Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

SNIKE BITE

Disusun oleh :

dr. Rizky Alvian Adi Kurniawan

Pendamping :

dr. Koerniadi

RSUD NGIMBANG

KABUPATEN LAMONGAN

PROVINSI JAWA TIMUR

2021
LEMBAR PENGESAHAN

SNIKE BITE

Disusun oleh :

dr. Rizky Alvian Adi Kurniawan

Lamongan, 16 Juni 2021

Pendamping

dr. Koerniadi

2
BERITA ACARA PRESENTASI KASUS

Pada hari ini……… tanggal …………… 2021 telah di presentasikan kasus oleh :

Nama : dr. Rizky Alvian Adi Kurniawan

Dengan Judul/Topik : Snike Bite

Pendamping : dr. Koerniadi

Nama Wahana: RSUD Ngimbang

NO NAMA PESERTA PRESENTASI TANDA TANGAN


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesunguhnya.

Lamongan, 16 Juni 2021

Pendamping

dr. Koerniadi

BAB I

LAPORAN KASUS

3
I. Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 49 tahun

Status Pernikahan : Menikah

Agama : Islam

Pekerja an : Petani

Alamat : Ngimbang - Lamongan

Tanggal masuk RS : 12 Maret 2021

II. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alonanamnesis di IGD RSUD Ngimbang

 Keluhan Utama :
Nyeri pada jari tangan kiri

 Riwayat Penyakit Sekarang:

Nyeri pada jari telunjuk kiri setelah tergigit ular ( Hijau ekor merah, kepala segitiga) tadi
pagi di sawah, nyeri (+) bengkak (+) demam (-) berdebar (-) mual (-) muntah (-) Keluhan
Lain (-)

 Riwayat Penyakit Dahulu : Stroke (-), Jantung (-), Alergi (-) DM (-)

 Riwayat Penyakit Keluarga : Hipertensi (-), DM (-)

 Riwayat Pemakaian Obat :-

III. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum

4
 Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

 Kesadaran : Komposmentis

 Tanda vital
o Tekanan darah : 145/70 mmHg

o Denyut nadi : 71 x/menit

o Pernapasan : 20 x/menit

o Suhu tubuh : 36,5 °C per aksila

 Antropometri:

o Berat Badan : 55 kg

o Tinggi Badan : 160 cm

o BMI : 21.5 (Normal)

Status Generalis

o Kepala : Normocephal

o Rambut : Distribusi merata

o Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-

o Hidung : Normosepta, Sekret -/-

o Telinga : Sekret -/- , Membran timpani intak

o Mulut : Bibir lembab, lidah tidak hiperemis, faring tidak

hiperemis

o Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB

o Pemeriksaan Thoraks :

5
o Paru

 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris pada saat statis dan


dinamis

 Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan dan kiri dalam batas
normal, nyeri tekan (-)

 Perkusi : Sonor seluruh lapang paru, Peranjakan hati (-)

 Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki basah halus -/-, wheezing -/-

o Jantung :
 Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus cordis teraba pulsasi
 Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri dalam batas
normal
 Auskultasi : S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-)

o Pemeriksaan Abdomen:

 Inspeksi : simetris, supel

 Auskultasi : bising usus (+) normal

 Palpasi :supel, nyeri tekan (-) hepatomegaly(-),splenomegali (-)

 Perkusi : Timpani seluruh lapang perut

 Ekstremitas : edema tungkai -/- , edema lengan -/-, akral hangat, CRT <
2detik

 Status Lokalis at regio digiti II metacarpal sinistra : Odem (+) hiperemi


(+) nyeri (+) bekas gigitan ular (+)

IV. Pemeriksaan Penunjang

6
 Tanggal : 12 Maret 2021

Jenis Periksa Hasil Normal


Darah Lengkap
Hemoglobin 13.4 13.0 – 18.0 g/dL
Hematokrit 35% 40 – 52%
Eritrosit 4,3 – 6,0 juta/uL
Leukosit 13.900 4800 – 10800 /uL
440.000 150000 –
Trombosit
400000 /uL
NLR 12.57 Cut off 3.13
Neutrofil Absolut 1532 1500-7000/ul
Lymphosit Absolut 1323 1000-3700/ul
Urea Nitrogen 12 10-50 g/dl
Kreatinin 0.7 P : 0.5-1,1 mg/dl
SGOT/AST 21 P: <30 U/L
SGPT/ALT 16 P: <30 U/L
GDA 124 105-200 mg/dl

VI. Diagnosis

1. Snike Bite

VII. Tatalaksana

Terapi Medikamentosa

7
 IVFD NaCl 14 Tpm
 Ceftriaxone 2x1g i.v
 Antrain 3 x 1 i.v
 inj. SABU 1 Vial

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Jenis Ular


Diagnosis dari spesies ular yang menggigit korban penting untuk diketahui.
Bisa dilakukan dengan mengidentifikasi ular yg sudah mati, ciri-cirinya atau dari
manifestasi klinis yang muncul.1 Dari 2500–3000 spesies ular yang tersebar di
dunia kira-kira ada 500 ular yang beracun. 3 Famili Viperidae (vipers, adders, pit
vipers, and mocassins), Elapidae (cobras, mambas, kraits, coral snakes,
Australasian venomous snakes, and sea snakes), Atractaspididae (burrowing
asps) — memiliki kemampuan untuk menyuntikkan bisa menggunakan gigi yang
telah termodifikasi (taring). 2

Viperidae Elapidae Atractaspididae


Gambar 1 : Jenis-jenis ular berbisa

9
Gambar 2 : Spesies Ular berbisa di Indonesia
Kategori 1 : Ular berbisa yang tersebar luas dan mengakibatkan angka kesakitan,
kecacatan dan kematian yang tinggi
Kategori 2 : Ular berbisa yang mengakibatkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian
yang tinggi tetapi berdasarkan data epidemiologi jarang terjadi karena habitat dan perilaku
ular yang jauh dari populasi manusia.

Bisa ular dihasilkan dan disimpan pada sepasang kelnjar di bawah mata dan dihubungkan
ke taring oleh Saluran racun menghubungkan kelenjar penghasil racun sampai dasar
taring (fang).

Gambar 3 : Anatomi kantong bisa ular dan saluran bisa

Sampai saat ini belum ada aturan baku untuk membedakan ular berbisa
atau tidak. Beberapa ular yang tidak berbisa telah berevolusi menyerupai ular
beracun begitu pula sebaliknya sehingga terlihat hampir sama. Meskipun dalam
beberapa hal ular berbisa memiliki ciri-ciri tertentu seperti ukuran dan bentuk
1
tubuhnya, pola kulitnya, perilaku dan suara jika dalam keadaan terancam.
Sebagai contoh ular jenis kobra sudah dikenal luas akan menegakkan tubuhnya,
menyemburkan racun dan secara agresif mematuk lawannya jika dalam kondisi
terancam.
Ular penghasil bisa (snake venom) berbahaya, bisa yang dikeluarkannya
90% merupakan protein sisanya merupakan nonenzim seperti protein nontoksis
yang mengandung karbohidrat dan logam. Bisa tersebut mengandung lebih dari
20 macam enzim yang berbeda termasuk phospholipases A2, B, C, D hydrolases,
phosphatases (asam sampai alkalis), proteases, esterases, acetylcholinesterase,
transaminase, hyaluronidase, phosphodiesterase, nucleotidase dan ATPase serta
nucleosidases (DNA & RNA).3

10
2.2 Bisa Ular
Beberapa enzim yang terkandung dalam bisa ular antara lain :
 Zinc metalloproteinase haemorrhagins: Merusak endotel vaskular, mengakibatkan
perdarahan.
 Procoagulant enzymes: Mengandung serine protease dan enzim prokoagulan yang
merupakan zat pengaktif faktor X, prothrombin dan faktor koagulan yang
menstimulasi pembekuan darah dengan membentuk benang fibrin pada aliran darah.
Ironisnya proses ini membuat darah menjadi sukar membeku karena hampir semua
fibrin rusak dan faktor-faktor pembekuan darah tersebuat akan berkurang dalam
waktu sekitar 30 menit setelah gigitan ular.
 Phospholipase A2 (lecithinase): Merusak mitokondria, Sel darah merah, leukosit,
platelet, saraf tepi, otot skeletal, endotel vaskular, dan membran-membran lain,
menghasilkan aktifitas neurotoksik di presinaps, dan memicu pelepasan histamin dan
antikoagulan.
 Acetylcholinesterase
 Hyaluronidase: meningkatkan penyebaran bisa ke seluruh jaringan.
 Enzim proteolitik : meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga menybabkan
edema, munculnya bulla, lebam, dan nekrosis pada tempat gigitan. 1

Selain itu ada zat penyusun bisa ular yang bersifat neurotoksik post sinaps yaitu α-
bungarotoxin and cobrotoxin, yang terdiri atas 60-62 atau 66-74 asam aminio dan
subunit fosfolipase A yang melepaskan asetilkolin pada saraf tepi di neuromuscular
junction dan mencegah pelepasan neurotransmiter.

Peningkatan permeabilitas vaskular jika berlangsung terus menerus akan


mengakibatkan renjatan atau syok yang jika tidak tertangani dapat menyebabkan
kematian. Seringkali bisa ular bersifat neurotoksik yang menyebabkan kelumpuhan
(paralysis) dan terhentinya pernapasan, serta pengaruh kardiotoksik menyebabkan
denyut jantung berhenti juga berpengaruh kepada terjadinya miotoksik.2

11
Tabel 1 : Protein pada bisa ular dan kepentingan klinis 1

2.3 Epidemiologi
Pada tahun 1998 angka kematian diperkirakan sekitar 125.000 dari 5 juta
kasus per tahun termasuk 100.000 kematian dari 2 juta kasus di Asia. 1 Di Amerika
dilaporkan 4000-7000 kasus gigitan ukar per tahun dengan rata-rata 4 kasus per
100.000 penduduk. Selama 5 tahun penelitian retrospektif dari sekitar 25 kasus
gigitan, 4 diantaranya memerlukan tindakan fasciotomi dan 2 memerlukan tandur
kulit dengan rasio laki-laki : perempuan = 9 : 1 Dan 50% sering terjadi pada umur
18-28 tahun.5 Di Indonesia sendiri dilaporkan sekitar 20 kasus kematian dari
ribuan kasus gigitan ular per tahun.1

2.4 Patogenesis
2.4.1. Gangguan pembekuan darah
Umumnya ular berbisa, bisanya mengandung serine protease,
metaloproteinase yang mengganggu hemostasis dengan aktivasi atau
menghambat faktor koagulan atau platelet dan merusak endotel vaskular. Enzim
dalam bisa ular akan berikatan dengan reseptor platelet menginduksi atau
menghambat agregasi platelet. Enzim-enzim prokoagulan akan mengaktifkan
protrombin, faktor V,X,XIII dan pasminogen endogen. Kombinasi konsumsi

12
aktivitas antikoagulan, terganggunya jumlah dan fungsi platelet dan kerusakan
dinding endotel pembuluh darah berakibat perdarahan yang hebat pada pasien,
Penyakit pembekuan darah (koagulopati) ditandai defibrinasi yang berkaitan
dengan jumlah trombosit. Di samping itu dapat mengubah protrombin menjadi trombin
dan mengurangi faktor V,VII, protein C dan plasminogen.Tekanan di sistem
kardiovaskuler menyebabkan DIC atau tekanan di otot jantung. 2

2.4.2 Neurotoksik
Bisa ular yang bersifat neurotoksik akan menghambat eksitasi neuromuskular
junction perifer dengan berbagai cara. Sehingga gejala yang paling sering muncul adalah
mengantuk, menunjukkan bahwa ada kemungkinan pengaruh sedasi sentral yang terkait
dengan molekul kecil non protein yang terdapat dalam bisa ular king cobra. Hampir
sebagian besar neurotoksin akan mengakibatkan pamanjangan efek dari asetilkolin,
sehingga muncul gejala paralisis seperti ptosis, ophtalmoplegia eksternal, midriasis, dan
depresi jalan napas dan total flacid paralysis seperti pada pasien dengan Myastenia
Gravis. Selain itu ada pola paralisis desendens yang sulit dijelaskan secara
patofisiologinya.

Gambar 4 : Neuromuscular junction dan protein neurotoksik bisa ular

2.4.3 Hipotensi
Hipotensi yang terjadi pasca gigitan ular disebabkan karena banyak hal terkait
bisa ular itu sendiri. Ada beberapa faktor yang memepngaruhi permeabilitas

13
pembuluh darah sehingga terjadi ekstravasasi plasma ke jaringan interstisiel. Selain
itu zat-zat dalam bisa ular akan memiliki efek langsung maupun tidak langsung
terhadap otot jantung, otot polos dan jaringan lain. Melalui bradykinin-potentiating
peptide, efek hipotensif dari bradikinin akan semakin meningkat dengan tidak aktifnya
peptidyl peptidase yang berfungsi menghancurkan bradikinin dan mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II. Penemuan patofisiologi ini merupakan awal mula
sintesis captopril dan ACE inhibitor lain.

2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesa
Riwayat dan mekanisme kejadian, jenis ular yang menggigit (warna, ukuran, bentuk, ciri
khas) dapat ditanyakan langsung kepada korban gigitan, namun seringkali pasien tidak
tahu. Selain itu perlu ditanyakan waktu kejadian yang dapat mempengaruhi terapi dan
prognosis pasien, gejala yang pasien rasakan saat ini serta riwayat alergi, pengobatan
(antikoagulan) dan penyakit terdahulu (jantung, paru, ginjal).5

2.5.2 Manifestasi Klinis


- Gigitan ular tanpa masuknya bisa ular
Pada korban gigitan ular atau yang masih disangka tergigit ular biasanya akan
muncul gejala panik, cemas serta gelisah dikarenakan kerakutan yang biasa sehingga
dapat muncul gejala kaku pada ekstremitas ataupun vasovagal shock. Tekanan darah
dan nadi akan meningkat disertai menggigil dan berkeringat.
- Gigitan ular dengan masuknya bisa ular
o Tanda dan gejala awal
Setelah masuknya taring ular pada kulit akan muncul nyeri yang kemudian
berkembang sensasi terbakar, berdenyut dan nyeri akan bertambah hebat dan
akan meningkat ke bagian proksimal dari bagian yang tergigit. Pembesaran
kelenjar getah bening regional sering dijumpai (KGB ingunalis jika yang tergigit
adalah ekstremitas inferior dan KGB axila jika yang tergigit adalah ekstremitas
superior.

2.5.3 Pemeriksaan Fisik 1,4,5


1. Cek tanda-tanda vital (jalan napas, napas, sirkulasi / ABC)
2. Cek tanda bekas gigitan ular berbentuk 2 titik bekas taring ular
3. Status generalis :
1) lemas, mual, muntah, nyeri perut
2) hipotensi

14
3) penglihatan terganggu, edema konjungtiva (chemosis)
4) pengeluaran keringat dan hipersalivasi
5) Aritmia, edema paru, shock
6) Tanda perdarahan spontan (petekie, epistaksis, hemoptoe)
7) Parestesia

4. Status lokalis :
1) terdapat sepasang lubangan (pungsi) bekas gigitan sebagai tanda luka,
2) bengkak sekitar gigitan dan berwarna kemerahan (tanda-tanda inflamasi) yang
muncul dalam 5 menit sampai 12 jam setelah kejadian
3) daerah sekitar gigitan nyeri,muncul bula
4) mati rasa atau kebas (numbness) atau kesemutan rasa berdenyut-denyut (tingling)
di sekitar wajah atau tungkai dan lengan.

Gambar 5 : Manifestasi klinis pasien dengan gigitan ular

Beberapa faktor yang berpengaruh pada kematian akibat gigitan antara lain 1
1. Serum Anti Bisa Ular : pemberian dosis yang tidak adekuat atau anti bisa ular
yang hanya spesifik untuk satu jenis spesia ular tertentu
2. Waktu ketika mendapat terapi yang adekuat pada pusat layanan kesehatan
memanjang akibat korban biasanya terlebih dahulu datang pada pengobatan
alternatif atau masalah pada transportasi

15
3. Adanya kegagalan multifungsi pada sistem organ sebagai contoh syok hemoragik
atau sepsis ,dan obstruksi jalan nafas

2.5.4 Pemeriksaan Penunjang


- Laboratorium
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan Darah lengkap meliputi leukosit,
trombosit, Hemoglobin, hematokrit dan hitung jenis leukosit. Faal Hemostasis
( Prothrombin time, Activated Partial Thromboplastin time, International Normalized
Ratio), Cross Match, Serum elektrolit, Faal ginjal (BUN, Kreatinin), Urinalisis untuk
melihat myoglobinuria, dan Anlisis Gas darah
 Pencitraan
Foto rontgen thorax untuk melihat apakah ada edema paru
 Lain-lain
Mencari tanda-tanda sindrom kompartemen
.
2.5.5 Diagnosis Banding 5
- Anafilaksis
- Deep vein thrombosis (DVT)
- Gigitan kalajengking
- Syok septik
- Sengatan lebah
- Luka terinfeksi

2.6 Klasifikasi
Derajat gigitan ular :
1. Derajat 0
- Bekas gigitan 2 taring -
- Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
- Pembengkakan dan nyeri minimal
2. Derajat I (Minimal)
- Bekas gigitan 2 taring
- Bengkak dan kemerahan dengan diameter 1 – 5 inchi
- Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
- Nyeri sedang sampai berat
3. Derajat II (Moderate)
- Bekas gigitan 2 taring
- Nyeri hebat,  Bengkak dan kemerahan dengan diameter 6 – 12 inchi dalam 12 jam

16
- Petechie, echimosis, perdarah pada bekas gigitan
-  Ada tanda-tanda sistemik (mual, muntah, demam, Pembesaran kelenjar getah
bening)
4. Derajat III (Severe)
- Bekas gigitan 2 taring
- nyeri sangat hebat , Bengkak dan kemerahan lebih dari 12 inchi
- Tanda-tanda derajat I dan II muncul dengan sangat cepat. Ditemukan tanda-tanda
sistemik (gangguan koagulasi, mual, muntah, takikardi, hipotermia, ekimosis,
petekia menyeluruh).
- Syok dan distres nafas
5. Derajat IV (Extremely severe)
- Sangat cepat memburuk
- Bengkak dan kemerahan di seluruh ekstremitas yang terkena gigitan, muncul
ekimosis, nekrosis dan bulla
- Meningkatnya tekanan intrakompartemen yang dapat menghambat aliran darah
vena atau arteri
- Kegagalan multiorgan (ginjal, jantung) bisa sampai koma bahkan meninggal

2.7 Penatalaksanaan
Secara umum tujuan panatalaksanaan pasien dengan gigitan ular adalah untuk
menetralisisr toksin, mengurangi angka kesakitan, dan mencegah komplikasi. Alur
yang harus dilakukan adalah :
Pertolongan pertama
 Rujukan ke rumah sakit
 Penilain klinis dan resusitasi dengan cepat dan tepat
 Mengenali spesies ular jika memungkinkan
 Melakukan pemeriksaan penunjang
 Pemberian Serum Anti Bisa Ular (SABU)
 Observasi respon terhadap pemberian SABU
 Terapi suportif dan perawatan luka gigitan
 Rehabilitasi serta terapi komplikasi

Biasanya setelah kejadian tergigit ular akan dilakukan beberapa cara tradisional untuk
penanganan pertama, namun sebaiknya cara- cara tersebut tidak dilakukan :
 Menyedot bisa ular dengan mulut

17
 Memasang torniquet dengan ketat di sekitar luka gigitan karena bisa
mengakibatkan nyeri, bengkak dan menghambat aliran darah ke ekstremitas
perifer
 Melakukan ompres panas, dingin atau penyayatan luka
 Pemberian ramuan herbal atau kompres es 1,5

Yang harus dilakukan sebagai pertolongan pertama pada korban gigitan ular sebelum
ke rumah sakit (pre hospital) :
 Pastikan ABC dan monitor tanda-tanda vital (Nadi, Laju pernafasan, Tekanan
Darah, Suhu) kemudian lakukan resusitasi dengan kristaloid sekitar 500- 1000 cc.
 Pembatasan pergerakan dan imobilisasi pada daerah sekitar gigitan
 Segera rujuk ke tempat pelayanan kesehatan yang memadai
 Jangan berikan SABU terlebih dahulu 1,2,5

Rumah sakit
Selalu periksa Airway Breathing Circulation Disability of nervous system Exposure
(hindari hipotermia) dan evaluasi tanda-tand syok (takipnea, takikardia, hipotensi,
perubahan status mental). Pemberian SABU berdasarkan derajat gigitan ular.1

Keadaan yang memerlukan resusitasi segera jika adanya tanda-tanda syok dari
- Efek bisa ular pada cardiovascular seperti hipovilemia, syok perdarahan,
pelepasan mediator inflamasi dan yang jarang yaitu anafilaksis primer
- Gagal nafas karena paralisis otot pernafasan
- Cardiac arrest karena hiperkalemia akibat rhabdomyolisis

2.7.1 Serum Anti Bisa Ular (SABU)


Terapi anti bisa ular pertama kali diperkenalkan oleh Albert Calmette dari Institut
Pasteur di Saigon pada 1890.1 Terdapat dua jenis antiracun ular yaitu yang pertama
terbuat dari serum kuda setelah kuda diinjeksi dengan dosis racun ular subletal.
Antiracun ini kemudian diproses dan dimurnikan tetapi masih mengandung protein
serum yang mungkin masih memiliki sifat antigenik. Jenis kedua adalah yang
direkomendasikan FDA tahun 2000 yaitu fragmen imunoglobulin monovalen dari
domba yang dimurnikan untuk menghindari protein antigenik. 5
SABU harus diberikan pada pasien jika memang diperlukan jika memberikan
keuntungan lebih besar. Indikasi pemberian SABU :
- Adanya abnormalitas hemostatis

18
Secara klinis adanya perdarahan spontan, koagulopati (dilihat dari faal
hemostasis),
- Tanda neurotoksis (ptosis, paralisis otot pernapasan)
- Abnormalitas cardiovascular (hipotensi, syok, aritmia, EKG abnormal)
- Acute Kidney Injury (oliguria/anuria, peningkatan serum ureum dan atau creatinin)
- Hemoglobin/myoglobin-uria (ditandai dengan urin yang berwarna coklat gelap dan
adanya tanda rhabdomyolisis yaitu nyeri otot dan hiperkalemia)
Lebih dari seratus tahun, serum antibisa ular telah diterima secara luas dan digunakan
sebagai terapi. Terapi antidotum spesifik untuk bisa ular adalah hyperimmune globulin
dari binatang yang telah diimunisasi dengan bisa ular dan memproduksi antibodi.
Pada pasien gigitan ular yang emngalami gangguan pembekuan darah atau telah
terbentuk clot maka pemberian SABU akan memperbaiki d\an menghilangkan clot
dalam waktu 2-28 jam. Dalam suatu penelitian acak terkontrol, 40 dari 46 pasien yang
diberikan SABU akan membaik dalam waktu 6 jam meskipun tanda-tanda perdarahan
masih didapatkan hingga 88 jam kemudian.
SABU diberikan intravena kadang akan memunculkan reaksi alergi mulai dari yang
ringan seperti pruritus atau urtikaria sampai yang berat (syok anafilaksis).
Berdasarkan dosis, rute pemberian dan kulaitas SABU, resiko-resiko tersebut akan
muncul pada 3-30% dan hanya 5-10% diantaranya merupakan gejala sistemik yang
berat. Hampir semua reaksi alergi yang muncul dapat diatasi dengan pemberian
epinefrin. Pencegahan timbulnya reaksi alergi meliputi premedikasi dengan
antihistamin atau kortikosteroid sebelum pemberian SABU dan memperhatikan
kepekatan konsentrasi SABU yang akan diberikan.1,2,4
Dua cara pemberian anti bisa ular :
- Intravena pelan (tidak lebih dari 2 ml/menit). Cara ini memberikan keuntungan
karena jika muncul reaksi alergi dapat segera dihentikan atau ditangani.
- Infus intravena dengan pengenceran Antibisa ular dengan cairan isotonik 5-10
ml/kg dan habis dalam waktu 1 jam
- Intramuskular, namun cara ini memiliki kelemahan karena bioavailibiltasnya
rendah dan sulit untuk mencapai kadar yang diinginkan dalam darah, serta resiko
hematom pada tempat injeksi pada pasien dengan abnormalitas hemostasis.
Dipertimbangkan pemberian secara intramuskular jika jarak ke tempat layanan
kesehatan yang lebih memadai sangat jauh atau akses intravena sulit.
Jika terjadi reaksi alergi setelah pemberian SABU maka diberikan epinefrin
intramuskular pada sepertiga atas paha 0,5 mg untuk dewasa atau 0,01 mg/kg untuk
anak-anak dan dapat diulang 5-10 menit.

19
Penatalaksanaan terkait pembedahan biasanya jika ditemukan kompartemen sindrom
yang ditandai dengan 5 P (pain, pallor, paresthesia, paralysis, pulselesness. Jika
ditemukan tanda-tanda tersebut dicurgai ada komparten sindrom sehingga dilakukan
fasciotomi (diindikasikan pada pasien yang terbukti mengalami peningkatan tekanan
intrakompartemen) 5

2.7.2 Antibiotik
Antibiotik profilaksis spektrum luas masih direkomendasikan yaitu cephalosporin
generasi tiga dengan spektrum luas gram negatif (Ceftriaxone) akan menekan
pertumbuhan bakteri yang mengakibatkan infeksi sekunder.

2.7.3 Analgesik
Jika diperlukan dapat diberikan analgetik kuat seperti golongan opioid : petidin
dengan dosis dewasa 50-100 mg, anak-anak 1-1,5 kg/kgBB atau morfin dengan
dosis dewasa 5-10 mg dan anak-anak 0,03-0,05 mg/kg

2.8 Komplikasi
Hal utama penyebab kecacatan adalah nekrosis lokal dan sindrom kompartemen.
Nekrosis yang luas mungkin memerlukan tindakan debridemen atau amputasi karena
kerusakan pada jaringan yang lebih dalam. Di kemudian hari dapat saja timbul
osteomyelitis, dan ulkus kronis. Jika setelah gigitan ular sempat terjadi paralisis otot
pernapasan yang mengakibatkan hipoksia otak dan bisa mengakibatkan defisit
neurologis menetap.

2.9 Monitoring
Pada pasien dengan gagal nafas dapat diberikan oksigen, intubasi atau bagging
manual dan biasanya akan membaiki dalam 1 bulan. Dapat juga diberikan
anticholinesterase. Tirah baring dan pembatasan gerak untuk menghindari trauma
diperlukan pada pasien dengan gangguan hemostasis, dapat diberikan transfusi FFP
(fresh Frozen Plasma) dan Cryoprecipitate dengan konsentrat platelet, namun jika
tidak ada dapat diebrikan Whole Blood. Kadang diperlukan vasopressor sejenis
dopamin atau norepinefrin pada pasien dengan syok atau kerusakan miokardium dan
dialisi jika terjadi AKI. Adanya rhabdomyolisis mengakibatkan asidosis metabolik
seperti pada crush injury dapat dikoreksi dengan natrium bicarbonat sesuai dosis

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Warrell, David A. 2010. Guidelines for the management of snake-bites. WHO


Regional Office for South-East Asia
2. Warrel, David A. 2010. Snake Bite. Department of Clinical Medicine, University of
Oxford,
3. Prihatini, Trisnaningsih, Muchdor, U.N. Rachman. 2007. Penyebaran gumpalan
dalam pembuluh darah (disseminated intravascular coagulation) akibat racun
gigitan ular. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol.
14, No. 1, November 2007.
4. Cribari, Cris. 2004. Management of Poisonous Snakebites. American College of
Surgeons Committee on Trauma.
5. Snake Bite. Daley, Brian James. 2011 .
http://emedicine.medscape.com/article/168828-overview

21

Anda mungkin juga menyukai