Disusun oleh:
2021
KATA PENGANTAR
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
JUDUL....................................................................................................................
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan makalah ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
2.1 Pengertian Agama .......................................................................................... 3
2.2 Fungsi Agama Dalam Kehidupan .................................................................. 6
2.3 Doktrin Kepercayaan Agama ......................................................................... 10
2.4 Pandangan Islam Tentang Hubungan Manusia Dalam Beragama ................. 11
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 13
3.2 Saran ................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islamic Studies (studi Islam), mengandung beberapa unsur yang
berkaitan dengan ajaran atau nilai Islam secara dogmatis dan aplikatif,
bermanfaat untuk menilai tata nilai Islam dan merefleksikan nilai keagamaan
dalam kehidupan sehari-hari. Studi tentang nilai-nilai keIslaman, akan
melahirkan kritik mendalam tentang Islam sebagai ajaran yang diberikan
Allah SWT, kepada hambaNya untuk memperoleh kebahagiaan hidup di
dunia dan keselamatan hidup di akhirat. Dari kritik tersebut mendorong
tumbuhnya kesadaran dan keyakinan mengenai kebenaran mengenai
kebenaran Islam. Dalam aspek perilaku umat, Islam yang diasumsikan sebagai
cerminan nilai Islam dalam tatanan sosial keagamaan, studi Islam melahirkan
keragaman perilaku keagamaan yang sangat khas dan penuh makna. Yang
mana perilaku umat Islam dapat dikonfrontasikan dengan nilai-nilai dan
sumber ajaran Islam.
Manusia lahir tanpa mengetahui sesuatu ketika itu yang diketahuinya
hanya “saya tidak tahu”. Tapi kemudian dengan pancaindra, akal, dan
jiwanya sedikit demi sedikit pengetahuannya bertambah, dengan coba-coba
(trial and error), pengamatan, pemikiran yang logis dan pengalamannya ia
menemukan pengetahuan. Namun demikian keterbatasan panca indra dan
akal menjadikan sebagian banyak tanda tanya yang muncul dalam benaknya
tidak dapat terjawab. Hal ini dapat mengganggu perasaan dan jiwanya dan
semakin mendesak pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin gelisah ia apabila
tak terjawab. Hal inilah yang disebut dengan rasa ingin tahu manusia. Manusia
membutuhkan informasi yang akan menjadi syarat kebahagiaan dirinya. Lantas
benarkah hanya rasa takut dan ingin tahu tersebut yang menjadikan manusia
membutuhkan agama dalam kehidupan mereka?. Dalam makalah yang
sederhana ini akan diulas bagaimana agama bisa menjadi kebutuhan bagi
manusia.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud Agama ?
2. Apakah Fungsi Agama dalam kehidupan ?
3. Apakah yang dimaksud dengan Doktrin kepercayaan agama?
4. Bagaimana pandangan ajaran islam tentang hubungan manusia dalam
beragama ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
jalan, The Way, dan gama adalah bahasa Indo Germania; bahasa
Inggris Togo artinya jalan, cara-cara berjalan, cara-cara sampai
kepada keridhaan kepada Tuhan.
3. Harun Nasution mengatakan bahwa agama dilihat dari sudut muatan
atau isi yang terkandung di dalamnya merupakan suatu kumpulan
tentang tata cara mengabdi kepada Tuhan yang terhimpun dalam
suatu kitab, selain itu beliau mengatakan bahwa agama merupakan
suatu ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi.1
4. Tajdab,dkk (1994) menyatakan bahwa agama berasala dari kata a,
berati tidak dan gama, berarti kacau, kocar-kacir. Jadi, agama artinya
tidak kacau, tidak kocar-kacir, dan/atau teratur. Maka, istilah agama
merupakan suatu kepercayaan yang mendatangkan kehidupan yang
teratur dan tidak kacau serta mendatangkan kesejahteraan dan
keselamatan hidup manusia. Jadi, agama adalah jalan hidup yang
harus ditempuh oleh manusia dalam kehidupannya di dunia ini
supaya lebih teratur dan mendatangkan kesejahteraan dan
keselamatan.
5. A.M. saefuddin (1987), menyatakan bahwa agama merupakan
kebutuhan manusia yang paling esensial yang besifat universal.
Karena itu, agama merupakan kesadaran spiritual yang di dalamnya
ada satu kenyataan di luar kenyataan yang nampak ini, yaitu bahwa
manusia selalu mengharap belas kasihan-Nya, bimbingan-Nya, serta
belaian-Nya, yang secara ontologis tidak bisa diingkari, walaupun
oleh manusia yang mengingkari agama (komunis) sekalipun.
6. Sutan Takdir Alisyahbana (1992), agama adalah suatu system
kelakuan dan perhubungan manusia yang pokok pada perhubungan
manusia dengan rahasia kekuasaan dan kegaiban yang tiada
terhingga luasnya, dan dengan demikian member arti kepada
hidupnya dan kepada alam semesta yang mengelilinginya.
1
JURNALPORTAL HRD PSIKOLOGIBUTIK WAFA November 2013hl 1
4
7. Sidi Gazalba (1975), menyatakan bahwa religi (agama) adalah
kecendrungan rohani manusia, yang berhubungan dengan alam
semesta, nilai yang meliputi segalanya, makna yang terakhir,
hakekat dari semuanya itu.2
Menurut sejarahnya, masalah agama adalah masalah sosial, karena
menyangkut kehidupan masyarakat yang tidak bisa terlepas dari kajian ilmu-
ilmu sosial. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu agama hakikatnya merupakan rumpun
bagian dari ilmu Sosiologi, Psikologi dan Antropologi. Sosiologi menjadi
akar dari semua ilmu yang berkaitan dengan masyarakat; maka lahirlah
semacam ilmu sosiologi agama, sejarah agama, filsafat agama, publikasi
agama, dan lain-lain. Francisco Jose Moreno menegaskan bahwa “sejarah
agama berumur setua sejarah manusia.3
Tingkatan dien (agama) itu ada tiga; Islam, yaitu berserah diri kepada
Allah Ta’ala dengan mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-Nya dengan
ketaatan serta berlepas didi dari syirik, Iman, yaitu percaya kepada Allah,
Malaikay-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya hari akhir dan takdirnya, Ihsan,
yaitu menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya.
Tidak ada suatu masyarakat manusia yang hidup tanpa suatu bentuk
agama. Seluruh agama merupakan perpaduan kepercayaan dan sejumlah
upacara yang diselenggarakan oleh masyarakat.” Hal itu karena masalah
agama adalah juga masalah pribadi, yang menyangkut hak azasi setiap
manusia dalam berhubungan dengan Tuhan, seperti ungkapan James Freud
dkk, yang menegaskan “agama sebagai manifestasi perasaan dan
pengalaman manusia secara individual ketika berhubungan dengan zat yang
dianggap Tuhan”, maka kajian Psikologi turut andil mendukung lahirnya
ilmu-ilmu agama, seperti psikologi agama, pendidikan agama, akhlaq,
tasawuf, dan sebagainya. Begitu pula Antropologi sebagai ilmu yang
mempelajari manusia dan latar belakang budayanya, baik kepercayaan,
pengetahuan, maupun norma dan nilai-nilai yang dianut manusia, jelas
menjadi sumber aspirasi bagi kelahiran ilmu-ilmu agama.
2
JURNALPORTAL HRD PSIKOLOGIBUTIK WAFA November 2013hl 2
3
Dr. Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abd. Lathif, Pelajaran Tauhid untuk Pemula, terjemahan
Ainul Haris Arifin Thayib, Judul asli, Muqarrarut tauhid kitab Ta’limilin nasyi’ah,hl 48
5
Agama adalah suatu sistem kepercayaan kepada Tuhan yang dianut
oleh sekelompok manusia dengan selalu mengadakan interaksi dengan-Nya.
Pokok persoalan yang dibahas dalam agama adalah eksistensi Tuhan. Tuhan
dan hubunga manusia dengan-Nya merupakan aspek metafisika, sedangkan
manusia sebagai makhluk dan bagian dari benda alam termasuk dalam
kategori fisika. Dengan demikian, filsafat membahas agama dari segi
metafisika dan fisika. Namun, titik tekan pembahasan filsafat agama lebih
terfokus pada aspek metafisiknya ketimbang aspek fisiknya. Aspek fisik
akan lebih terang diuraikan dalam ilmu alam, seperti biologi dan psikologi
serta antropologi.4
4
Zainal Arifin Abbas, Perkembangan Pikiran terhadap Agama, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1984), p.
52
5
Thomas F. O’dea, Sosiologi Agama : Suatu Pengenal Awa hl 14
6
a. Fungsi Disintegratif Agama. Meskipun agama memiliki
peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat,
dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang
sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai
kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan
menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini
merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam
mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali
mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi orang lain
yang dianggap menyalahi aturan- aturan yang ada dalam
wahyu, Dalam hal ini, agama lebih bersifat eksklulsif
terhadap fenomena- fenomena yang terjadi dalam
masyarakat kita.
b. Fungsi Integratif Agama Peranan sosial agama sebagai
faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam
menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-
anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-
kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem
kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-
kelompok keagamaan, sehingga agama menjamin adanya
konsensus dalam masyarakat.
7
Jadi, eksistensi suatu agama di dalam suatu masyarakat sangatlah
berpengaruh, dimana semua perilaku manusia baik sebagai individu maupun
kelompok dibentuk oleh nilai etis dari agama masing –masing.6 Dalam
sosiologi tidak pernah agama didefinisikan secara evaluatif (menilai). Ia
“angkat tangan” mengenai hakekat agama, baiknya atau buruknya agama
atau agama-agama yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini, ia hanya
sanggup memberikan definisi yang deskriptif (menggambarkan apa adanya),
yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan dialami pemeluk-
pemeluknya.
Jadi singkatnya, sosiologi mendefinisikan agama sebagai suatu jenis
sistem sosial yang dibuat oleh para penganutnya yang berporos pada
kekuatan–kekuatan nonempiris yang dipercayainya dan didayagunakannya
untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas
umumnya.Agama bagi Greetz lebih merupakan sebagai nilai-nilai budaya,
dimana ia melihat nilai-nilai tersebut ada dalam suatu kumpulan makna.
Dimana dengan kumpulan makna tersebut, masing-masing individu
menafsirkan pengalamannya dan mengatur tingkah lakunya. Sehingga
dengan nilai-nilai tersebut pelaku dapat mendefinisikan dunia dan pedoman
apa yang akan digunakannya.7
Fungsi agama juga sebagai pencapai tujuan luhur manusia di
dunia ini, yaitu cita-cita manusia untuk mendapatkan kesejahteraan lahir
dan batin.Seperti di dalam Firman Allah Qs.Thaha :117-119
۱۱۷ ﻓَ ُﻘﻠْﻨَﺎ َ* ) ٓ َد ُم ان ﻫ ََﺬا !َﺪُ و َ َ َو ِﻟ َﺰ ْو ِ َﻚ ﻓَ َﻼ ُ ْﳜ ِﺮ َﺟ ُﳬَﺎ ِﻣ َﻦ اﻟْ َﺠﻨ ِﺔ ﻓَ َ ْﺸﻘَﻰ
%
۱۱۹ ) َﻧﻚ َﻻ ﺗ َْﻈ َﻤ?> ِﻓ=ﻬَﺎ َو َﻻ ﺗَﻀْ َﺤﻰ7 ( َو۱۱۸) )ﻻ َ ُﲡﻮ َع ِﻓﳱَﺎ َو َﻻ ﺗَ ْﻌ َﺮى7 َ َ ان
%
Artinya : “Kemudian kami berfirman,Wahai Adam! Sungguh ini (Iblis)
musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali jangan sampai dia
mengeluarkan kamu berdua dari surga, nanti kamu celaka.Sungguh ada
(jaminan) untukmu di sana, engkau tidak kelaparan dan tidak akan
6
Ishomudin, Pengantar Sosiologi Agama (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002),hl13
7
Abdain, “Fungsi Agama Bagi Kehidupan” (http://abdain.wordpress.com.fungsi-agama-
bagikehidupan,2010) ,hl15
8
telanjang. Dan sungguh di sana engkau tidak akan merasa dahaga dan
tidak akan ditimpa panas matahari” (Qs.Thaha:117-119)
Pada ranah yang lebih umum fungsi agama dalam kehidupan
masyarakat adalah sebagai penguat solidaritas masyarakat. Seperti yang
diungkapkan Emile Durkheim sebagai sosiolog besar, bahwa sarana-sarana
keagamaan adalah lambang-lambang masyarakat, kesakralan bersumber
pada kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh masyarakat secara
keseluruhan bagi setiap anggotanya, dan fungsinya adalah
mempertahankan dan memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban sosial.
Dari segi pragmatisme, seseorang menganut suatu agama adalah
disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi
untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi
agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di bawah
ini:
9
c. Memainkan fungsi peranan sosial. Agama merupakan satu faktor
dalam pembentukan kelompok manusia. Ini adalah karena sistem
agama menimbulkan keseragaman bukan saja kepercayaan yang
sama, melainkan tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang
sama.
d. Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.
Kebanyakan agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan.
Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kode
etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan
agama memainkan fungsi peranan sosial.
10
Istimewanya doktrin agama ialah wawasannya lebih luas, ada
hal-hal yang kadang tidak terjangkau oleh rasio dikemukakan oleh agama.
Akan tetapi pada hakikatnya tidak ada ajaran agama (yang benar)
bertentangan dengan akal, oleh karena agama itu sendiri diturunkan hanya
pada orang-orang yang berakal. Maka jelas bahwa manusia tidak akan
mampu menanggalkan doktrin agama dalam diri mereka. Jika ada yang
merasa diri mereka bertentangan dengan agama maka akalnya lah yang
tidak mau berpikir secara lebih luas.
11
untuk dirinya sendiri, tetapi pada saat yang sama kita juga dapat melihat
bahwa umat manusia telah menjadi tawanan dari hasil ciptannya sendiri.
Sejak manusia memasuki jaman modern, mereka mampu
mengembangkan potensi- potensi rasionalnya, mereka memang telah
membebaskan diri dari belenggupemikiran mistis yang irasional.
Dan belenggu pemikiran hukum alam yang sangat mengikat
kebebasan manusia. Tetapi ternyata didunia modern ini manusia tidak
dapat melepaskan diri dari belenggu lain, yaitu penyembahan kepada
hasilnya ciptaan dirinya sendiri. Dalam keadaan demikian kita saat
ini nampaknya sudah mendesak untuk memiliki ilmu pengetahuan
sosial yang mampu membebaskan manusia dari problema tersebut diatas
ilmu pengetahuan sosial yang dimaksudkan adalah ilmu pengetahuan yang
di gali dari ilmu-ilmu agama.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia sebagai makhluk paling sempurna di antara makhluk-makhluk
lain mampu mewujudkan segala keinginan dan kebutuhannya dengan kekuatan
akal yang dimilikinya. Namun di samping itu manusia juga mempunyai
kecenderungan untuk mencari sesuatu yang mampu menjawab segala pertanyaan
yang ada dalam benaknya. Segala keingintahuan itu akan menjadikan manusia
gelisah dan kemudian mencari pelampiasan dengan timbulnya tindakan
irrasionalitas. Munculnya pemujaan terhadap benda-benda merupakan bukti
adanya keingintahuan manusia yang diliputi oleh rasa takut terhadap sesuatu
yang tidak diketahuinya.
Kemudian menurut sebagian para ahli rasa ingin tahu dan rasa takut itu
menjadi pendorong utama tumbuh suburnyarasa keagamaan dalam diri
manusia. la merasa berhak untuk mengetahui dari mana ia berasal, untuk apa
dia berada di dunia, apa yang mesti ia lakukan demi kebahagiannya di dunia
dan alam akhirat nanti, yang merupakan jawaban dari pertanyaan- pertanyaan
tersebut adalah agama. Karenanya, sangatlah logis jika agama selalu mewarnai
sejarah manusia dari dahulukala hingga kini, bahkan sampai akhir nanti.
.
3.2 Saran
Demikian makalah yang dapat kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan
sampaikanlah kepada kami.Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat
memaafkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput
dari salah, khilaf, alfa, dan lupa
13
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abd. Lathif, Pelajaran Tauhid untuk Pemula,
terjemahan Ainul Haris Arifin Thayib, Judul asli, Muqarrarut tauhid kitab
Ta’limilin nasyi’ah,
14