Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPEMIMPINAN

KEKUATAN MEMBANGUN MASYARAKAT MADANI

OLEH :

Risky Isma Febrian


D1A020157

LABORATORIUM SOSIAL PETERNAKAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, puji syukur kita
panjatkan atas karuniat-Nya yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada
kita semua. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Kekuatan
Membangun Masyarakat Madani dengan tepat waktu. Makalah ini saya susun guna untuk
memenuhi tugas dari dosen Dr. Ir. Krismiwati Muatip, M.Si mata kuliah kepemimpinan
Universitas Jendral Soedirman.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah


kepemimpinan yaitu ibu Dr. Ir. Krismiwati Muatip, M.Si yang telah memberikan tugas ini,
sehingga saya dapat lebih memahami Kekuatan Membangun Masyarakat Madani . Saya
juga mengucapkan banyak terimakasih kepada keluarga, teman, serta banyak pihak yang
telah membantu saya dalam proses pembuatan makalah ini. Saya menyadari, dalam
penulisan makalah ini banyak kekurangan. Oleh sebab itu, saya mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca untuk memperbaiki makalah ini. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
I. Pendahuluan.............................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2 Tujuan...............................................................................................................................4
II. Masyarakat Madani..................................................................................................................5
2.1 Pengertian Masyarakat Madani...............................................................................................5
2.2 Membangun Kekuatan Iman/Aqidah.....................................................................................7
2.3 Membangun Kekuatan Kepemimpinan................................................................................10
2.4 Membangun Kekuatan Ekonomi..........................................................................................12
2.5 Membangun Kekuatan Kecerdasan......................................................................................14
2.6 Membangun Kekuatan Fisik.................................................................................................17
III. Penutup...............................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................22
Daftar Pustaka................................................................................................................................23
I. Pendahuluan
I.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat


banyak. Para penduduk tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang luas dan
berbentuk kepulauan. Hal lain yang ada di Indonesia yaitu keanekaragaman suku,
budaya, dan agama yang dianut. Hal tersebut membuat Indonesia menjadi negeri
yang kaya dengan semboyan gemah ripah loh jinawi. Keragaman tersebut juga tidak
terlepas dari karakter dan tingkah laku dari masing-masing individu di Indonesia.

Keragaman di Indonesia sejatinya sangat bagus, sangat mempesona, dan


terkadang membuat negeri lain pun iri dengan Indonesia. Akan tetapi, keragaman
tersebut tidak selalu baik, bagus, dan bermanfaat. Keragaman tersebut sangat luas
dan sulit untuk membuatnya menjadi 1 persepsi dalam hal kebaikan. Hal tersebut bisa
menjadi pedang bermata dua bagi Indonesia sendiri apabila kualitas dan pemahaman
keragaman masyarakat di Indonesia tidak dibenahi dengan benar.

Pernyataan tersebut menjelaskan perlunya penataan dari kualitas dan sifat


dari individu di berbagai wilayah di Indonesia. Hal tersebut guna menaikkan kualitas
masyarakat di Indonesia. Peningkatan kualitas tersebut dapat melalui berbagai aspek
dan masing masing aspek memiliki kelebihan dan kriteria tersendiri. Hal lain yang
dapat dilakukan yaitu dengan mengkombinasikan kelebihan akan sifat dan perilaku
dari masyarakat madani yang memiliki kelebihan akan hal tersebut.

Penataan kualitas masyarakat juga tidak lepas dari pemimpin dari masyarakat
tersebut. Pemimpin perlu meningkatkan kekuatan aqidah dan fisik dalam
menjalankan tugasnya. Hal tersebut sangat diperlukan guna menunjang dan
menaikkan aqidah dan fisik masyarakat juga.

I.2 Tujuan
Membahas masyarakat madani
II. Masyarakat Madani

2.1 Pengertian Masyarakat Madani


Masyarakat sipil melingkupi kehidupan sosial terorganisasi yang terbuka,
sukarela, lahir secara mandiri, setidaknya bersuadaya secara parsial, otonom dari
negara dan terkait dengan tatatanan. Civic society diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dengan sebutan masyarakat sipil atau masyarakat madani. Kata madani
berasal dari kata Madinah, yaitu sebuah kota tempat hijrah Nabi Muhammad SAW.
Madinah berasal dari kata “madaniyah” yang berarti peradaban, oleh karena itu
masyarakat madani berarti masyarakat yang beradab. Madani (civil society) adalah
masyarakat yang menjujung tinggi nilai-nilai peradaban, yaitu masyarakat yang
meletakan prinsip-prinsip nilai dasar masyarakat yang harmonis dan seimbang
(Dacholfany, 2012).
Masyarakat madani adalah sebuah tatanan masyarakat sipil (civil society)
yang mandiri dan demokratis. Konsep “Masyarakat Madani” merupakan
penerjemahan atau pengislaman konsep “civil society”. Orang yang pertama kali
mengungkapkan istilah ini tahun 1995 adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di
Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai Masyarakat
madani merujuk pada konsep dan bentuk Masyarakat Madinah yang dibangun Nabi
Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi histories ketidak
bersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern
(Dacholfany, 2012).
Mayoritas masyarakat sekarang ini menginginkan suatu perubahan dalam
semua aspek kehidupan, yakni kehidupan yang memiliki suatu komunitas
kemandirian aktifitas warga masyarakatnya, yang berkembang sesuai dengan
potensi budaya, adat istiadat dan agama. Dengan mewujudkan dan memperlakukan
nilai-nilai keadilan, kesetaraan, penegakan hukum, kemajemukan (pluralisme) serta
perlindungan terhadap kaum minoritas. Kondisi kehidupan seperti ini terlihat
dalam konsep masyarakat sipil yang ada pada zaman Rasulullah. Hal ini juga
merupakan sebuah tuntutan dalam Al-Qur’an kepada manusia, untuk memikirkan
merekonstruksi suatu masyarakat ideal berdasarkan petunjuk Al-Qur’an
(Dacholfany, 2012).
Masyarakat Madani menginginkan tegaknya demokrasi, keadilan hukum dan
ekonomi yang Islami dalam berbagai sisi kehidupan. Sosialisme sebagai suatu faham
baru yang muncul sebagai akibat dari ketidak adilan oleh pihak pemerintah dan
pemihakan kalangan agamawan terhadap penguasa (Khalik, 2012).
Berdasarkan sejarah, terdapat dua masyarakat yang terdokumentasi sebagai
masyarakat madani, yaitu:
a) Bangsa/masyarakat Saba’, kaumnya nabi Sulaiman AS.,
b) Masyarakat madinah.
Masyarakat madinah terdokumentasi sebagai masyarakat madani setelah
terjadinya traktat, perjanjian madinah antara Rasulullah SAW beserta umat Islam
dengan penduduk madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari
kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian madinah berisi tentang kesepakatan ketiga unsure
masyarakat untuk saling tolong menolong, menjadikan Al-qur’an sebagai pedoman
dan konstitusi, menjadikan kedamaian dalam kehidupan social, menjadikan
Rasulullah Saw sebagai pemimpin, dan member kebebasan bagi penduduknya
untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang
dianutnya (Izzah, 2018).
Karakteristik masyarakat madani, antara lain:
a) Terjadinya integrasi antara individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif ke
dalam masyarakat melalui kontrak social dan aliansi social,
b) Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan mendominasi di masyarakat
dapat dikurangi oleh kepentingan alternative,
c) Program Negara yang mendominasi seperti, pembangunan yang berbasis
masyarakat,
d) Masyarakat mampu memberikan masukkan terhadap keputusan pemerintah
melalui keanggotaan organisasi volunteer (bentuk kerelawanan seseorang),
e) Kreatifitas masyarakat tumbuh dan berkembang yang semula terhambat oleh
rezim-rezim totaliter,
f) Meluasnya kesetiaan, loyalitas dan kepercayaan sehingga individu mengakui
keterkaitannya dengan orang lain,
g) Masyarakat bebas melakukan kegiatan melalui kegiatan di lembaga social
dengan berbagai perspektif,
h) Masyarakat beragama, masyarakat tersebut mengakui adanya Tuhan,
melaksanakan ajaran Tuhan yang mengatur kehidupan social dan beragama
meskipun dalam satu daerah ada keberagaman agama,
i) Menjaga kedamaian, artinya masing-masing elemen masyarakat saling
menghormati baik secara individu maupun kelompok,
j) Tolong menolong tanpa mencampuri urusan orang lain,
k) Toleran, menghormaati dengan tidak mencampuri urusan pribadi agama orang
lain.
Nasution (2016) menyampaikan bahwa masyarakat madani tidak muncul
dengan sendirinya. Ia membutuhkan unsur-unsur sosial yang menjadi prasyarat
terwujudnya tatanan masyarakat madani. Faktor-faktor tersebut merupakan satu
kesatuan yang saling mengikat dan menjadi karakter khas masyarakat madani.
Beberapa unsur pokok yang harus dimiliki oleh masyarakat madani diantaranya;
a. wilayah public yang bebas (free public spehere);
b. demokrasi (democracy);
c. toleransi (tolerance);
d. kemajemukan (pluralism);
e. keadilan sosial (social justice)
2.2 Membangun Kekuatan Iman/Aqidah
Islam agama rahmah, maka niscaya bagi umat Islam mengedepankan nilai-
nilai keadilan, kesetaraan, musyawarah, toleransi dan kebebasan. Nilainilai
tersebut dimunculkan dari tiga pokok ajaran Islam, yaitu Islam, iman, dan ihsan
dengan berpedomankan pada Al-Qur’an dan Sunnah. Ajaran iman berbicara
masalah batin, Islam berbicara masalah lahir, dan ihsan mencakup lahir dan
batin. Ihsan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari iman, dan iman memiliki
kedudukan lebih tinggi dari Islam (Izzah, 2015).
Iman secara etimologi berarti pembenaran. Namun, istilah ini seakar
dengan kata amanah (terpercaya) yang merupakan lawan dari khianat; aman
(keadaan aman). Iman adalah percaya, lebih tepatnya adalah percaya dengan
rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, iman kepada
malaikatmalaikat-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, iman kepada kitab-kitab
Allah, iman kepada hari akhir, iman kepada qada’ dan qodar yang baik maupun
buruk. Ini adalah iman paling minimal yang harus dimiliki oleh seorang muslim.
Orang yang beriman disebut mukmin, yaitu orang yang benar dalam memegang
dan melaksanakan amanat, sehingga hatinya merasa aman. Secara istilah, iman
adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan
mengamalkan dengan anggota badan (Izzah, 2015).
Ungkapan selemah-lemah iman dikaitkan dengan aktifitas amar ma‟ruf
nahi munkar menunjukkan bahwa semakin sedikit peran amar makruf
seseorang maka semakin tipis imannya. Amar ma’ruf hanyalah satu dari sekian
banyak cabang iman, maka semakin sedikit amal seseorang semakin lemahlah
imannya. Bahkan jika tidak tersisa sedikitpun amal, maka keimanan itu bisa
hilang. Oleh karena itu, kemiskinan merupakan masalah pokok yang melatar
belakangi lemahnya iman dan kurangnya penghayatan agama Islam. Hal ini
merupakan prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan dalam hal
kesejahteraan sosial, Agama dan Iman yang melandasi. Penanganan kaum
miskin tidaklah mudah, karena kaum miskin mengalami keterbatasan dalam
berbagai bidang, utamanya pada bidang: pendidikan, keterampilan, sarana
usaha serta modal usaha (Thowaf, dkk., 2015).
Peningkatan kualitas dan kekuatan iman sangat diperlukan di era yang
penuh dengan berbagai macam hal di dalamnya. Hal tersebut difungsikan
sebagai system pertahanan diri untuk memilah dan memilih mana hal yang baik
dan mana yang buruk. Hal yang pasti ialah tetap memastikan alur kehidupan
tetap berada pada jalur yang benar dan sesuai dengan aturan dalam agama.
Persoalan iman merupakan persoalan terpenting seorang muslim, sebab iman
menentukan nasib seorang tidaak hanya didunia bahkan sampai ke akhirat.
Karena kebaikan dunia dan akherat bersandar kepada kualitas iman yang benar.
Hal tersebut menjelaskan betapa pentingnya iman dalam kehidupan sehingga
perlu dikuatkan. Kesehatan Mental Islam adalah upaya Islamisasi sains
(Islamization of knowledge). Metodologi yang digunakan dalam menganalisis
persoalan dapat dilakukan melalui pencerahan, aplikasi, dan implementasi nilai-
nilai yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah Nabi s.a.w. Kesehatan
Mental Islam dengan penguatan iman; adalah sebuah metodologi yang
berimplementasi pada ketenangan, ketenteraman, keselarasan, dan kesehatan
mental (Rajab, 2011).
Kesehatan Mental Islam merupakan kekuatan emosional-psikologis yang
mengkaji manusia selaku subjek pengamal agama; dari dimensi ritual (ibadah),
iman (credoism), dan norma/akhlak yang berlaku dalam suatu komunitas. Jika
esensi iman merupakan sebuah proses perkembangan jiwa yang
berimplementasi pada pertumbuhan, pembinaan, dan pengembangan nilai
psikologis, niscaya manusia mendapatkan kesehatan mental. Namun sebaliknya,
apabila manusia itu hidup sebagai manusia tanpa dirinya dan tidak menjadikan
iman patri, maka ia hidup sebagai makhluk makhluk yang tidak bermoral (Rajab,
2011). Kesehatan mental islam menjadi dasar untuk mewujudkan penguatan
iman seseorang.
Meningkatkan kekuatan aqidah memiliki berbagai macam cara. Cara yang
pertama disampaikan oleh (Widodo, 2018) bahwa konsep perencanaan
partisipatori merupakan perencanaan dalam melakukan penguatan ‘aqidah ahlu
al-sunnah wa aljama‘ah bukan hanya pengasuh tetapi juga melibatkan orang-
orang yang berkompeten dalam bidang ini, seperti para ustadz, pengurus
pesantren dan sebagainya. Hal tersebut merupakan bentuk penguatan aqidah
yang berada di lingkungan pondok pesantren.
Sebagai seorang Muslim, harus segera menyadari bahwa dunia yang
penuh dengan kemewahan itu hanyalah tempat beristirahat atau terminal
untuk melepaskan kelelahan. Dari sana, manusia harus melanjutkan kembali
perjalanan hidupnya yang masih jauh sampai nanti tiba pada satu tujuan yang
sebenarnya, yang utama. Agar manusia tiba dengan selamat di tempat tujuan
utamanya tersebut, manusia harus memiliki iman yang kuat sebagai bekal agar
tidak mudah tergoda oleh kemewahan dunia yang sementara dan fana itu.
Sebagaimana Allah berfirman yang artinya: “... dan berbekallah, dan
Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai
orang-orang yang berakal.” (QS. Al Baqarah: 197) (Thowaf, dkk., 2015).
2.3 Membangun Kekuatan Kepemimpinan
Belajar adalah suatu perilaku. Artinya bahwa seseorang yang mengalami
proses belajar akan mengalami perubahan perilaku, yaitu dari tidak mengerti
menjadi mengerti, dari tidak bisa menjadi bisa dan dari ragu-ragu menjadi
yakin. Keberhasilan dalam pembelajaran dapat diperlihatkan oleh siswa melalui
sikap dan perilaku atas apa yang diajarkan (Hendriana, 2014). Belajar dapat
dilakukan dimana saja dan kapan saja. Inti dari belajar adalah untuk
meningkatkan kualitas diri menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Kepercayaan diri sebagai bagian dari penerimaan sosial dimana seseorang
yang memiliki kepercayaan diri akan lebih yakin untuk melakukan sesuatu atau
masuk dalam suatu lingkungan, walaupun lingkungan tersebut baru sama sekali.
Dengan demikian siswa yang memiliki kepercayaan diri diungkapkan melalui
sikap yang tenang dan seimbang dalam situasi sosial. Kepercayaan diri adalah
sebagai suatu perasaan pasti dan mantap dihati tentang keadaan diri maupun
lingkungan sekitar. Perasaan pasti dan mantap ini membuat individu merasa
nyaman ketika berada di suatu tempat pada suatu waktu (Simorangkir, 2014).
Kepercayaan diri perlu dikembangkan dan ditingkatkan sebelum membangun
kekuatan dalam kepemimpinan.
Kepercayaan diri mempunyai asumsi yang sangat penting untuk diketahui
dan dipahami. Oleh karena itu, arti kepercayaan diri ini dikemukakan oleh
beberapa orang tokoh yang mempunyai pendapat yang berbeda-beda dan
memperkuat pengetahun dalam memahami arti percaya diri tersebut (Fitriani,
2011). Elizabeth, Hartley & Brewer (2005:61) mengemukakan bahwa
kepercayaan diri adalah:
1. Percaya pada diri sendiri untuk menyelesaikan berbagai tugas dengan baik.
2. Percaya kepada diri sendiri untuk menyelesaikan berbagai tugas dengan baik
dan menyadari bahwa orang lain pun akan menghargai kemampuan yang
dimiliki oleh diri kita.
3. Percaya terhadap kemampuan diri sendiri untuk menghadap situasi-situasi
baru.
4. Percaya pada penilaian dan common sense diri sendiri.
kepercayaan diri telah dibangun dengan baik, maka orang tersebut siap
untuk melanjutkan tahapannya menjadi seorang pemimpin. Pemimpin yang baik
adalah pemimpin yang mampu membangun nilai dan norma bersama kelompok
yang dia ayomi dimana orang tersebut berkiprah. Nilai penting ada dalam
organisasi sebagai acuan bergeraknya seluruh anggota organisasi kearah
pencapaian tujuan bersama dari kelompok tersebut.Dalam suatu Kehidupan di
masyarakat selalu muncul seorang pemimpin yang dapat mempengaruhi dan
mengarahkan perilaku anggota masyarakat ke arah tujuan tertentu. Begitu juga
dalam lembaga pendidikan selalu dimunculkan seorang pemimpin yang mampu
menggerakkan dan mempengaruhi anggotanya, sekaligus sebagai wakil
sekaligus panutan dari anggota tersebut dalam hubungannya dengan pihak luar.
Dalam usaha untuk memenuhi harapan, pemimpin menggunakan segala
kemampuan yang dimilikinya dan memanfaatkan lingkungan serta potensi yang
dimiliki dalam organisasi yang dikelola (Kariadi dan Suprapto, 2017).
Konsepsi kepemimpinan yang kuat adalah kepemimpinan yang visioner
dan mampu membangun budaya orgasisasi yang efektif dan iklim organisasi
yang kondusif. Kepemimpinan pendidikan Islam harus mampu menjadi
lingkaran pemberdayaan dan pengembangan ruḥ al-jihād dalam sistem
pendidikan Islam. Istilah “kepemimpinan” telah banyak kita kenal, baik secara
akademik maupun sosiologis. Akan tetapi, ketika kata kepemimpinan dirangkai
dengan kata “spiritual” menjadi “kepemimpinan spiritual”, istilah itu menjadi
ambigu, memiliki spektrum pengertian yang sangat luas (Fauzi, 2015).
Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang membawa dimensi
keduniawian kepada dimensi spiritual. (keilahian). Tuhan adalah pemimpin
sejati yang mengilhami, mencerahkan, membersihkan hati nurani dan
menenangkan jiwa hambaNya dengan cara yang sangat bijaksana melalui
pendekatan etis dan keteladanan. Karena itu, kepemimpinan spiritual disebut
juga sebagai kepemimpinan yang berdasarkan etika religius. Kepemimpinan
spiritual diyakini sebagai solusi terhadap krisis kepemimpinan saat ini.
Kepemimpinan spiritual boleh jadi merupakan puncak evolusi model
kepemimpinan karena berpijak pada pandangan tentang kesempurnaan
manusia (aḥsani taqwīm), yaitu makhluk yang terdiri dari jasmani, nafsani dan
ruhani (Fauzi, 2015).
Kepemimpinan tersebut akan menuju ke pemimpin yang baik. Suryana
(2014) menyampaikan bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang
mampu bertahan dalam keterpurukan sekalipun organisasi yang dipimpinnya,
ketika organisasi berada pada titik terendah maka pemimpin yang baik
memposisikan sebagai alat organisasi yang memberikan ketenangan, motivasi
untuk bangkit dan plindung dari ketakutan anggotanya. Persaingan dalam
organisasi meperkuat kepemimpinanya untuk tidak membawa perasaan
destruktif tentang seseorang atau sekelompok orang yang berupaya untuk
menjatuhkannya. Kesalahan itu akan memperkecil arti keberadaan bawahan
yang merupakan teman dalam pekerjaan menjadi lawan dalam pekerjaan.
2.4 Membangun Kekuatan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB atau PNB tanpa
memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat
pertumbuhan penduduk, dan apakah terjadi perubahan struktur ekonomi atau
tidak (Arsyad, 1999: 7). Pertumbuhan ekonomi dilihat dari angka PDB,
pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan memperbesar kapasitas ekonomi (PDB).
Sehingga besarnya PDB diharapkan terjadinya trickle-down effect yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indonesia merupakan negara
berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik. Pada masa Orde
baru, Indonesia pernah berada pada posisi lepas landas seperti yang
digambarkan dalam tahap pertumbuhan ekonomi Rostow. Namun
perekonomian Indonesia tidak selamanya dalam kondisi stabil, selama tahun
1997 hingga 2014 Indonesia telah mengalami krisis sebanyak 2 kali yaitu krisis
keuangan Asia (1997-1999) dan krisis global (2007-2008) yang ditandai dengan
munculnya gangguan pada indikator makro ekonomi (Safari dan Fikri, 2016).
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur terkait Ekonomi Maritim dan
Ekonomi Pariwisata, didominasi wilayah Jawa Timur dan Bali. Ekonomi
pariwisata di Jawa Timur tergambarkan melalui tingkat penghunian kamar (TPK)
hotel berbintang di Jawa Timur pada triwulan I 2016 mencapai 56,07% lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu 53,09%.
Pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia melalui Bandara
Juanda mencapai 6,66% dengan wisatawan terutama berasal dari Malaysia
(23,04%) dan Singapura (10,53%). Ekonomi maritim di Jawa Timur,
tergambarkan pada arus barang yang keluar dari Tanjung Perak mengalami
pertumbuhan dari periode yang sama di tahun 2015, dari -31,83% menipis
penurunannya menjadi 2,65% (Sudapet, dkk., 2017).
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan
ekonomi, kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus
meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan alih fungsi lahan pertanian
sulit dihindari. wilayah pinggiran (periphery area) mempunyai chiri khas:
1. Sebagian besar penduduk bergantung pada sektor pertanian padi dengan
kepemilikan lahan sempit.
2. Mengalami transformasi kegiatan dari pertanian ke berbagai kegiatan non
pertanian, termasuk perdagangan dan industri.
Konversi lahan pertanian akan berdampak luas. Dari aspek ekonomi akan
mengurangi ketahanan pangan bagi produksi pertanian. Bagi masyarakat petani
akan kehilangan pekerjaan sehingga daya beli menurun karena belum tentu
petani dapat pekerjaan baru yang lebih baik (Dewi dan Rudiarto, 2013).
Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan jumlah pulau yang
mencapai 17.508 dan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 Km (DKP, 2008).
Keadaan ini menyebabkan kawasan pesisir menjadi andalan sumber pendapatan
masyarakat Indonesia. Kawasan pesisir sangat produktif dan mengandung
potensi pembangunan yang tinggi. 85 % kehidupan biota laut tropis bergantung
pada ekosistem pesisir dan 90 % hasil tangkapan ikan berasal dari laut dangkal
dan pesisir. Hal yang patut menjadi perhatian adalah ketika sumberdaya laut
sebagai potensi daerah belum bisa dimanfaatkan dan dikelola dengan baik.
Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut sepeti strategi yang digunakan
dalam pengelolaan potensi kelautan baik berupa aset, akses serta aktifitas yang
dilakukan oleh nelayan (Belda, 2012)
Penjelasan tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia memiliki banyak
sekali sumber daya yang belum dimaksimalkan. Sumberdaya tersebut dapat
menjadi senjata guna menaikkan kondisi ekonomi di Indonesia. Kekayaan
tersebut harus dimanfaatkan sesuai dengan kondisi masing-masing dan oleh ahli
masing-masing.
2.5 Membangun Kekuatan Kecerdasan
Mutu merupakan sesuatu yang dianggap salah satu bagian penting, karena
mutu pada dasarnya menunjukkan keunggulan suatu produk jika dibandingkan
dengan produk lainnya. Demikian halnya dalam pendidikan mutu merupakan
bagian penting untuk diperhatikan. Peningkatan mutu pendidikan merupakan
usaha yang harus diupayakan dengan terus menerus agar harapan untuk
pendidikan yang berkualitas dan relevan dapat tercapai. Pendidikan yang
berkualitas merupakan harapan dan tuntutan seluruh stakeholder pendidikan.
Semua orang tentunya akan lebih suka menntut ilmu pada lembaga yang
memiliki mutu yang baik. Atas dasar ini maka sekolah/ lembaga pendidikan
harus dapat memberikan pelayanan dan mutu yang baik agar tidak ditinggalkan
dan mampu bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya (Fadhli, 2017).
Pendidikan sesungguhnya memiliki peran yang sangat penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni dalam upaya menciptakan sumber
daya manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan suatu faktor kebutuhan
dasar untuk setiap manusia, karena melalui pendidikan upaya peningkatan
kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan. Pendidikan mempengaruhi secara
penuh pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal ini bukan saja karena
pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi juga akan
berpengaruh pada kemampuan masyarakat. Pendidikan dapat menjadikan
sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi
perubahan dan pembangunan suatu negara. Pendidikan tidak hanya berperan
besar dalam kemajuan bangsa, melainkan juga berkaitan dengan pasar bebas
yang semakin kompetitif, pendidikan hendaknya dipandang dapat
mengakomodir masyarakat agar suatu negara memiliki manusia-manusia yang
berkualitas (Sudarsana, 2016). Pembangunan pendidikan merupakan dasar
sebelum menuju ke pembangunan kecerdasan. Hal tersebut dikarenakan
kecerdasan memiliki banyak macam untuk dibahas. Kecerdasan merupakan
ungkapan dari cara berpikir anak yang dapat dijadikan modalitas belajar.
Kecerdasan memiliki manfaat yang besar bagi seorang anak dan bagi
pergaulannya di masyarakat apabila dia mampu berkiprah dalam menciptakan
hal-hal yang baru (Rozi, 2012).
Kecerdasan emosional (emotional quotient, (EQ))
adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta
mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi
mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan. Seseorang yang
cerdas emosi mampu menghadapi tantangan hidup dan mengontrol emosi lebih
baik. Kecerdasan emosi dapat di capai atau ditingkatkan melalui pembelajaran
dan pengalaman. Dengan demikian untuk menghindari kemungkinan terjadinya
perilaku negatif, perlu ada usaha pengembangan kecerdasan emosi sejak masa
kanak-kanak atau paling tidak sejak usia SD. Dinyatakan oleh Bucher dan
Thaxton (1979) serta Freud (Shapiro, 1997) bahwa bermain adalah pekerjaan
atau dunia anak. Penjas mengandung suasana bermain. Dengan demikian
penjas mempunyai peluang untuk dimanfaatkan sebagai cara untuk
meningkatkan atau mengembangkan kecerdasan emosi (Rustiana, 2013).
Kecerdasan naturalis adalah kemampuan mengenali, membedakan,
mengungkapkan dan membuat kategorisasi yang berhubungan, dengan flora
(tumbuhan) dan fauna (binatang) serta benda-benda alam yang ada di
lingkungan sekitar (Juniarti, 2015). Kecerdasan naturalis dapat dilatih dengan
cara menanamkan jiwa kemanusiaan, tidak membuang sampah sembarang,
mengajak berkebun, berkemah, membacakan buku tentang alam sekitar, mendaki
gunung, ke pantai atau hal apapun yang berkaitan dengan alam dan lingkungan.
Kecerdasan tersebut akan berefek pada pemahaman bahwa pentingnya menjaga
alam sekitar guna kenyamanan dalam kehidupan bersama.
Kecerdasan kinestetik merupakan kemampuan untuk menggunakan
anggota tubuh dalam memecahkan masalah untuk mengekspresikan ide,
gagasan yang ditunjukkan melalui praktek, sehingga tujuan dapat tercapai
seperti berlari, menari, meloncat dan sebagainya (Yuningsih, 2015). Kecerdasan
kinestik dapat dilatih dengan melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan
gerak motorik yang membuat anak menjadi aktif baik dalam bergerak maupun
berekspresi. Tindak lanjut dari pengembangan kecerdasan tersebut ialah
terbentuknya pemikir-pemikir yang handal dan terampil dalam berbagai bidang
di Indonesia.
Kecerdasan intrapersonal merupakan kemampuan introspeksi diri yang
membuka peluang untuk merefleksi diri sehingga menyadari semua aspek
dalam diri, seperti pengetahuan tentang perasaan sendiri, proses berpikir,
refleksi diri dan rasa tentang hasrat yang dimiliki. Inti dari kecerdasan
intrapersonal menurut Lazear ada dua, yaitu identitas diri dan kemampuan
(ability) untuk mengenal kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Dengan
demikian, dapat diakatakan bahwa kecerdasan intrapersonal secara umum
terkait dengan kemampuan mengenal dan memahami diri sendiri. Kecerdasan
yang mirip dengan kecerdasan intrapersonal yaitu kecerdasan interpersonal.
Kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan untuk melihat dan
memahami perbedaan “mood”, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kecerdasan interpersonal terkait
dengan kemampuan untuk memahami orang lain (Utami, 2012).
Kecerdasan logika matematika berkaitan dengan kemampuan mengolah
angka atau kemahiran menggunakan logika. Anak yang cerdas dalam logika
matematika menyukai kegiatan bermain yang berkaitan dengan berpikir logis,
menghitung benda-benda serta mudah menerima dan memahami penjelasan
sebab akibat (Rozi, 2012).
Cara mengembangkan kecerdasan logika matematika pada anak
diantaranya:
1) menyelesaikan puzzle, ular tangga, domino, dan lain-lain, permainan ini akan
membantu anak dalam latihan mengasah kemampuan menggunakan logika
serta memecahkan masalah,
2) mengenalkan bentuk geometri, dapat dimulai dengan kegiatan sederhana
sejak anak masih bayi, misalnya menggantung berbagai bentuk geometri
dalam berbagai warna diatas tempat tidurnya,
3) mengenalkan bilangan melalui sajak berirama
4) eksplorasi pikiran melalui diskusi dan olah pikir ringan, misalnya mengaitkan
pola hubungan sebab akibat atau perbandingan,
5) pengenalan pola, permainan menyusun pola tertentu dengan menggunakan
kancing warna-warni,
6) memperkaya pengalaman berinteraksi dengan konsep matematika, dapat
dengan cara mengikutsertakan anak dalam berbelanja.
Kecerdasan musikal adalah kapasitas untuk merasa, membedakan,
mentransformasi, dan mengekspresikan bentuk-bentuk musik. Kecerdasan
musikal memiliki berbagai unsur kemampuan. Dalam hal ini kemampuan yang
akan dikembangkan adalah kemampuan mengingat melodi dan kemampuan
memainkan alat musik. Melalui pengembangan kedua unsur tersebut, minimal
anak mengetahui bahwa dia memiliki bakat dalam bidang musik (Anas, 2016).
Kecerdasan spiritual (spiritual quotient, disingkat SQ)
adalah kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya
secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif.
Kurangnya kecerdasan ini berakibat pada banyaknya kasus dan fenomena yang
mengindikasikan kurangnya kesadaran dan kemampuan spiritual dalam diri
masyarakat Indonesia, seperti perilaku korupsi, tindak kekerasan dan
pengerusakan alam. Hal ini tentu tidak diinginkan oleh siapapun. Namun pada
kenyataannya masih banyak terjadi perilaku-perilaku pada anak-anak yang
merupakan cerminan dari kurangnya pendidikan spiritual (Hidayah, 2013).
Seluruh uraian diatas menjelasakan berbagai macam kecerdasan yang dimiliki
oleh anak-anak. Kecerdasan tersebut dapat dilatih sesuai ketentuan dan porsinya
masing-masing. Pelatihan kecerdasan tersebut sejak kecil, akan membuat
kecerdasan tersebut menjadi jalan bagi kemajuan Indonesia. Peran masyarakat
madani, sebagai masyarakat yang sudah makmur dan sejahtera berperan dalam
mewujudkan hal tersebut. Bentuk implementasinya ialah dengan membuat
pelatihan kecerdasan dari masing-masing anak sesuai atau mendekati hal yang
diuraikan di atas.
2.6 Membangun Kekuatan Fisik
Lingkungan kumuh merupakan kondisi tempat tinggal atau tempat hunian yang
berdesakan, luas rumah tidak sebanding dengan jumlah penghuni, rumah berfungsi
sekedar tempat istirahat dan melindungi diri dari panas, dingin, dan hujan,
lingkungan dan tata permukiman tidak teratur, tanah bukan milik penghuni, sarana-
prasarana fasilitas sosial kurang seperti sekolah dan balai pengobatan kurang. Banyak
sekali faktor yang mempengaruhi suatu permukiman ketika permukiman tersebut
dikatakan kumuh antara lain tidak tersedianya fasilitas seperti sanitasi, tempat
pembuangan sampah, kondisi kualitas air minum jelek yang dicirikan dengan
bewarna, berbau, dan memiliki rasa, kondisi permukiman yang padat dan tidak
teratur, terletak di sekitar bantaran sungai, sempadan kereta api, kawasan industri
maupun pusat-pusat perekonomian dan jasa (Priyono, dkk., 2013).
Kesehatan sangat penting bagi manusia, karena tanpa kesehatan yang baik,
setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Semakin
padatnya aktivitas yang dilakukan seseorang menjadikan mengabaikan masalah
berolahraga. Tidak adanya waktu luang karena kesibukan di kantor, di kampus, di
perusahaan, mengakibatkan seseorang tersita waktu kesempatan untuk berolahraga.
Olahraga pada dasarnya merupakan kebutuhan setiap manusia di dalam kehidupan,
agar kondisi fisik dan kesehatannya tetap terjaga dengan baik. Oleh karena itu,
manusia ingin berusaha menjaga kesehatannya dan salah satu cara agar kesehatan
tetap terjaga dengan baik adalah melalui olahraga. Dalam kehidupan sehari-hari agar
dapat menunjang kesehatan, perlu adanya tindakan atau upaya yang dilakukan.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Hal ini akan terwujud tentunya tidak
hanya dari pemangku kebijakan olahraga yang menggerakkan, tetapi bagaimana
tingkat kesadaran masyarakat dalam berpartisipasi olahraga (Prasetyo, 2013).
Sebelum menuju ke olahraga, masyarakat harus mengetahui dasar dari tujuan untuk
berolahraga, yaitu untuk menuju kebugaran jasmani.
Pengertian kebugaran jasmani menurut Prof. Sutarman adalah suatu aspek,
yaitu aspek fisik dan kebugaran yang menyeluruh (total fitness) yang memberi
kesanggupan kepada seseorang untuk menjalankan hidup yang produktif dan dapat
menyesuaikan diri pada tiap – tiap pembebanan fisik (physical stress) yang layak.
Pengertian Kesegaran Jasmani merupakan kemampuan seseorang untuk
melaksanakan tugas sehari-hari dengan kesungguhan dan tnggung jawab, tanpa
memiliki rasa lelah dan penuh semangat untuk menikmati penggunaan waktu luang
dan menghadapi kemungkinan berbagai bahaya dimasa yang akan datang (Ichsan,
1988). Proff. Soedjatmo Soemowardoyo menyatakan bahwa kebugaran jasmani
adalah kemampuan tubuh untuk menyesuaikan fungsi alat – alat tubuhnya dalam
batas – batas fisologi terhadap lingkungan (ketinggian, kelembapan suhu, dan
sebagainya) dan atau kerja fisik dengan yang cukup efisien tanpa lelah secara
berlebihan. Secara umum pengertian kebugaran jasmani adalah kemampuan
seseorang untuk menjalankan pekerjaan sehari – hari dengan ringan dan mudah
tanpa merasakan kelelahan yang berarti dan masih mempunyai cadangan tenaga
untuk melakukan kegiatan yang lain. Manfaat kebugaran jasmani bagi tubuh antara
lain. Manfaat kebugaran jasmani bagi tubuh antara lain dapat mencegah berbagai
penyakit seperti jantung, pembuluh darah, dan paru – paru sehingga meningkatkan
kualitas hidup secara keseluruhan. Dengan jasmani yang hugar, hidup menjadi
semangat dan menyenangkan. Kebugaran jasmani tidak hanya menggambarkan
kesehatan, tetapi lebih merupakan cara mengukur individu melakukan kegiatannya
sehari–hari. Ada 3 hal penting dalam kebugaran jasmani, yaitu:
1. Fisik, berkenaan denganotot, tulang, dan bagian lemak.
2. Fungsi Organ, berkenaan dengan efisiensi sistem jantung, pembuluh darah,
dan pernapasan (paru-paru).
3. Respon Otot, berkenaan dengan kelenturan, kekuatan, kecapatan, dan
kelemahan.
Kebugaran jasmani yang dibutuhkan setiap individu sangat berbeda,
tergantung dari sifat tantangan fisik yang dihadapinya. Contohnya, seorang
tukang becak yang setiap hari bekerja mendayung pedal becak dengan
tumpangan/barang yang berat, maka ia harus memiliki daya tahan, kekuatan,
anaerobic power, dan sebagainya yang lebih baik daripada seorang pegawai
bank. Pegawai bank tidak banyak menguras tenaga, ia hanya membutuhkan
kerjaan pembukuan dari meja ke rak buku atau menekan tombol – tombol
keyboard computer. Dengan demikian tingkat kebugaran jasmani yang mereka
memiliki sangat menentukan dan ketahanan fisiknya sangat berbeda, tetapi
kebutuhan energi tetap sama, yang menjadi pembeda pada kedua contoh
tersebut adalah kebugaran jasmani yang dimiliki (Usra, 2014).
Masalah yang mengganggu fisik masyarakt adalah penyakit sendi. Penyakit
tersebut lebih sering menyerang para lansia. Salsabila, dkk., (2018)
menyampaikan bahwa penyakit sendi merupakan penyakit tidak menular (PTM)
dengan prevalensi yang tinggi di Indonesia, yaitu 24,7%. Angka prevalensi
tersebut semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia, terendah pada
kelompok usia 15-24 tahun, 7% dan tertinggi pada kelompok usia >75 tahun
yaitu 54,8%. Prevalensi OA lutut pada kelompok usia > 45 tahun 19,2% pada
peserta Framingham study dan 27,8% pada peserta Johnston County
Osteoarthritis Project. Prevalensi pada usia >60 tahun sekitar 37% pada peserta
the third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III).1-3
Osteoartritis lutut merupakan penyebab utama rasa sakit dan disabilitas
dibandingkan OA sendi lainnya. Penyakit tersebut dapat diatasi dengan menjaga
tubuh tetap aktif bergeral dengan rajin berolahraga. Baik di masa muda maupun
di masa tua ataupun lansia.
Olahraga pada dasarnya merupakan kebutuhan setiap manusia di dalam
kehidupan, agar kondisi fisik dan kesehatannya tetap terjaga dengan baik.
Olahraga dapat meningkatkan kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit
termasuk penyakit jantung, diabetes tipe 2, osteoporosis, bentuk kanker,
obesitas, dan cedera. Partisipasi dalam olahraga juga dikenal untuk mengurangi
depresi, stres dan kecemasan, meningkatkan kepercayaan diri, tingkat energi,
kualitas tidur, dan kemampuan untuk berkonsentrasi. Ada tiga faktor yang
berdampak pada partisipasi olahraga, yaitu faktor individu, faktor lingkungan,
dan faktor sosial budaya. Partisipasi masyarakat dalam melakukan kegiatan
olahraga semakin meningkat yang ditunjukkan dengan peningkatan partisipasi
masyarakat pada indeks pembangunan olahraga (SDI). Olahraga yang secara
spesifik dapat meningkatkan derajat kesehatan bagi pelakunya adalah olahraga
kesehatan. Dalam olahraga kesehatan tidak hanya melatih aspek jasmaniah,
juga menjangkau aspek rohaniah dan aspek sosial. Kesadaran masyarakat untuk
berolahraga memberikan kontribusi dalam pembangunan individu dan
masyarakat yang cerdas, sehat, terampil, tangguh, kompetitif, sejahtera, dan
bermartabat (Prasetyo, 2013).
Peran masyarakat madani disini untuk terus menaikkan taraf kesehatan
masyarakat, membantu mereka guna mencapai kesehatan yang maksimal.
Kesehatan yang maksimal, akan membuat masyarakat memiliki fisik yang kuat.
Fisik yang kuat tersebut akan membantu kemudahan dalam kehidupan di
keseharian.
III. Penutup
III.1 Kesimpulan
1. Masyarakat madani adalah masyarakat yang berhubungan dekat dengan Tuhan dan

sejahtera.

2. karakteristik dasar dalam masyarakat madani.

a. Terjadinya integrasi antara individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif ke


dalam masyarakat melalui kontrak social dan aliansi social,
b. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan mendominasi di masyarakat
dapat dikurangi oleh kepentingan alternative,
c. Program Negara yang mendominasi seperti, pembangunan yang berbasis
masyarakat,
d. Masyarakat mampu memberikan masukkan terhadap keputusan pemerintah
melalui keanggotaan organisasi volunteer (bentuk kerelawanan seseorang),
e. Kreatifitas masyarakat tumbuh dan berkembang yang semula terhambat oleh
rezim-rezim totaliter,
f. Meluasnya kesetiaan, loyalitas dan kepercayaan sehingga individu mengakui
keterkaitannya dengan orang lain,
g. Masyarakat bebas melakukan kegiatan melalui kegiatan di lembaga social
dengan berbagai perspektif,
h. Masyarakat beragama, masyarakat tersebut mengakui adanya Tuhan,
melaksanakan ajaran Tuhan yang mengatur kehidupan social dan beragama
meskipun dalam satu daerah ada keberagaman agama,
i. Menjaga kedamaian, artinya masing-masing elemen masyarakat saling
menghormati baik secara individu maupun kelompok,
j. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan orang lain,
k. Toleran, menghormaati dengan tidak mencampuri urusan pribadi agama orang
lain.
Daftar Pustaka

Anas, M. A. 2016. Peningkatan Kecerdasan Musikal dalam Pembelajaran SBK


menggunakan Alat Musik Angklung pada Siswa Kelas IVB SD Negeri Sinduadi
1. BASIC EDUCATION. 5(33). 143-154.

Belda, F., & Christanto, J. 2012. Strategi Penghidupan Nelayan dalam Peningkatan
Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Sasak Ranah Pasisie dan Sungai Beremas. Jurnal
Bumi Indonesia. 1(1) : 1-8.

Dacholfany, M. I. Konsep Masyarakat Madani dalam Islam. Jurnal Pemikrian Islam. 17 (1) :
1-29.

Fadhli, M. 2017. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan. Jurnal Studi Manajemen


Pendidikan. 1(2) : 215-240.

Fauzi, A. 2015. Membangun Epistemologi Pendidikan Islam melalui Kepemimpinan


Spriritual: Suatu telaah Diskursif. Empirisma. 24(2) : 155-167.

Fitriani, A. Strategi Pengembangan Kepercayaan DIri pada Anak Usia Dini. Jurnal
Penelitian & Artikel Pendidikan. 2(5): 101-104.

Hendriana, H. 2014. Membangun Kepercayaan Diri Siswa melalui Pembelajaran


Matematika Humanis Jurnal Pengajaran MIPA. 19(1) : 52-60.

Hidayah, A. N. 2013. Peningkatan Kecerdasan Spiritual melalui Metode Bermain Peran


pada Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Usia Dini. 7(1) : 85-108.

Izzah, I. 2018. Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membantuk Masyarakat Madani.
Jurnal Pedagogik 5(1) : 50-68.

Izzah, L. 2015. Penguatan Keislaman dalam Pembentukan Karakter. LITERASI. 6(2) : 177-
190.

Juniarti, Y. 2015. Peningkatan Kecerdasan Naturalis melalui Metode Kunjungan Lapangan


(field trip). Jurnal Pendidikan Usia Dini. 9(2) : 267-284.

Kariadi, D. dan W. Suprapto. 2017. Membangun Kepemimpinan Berbasis Nilai-Nilai


Pancasila dalam Perspektif Masyarakat Multikultural. Citizenship Jurnal Pancasila
dan Kewarganegaraan. 5(2) : 86-96.
Khalik, A. T. 2012. Masyarakat Madani dan Sosialisme. Jurnal TAPIs 8 (2) : 30-45.

Nasution, A. R. 2016. Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Karakter


Bangsa Indonesia melalui Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. Jurnal
Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial. 8 (2) : 201-212.

Prasetyo, Y. 2013. Kesadaran Masyarakat Berolahraga untuk Peningkatan Kesehatan dan


Pembangunan Nasional. MEDIKORA. 11(2) : 219-228.

Rajab, K. 2011. Psikologi Iman Sebagai Penguatan Nilai Teologis dalam Kesehatan Mental
Islam. Jurnal Sosio Religio. 9(3). 919-932.

Rozi, N. 2012. Peningkatan Kecerdasan Logika Matematika Anak Melalui Permainan


Berhitung Menggunakan Papan Telur di TK Aisyiyah 7 Duri. Jurnal Ilmiah Pesona
PAUD. 1(1) : 1-10.

Rustiana, E. R. 2013. Upaya Peningkatan Kecerdasan Emosi Siswa Sekolah Dasar melalui
Pendidikan Jasmani Harmoni. Jurnal Cakrawala Pendidikan. 5(1) : 139-149.

Salsabila, S., Moeliono, M. A., Sastradimadja, S. B., & Agustian, D. 2018. Perbedaan
Pengaruh Latihan Penguatan Otot Kuadrisep terhadap Massa Bebas Lemak
Ekstremitas Bawah dan Kekuatan Otot Kuadrisep pada Penderita Osteoartritis Lutut
dengan Tingkat Aktivitas Fisik Rendah dan Tinggi. Journal Of The Indonesian Medical
Association. 68(4). 161-166.

Simorangkir, N. R. A. Menanti, dan A. Aziz. Kontribusi Komunikasi Persuasif Guru terhadap


Kepercayan Diri dan Motivasi Belajar. 6(2) : 68-76.

Sudapet, I. N., A. Sukoco, dan I. Setiawan. 2017. Model Integrasi Ekonomi Maritim dan
Pariwisata di Daerah Guna Peningkatan Ekonomi Indonesia Timur. Jurnal
Darussalam; Jurnal Pendidikan, Komunikasi dan Pemikiran Hukum Islam. 9(1) : 148-
160.

Sudarsana, I. K. (2016). Peningkatan Mutu Pendidikan Luar Sekolah dalam Upaya


Pembangunan Sumber Daya Manusia. Jurnal Penjaminan Mutu. 1(1) : 1-14.

Suryana, A. 2014. Membangunn Kepemimpinan yang Menyenangkan. PEDAGOGIA.


12(1) : 32-39.
Thowaf, S. M., M. Hidayah, dan Arikhah. 2015. Penguatan Iman melalui Penghayatan
Agama dan Keterampilan Ekonomi Kreatif dengan Pemanfaatan Teknologi Kimia
Rumah Tangga untuk Warga Tambak Lorok Semarang Utara. DIMAS 15(1) : 57-70.

Utami, A. D. 2012. Peningkatan Kecerdasan Intrapersonal dan Kecerdasan Interpersonal


Melalui Pembelajaran Project Approach. Jurnal Ilmiah VISI P2TK PAUD NI. 7(2) : 138-
152.

Usra, M. 2014. Aplikasi Aktivitas Fisik Siswa Sekolah Dasar Sebagai Upaya Peningkatan
Kebugaran Jasmani. Inovasi Sekolah Dasar. 1(1), 157-165.

Widodo, A. D. 2018. Manajemen Pembelajaran Aqidah Ahlu Al-Sunnah wa Al-Jama’ah di


Pondok Pesantren Nurul Islam Jember. EVALUASI 2(1) : 332-349.

Yuningsih, R. 2015. Peningkatan Kecerdasan Kinestetik Melalui Pembelajaran Gerak Dasar


Tari Minang. Jurnal Pendidikan Usia Dini. 9(2) : 233-250.

Anda mungkin juga menyukai