Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN

“KERATITIS (ULKUS KORNEA)”

DISUSUN OLEH
1. Ni Kadek Mimi (P07120121006)
2. Putu Arditha Pramesti (P07120121027)
3. Ni Putu Ayu Krisna Indrayani (P07120121026)
4. Made Nindya CandraDewi Nanda Saputra (P07120121028)
5. Ida Ayu Putri Ramaswari (P07120121013)

D-III Keperawatan Kelas I.1

KEMENTERIAN KEMENKES RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

DENPASAR

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
KERATITIS (ULKUS KORNEA)

A. DEFINISI
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang
akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. .
Keratitis ulseratif yang lebih dikenal sebagai ulserasi kornea yaitu terdapatnya destruksi (kerusakan)
pada bagian epitel kornea. (Darling,H Vera, 2000, hal 112)

B. ETIOLOGI
Faktor penyebabnya antara lain:
 Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata,
sumbatan saluran lakrimal), dan sebagainya
Faktor eksternal, yaitu :
 luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar
pada daerah muka
Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh :
 Oedema kornea kronik, exposure-keratitis (pada lagophtalmus, bius umum, koma) ;
keratitis karena defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis
virus.
Kelainan-kelainan sistemik:
 Malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-Jhonson, sindrom defisiensi imun.
Obat-obatan yang menurunkan mekaniseme imun, misalnya :
 kortikosteroid, IUD, anestetik lokal dan golongan imunosupresif.

 Secara etiologik ulkus kornea dapat disebabkan oleh :


 Bakteri :
Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah
streptokkus pneumoniae, sedangkan bakteri lain menimulkan ulkus
kornea melalui faktor-faktor pencetus diatas.
 Virus : herpes simplek, zooster, vaksinia, variola
 Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium

 Reaksi hipersensifitas
 Reaksi terhadap stapilokkusus (ulkus marginal), TBC (keratokonjungtivitis flikten),
alergen tak diketahui (ulkus cincin). (Sidarta Ilyas, 1998, 57-60)

C. GEJALA KLINIS
 Pada ulkus yang menghancurkan membran bowman dan stroma, akan menimbulkan
sikatrik kornea.
 Gejala subyektif pada ulkus kornea sama seperti gejala-gejala keratitis. Gejala
obyektif berupa injeksi silier, hilangnya sebagian jaringan kornea dan adanya infiltrat.
Pada kasus yang lebih berat dapat terjadi iritis disertai hipopion.
 Fotofobia
 Rasa sakit dan lakrimasi. (Darling,H Vera, 2000, hal 112)

D . MACAM-MACAM ULKUS KORNEA SECARA DETAIL


1. Ulkus kornea sentral meliputi: 
a. Keratitis bakteria  
Misal disebabkan oleh : bakteri oportunistik (streptococcus alfa
hemalyticus, S. aureusdll)
b. Keratitis virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simpleks cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila
mengalami nekrosis di bagian sentral.
c. Keratitis fungi
Ulkus kornea fungi yang pernah banyak dijumpai pada para pekerja pertanian,
kini makin banyak dijumpai di antara penduduk perkotaan, dengan dipakainya
obat kortikosteroid dalam pengobatan mata. Sebelum era kortikosteroid, ulkus
kornea fungi hanya timbul bila stroma kornea kemasukan sangat banyak
organisme – suatu peristiwa yang masih mungkin timbul di daerah pertanian.
Mata yang belum dipengaruhi kortikosteroid masih dapat mengatasi masukan
organisme sedikit – sedikit seperti lazimnya terjadi pada penduduk daerah
perkotaan.
Ulkus fungi itu indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi – lesi satelit
(umumnya infiltrat di tempat – tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).
Lesi utama dan lesi satelit merupakan plak endotel dengan tepian tidak teratur
di bawah lesi kornea utama, disertai reaksi kamera anterior yang hebat dan
abses kornea.
Kebanyakan ulkus fungi disebabkan oleh organisme oportunis seperti candida,
fusarium, aspergillus, penicilium, cephalosporium dan lain – lain.tidak ada ciri
khas yang membedakan macam – macam ulkus fungi ini.
Kerokan dari ulkus kornea fungi, kecuali yang disebabkan candida,
mengandung unsur – unsur hypha : kerokan dari ulkus candida umumnya
mengandung pseudohyphae atau bentuk ragi, yang menampakkan kuncup –
kuncup khas.
d. Keratitis acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat di dalam air
tercemar yangmengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea adalah
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi
ini juga ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak, setelah terpapar pada air
atau tanah tercemar.

2. Ulkus kornea perifer


a. Ulkus dan infiltrat marginal
Ulkus marginal adalah peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat
atau dapat juga rektangular (segiempat) dapat satu atau banyak dan terdapat
daerah kornea yang sehat dengan limbus. Ulkus marginal dapat ditemukan
pada orang tua dan sering dihubungkan dengan penyakit rematik atau debilitas.
Dapat juga terjadi bersama-sama dengan radang konjungtiva yang disebabkan
oleh Moraxella, basil Koch Weeks dan Proteus Vulgaris. Pada beberapa
keadaan dapat dihubungkan dengan alergi terhadap makanan.
Secara subyektif ; penglihatan pasien dengan ulkus marginal dapat menurun
disertai rasa sakit, lakrimasi dan fotofobia.
Secara obyektif : terdapat blefarospasme, injeksi konjungtiva, infiltrat atau
ulkus yang sejajar dengan limbus.
b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer kornea
berjalan progresif ke arah sentral tanpa adaya kecenderungan untuk perforasi.
Gambaran khasnya yaitu terdapat tepi tukak bergaung dengan bagan sentral
tanpa adanya kelainan dalam waktu yang agak lama. Tukak ini berhenti jika
seluuh permukaan kornea  terkenai.
Penyebabya adalah hipersensitif terhadap tuberkuloprotein, virus atau
autoimun. Keluhannya biasanya rasa sakit berat pada mata.
c. Keratokonjungtivitis phlyctenular
Penyakit hepersensitivitas ini (akibat hepersensitivitas tipe lambat terhadap
produk bakteri misalnya basil tuberkel manusia) dulunya merupakan penyebab
utama kebutaan di AS. Phlycten adalah akumulasi setempat limfosit, monosit,
makrofag dan akhirnya neutrofil. Lesi ini mula – mula muncul di limbus
namun paa serangan – serangan berikutnya akan mengenai konjunngtiva bulbi
dan kornea. Phlyctenul kornea, umumya bilateral, berakibat sikatriks dan
vaskularisasi, namun phlyctenul konjungtiva tidak meninggalkan bekas.
d. Keratitis marginal pada penyakit autoimun
Kornea perifer sering terlibat sering terlibat pada penyakit autoimunseperti
atritis reumatoid, poliarteritis nodosa, lupus eritematosus, skleroderma,
granulomatosis wegener, kolitis ulserativa,penyakit crohn, dan polikondritis
yang kambuh.
e. Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A
Ulserasi kornea tipikal pada avitaminosis A terletak di pusat dan bilateral,
berwarna kelabu dan indolen, disertai kehilangan kilau kornea di daerah
sekitarnya. Kornea melunak dan nekrotik (karenanya disebut keratomalacia)
dan sering timbul perforasi.
Ulserasi kornea akibat avitaminosis A terjadi karena kekurangan vitamin A
dari makanan atau gangguan absorpsi di saluran cerna dan gangguan
pemanfaatan oleh tubuh.
f. Keratitis neurotropik
Pada tahap awal ulkus neurotropik yang khas, larutan fluoresein akan
menghasilkan bintik – bintik berwarna pada epitel bagian superficial. Dengan
berlanjutnya proses ini timbulah daerah – daerah bercak terbuka. Kadang –
kadang epitelnya hilang dari daerah yang luas di kornea.
g. Keratitis pajanan (exposure)
Keratitis pajanan dapat timbul pada segala situasi, kalau kornea tidak cukup
dibasahi dan ditutupi oleh palpebra. Cotohnya antara lain eskoftalmos karena
sembarang sebab, ektropion, sindrom palpebra lunak, hilangnya sebagian
palpebra akibat trauma, dan ketidakmampuan palpebra menutup secukupnya
seperti pada Bell’s palsy. Dua paktor penyebabnya adalah pengeringan kornea
dan pajanan terhadap trauma minor. Kornea terbuka mudah mongering selama
jam – jam tidur. Jika timbul ulkus, ummumnya terjadi setelah trauma kecil dan
di sepertiga kornea bagian bawah.

E. PATOFISIOLOGI
Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, maka kebanyakan lesi kornea,
superficial maupun propunda (dalam) akan menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa
sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan
membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan
terutama jika terletak di pusat. Oleh pandangan yang kabur itu maka akan muncul banyak
masalah seperti perubahan sensori perceptual (visual) yang akhirnya menyebabkan
perubahan gaya hidup yang akhirnya mengakibatkan ketidakberdayaan dan juga deficit
perawatan diri. Disamping itu juga akan menyebabkan resiko cedera, cemas, yang
mengakibatkan isolasi social. Gangguan pola tidur karena pengobatan dan perawatan mata
yang sering, dan gangguan yang berdampak pada tidak efektifnya koping juga termasuk
akibat dari kaburnya penglihatan.
F. PENATALAKSANAAN

Pasien dengan ulkus kornea berat biasanya dirawat untuk pemberian berseri (kadang
sampai tiap 30 menit sekali), tetes antimikroba dan pemeriksaan berkala oleh ahli
opthalmologi. Cuci tangan secara seksama adalah wajib. Sarung tangan harus dikenakan
pada setiap intervensi keperawatan yang melibatkan mata. Kelopak mata harus dijaga
kebersihannya, dan perlu diberikan kompres dingin. Pasien dipantau adanya peningkatan
tanda TIO. Mungkin diperlukan asetaminofen untuk mengontrol nyeri. Siklopegik dan
midriatik mungkin perlu diresep untuk mengurangi nyeri dan inflamasi. Tameng mata
(patch) dan lensa kontak lunak tipe balutan harus dilepas sampai infeksi telah terkontrol,
karena justru dapat memperkuat pertumbuhan mikroba. Namun kemudian diperlukan
untuk mempercepat penyembuhan defek epitel.

G. PENGKAJIAN :
 Data Fokus
- Gatal-gatal
- Nyeri (ringan sampai berat)
- Lakrimasi (mata selalu berair)
- Fotofobia (sensitif terhadap cahaya) atau blepharospasme (kejang kelopak mata)

 Data Objektif
- Kemerahan pada mata
- Berair
- Visus menurun
 Data Penunjang
 Kartu mata/ snellen telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan)
 Lapang penglihatan
 Pengukuran tonografi : mengkaji TIO, normal 12 - 25 mmHg
 Pemeriksaan oftalmoskopi
 Pemeriksaan Darah lengkap, LED
 Pemeriksaan EKG
 Tes toleransi glukosa
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN :

1. Ansietas berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman


mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat
Intervensi Keperawatan:
 Kaji derajat dan durasi gangguan visual
 Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru
 Jelaskan rutinitas perioperatif
 Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu
 Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.
2. Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan
ditandai dengan visus menurun, silau adanya flikten pada kornea.
Intervensi Keperawatan :
o Tentukan tajam penglihatan pada kedua mata
o Hindari benda-benda yang memungkinkan terjadinya cedera.
o Beritahukan pantingnya memakai kaca mata hitam untuk mengurangi
penularan.
o Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma
o Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata
3. Nyeri yang berhubungan dengan trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah
atau pemberian tetes mata dilator
Intervensi Keperawatan :
 Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep
 Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul
 Kurangi tingkat pencahayaan
 Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat
4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan status kesehatannya ditandai dengan klien
tampak menarik diri, telihat pendiam, dan sering termenung
Intervensi Keperawatan :
o Ciptakan hubungan terapeutik antara pasien dengan perawat.
o Kaji interaksi dalam keluarga. Catat apakah ada perubahan dalam hubungan
keluarga.
o Berikan informasi yang benar kepada pasien.
I. IMPLEMENTASI
Implementasi (pelaksanaan) di lakukan sesuai dengan rencana (intervensi) yang telah di
tetapkan.

J. EVALUASI
Dx 1 : Pasien tidak cemas dan bertambahnya pengetahuan pasien terhadap
penyakitnya.
Dx 2 : Resiko cedera dapat diatasi pasien menunjukkan kemajuan status
kesehatannya.
Dx 3 : Nyeri berkurang dan peningkatan tidak ada peningkatan TIO
Dx 4 : Pasien lebih tenang, bisa bergaul dengan orang lain dan optimis penyakitnya
dapat disembuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddarth.2001.Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol.1.EGC:Jakarta

Lynda juall carpenito.2001.Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 8.EGC:Jakarta

Marillyn E. Doenges.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.EGC:Jakarta

Sylvia A.Price.1994. Patofisiologi edisi 4 vol.1.EGC:Jakarta

Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika, 2000.

Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 1983.

Mengetahui, Kelompok Mahasiswa


Pembimbing Praktek

(...............................................) ( Kelompok 5)
NIP. ........................................

Pembimbing Akademik

(..............................................................)
NIP. ......................................................

Anda mungkin juga menyukai