Setiap pengembangan kurikulum, baik level makro maupun mikro, selalu membutuhkan
landasan-landasan yang kuat dan didasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang
mendalam, hal ini disebabkan kurikulum itu sendiri pada hakekatnya merupakan rancangan
atau program pendidikan.
Menurut salah seorang pakar ilmu kurikulum yang bernama Robert S Zais (1976, kurikulum
suatu lembaga pendidikan didasarkan kepada lima landasan (foundations) yaitu (1)
Philosophical assumptions, (2) epistemology (the nature of knowledge), (3) society/culiure,
(4) the individual, dan (5) learning theory. Dengan berpedoman pada lima landasan tersebut
dibuatlah model yang disebut An eclectic model of the curriculum and its foundations.
Senada dengan pendapat Robert S. Zais di atas, Ralph W. Tyler (dalam Ornstein & Hunkins,
1988) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya dengan beberapa aspek yang melandasi
suatu kurikulum (dalam hal ini disebut school purposes)
A. LANDASAN FILOSOFIS
Landasan filosofis mengacu pada pentingnya filsafat dalam melaksanakan, membina, dan
mengembangkan kurikulum di sekolah.
Berkaitan dengan peranan atau nilai guna filsafat ini, coba Anda perhatikan pendapat salah
scorang pakar kurikulum di Indoncsia, yaitu S. Nasution (1982) berikut ini.
1. Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan ke mana anak-anak harus dibawa.
Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan masyarakat untuk mendidik anak-anak ke
arah yang dicita-citakan masyarakat itu.
2. Dengan adanya tujuan pendidikan (yang diwarnai oleh filsafat yang dianut), kita
mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai, individu yang
bagaimanakah yang harus kita hasilkan dengan usaha pendidikan kita.
3. Filsafat dan tujuan pendidikan menentukan cara dan proses untuk mencapai tujuan itu
4. Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha
pendidikan
The United States Office of Education pada tahun 1918 (dalam Nasution, 82) telah
mencanangkan lujuan pendidikan tnelalui Seven Cardinal Principles yang memuat sebagai
berikut.
1. Health, yaitu sekolah diwajibkan mempertinggi taraf kesehatan murid murid.
3. Worthy home membership, yaitu mendidik anak-anak menjadi anggota keluarga yang
berharga sehingga berguua bagi masyarakat. .
4. Vocational efficiency, yaitu efisiensi dalam pekerjaan schingga dalam waktu yang
sesingkat-singkatuya dapat dicapai hasil yang sebesar besarnya
Herbert Spencer (dalam Nasution, 1982) mcngungkapkan bahwa tujuan pendidikan itu harus
memuat hal-hal sebagai berikut
3. Securing the necessilies of life, yaitu individu harus sanggup mencari nafkah dan
memenuhi kebutuhan hidup dengan melakukan suatu pekerjaan .
4. Rearing of family, yaitu individu harus mampu menjadi ibu atau bapak yang sanggup
bertanggung jawab atas pendidikan anaknya dan kesejahteraan keluargauya.
5. Maintaining properlhy social and polilical relationships, yaitu sctiap individu adalah
makhluk sosial yang hidup dalam lingkungan masyarakat dan Negara.
Dengan demikian, bahwa masing-masing rumusan tujuan pendidikan itu pada dasarnya selalu
akan diwarnai oleh filsafat yang dianut oleh Negara yang bersangkutan. Sedangkan tujuan
pendidikan yang dikembangkan di Indonesia Yaitu.
Tujuan Pendidikan Nasional di Indonesia bersumber pandangan pandangan dan cara hidup
manusia Indonesia, yakni Pancasila. Ini berarti pendidikan harus mampu membawa peserta
didik menjadi manusia Pancasila. Hal ini telah diwujudkan dalam rumusan tujuan
pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam undang undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan Nasional, yaitu
pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan undang0undang dasar Negara republik
Indonesia tahun 1945 (pasal 2 ) . pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdakan
kehidupan bangsa.
Yang bertujuan untuk “Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena
tujuan pendidikan itu sangat diwarnai oleh falsafah/ pandangan hidup yang dianut suatu
bangsa maka kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan falsafah/pandangan
hidup tersebut.
B. LANDASAN PSIKOLOGIS
Melalui pendidikan diharapkan adanya perubahan perilaku peserta didik menuju kedewasaan,
baik fisik, mental/intelektual, moral, maupun social. Sedangkan kurikulum sebagai alat untuk
mencapai tujuan/program pendidikan sudah pasti berkenaan dengan proses perubahan
perilaku peserta didik.
Pengertian psikologi adalah ilmu yang menpelajari tingkah laku manusia, dan pengertian
kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk mengubah prilaku manusia,
serta siswa adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan, seperti
perkembangan fisik/jasmani, intelektual, social, emosionaldan moral.
Terdapat dua cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan di dalam pengembangan
kurikulum, yaitu :
1. Setiap siswa diberi kesempatan untuk berkembang sesuai anak merupakan yaitu
sebagai h, minat, dan kebutuhannya
2. Kurikulum memuat isi/materi pelajaran baik yang sifatnya umum atau inti maupun
yang dapat dipilih sesuai dengan minat dan bakat siswa juga yang sifatnya akademik
maupun keterampilan.
3. Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan
keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak/individu dalam proses pelaksanaan kurikulum
(pembelajaran) dapat diuraikan sebagai berikut.
Psikologi/teori belajar berkaitan dengan bagai mana individu/Siswa belajar. Belajar dapat di
artikan sebagai peribahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan
perilaku baik pada ranah kognitif (pengetahuan), Afektif (sikap), maupun psikomotor
(ketrampilan) terjadi karena proses pengalaman, dapat dikategorikan sebagai perilaku hasil
belajar.
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokan ke dalam
tiga rumpun yaitu :
1. Teori displin mental atau teori daya (Factulty Teory )
Menurut teori daya, dari kelahiran anak/ individu telah memiliki fungsi tertentu,
seperti potensi/ daya mengingat, daya berfikir, daya mencurahkan pendapat, daya
mengamati, daya memecahkan masalah, dan daya-daya lainya.
2. Teori behaviorisme
Rumpun ini mencakup tiga teori, yaitu teori koneksionisme atau teori asosiasi, teori
kondisioning, dan teori penguatan. Rumpun teori behaviorisme berangkat dari asumsi
bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu
ditentukan oleh lingkungan ( keluarga, sekolah, dan masyarakat)
C. LANDASAN SOSIOLOGIS
Landasan sosiologis mengarahkan kajian mengenai kurikulum yang dikaitkan dengan aspek
mesyarakat dan kebudayaan ( society and culture ) sebagai suatu rancangan atau program,
kurikulum sangat menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan
D. LANDASAN TEKNOLOGIS
b. Pendekatan Interdisipliner
Pendekatan ini berangkat dari masalah-masalah sosial yang ada dalam
kehidupan nyata yang tidak mungkin ditinjau hanya dari satu segi/aspek saja.
Suatu peristiwa yang terjadi dalam masyarakat yang akan memengaruhi segi-
segi kehidupan harus ditinjau dari berbagai segi.
Pendekatan ini terdiri atas tiga jenis pendekatan, yaitu pendekatan struktural,
pendekatan fungsional, dan pendekatan daerah (interfield).
1. Pendekatan struktural bertitik tolak dari struktur suatu disiplin ilmu
tertentu, misalnya Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di dalamnya terdiri
atas sejarah, ekonomi, geografi, dan sosiologi; Ilmu Pengctahuan Alam
(IPA) di dalamnya terdiri atas biologi, kimia, dan fisika.
2. Pendekatan fungsional bertitik tolak dari suatu masalah tertentu yang
terjadi dalam masyarakat atau lingkungan sekolah. Masalah yang
dipilih dan akan dipelajari adalah masalah-imasalah yang bermakna
bagı kehidupan siswa. Berdasarkan masalah tersebut maka
dipelajarilah aspek-aspek dari berbagai disiplin ilmu yang berada
dalam satu bidanyg studi yang sama yang relevan dengan masalah
yang sedang dipelajari.
3. Pendekatan dacrah bertitik tolak dari pemilihan suatu daerah tertentu
sebagai subjek pelajaran. Berdasarkan dacrah itu, kemudian dipelajari
hal-hal yang berkaitan dengan letak geografi, keadaan ekonomi,
antropologi, adat istiadat, dan bahasa. Aspek-aspek yang dipelajari
tentu saja adalah hal-hal yang relevan dengan dacrah tersebut dan
berada dalam bidang studi yang sama.
2.4
sebagai berikut.
2.5
Dalam pengertian lain, kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa manusia yang
diwujudkan dalam tiga hal sebagai berikut.
1) Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, dan peraturan. Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak
dan adanya dalam alam pikiran manusia dan w masyarakat di tempat kebudayaan itu berada.
2) Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat Tindakan ini disebut
sistem sosial. Dalam sistem sosia manusia sifatnya konkrct, dapat dilihat, dan diobservasi.
Tindakan berpola manusia tentu didasarkan oleh wujud kebudayaan yang pertama. Artinya,
sistem sosial dalam bentuk aktivitas manusia merupakai refleksi dari ide, konsep, gagasan,
nilai, dan norma yang dimilikinya.
3) Benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang kctiga ini ia lah fisik, perbuatan, atau
hasil karya manusia di masyarakat karena itu, wujud kebudayaan ini disebut kebudayaan fisik
barang tentu wujud kebudayaan yang ketiga ini adalah pro wujud kebudayaan yang pertama
dan kedua. nesa Ind
2.10
Tujuan Pendidikan Nasional di Indonesia bersumber pandangan pandangan dan cara hidup
manusia Indonesia, yakni Pancasila. Ini berarti pendidikan harus mampu membawa peserta
didik menjadi manusia Pancasila
Bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Beraklak mulia,sehat,berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Bagaimana kaitan antara filsafat pendidikan dengan kurikulum? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut coba Anda perhatikan uraian berikut! Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk
mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena tujuan pendidikan itu sangat diwarnai olch falsafah/
pandangan hidup yang dianut suatu bangsa maka kurikulum yang dikembangkan juga akan
mencerminkan falsafah/pandangan hidup tersebut.
2.28
Bagaimana kaitan antara filsafat pendidikan dengan kurikulum? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut coba Anda perhatikan uraian berikut! Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk
mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena tujuan pendidikan itu sangat diwarnai olch falsafah/
pandangan hidup yang dianut suatu bangsa maka kurikulum yang dikembangkan juga akan
mencerminkan falsafah/pandangan hidup tersebut.
2.31
Pendekatan pertama bertitik tolak dari mata pelajaran (subject) sebagai suatu disiplin
keilmuan. Setiap mata pelajaran merupakan disiplin ilmu yang terpisah antara satu dengan
lainnya. Mata pelajaran tersebut tidak saling berhubungan dan tidak ada kaitan satu dengan
lainnya. Pola kurikulum dari pendckatan ini merupakan kurikulum yang terpisah-pisah, di
mana implementasinya juga terpisah-pisah dengan sistem pembagian tanggung jawab guru
sebagai "guru mata pelajaran". Dengan demikian, guru hanya bertanggung jawab terhadap
mata pelajaran yang diampunya semata tanpa ada keharusan untuk mengorelasikan atau
menghubungkannya dengan mata pelajaran yang lain. Pendekatan mata pelajaran ini dikenal
dengan istilah separated subject centered curriculum atau isolated curriculum. Pendekatan
kedua berangkat dari masalah-masalah sosial yang ada dalam kehidupan nyata yang tidak
mungkin ditinjau hanya dari satu segi/aspek saja. Suatu peristiwa yang terjadi dalam
masyarakat yang akan memengaruhi segi-segi kehidupan harus ditinjau dari berbagai segi.
Pendekatan ini terdiri atas tiga jenis pendekatan, yaitu pendekatan struktural, pendekatan
fungsional, dan pendekatan daerah (interfield).
1. Pendekatan struktural bertitik tolak dari struktur suatu disiplin ilmu tertentu, misalnya Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) di dalamnya terdiri atas sejarah, ekonomi, geografi, dan sosiologi;
Ilmu Pengctahuan Alam (IPA) di dalamnya terdiri atas biologi, kimia, dan fisika.
2. Pendekatan fungsional bertitik tolak dari suatu masalah tertentu yang terjadi dalam
masyarakat atau lingkungan sekolah. Masalah yang dipilih dan akan dipelajari adalah
masalah-imasalah yang bermakna bagı kehidupan siswa. Berdasarkan masalah tersebut maka
dipelajarilah
3.32
aspek-aspek dari berbagai disiplin ilmu yang berada dalam satu bidanyg studi yang sama
yang relevan dengan masalah yang sedang dipelajari.
3. Pendekatan dacrah bertitik tolak dari pemilihan suatu daerah tertentu sebagai subjek
pelajaran. Berdasarkan dacrah itu, kemudian dipelajari hal-hal yang berkaitan dengan letak
geografi, keadaan ekonomi, antropologi, adat istiadat, dan bahasa. Aspek-aspek yang
dipelajari tentu saja adalah hal-hal yang relevan dengan dacrah tersebut dan berada dalam
bidang studi yang sama.
Pendeketan ketiga bertitik tolak dari suatu keseluruhan atau suatu kesatuan yang bermakna
dan berstruktur.