Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 3 No 2, Desember 2015); halaman 97-112 97

ANALISIS EKONOMI PENGUSAHA TEMPE DALAM


MENGHADAPI KENAIKAN HARGA KEDELAI IMPOR DI
KELURAHAN SEMPER, JAKARTA UTARA

Naelis1, dan Novindra2


1)Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor
2)Staf Pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Institut Pertanian Bogor


e-mail : 1)naelis.esl46@gmail.com, 2)buyung.thaher@gmail.com
 

ABSTRACT
Soybean is one of the important agriculture commodities in Indonesia after rice and corn. The increasing
domestic soybean consumption exceed its production. To fulfill domestic needs, Indonesia import the
soybean. One of the industries that have a dependent to the imported soybeans is Tempe production. The
rising prices of imported soybean caused the increasing price of production factor and affecting the revenue
of Tempe entrepreneur. DKI Jakarta is one of the provinces that have a large population of Tempe industries
and use the imported soybean as a raw material of its production. One of the regions is Semper, North
Jakarta. The result of estimation factors that influenced the Tempe production is the amount of soybeans
(kg/production process). The total cost of Tempe production is increasing 19,80 percent and the cash cost
is increasing 19,89 percent. The revenue of the cash cost and total cost is decreasing 53,62 percent and
54,04 percent. The amount of R/C ratio upon the total cost after the rising prices of soybean is 1,19. The
activity of Tempe production is still giving revenue although there is rising prices of the soybean because
the revenue is positive and the amount of R/C ratio is more than one.

Keywords: revenue analysis (R/C ratio), production factors, soybeans, tempe.

PENDAHULUAN dan produksi kedelai juga menurun dengan


rata-rata laju sebesar -5,38% (Lampiran 1).
Agroindustri merupakan kegiatan indus-
Terjadinya penurunan luas panen dan
tri dengan memanfaatkan hasil-hasil per-
produksi sementara permintaan kedelai di
tanian sebagai bahan baku. Perusahaan agro-
dalam negeri terus meningkat, meng-
industri pada umumnya tidak mempunyai
akibatkan Indonesia harus mengimpor
lahan pertanian sendiri untuk memproduksi
kedelai untuk memenuhi kebutuhan dalam
produk pertanian yang dijadikan sebagai
negeri. Untuk memenuhinya sejak tahun 1975
bahan baku agroindustri tersebut, sehingga
posisi Indonesia bergeser dari negara
masalah pembelian bahan baku menjadi amat
eksportir menjadi negara importer kedelai
penting bahkan menentukan keberlanjutan
(Amang et all, 1996).
usaha agroindustri (Soekartawi, 2000). Salah
Salah satu industri yang sangat
satu agroindustri yang potensial untuk
tergantung pada kedelai impor adalah
dikembangkan adalah industri tempe, namun
industri tempe, terutama industri tempe di
perkembangan industri tempe selalu di-
Jakarta yang menggunakan kedelai impor
hadapkan pada permasalahan yang me-
untuk bahan baku atau input utama
nyangkut bahan baku utama yaitu kedelai.
produksinya. Alasan industri tempe di Jakarta
Kedelai merupakan salah satu komoditas
sangat tergantung dan lebih menyukai meng-
pertanian yang penting setelah beras dan
gunakan kedelai impor adalah karena harga
jagung. Konsumsi kedelai yang meningkat
kedelai impor relatif lebih murah daripada
tidak diimbangi dengan tingkat produksinya,
kedelai lokal, kedelai impor memiliki kualitas
bahkan luas panen dari tahun 2009-2013
yang lebih seragam, butiran-butiran lebih
menurun dengan rata-rata laju sebesar -6,54%

Analisis Ekonomi Pengusaha Tempe dalam… Naelis, dan Novindra


98 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 3 No 2, Desember 2015); halaman 97-112

besar dan hasil tempe per kilo kedelai diperoleh pengusaha tempe di Kelurahan
(rendemen tempe) lebih tinggi daripada Semper, Jakarta Utara semakin menurun
kedelai lokal (Tabor dan Gijsbers, 1987). karena biaya yang dikeluarkan untuk faktor-
Nurhayati (2001) juga men-jelaskan industri faktor produksi meningkat. Pengusaha tempe
tempe sangat tergantung dan lebih menyukai harus melakukan adaptasi atau menerapkan
menggunakan kedelai impor karena tempe strategi khusus agar usahanya tetap berjalan
yang dihasilkan memiliki penampilan dan dan mendapatkan keuntungan, salah satu
rasa yang lebih unggul, tidak menghasilkan startegi yang dilakukan adalah dengan
bau langu atau bau khas yang terdapat pada mengurangi tenaga kerja, mengurangi ukuran
tempe yang menggunakan kedelai lokal dan tempe, serta mengurangi penggunaan input
tidak menghasilkan rasa pahit. kedelai. Oleh karena itu, studi mengenai
Ketergantungan kedelai impor mem- dampak kenaikan harga kedelai terhadap
berikan pengaruh besar pada industri tempe pendapatan usaha tempe serta faktor-faktor
ketika terjadi peningkatan harga kedelai yang mempengaruhi produksi tempe perlu
impor. Meningkatnya harga kedelai impor dilakukan.
yang juga dikarenakan harga kedelai dunia Adapun secara umum, penelitian ini
meningkat mengakibatkan biaya faktor-faktor bertujuan untuk mengetahui pilihan adaptasi
produksi meningkat dan berdampak pada yang dilakukan oleh pengusaha, mengetahui
hasil pendapatan pengusaha tempe. Pening- faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
katan harga kedelai impor tertinggi terjadi produksi tempe serta mengetahui besarnya
pada bulan Agustus 2012 sebesar Rp perubahan biaya dan pendapatan yang
9.136,00/kg (Lampiran 2). Dampak me- diperoleh pengusha tempe akibat terjadinya
ningkatnya harga kedelai impor sangat kenaikan harga kedelai impor. Sementara itu,
dirasakan oleh industri tempe. Salah satu secara khusus penelitian ini bertujuan:
industri tempe di Jakarta yang merasakan 1. Menganalisis faktor-faktor yang ber-
dampak meningkatnya harga kedelai impor pengaruh terhadap produksi tempe di
adalah industri tempe di Kelurahan Semper, Kelurahan simper, Jakarta Utara.
Jakarta Utara yang merupakan sentra industri 2. Menganalisis dampak kenaikan harga
tempe terbesar dibandingkan dengan kedelai terhadap pendapatan yang di-
kelurahan lain dengan jumlah industri tempe peroleh pengusaha tempe di Kelurahan
pada tahun 2011 sebanyak 195 industri Semper, Jakarta Utara.
(PRIMKOPTI, 2012).
Harga kedelai impor yang meningkat
mengakibatkan biaya faktor-faktor produksi TINJAUAN PUSTAKA
meningkat. Peningkatan biaya produksi akan Azis (2012) meneliti tentang adaptasi
berdampak pada hasil pendapatan, pen- ekonomi pengusaha agribisnis tahu dalam
dapatan yang diperoleh menurun, para menghadapi kenaikan harga kedelai di
pengusaha tempe kekurangan modal untuk Kabupaten Banjar. Hasil penelitian me-
membeli kedelai, padahal kedelai merupakan nunjukan bahwa kenaikan harga kedelai yang
bahan baku utama yang harus digunakan dan signifikan telah membuat pengusaha agri-
mengambil porsi terbesar atas total biaya bisnis tahu melakukan adaptasi dengan cara
produksi. Darmawan (1999) menyebutkan mengurangi pembelian bahan baku kedelai,
bahwa peningkatan harga kedelai impor mengurangi produksi tahu, menjaga ukuran
memberikan dampak yang besar terhadap dan kualitas tahu, serta menaikkan harga jual
industri tempe yaitu bahan baku kedelai tahu. Metode yang digunakan adalah metode
mengambil porsi sebanyak 82,99% dari total deskriptif yaitu mengamati secara langsung
biaya produksi. ke lokasi usaha untuk mengetahui pilihan
Peningkatan harga kedelai impor adaptasi ekonomi yang dilakukan pengusaha
mengakibatkan tingkat pendapatan yang agribisnis tahu, dan menghitung besarnya

Naelis, dan Novindra Analisis Ekonomi Pengusaha Tempe dalam…


Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 3 No 2, Desember 2015); halaman 97-112 99

biaya-biaya, penerimaan serta keuntungan yang signifikan antara jumlah koperasi dan
yang diterima pengusaha agribisnis tahu tuntutan kedelai yang ada. Banyak produsen
setelah dilakukan adaptasi. tempe dan tahu tidak membeli kedelai dari
Murwanti dan Sholahuddin (2014), koperasi dan bahkan banyak anggota tidak
meneliti tentang strategi dan dampak membelinya dari koperasi mereka sendiri. Hal
kenaikan harga kedelai terhadap laba usaha ini menunjukkan bahwa peran koperasi
pengrajin tempe di Sukoharjo, Jawa Tengah. dalam penyuplai kedelai sangat rendah. Hal
Kenaikan harga kedelai berdampak pada yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen
kesulitan para pengrajin tempe dalam Primkopti adalah peningkatan manajemen
mempertahankan usahanya jika tidak kreatif. sumber daya manusia (administrator),
Namun pendapatan mereka tetap saja ber- anggota, dan pengawas.
kurang. Campur tangan pemerintah sangat
dibutuhkan dalam menstabilkan harga
kedelai. Jumlah tempe yang diproduksi KERANGKA PEMIKIRAN
sebelum kenaikan harga kedelai sebanyak TEORITIS
154,73 Kg, namun setelahnya menjadi 75,01 KONSEP FUNGSI PRODUKSI
Kg. Sehingga total penerimaan pun
Hubungan penggunaan faktor-faktor
mengalami penurunan sebesar 39,47 % yang
produksi atau input dan produk atau output
semula Rp 844.292 menjadi Rp 511.084.
yang dihasilkan disebut fungsi produksi.
Wilson Dogbe et all (2013) meneliti
Seorang ekonom yang melakukan studi
tentang nilai ekonomi produksi kedelai di
empiris dengan pemodelan ekonometrik
Kabupaten Saboba dan Chereponi di wilayah
harus dapat merumuskan masalahnya ke
utara Ghana berdasarkan jenis kelamin.
dalam suatu model. Begitu juga salah satu
Penelitian tersebut bertujuan menganalisis
syarat agar koefisien korelasi dapat di-
usaha produksi kedelai, tingkat pendapatan
gunakan sebagai ukuran keeratan hubungan
atau profitabilitas, serta mengidentifikasi
sebab akibat adalah harus dapat menentukan
kendala produksi kedelai. Analisis yang
suatu model yang menggambarkan proses
digunakan adalah analisis pendapatan dan
hubungan sebab akibat tersebut.
R/C rasio. untuk memperkirakan tingkat
Oleh karena itu, model dapat di-
profitabilitas (P) produksi kedelai di
definisikan sebagai satu abstarksi atau
kabupaten Soboba dan Chereponi untuk
penyederhanaan dari realitas. Setiap model
musim 2012, total penerimaan dikurangi
ekonometrik merupakan model statistik yang
dengan total biaya yaitu dengan rumus
mencakup komponen error (ε) (Juanda, 2009).
persamaan P = T R - T C. Jika P adalah lebih
Secara matematik model fungsi produksi
besar dari nol, maka produksi kedelai
dapat ditulis sebagai berikut (Juanda, 2009):
menguntungkan dan sebaliknya. Nilai nol
adalah indikasi impas. Y = f (X1, X2, …, Xp) + ε……………………….(1)
Susilowati et all (2014) menganalisis dan
mengevaluasi sejauh mana hubungan antara Keterangan :
kebutuhan kedelai dalam suatu daerah Y = output atau peubah tak bebas
terhadap jumlah koperasi di daerah tersebut, X1, X2, …, Xp = input atau peubah bebas
f = bentuk hubungan yang mentransfor-
serta sejauh mana hubungan antara jumlah
masikan input-input ke dalam output
anggota (pengrajin tahu tempe) terhadap ε = error
jumlah koperasi di suatu daerah. Penelitian
tersebut menggunakan metode korelasi Fungsi produksi pada penelitian ini
Pearson. Hasil penelitian tersebut menunjuk- menggunakan fungsi linear berganda yaitu
kan bahwa tidak ada hubungan yang model regresi dengan lebih dari satu variabel
signifikan antara jumlah koperasi dan jumlah penjelas, disebut berganda karena banyaknya
produsen. Selain itu, juga tidak ada hubungan faktor (dalam hal ini, variabel) yang mungkin

Analisis Ekonomi Pengusaha Tempe dalam… Naelis, dan Novindra


100 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 3 No 2, Desember 2015); halaman 97-112

mempengaruhi variabel tak bebas (Gujarati, terdiri dari biaya penyusutan dan tenaga kerja
2006). Model regresi linear berganda dapat dalam keluarga.
ditulis sebagai berikut (Gujarati, 2006): Menurut Soekartawi (1995), R/C rasio
merupakan perbandingan antara penerimaan
Yi = B1 + B2X2i + B3X3i + εi……………………(2) dengan biaya yang dikeluarkan selama proses
produksi. R/C rasio digunakan untuk me-
Keterangan :
ngetahui efisiensi dan kelayakan usahatani.
Y = Output (Varibel tak bebas)
X2 dan X3 = Variabel-variabel penjelas Semakin besar nilai R/C rasio maka semakin
B1 = Variabel intersep besar penerimaan dibandingkan biaya yang
B2 dan B3 = Koefisien regresi masing- dikeluarkan. Jika R/C rasio > 1, artinya setiap
masing variabel biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan
ε = Error penerimaan yang lebih besar atau usahatani
i = Observasi ke-i menguntungkan. Apabila R/C ratio < 1,
berarti biaya yang dikeluarkan akan meng-
KONSEP PENDAPATAN USAHATANI hasilkan penerimaan yang lebih kecil atau
Menurut Soekartawi (2002) pendapatan usahatani tidak menguntungkan. Jika R/C
usahatani adalah selisih antara total ratio = 1, perbandingan antara penerimaan
penerimaan dengan total biaya yang dan biaya seimbang atau berada pada
dikeluarkan. Jadi secara matematis adalah keuntungan normal.
sebagai berikut:

= TR – TC…………………………………...(3) METODE
Pengumpulan data primer untuk
Keterangan : penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan
= pendapatan usahatani
Semper, Jakarta Utara. Pemilihan lokasi
TR = total penerimaan
TC = total biaya dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa wilayah tersebut
Besarnya pendapatan yang diterima merupakan sentra industri tempe terbesar
merupakan balas jasa atas tenaga kerja, modal dibandingkan dengan kelurahan lain, jumlah
keluarga yang dipakai dan pengelolaan yang industri tempe di Kelurahan Semper
dilakukan anggota keluarga. Analisis pen- mencapai 195 industri pada tahun 2011
dapatan pada umumnya digunakan untuk (PRIMKOPTI Jakarta Utara, 2012).
mengevaluasi kegiatan usaha dalam satu Pengumpulan data penelitian dilaksanakan
tahun. Hanafi (2010) menerangkan bahwa pada bulan Juni sampai dengan Juli 2013.
pendapatan terbagi menjadi dua yaitu Data yang dihimpun dalam penelitian ini
pendapatan tunai dan pendapatan tidak terdiri dari data primer dan data sekunder.
tunai. Pendapatan tunai adalah pendapatan Data primer diperoleh dengan cara observasi
yang terhitung dari hasil pertanian secara yaitu mengamati secara langsung mengenai
tunai. Pendapatan tidak tunai adalah kegiatan yang berkaitan dengan tujuan
pendapatan yang tidak terhitung dari hasil penelitian, selain itu dengan menggunakan
pertanian tidak tunai tetapi termasuk kuesioner atau wawancara langsung kepada
pendapatan. responden (pengusaha tempe) selaku pemilik
Biaya produksi dibagi menjadi dua yaitu usaha.
cash cost atau biaya tunai dan noncash cost atau Adapun data sekunder diperoleh dari
biaya tidak tunai (Doll dan Orazem, 1984). instansi atau lembaga yang terkait, seperti
Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan Primer Koperasi Produsen Tahu-Tempe
untuk pembelian sumberdaya yang diguna- Indonesia (PRIMKOPTI) Jakarta Utara, Badan
kan dalam proses produksi. Biaya tidak tunai Pusat Statistik (BPS), Kementerian Per-
dagangan dan Kementerian Perindustrian.

Naelis, dan Novindra Analisis Ekonomi Pengusaha Tempe dalam…


Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 3 No 2, Desember 2015); halaman 97-112 101

Selain itu terdapat juga data sekunder yang Output (Y) merupakan jumlah produksi
diperoleh melalui penelusuran internet, buku, tempe yang diukur dengan menggunakan
juga literatur-literatur yang terkait dengan kerai. Kerai terbuat dari anyaman bambu
penelitian. berukuran 20x200 cm digunakan sebagai
Dalam penelitian ini yang menjadi tempat untuk meletakkan kedelai yang sudah
populasi adalah para pengusaha tempe di dicetak selama masa pemeraman. Banyaknya
Kelurahan Semper, Jakarta Utara yang kerai tergantung dari jumlah kilogram kedelai
memiliki usaha lebih dari satu tahun agar yang diproduksi, rata-rata untuk meng-
dapat melihat dampak kenaikan harga hasilkan 12 kerai tempe membutuhkan 50 kg
kedelai. Metode pengambilan sampel kedelai.
dilakukan dengan teknik Purposive sampling, Hipotesis atau penaksiran parameter
yaitu dilakukan dengan sengaja. Adapun dalam regresi berganda menggunakan
kriteria dalam memilih sampel adalah kepada metode kuadrat terkecil biasa, ordinary least
pengusaha tempe yang memiliki usaha lebih squares (OLS). Penaksir OLS merupakan
dari satu tahun, yang menggunakan kedelai penaksir tak bias linear yang terbaik, best
impor segar yang berasal dari Amerika. linear unbiased estimators (BLUE). Koefisien
Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak regresi yang ditaksir dengan menggunakan
31 pengusaha tempe. metode OLS bersifat linear dan tak bias-secara
rata-rata, koefisien yang ditaksir tepat sama
ANALISIS DATA dengan nilai yang sebenarnya, penaksir OLS
memiliki varians yang mungkin paling kecil
Analisis yang digunakan untuk me-
sedemikian rupa sehingga parameter yang
ngetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
sebenarnya dapat ditaksir secara lebih akurat
produksi tempe adalah estimasi model
dibandingkan dengan penaksir tak bias linear
dengan menggunakan model regresi linear
lainnya (Gujarati, 2006).
berganda dengan alat bantu software SPSS 16.
Menentukan sebuah model yang baik
Model regresi linear berganda untuk usaha
harus memenuhi kriteria ekonomi, statistika
tempe adalah (Gujarati, 2006):
dan ekonometrika. Model adalah representasi
^ ^ ^ ^ ^ ^ dari fenomena aktual yang berupa sistem
Ŷi= 0+ 1Xi1+ 2 Xi2+ 3 Xi3 + 4 Xi4 5Xi5+ εi… (4) aktual atau proses aktual. Fenomena aktual
adalah reprensentasi dari model untuk men-
Keterangan:
jelaskan, memprediksi, dan mengontrolnya
Ŷi = Jumlah produksi tempe per proses
produksi dari sampel ke-i (kerai) (Intriligator, 1996).
Xi1 = Jumlah kedelai per poses produksi dari Uji ekonomi dilakukan untuk melihat
sampel ke-i (kg) kesesuaian tanda parameter estimasi yang
Xi2 = Jumlah ragi per proses produksi dari sesuai dengan harapan (hipotesis) dan logis
sampel ke-i (kg) dari sudut pandang ekonomi. Tanda untuk
Xi3 = Jumlah bahan bakar kayu per proses
setiap variabel bebas harus sesuai hipotesis
produksi dari sampel ke-I (kg)
yaitu bernilai positif. Tanda positif artinya
Xi4 = Jumlah pemakaian kemasan daun per
proses produksi dari sampel ke-i penambahan penggunaan input setiap satu
(lempit) unit akan meningkatkan produksi tempe.
Xi5 = Jumlah pemakaian kemasan plastik per Uji statistika dalam penelitian ini terdiri
proses produksi dari sampel ke-i (kg) atas uji F, uji t dan koefisien determinasi
^
b0 = Variabel intersep (R2).Uji F dilakukan untuk mengetahui
^ ^ apakah variabel independen (bebas) secara
b1…b5 = Koefisien regresi masing-masing
variabel bersama-sama berpengaruh nyata terhadap
εi = Error term dari sampel ke-i variabel dependen (Juanda, 2009). Uji t
i = Jumlah sample (31) dilakukan untuk mengetahui pengaruh
masing-masing variabel independen (bebas)

Analisis Ekonomi Pengusaha Tempe dalam… Naelis, dan Novindra


102 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 3 No 2, Desember 2015); halaman 97-112

secara parsial terhadap variabel dependen Gujarati (2003) heteroskedastisitas merupa-


(tidak bebas) (Juanda, 2009). kan error term yang memilki varian tidak
Besarnya nilai koefisien determinasi (R2) konstan, untuk mendeteksi adanya
digunakan untuk mengetahui seberapa besar heteroskedastisitas, salah satu uji yang dapat
keragaman variabel dependen (tidak bebas) digunakan adalah uji Glejser.Uji Glejser
dapat dijelaskan oleh variabel-variabel dilakukan dengan meregresikan nilai absolute
independen (bebas) di dalam model. Besaran residual terhadap variabel independen
nilai koefisien determinasi (R2) berkisar (bebas).
anatara 0 samapi 1. Apabila nilai koefisien Uji Multikolinearitas dilakukan untuk
determinasi (R2) semakin mendekati 1, maka mengetahui apakah terdapat korelasi atau
model semakin baik, karena semakin sedikit hubungan yang kuat antar variabel
keragaman variabel dependen (tidak bebas) independen (bebas). Multikolinearitas yang
yang dijelaskan oleh variabel lain di luar kuat pada persamaan regresi akan
model (Gujarati, 2006). mengakibatkan varian penduga koefisien
Penggunaan koefisien determinasi (R2) regresi menjadi tidak signifikan. Uji
sering menimbulkan permasalahan, yaitu multikolinearitas dapat diduga dengan
nilainya akan selalu meningkat dengan melakukan pengujian Variance Inflation Factor
adanya penambahan variabel bebas dalam (VIF). Apabila nilai VIF kurang dari 10, maka
suatu model, sehingga akan menimbulkan tidak terdapat masalah multikolinearitas yang
bias karena jika ingin memperoleh model kuat. Rj2 adalah koefisien determinasi dari
dengan R2 tinggi dapat dengan mudah regresi variabel bebas ke-j dengan variabel
menambahkan variabel bebas dan nilai R2 bebas lainnya.
akan meningkat, tidak tergantung apakah Tujuan utama analisis pendapatan usaha
variabel bebas tambahan tersebut ber- tempe adalah untuk mengetahui tingkat
hubungan dengan variabel terikat atau tidak. pendapatan yang diperoleh dari kegiatan
Oleh karena itu, penelitian ini juga produksi tempe sebelum dan setelah terjadi
menggunakan Adjusted R Square yang nilainya kenaikan harga kedelai. Hasil analisis
dapat naik atau turun dengan adanya pendapatan dapat digunakan oleh pengusaha
penambahan variabel baru, tergantung dari tempe atau pihak lain yang berkepentingan,
korelasi antara variabel bebas tambahan untuk menilai apakah usaha yang dilaku-
tersebut dengan variabel terikatnya. kannya mencapai hasil yang memuaskan atau
Uji asumsi klasik dalam ekonometrika sebaliknya.
digunakan untuk menunjukan serangkaian Analisis pendapatan usaha tempe di
asumsi-asumsi dasar yang dibutuhkan untuk Kelurahan Semper, Jakarta Utara dilakukan
menjaga agar OLS dapat menghasilkan dengan metode pengukuran biaya usahatani
estimator yang paling baik pada model-model dan R/C rasio. Menurut Soekartawi (2002),
regresi (Sarwoko, 2005). Uji asumsi klasik penerimaan usahatani adalah perkalian
meliputi uji normalitas, uji heteroskedastisitas antara produksi yang diperoleh dengan harga
dan uji multikolinearitas. jual hasil produksi. Pernyataan ini dapat
Uji normalitas dilakukan untuk melihat ditulis sebagai berikut:
apakah residual (error term) terdistribusi
normal atau tidak. Pada penelitian ini TR = Py.Y…………………………………..…(5)
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk
menguji kenormalitasan data. Uji ini Keterangan :
TR = Total penerimaan (Rp)
dilakukan dengan menentukan nilai
Py = Harga jual Tempe (Rp/kerai)
Asymp.sig 2 tailed pada uji sampel Kolmogorov-
Y = Output (Tempe) (Kg/kerai)
Smirnov (Gujarati, 2006).
Masalah heteroskedastisitas sering
terjadi pada data cross section. Menurut

Naelis, dan Novindra Analisis Ekonomi Pengusaha Tempe dalam…


Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 3 No 2, Desember 2015); halaman 97-112 103

Menurut Hernanto (1991) biaya usaha- makin baik usaha tersebut. Perhitungan R/C
tani terdiri dari biaya tunai dan biaya yang rasio usaha tempe dapat dirumuskan sebagai
diperhitungkan (non tunai). Biaya tunai berikut :
merupakan biaya yang dikeluarkan secara
tunai oleh petani atau pelaku usaha R/C rasio atas biaya tunai = ………………...(9)
sedangkan biaya yang diperhitungkan
merupakan biaya yang tidak termasuk ke R/C rasio atas biaya total = ………………..(10)
dalam biaya tunai tetapi diperhitungkan
dalam usahatani. Rumus biaya usaha tempe Keterangan :
dapat dituliskan sebagai berikut : TR = Total penerimaan (Rp per proses
produksi)
TB = BT + BNT ……………………………….(6) TB = Total biaya (BT+ BNT) (Rp per proses
produksi)
Keterangan : BT = Biaya tunai (Rp per proses produksi)
TB = Total biaya (Rp per proses produksi)
BT = Biaya tunai (Rp per proses produksi) Jika R/C rasio atas biaya tunai > 1, maka
BNT = Biaya non tunai (Rp per proses total biaya tunai yang dikeluarkan lebih kecil
produksi) dari penerimaan atau secara finansial usaha
tempe tersebut menguntungkan. Jika R/C
Pendapatan dalam penelitian ini akan rasio atas total biaya tunai < 1 maka secara
dibedakan menjadi pendapatan atas seluruh finansial usaha tempe tersebut tidak meng-
biaya tunai (pendapatan tunai) dan untungkan karena total biaya tunai yang
pendapatan atas biaya total (pendapatan diberikan lebih besar dibandingkan pe-
total). Secara umum pendapatan adalah nerimaan. Jika R/C rasio atas total biaya tunai
selisih antara penerimaan dengan biaya pada = 1, maka total biaya tunai sama dengan
periode waktu tertentu. Secara matematis penerimaannya. Jika R/C rasio atas biaya total
tingkat pendapatan usaha tempe dapat ditulis > 1, maka biaya total yang dikeluarkan lebih
sebagai berikut : kecil dari penerimaan atau secara ekonomi
usaha tempe menguntungkan. Jika R/C rasio
Pd tunai = TR – BT…………………………….(7) atas biaya total < 1, maka secara ekonomi
usaha tempe tidak menguntungkan karena
Pd total = TR – TB……………………………..(8)
biaya total yang dikeluarkan lebih besar
Keterangan : dibandingkan penerimaan. Jika R/C rasio atas
Pd tunai = Pendapatan tunai usaha tempe biaya total = 1, maka biaya total yang
(Rp per proses produksi) dikeluarkan sama dengan penerimaan.
TR = Total penerimaan (Rp per proses
produksi)
BT = Biaya tunai (Rp per proses HASIL DAN PEMBAHASAN
produksi)
Pd total = Pendapatan total usahatani (Rp FAKTOR-FAKTOR YANG
per proses produksi) MEMPENGARUHI PRODUKSI TEMPE
TB = Total biaya (Rp per proses Dalam penelitian ini faktor-faktor yang
produksi) diduga berpengaruh terhadap produksi
tempe yaitu, jumlah kedelai (X1) kg per proses
Analisis penerimaan dan biaya atau
produksi, jumlah ragi (X2) kg per proses
analisis R/C rasio adalah perbandingan
produksi, jumlah kayu bakar (X3 ) kg per
antara jumlah penerimaan dengan
proses produksi, penggunaan kemasan daun
pengeluaran totalnya. Hal ini menunjukan
(X4) lempit per proses produksi, dan
berapa besar penerimaan yang diperoleh
penggunaan plastik (X5) kg per proses
sebagai manfaat disetiap rupiah yang
produksi. Hasil estimasi model faktor-faktor
dikeluarkan. Maka makin besar nilai R/C

Analisis Ekonomi Pengusaha Tempe dalam… Naelis, dan Novindra


104 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 3 No 2, Desember 2015); halaman 97-112

yang mempengaruhi produksi tempe dalam bakar kayu sebesar 0,552 dan untuk input
penelitian ini diuji dengan tiga kriteria uji, daun nilai P-value uji t sebesar 0,764, nilai P-
yaitu : uji ekonomi, uji statistika dan uji value kedua input tersebut lebih besar dari
ekonometrika. Hasil estimasi model adalah taraf α = 0,05 (Tabel 1).
sebagai berikut: Penggunaan bahan bakar kayu untuk
merebus kedelai masih belum efisien. Hal ini
Ŷ = -3,812 + 0,230 X1 + 5,392 X2 + 0,045 X3 + dikarenakan jumlah bahan bakar kayu yang
0,079 X4 + 3,062 X5 digunakan oleh setiap pengusaha tempe
cenderung sama. Berdasarkan hasil proses
Tabel 1. Hasil Estimasi Model Produksi
wawancara dengan pengusaha tempe di
Tempe
Parameter Prob >
daerah penelitian agar proses perebusan
Variabel VIF
estimasi |T| menjadi lebih cepat seharusnya mengguna-
(Constant) -3,812 0,008 kan gas, namun harga gas lebih mahal
Jumlah kedelai (X1) 0,230 0,000* 2,261 daripada kayu bakar sehingga mereka lebih
Jumlah ragi (X2) 5,392 0,177 1,214
memilih kayu bakar. Penggunaan daun juga
Jumlah kayu (X3) 0,045 0,552 1,858
Jumlah daun (X4)
tidak berpengaruh nyata terhadap produksi
0,079 0,764 1,400
Jumlah plastik (X5) 3,062 0,149 1,716 tempe hal ini dikarenakan pengusaha tempe
Koefisien Determinasi R-Sq = 0,871 yang menggunakan daun juga harus meng-
Adjusted R Square = 0,845 gunakan plastik sebelum tempe tersebut
Prob (Uji F) = 0,000
Keterangan : *Nyata pada taraf α = 0,05 dikemas dengan daun, hal ini menjadi kurang
Sumber : Data primer diolah (2014) efisien karena pengusaha tempe harus
mengeluarkan biaya tambahan lagi untuk
Uji secara ekonomi dilakukan ber- daun dan tetap menggunakan plastik.
dasarkan tanda yang ada pada setiap variabel Pemakaian daun pada kemasan tempe hanya
bebas dalam model pendugaan. Hasil estimasi digunakan untuk menambah cita rasa pada
model diperoleh bahwa tanda setiap tempe.
parameter setiap variabel penjelas bernilai Berdasarkan uji F pada tabel 1, hasil
positif, yang sesuai dengan hipotesis. Hal ini estimasi model produksi tempe diketahui
berarti perubahan input produksi berbanding bahwa nilai P-value sebesar 0,000. Nilai P-value
lurus terhadap perubahan produksi tempe. tersebut lebih kecil dari taraf nyata 0,05, nilai
Kedelai mempunyai pengaruh yang ini menunjukan keragaman produksi tempe
nyata atau signifikan terhadap produksi dapat dijelaskan secara nyata oleh keragaman
tempe pada tingkat kepercayaan atau taraf α variabel kedelai, ragi, bahan bakar kayu,
sebesar 0,05. Berdasarkan hasil regresi liner kemasan daun dan plastik. Nilai Adjusted R
berganda P-value uji t kedelai sebesar 0,000 Square sebesar 0,845. Hal tersebut berarti
kurang dari α = 0,05. Koefisien kedelai bernilai sebesar 84,5% keragaman produksi tempe
positif yaitu sebesar 0,230 artinya setiap dapat dijelaskan oleh variabel kedelai, ragi,
penambahan rata-rata kedelai sebanyak 1 bahan bakar kayu, kemasan daun dan plastik,
kilogram per proses produksi akan sedangkan sisanya yaitu sebesar 15,5% dapat
meningkatkan produksi tempe sebanyak diterangkan oleh variabel lain di luar model
0,230 kerai dengan asumsi variabel lain tetap (Tabel 1).
(Tabel 1). Berdasarkan uji t diketahui bahwa
Kedelai berpengaruh nyata pada pro- variabel bebas yang berpengaruh nyata
duksi tempe karena kedelai adalah input atau terhadap produksi tempe hanya kedelai.
bahan baku utama dalam proses produksi Kedelai berpengaruh nyata terhadap taraf α =
tempe. Input yang tidak berpengaruh secara 0,05. Variabel bebas yang tidak berpengaruh
nyata pada produksi tempe adalah bahan nyata terhadap produksi tempe adalah
bakar kayu dan daun, hal ini karena hasil jumlah ragi, bahan bakar kayu, jumlah plastik,
regresi linear berganda P-value uji t bahan dan kemasan daun (Tabel 1).

Naelis, dan Novindra Analisis Ekonomi Pengusaha Tempe dalam…


Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 3 No 2, Desember 2015); halaman 97-112 105

Hasil estimasi model dalam penelitian tunai. Total biaya tunai yang dikeluarkan
perlu diuji secara ekonometrika, yaitu uji untuk input kedelai pada kondisi sebelum
normalitas, uji multikolinieritas dan uji kenaikan harga kedelai adalah sebesar Rp
heteroskedastisitas. Hasil uji normalitas 275.802,91 dan pada kondisi setelah kenaikan
dengan menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov harga kedelai sebesar Rp 340.999,90. Total
yaitu dengan melihat nilai Asymp.Sig (2-tailed) biaya tunai yang harus dikeluarkan untuk
(0,966) yang dihasilkan lebih besar dari taraf ragi pada kondisi sebelum kenaikan harga
nyata (α = 0,05) maka galat menyebar normal. kedelai adalah Rp 994,68 dan setelah kenaikan
Hasil dari uji normalitas dapat terlihat pada harga kedelai adalah sebesar Rp 1.159,33.
lampiran 3. Total biaya tunai untuk daun juga meningkat
Uji multikolinearitas ini dilakukan untuk dari Rp 5.354,45 menjadi Rp 6.331,75,
mengetahui kelayakan dari model regresi sementara untuk biaya kemasan plastik
yang digunakan. Multikolinearitas adalah meningkat dari Rp 9.766,76 menjadi Rp
terjadinya korelasi yang erat antara variabel 10.434,00 (Lampiran 6).
bebas. Uji Multikolinearitas dengan me- Meningkatnya harga kedelai menyebab-
regresikan model fungsi produksi tempe dan kan biaya yang dikeluarkan juga meningkat,
melihat kriteria multikolinearitas dari nilai tetapi meningkatnya harga daun, ragi dan
VIF yang dihasilkan. Apabila nilai VIF lebih plastik bukan karena pengaruh harga kedelai
dari 10 maka, pada model terjadi multi- naik melainkan karena pengaruh inflasi.
kolinearitas. Nilai VIF pada tabel menunjukan Sehingga, total biaya tunai yang harus di-
bahwa tidak ada nilai VIF dari kelima variabel keluarkan pengusaha tempe mengalami
yang dimasukan bernilai lebih dari 10, maka peningkatan sebesar 19,89 persen yaitu Rp
model yang digunakan tidak menunjukan 333.986,99 per hari pada kondisi sebelum
terjadinya multikolinearitas. Nilai VIF dapat kenaikan harga kedelai menjadi Rp 400.410,11
dilihat pada (Tabel 1). per hari setelah kenaikan harga kedelai.
Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas Secara keseluruhan, biaya total produksi
(Lampiran 4) dengan Uji glejser yaitu tempe mengalami peningkatan sebesar 19,80
meregresikan nilai absolut residual terhadap persen yaitu Rp 335.322,14 per hari pada
variabel independent, diperoleh siginifikansi kondisi sebelum kenaikan harga kedelai dan
pada masing-masing variabel mempunyai Rp 401.726,75 per hari setelah kenaikan harga
nilai signifikan lebih dari taraf nyata 5,00%. kedelai (Lampiran 6).
Hal ini berarti tidak terdapat heteroskedas- Pendapatan usahatani mengukur ke-
tisitas pada model, sehingga model layak giatan usahatani yang dilakukan dengan
untuk digunakan. membandingkan total penerimaan dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan selama usaha-
ANALISIS PENDAPATAN USAHATEMPE tani berlangsung. Pendapatan yang dilihat
SEBELUM DAN SETELAH KENAIKAN dari usaha tempe dalam penelitian ini adalah
HARGA KEDELAI pendapatan sebelum dan setelah terjadi
Besarnya biaya produksi tergantung kenikan harga kedelai sebesar 31,46 persen.
pada pemakaian input dan harga input Pendapatan usaha tempe didapat dengan cara
produksi. Harga nominal input kedelai yang mengurangkan penerimaan rata-rata dengan
meningkat sebesar 31,46 persen yaitu dari Rp biaya rata-rata yang dikeluarkan. Biaya yang
7.003,26 per kg menjadi Rp 9.206,45 per kg, dikeluarkan meliputi biaya tunai dan biaya
mengakibatkan biaya produksi meningkat tidak tunai yang jika digabungkan akan
(Lampiran 5). menjadi biaya total usahatani.
Biaya dalam usahatani pada penelitian Untuk melihat apakah usaha tempe
ini adalah biaya usaha tempe yang dibedakan sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai
menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya tidak layak atau tidak layak dapat dilakukan
dengan menghitung R/C rasio, jika nilai R/C

Analisis Ekonomi Pengusaha Tempe dalam… Naelis, dan Novindra


106 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 3 No 2, Desember 2015); halaman 97-112

rasio lebih besar dari satu maka dapat untungkan dan layak untuk diteruskan
dikatakan layak. Nilai R/C rasio juga diguna- karena nilai R/C rasio lebih besar dari 1,00.
kan untuk mengukur tingkat keuntungan, Pengusaha tempe akan rugi dan lebih baik
yaitu dengan mengukur besarnya rupiah nilai menghentikan usahanya ketika nilai R/C
pengembalian dari setiap satu rupiah yang rasio kurang dari 1,00.Analisis R/C rasio
dikeluarkan pengusaha tempe. dapat dilihat pada lampran 7.
Rata-rata penerimaan yang didapat Perkembangan rata-rata harga kedelai
pengusaha tempe mengalami penurunan yang naik sebesar 31,46 persen menyebabkan
sebesar 4,38 persen yaitu Rp 498.621,02 per pendapatan yang diperoleh pengusaha tempe
hari pada kondisi sebelum terjadi kenaikan berkurang, namun masih layak untuk
harga kedelai dan Rp 476.774,96 per hari pada diteruskan karena nilai R/C rasio lebih besar
kondisi setelah kenaikan harga kedelai. dari satu. Pengusaha tempe tidak akan
Pendapatan atas biaya total menurun sebesar untung atau rugi (impas) jika harga kedelai
54,04 persen yaitu sebelum kenaikan harga naik sebesar 59,69 persen karena besar biaya
kedelai sebesar Rp 163.298,88 per hari dan tunai yang dikeluarkan sama dengan pene-
setelah kenaikan harga kedelai sebesar Rp rimaan yang didapat, sehingga pendapatan
75.048,25 per hari, sedangkan pendapatan atas atas biaya tunai yang diperoleh pengusaha
biaya tunai juga menurun sebesar 53,62 tempe adalah Rp 0,00 dan nilai R/C rasio atas
persen yaitu Rp 164.634,03 per hari pada saat biaya tunai sebesar 1,00. Hasil perhitungan
sebelum kenaikan harga kedelai dan Rp analisis sensitivitas akibat peningkatan harga
76.364,85 per hari pada saat setelah terjadi kedelai sebesar 31,46 % dan 59,69 % dapat
kenaikan harga kedelai (Lampiran 7). dilihat pada lampiran 8.
Analisis R/C rasio terdiri dari R/C rasio Adanya kenaikan harga kedelai impor
atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. telah membuat pengusaha tempe melakukan
Hasil perhitungan nilai R/C rasio atas biaya adaptasi dengan cara mengurangi jumlah
tunai sebelum kenaikan harga kedelai sebesar penggunaan bahan baku kedelai, mengurangi
1,49. Jika biaya naik sebesar Rp 1,00 maka produksi tempe, serta melakukan diversi-
penerimaan juga akan naik sebesar Rp 1,49, fikasi atau mengurangi ukuran tempe.
artinya dari setiap Rp 1,00 yang dikorbankan
pengusaha tempe akan menghasilkan ke-
untungan sebesar Rp 0,49. Nilai R/C rasio atas SIMPULAN DAN SARAN
biaya tunai setelah terjadi kenaikan harga SIMPULAN
kedelai adalah 1,19. Nilai R/C rasio atas biaya 1. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh
tunai tersebut lebih dari 1,00 sehingga usaha secara nyata terhadap produksi tempe di
tempe tersebut masih menguntungkan dan Kelurahan Semper, Jakarta Utara adalah
layak untuk diteruskan. jumlah kedelai.
Nilai R/C rasio atas biaya total sebelum 2. Setelah kenaikan harga kedelai usaha
kenaikan harga kedelai adalah 1,48 dan tempe di Kelurahan Semper masih
setelah kenaikan harga kedelai adalah sebesar menguntungkan dan dapat diteruskan
1,18, hal ini menunjukan bahwa jika karena pendapatan tunai dan total masih
pengusaha tempe mengeluarkan biaya tunai bernilai positif dan R/C rasio atas biaya
sebesar Rp 1,00 maka akan menghasilan tunai dan total bernilai lebih besar dari
penerimaan sebelum dan setelah kenaikan 1,00. Pendapatan tunai dan total setelah
harga kedelai sebesar Rp 1,48 dan Rp 1,18. kenaikan harga kedelai adalah Rp
Nilai R/C rasio atas biaya tunai dan biaya 76.364,85/hari dan Rp 75.048,21/hari.
total sebelum kenaikan harga kedelai lebih Pengusaha tempe tidak akan untung atau
besar dari nilai R/C rasio atas biaya tunai dan rugi (impas) jika harga kedelai naik hingga
total setelah terjadi kenaikan harga kedelai, sebesar 59,69%.
namun usaha tempe tersebut masih meng-

Naelis, dan Novindra Analisis Ekonomi Pengusaha Tempe dalam…


Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 3 No 2, Desember 2015); halaman 97-112 107

SARAN Finanda IT. 2011. Analisis Efisiensi Produksi


dan Pendapatan Usaha Pembesaran
1. Setelah terjadi kenaikan harga kedelai,
Lele Dumbo: Studi Kasus CV Jumbo
pengusaha tempe di Kelurahan Semper, Bintang Lestari [skripsi]. Bogor (ID):
Jakarta Utara dan pengusaha tempe Institut Pertanian Bogor.
lainnya sebaiknya melakukan adaptasi
Gujarati D. 2003. Ekonometrika Dasar (Edisi
atau strategi seperti mengurangi jumlah
Alih Bahasa Terjemahan). Jakarta (ID):
penggunaan bahan baku kedelai atau
Erlangga.
melakukan diversifikasi ukuran tempe
agar pengusaha tempe dapat terus _______ 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika.
melangsungkan usahanya dan tidak Jakarta (ID): Erlangga.
mengalami kerugian. Hanafi R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian.
2. Dalam jangka panjang, pemerintah juga Yogyakarta: Andi Offset
harus memberikan subsidi kedelai
Hernanto F. 1991. Ilmu Usahatani. Jakarta
terutama kepada Primer Koperasi (ID): Penebar Swadaya.
Produsen Tahu Tempe Indonesia dan
mendorong peningkatan produksi kedelai Intriligator MD. 1996. Econometric Models,
Technigues, and Applications. Second
dalam negeri untuk menekan
Edition. Prentice-Hal. Inc, New Jersey.
ketergantungan Indonesia terhadap
kedelai impor. Juanda B. 2009. Metodologi Penelitian
Ekonomi dan Bisnis. Bogor (ID): IPB
Press.
DAFTAR PUSTAKA Kementerian Perdagangan. 2013.
Perkembangan Harga Kedelai Impor
Azis Y. 2012. Adaptasi Ekonomi Pengusaha
dan Lokal di Indonesia April 2012-
Agribisnis Tahu dalam Menghadapi
Februari 2012. Jakarta (ID):
Kenaikan Harga Kedelai Di Kabupaten
Kementerian Perdagangan.
Banjar. Banjarbaru (ID): Jurnal
Agribisnis Perdesaan. Vol. 2 No. 4 Hal. Murwanti S, Sholahuddin M. 2014. Strategi
272-283. dan Dampak Kenaikan Harga Kedelai
Terhadap Laba Usaha Pengrajin Tempe
Amang B, Sawit MH, Rachman A. 1996.
di Sukoharjo, Jawa Tengah. Fakultas
Ekonomi Kedelai di Indonesia. Bogor
Ekonomi dan Bisnis. Sukoharjo (ID):
(ID): IPB Press.
Jurnal Manajemen dan Bisnis. Vol. 18
Badan Pusat Statistik. 2014. Staistika No. 1 Hal. 30-40.
Indonesia 2013. Jakarta (ID): Badan
Naelis. 2015. Dampak Kenaikan Harga
Pusat Statistik.
Kedelai Impor Terhadap Pendapatan
Dermawan A. 1999. Analisa Pendapatan Pengusaha Tempe di Kelurahan
Usaha Tani Kedelai Serta Nilai Tambah Semper, Jakarta Utara [skripsi]. Bogor
Industri Tahu dan Tempe. [skripsi]. (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[PRIMKOPTI] Primer Koperasi Produsen
Dogbe W, Etwire PM, Martey E, Etwire JC, Tahu Tempe Indonesia. 2012. Laporan
Baba IY, Siise A. 2013. Economics of Pertanggung Jawaban Pengurus dan
Soybean Production: Evidence from pengawas PRIMKOPTI Jakarta Utara
Saboba and Chereponi Districts of pada RAT ke XXXII. Jakarta (ID):
Northern Region of Ghana. Ghana (ID): PRIMKOPTI Jakarta Utara.
Journal of Agricultural Science. Vol. 5
Sarwoko. 2005. Dasar-dasar Ekonometrika.
No. 12 Hal. 38-46.
Yogyakarta (ID): Penerbit Andi.
Doll JP, Orazem. 1984. Production Economics
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta
Theory With Application. New York
(ID): UI-Press.
(ID): John Wiley & Sons inc.

Analisis Ekonomi Pengusaha Tempe dalam… Naelis, dan Novindra


108 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 3 No 2, Desember 2015); halaman 97-112

_______. 2000. Pengantar Agroindustri.


Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada.

_______. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi


Pertanian, Teori dan Aplikasi. Jakarta
(ID): Rajawali Press.

Susilowati E, Oktaviani R, Arifin B, Arkeman


Y. 2014. The Evaluation of
Cooperative’s Role in Soybean Supply
Chain: A Case Study on Tofu and
Tempeh Cooperatives in Indonesia.
Bogor (ID): International Journal of
Administrative Science &
Organization. Vol. 21 No. 2 Hal. 121-
127.

Tabor SR, Gijsbers G. 1987. Soybean


Supply/Demand Prospect for
Indonesia dalam Bottema J.W.T dkk
(Eds), Soybean Research &
Development in Indonesia, CGPRT No.
10. Bogor (ID): The CGPRT Centre.

Naelis, dan Novindra Analisis Ekonomi Pengusaha Tempe dalam…


Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 3 No 2, Desember 2015); halaman 97-112 109

Lampiran 1. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Kedelai di Indonesia Tahun 2009-2013
Rata-rata
Uraian 2009 2010 2011 2012 2013
Laju (%)
Luas Panen (ha) 722.791,00 660.823,00 622.254,00 567.624,00 550.793,00 -6,54
Produksi (ton) 974.512,00 907.031,00 851.286,00 843.153,00 779.992,00 -5,38
Sumber : Badan Pusat Statistik (2014)

Lampiran 2. Perkembangan Harga Kedelai Impor dan Lokal di Indonesia April 2012-Februari
2013
Harga Kedelai Harga Kedelai
Tahun Bulan Laju (%) Laju (%)
Impor (Rp/kg) Lokal (Rp/kg)
April 8.323,00 - 8.887,00 -
Mei 8.454,00 1,57 8.904,00 0,19
Juni 8.458,00 0,05 8.991,00 0,98
Juli 8.610,00 1,80 9.139,00 1,65
2012 Agustus 9.136,00 6,10 9.643,00 5,51
September 9.367,00 2,53 9.592,00 -0,52
Oktober 9.394,00 0,29 9.667,00 0,78
November 9.366,00 -0,29 9.669,00 0,02
Desember 9.354,00 -0,12 9.551,00 -1,22
Januari 9.285,00 -0,73 9.545,00 -0,06
2013
Februari 9.284,00 -0,01 9.365,00 -1,89
Sumber : Kementerian Perdagangan (2013)

Lampiran 3. Hasil Estimasi dalam Model Produksi Tempe (One-Sample Kolmogrov- Smirnov
Test)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 31
Normal Parametersa Mean ,0000000
Std. Deviation 2,23259488
Most Extreme Differences Absolute ,089
Positive ,078
Negative -,089
Kolmogorov-Smirnov Z ,496
Asymp. Sig. (2-tailed) ,966
a. Test distribution is Normal.

Analisis Ekonomi Pengusaha Tempe dalam… Naelis, dan Novindra


110 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 3 No 2, Desember 2015); halaman 97-112

Lampiran 4. Uji Heteroskedastisitas Hasil Estimasi dalam Model Produksi Tempe


(Coefficientsa)
Unstandardized Coefficients Collinearity Statistics
Model
B Std.Error Sig. VIF
(Constant) -,259 ,808 ,751
Kedelai ,015 ,020 ,444 2,261
Ragi 1,582 2,381 ,513 1,214
kayu bakar ,047 ,045 ,311 1,858
Daun ,011 ,160 ,947 1,400
Plastic -,008 1,261 ,995 1,716
a. Dependent Variable: abs_res

Lampiran 5. Rata-Rata Perkembangan Harga Nominal Input Produksi Tempe Sebelum dan
Setelah Kenaikan Harga Kedelai di Kelurahan Semper Jakarta Utara
Uraian Harga Sebelum Harga Setelah Perubahan (%)
Kedelai (Rp/kg) 7.003,26 9.206,45 31,46
Ragi (Rp/kg) 11.000,00 13.000,00 18,18
Kayu (Rp/kg) 454,50 454,50 0,00
Daun (Rp/lempit) 5.000,00 6.000,00 20,00
Plastik (Rp/kg) 24.000,00 26.000,00 8,33
Tenaga Kerja (Rp/hari) 33.735,35 33.735,35 0,00
Sumber : Data Primer Diolah (2014)

Lampiran 6. Perbandingan Total Biaya Usaha Tempe Sebelum dan Setelah Terjadi Kenaikan
Harga Kedelai 31,46 %
Nilai Rata-rata Nilai Rata-rata
Sebelum Setelah Perubahan
Uraian
Kenaikan Harga Kenaikan Harga (%)
Kedelai (Rp/hari) Kedelai (Rp/hari)
A.Biaya Tunai
1. BiayaVariabel
Kedelai 275.802,91 340.999,90 23,64
Ragi 994,68 1159,33 16,55
Kayu Bakar 6.196,09 6.110,26 -1,39
Daun 5.354,45 6.331,75 18,25
Plastik 9.766,76 10.434,00 6,83
TKLK 25.423,22 25.070,82 -1,39
Total Biaya Varabel Tunai 323.538,11 390.106,06 20,58
2. Biaya Tetap
Transportasi 3.422,49 3.375,06 -1,39
Listrik (air) 7.026,39 6.928,99 -1,39
Total Biaya Tetap Tunai 10.448,88 10.304,05 -1,39
Total Biaya Tunai 333.986,99 400.410,11 19,89
B. Biaya Non Tunai
1. Biaya Tetap
Penyusutan Alat 1.335,15 1.316,64 -1,39
Total Biaya Non Tunai 1.335,15 1.316,64 -1,39
TOTAL BIAYA 335.322,14 401.726,75 19,80
Keterangan : Per hari menghasilkan rata-rata 12 kerai tempe
Sumber: Data Primer Diolah (2015)

Naelis, dan Novindra Analisis Ekonomi Pengusaha Tempe dalam…


Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 3 No 2, Desember 2015); halaman 97-112 111

Lampiran 7. Perhitungan Penerimaan, Pendapatan Rata-rata dan R/C Rasio Usaha Tempe
Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Kedelai Sebesar 31,46%
Nilai rata-rata Nilai rata-rata
Sebelum Kenaikan Setelah Kenaikan Perubahan
Uraian
Harga Kedelai Harga Kedelai (%)
(Rp/hari) (Rp/hari)
Biaya Tunai 333.986,99 400.410,11 19,89
Biaya Non Tunai 1.335,15 1.316,64 -1,39
Biaya Total 335.322,14 401.726,75 19,80
Penerimaan 498.621,02 476.774,96 -4,38
Pendapatan atas biaya tunai 164.634,03 76.364,85 -53,62
Pendapatan atas biaya total 163.298,88 75.048,21 -54,04
R/C atas Biaya Tunai 1,49 1,19 -20,24
R/C atas Biaya Total 1,48 1,18 -20,19
Sumber : Data Primer Diolah (2015)

Lampiran 8. Analisis Sensitivitas Akibat Peningkatan Harga Kedelai Sebesar 31,46% dan
59,69%
Harga Kedelai naik 31,46 % Harga Kedelai Naik 59,69 %
Keterangan
Sebelum Setelah Sebelum Setelah
Biaya Tunai (Rp/hari) 333.986,99 400.410,11 333.986,99 498.621,02
Penerimaan (Rp/hari) 498.621,02 476.774,96 498.621,02 498.621,02
Pendapatan atas biaya 164.643,03 76.364,85 164.643,03 0,00
tunai (Rp/hari)
R/C rasio atas biaya tunai 1,49 1,19 1,49 1,00
Sumber : Data Primer Diolah (2015)

Analisis Ekonomi Pengusaha Tempe dalam… Naelis, dan Novindra


112 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 3 No 2, Desember 2015); halaman 97-112

Naelis, dan Novindra Analisis Ekonomi Pengusaha Tempe dalam…

Anda mungkin juga menyukai