankan persatuan dalam bingkai Islam dari beberapa
ras dan agama. Dengan sendirinya kalau ditinjau negara yang didirikan Rasulullah beserta
kaum muslimin di Madinah, maka ia telah merupakan satu tindakan politik jika diukur
dengan istilah politik dewasa ini..dari satu segi, tindakan ini tidak bisa dielakkan bahwa
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
D. MANFAAT PENULISAN
PEMBAHASAN
perpecahan internal suku Quraisy yang sudah akut. Masyarakat Arab saat itu,
ditentukan unsur kapital, akses sosial, dan banyaknya pengikut. Beliau hadir di
kapitalisme, ditambah lagi dengan sifat badui yang sulit diatur, dengan landasan
seperti itu tidak membuat Quraisy meminta kepada beliau untuk menghentikan
dakwah dengan kompensasi harta dan jabatan, beliau tetap teguh dalam
(Madinah). Menurut Haikal, pada periode Mekah umat Islam belum memulai
kehidupan bernegara dan Nabi sendiri ketika itu tidak bermaksud mendirikan
suatu Negara. Misi Nabi selama di Mekah terfokus pada tiga hal utama sebagai
berikut. Pertama, mengajak manusia agar meyakini bahwa tidak ada Tuhan yang
patut disembah selain Allah swt., percaya kepada malaikat, rasul, hari kemudian,
dan hal-hal yang berkaitan dengan rukun iman. Kedua, mengajarkan kepada
manusia nilainilai kemanusiaan yang tinggi agar mereka tidak tertipu oleh godaan
hidup duniawi yang menyilaukan. Ketiga, mengajak manusia untuk mendekatkan
berdasarkan visi kenabian beliau, sehingga pemerintahan yang dibentuk itu kaya
dengan dimensi spiritual dan internasional. Dalam waktu singkat, kekuatan Islam
telah menjelma menjadi pesaing bukan hanya bagi kaum Quraisy, melainkan juga
bagi dua kekuatan imperium waktu itu, yaitu Bizantium dan Persia. Setelah
Madinah dapat melebarkan sayapnya ke sebagian besar wilayah Asia Barat dan
Afrika Utara. Ada dua faktor dominan yang mempercepat tegaknya negara Islam
terhadap situasi sosial, ekonomi, politik, dan kultur masyarakat Madinah saat itu.
Nabi diutus dengan membawa wahyu yang sarat dengan nilainilai persaudaraan,
Istilah al-Khulafa ar-Rasyidun selalu dipakai untuk menunjuk pada masa dan
pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi
berubah menjadi kerajaan sejak masa Muawiyah dan keturunannya hingga masa-
masa berikutnya.
1. Peristiwa Saqifah Bani Saidah Periode pemerintahan al-Khulafa ar-Rasyidun
dimulai dari peristiwa Saqifah Bani Saidah. Peristiwa ini terjadi pada hari
Muhajirin terdapat enam orang yang hadir pada peristiwa Saqifah ini. Mereka
adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Abu ‘Ubaidah bin Jarrah, Mughirah bin
Syu’bah, Abdurrahman bin ‘Auf, dan Salim maula Abu Hudzaifah. adapun
keluarga Bani Hasyim dan Ali bin Abi Thalib sibuk mempersiapkan
Ghiffari, Miqdad bin Aswad, Ammar bin Yasir, Zubair bin Awwam, Abu
Ayyub al-Anshâri, dan lainnya. Sebelum Abu Bakar dan Umar tiba di Saqifah,
di kalangan Anshar ingin membaiat Sa’ad bin Ubadah sebagai pemimpin umat
Islam pengganti Nabi. Kemudian Abu Bakar mengusulkan Umar bin Khattab
dan Abu ‘Ubaidah bin Jarrah untuk dipilih, sebagaimana pidatonya, “Wahai
kaum Muslimin, kaum Quraisy lebih dekat kepada Rasulullah daripada kaum
Anshar. Maka, inilah Umar bin Khattab, yang kepadanya Nabi berdoa, ‘Ya
sebagai orang yang tepercaya dari umat ini. Pilihlah salah seorang yang kalian
dengan mengatakan, “Kami tidak menyukai diri kami melebihi Abu Bakar.
Dia adalah sahabat Nabi dan orang kedua dari yang dua (dalam gua Hira pada
mengusulkan agar dari kaum Muhajirin mengusulkan satu orang calon dan
dari kaum Anshar mengusulkan satu orang calon, tetapi hal itu ditentang oleh
Umar karena menurutnya dua pedang tidak akan masuk dalam satu sarung. Ia
ketika dua pimpinan Anshar, yakni Basyir bin Sa’ad (ketua suku Khazraj) dan
Usaid bin Hudhair (pemimpin kaum Aus), berbalik mendukung Muhajirin dan
swt. Kita tidak mengejar kedudukan. Nabi Muhammad adalah orang Quraisy,
dari kaum Muhajirin dan sudah selayaknya apabila seseorang dari keluarganya
menjadi penggantinya. Saya bersumpah dengan nama Allah bahwa saya tidak
yang kemudian disusul oleh Basyir bin Sa’ad dan Usaid bin Hudhair. Melihat
pemimpin kaum Aus dan Khazraj telah membaiat Abu Bakar, maka tiada
pilihan lain bagi kaum Anshar untuk membaiatnya, dan akhirnya semua yang
hadir membaiat Abu Bakar, kecuali Sa’ad bin Ubadah. b. Khalifah Abu Bakar
secara umum yang diadakan di Masjid Nabawi. Dalam baiat ini, Abu Bakar
untuk memimpin kamu sekalian, dan saya bukanlah orang yang terbaik di
antara kalian. Kalau saya berlaku baik, bantulah saya. Kebenaran adalah suatu
kamu adalah kuat di mata saya, sesudah haknya saya berikan kepadanya, insya
Allah, dan orang yang kuat buat saya adalah lemah sesudah haknya saya
sudah meluas pada suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan bencana
kepada mereka. Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan rasul-Nya.
Tetapi apabila saya melanggar perintah Allah dan rasul-Nya, maka gugurlah
orang-orang murtad dan para pembangkang yang tidak mau membayar zakat,
keadilan sosial dan pembentukan masyarakat madani yang demokratis. Hal ini
berbasis pada materialisme dan hedonisme, ditengah nyala obor idealisme Islam.
dimensi dunia-akhirat yang dari rahimnya lahir sumber daya manusia yang
Nabi Saw semisal Abu Bakar, Umar, dan Usman, belum pernah tercatat dalam
sejarah sebagai panglima perang. Walaupun mereka mampu, tapi mereka tidak
disiapkan oleh Nabi untuk jabatan itu, tapi mereka disiapkan untuk memimpin
dunia. Mereka lahir dari sistem yang menyiapkan mereka menjadi khalifah dunia,
yang dulunya bernama Yastrib, kemudian diganti oleh Nabi Saw dengan nama
“madinah”, yang secara semantik berarti kota, peradaban, dan tempat agama.
Madinah menjelma menjadi simbol dan ikon kekuatan Islam. Tradisi keilmuan
dalam perjalanannya, Madinah terus diganggu, terutama oleh elite kaum Quraisy
Makkah dan kaum munafik, namun berkat keistikamahan Nabi Saw dan para
kegigihan yang berpihak pada rakyat. Madinah muncul menjadi negara sederhana
yang memilih aspek terbaik (jalan tengah) antara Arab jahiliyah dan ideologi
Pelan tapi pasti, Madinah dapat berperan dan menyejajarkan dirinya dengan
berkesan di arena internasional. Bentuk pemerintahannya yang berbasis wahyu
(agama) menjadi model percontohan. Melalui wadah negara model inilah, umat
Islam memperoleh ruang untuk berinteraksi dengan dunia luar. Jalinan baik
acuan legislasi dalam keragaman budaya dan agama. Melalui wadah inilah,
terbina daya dan kekuatan untuk membangun negara Islam yang mendukung cita-
cita perpaduan dan memelihara keadilan secara kolektif. Hal ini menunjukkan
keseimbangan tujuan pendirian negara dan strategi yang digunakan. a) Tata kelola
karta politik yang sempurna dengan perpaduan nilai kearifan lokal dan ajaran
Islam. Sistem ini mengekalkan hubungan instrumen negara yang satu dengan yang
lain, dalam satu pemerintahan dengan pengakuan hakhak negara bagian (provinsi)
yang adil. Kebijakan yang melibatkan kepentingan wilayah akan dirujuk melalui
kesepakatan bersama. Isu- isu yang menyentuh kepentingan pusat dan daerah
diawasi untuk menjaga kesenjangan dan stabilitas nasional. Nabi Saw sebagai
staf ahli (syu’arā dan kutabā’), gubernur, kepala daerah, dan pejabat umum (wali),
manajer lokal atau pejabat sipil (ru’asā’), pengawas (nākib),hakim dan jaksa
(quḍāt), dan pejabat serta petugas pasar dan keuangan (ṣāhib al-sūq). Setiap
lembaga negara yang bertugas mengurusi rakyat bertanggung jawab penuh kepada
kepala negara dan diawasi oleh badan pengawas khusus yang tergabung dalam
majlis nuqabā’. Struktur kekuasaan juga dibagi dalam perwakilan, dalam situasi
mendesak dan darurat, Nabi akan melantik pejabat khusus, tentunya setelah
diplomatik (sifarah), sistem risalah, terjemahan bahasa asing untuk tujuan dakwah
perdamaian.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Demikianlah, gambaran politik Islam di Masa nabi dan ketika Rasulullah Saw.
negara Arab sebagai raksasa yang menguasai wilayah Timur Tengah. Kebesaran
lebih dulu memiliki peradaban tinggi dan telah dibangun selama beberapa generasi
seperti Babilonia, Mesir, Persia, Romawi, India, Yaman, dan Cina. Terhadap
seorang raksasa sejarah. Ia berjuang meningkatkan tahap rohaniah dan moral suatu
bangsa yang tenggelam dalam kebiadaban karena panas dan kegersangan gurun. Dia
berhasil lebih sempurna dari pembaru manapun. Belum pernah ada orang yang begitu
lurus, adil, dan benar, sehingga Rasulullah menganjurkan agar mengambil teladan
sesudahku.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali. (1969). Al- Iqtishad i al- I’tiqad. Beirut: dar al-amanah. Al-Ghazali. (1994). al-
Matta, Muhammad Anis (2002), Model Manusia Muslim, Pesona Abad 21, Syamil Cipta
Mustafa, Ramadhan (1991), Intisari Serah Muhammad bin Abdullah Saw, Kuala Lumpur:
Thaha & I. Ilyas (Eds.), Nasehat bagi Penguasa (Bandung). Mizan. Ali, A. (1967). The Spirit
Qairuwani, Abdullah ibn Abd al-Rahman (1999), A Madinah view on the Sunnah, Courtesy,
http://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/islamuna/article/view/651
https://media.neliti.com/media/publications/54025-ID-genealogi-dan-sejarah-perkembangan-
polit.pdf