Anda di halaman 1dari 4

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
pada kilen. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah di laksanakan. Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau
formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif
yang dilakukan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang
telah ditentukan. Evaluasi dapat di lakukan dengan mengunakan  pendekatan SOAP, sebagai
pola pikir.
S : Respon subjektif kilen terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, dapat
diukur dengan mengobservasi prilaku klien pada saat tindakan dilakukan, atau menanyakan
kembali apa yang telah diajarkan atau memberi umpan balik sesuai hasil observasi.
A : Analisis ulang atas data subjerktif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang
ada, dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon klien yang terdiri
dari tindak lanjut klien, dan tindak lanjut oleh perawat.
Rencana tindak lanjut dapat berupa :
o Rencana diteruskan jika masalah tidak berubah.
o Rencana dimodifikasi jika masalah tetap dan semua tindakan sudah dapat dijalankan,
tetapi hasilnya belum memuaskan.
o Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah
yang ada, diagnosis lama juga dibatalkan.
o Rencana atau diagnosis selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan adalah
memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru.
Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evalusi agar dapat melihat adanya perubahan,
serta berupaya mempertahankan dan melihat adanya perubahan, serta berupaya
mempertahankan dan memelihara perubahan tersebut. Pada evaluasi sangat diperlukan
reinforcement untuk menguatkan perubaan yang positif. Klien dan keluarga juga
dimotivasi untuk melakukan self-reinforcemen.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami satu gangguan sensori
persepsi terhadap lingkungan sekitar tanpa ada stimulus luar baik secara penglihatan,
pendengaran, pengecapaan, perabaan dan penciuman. Halusinasi merupakan persepsi
yang nyata tanpa adanya stimulus. Gangguan sensori persepsi: halusinasi disebabkan oleh
fungsi otak yang terganggu. Respon individu terhadap gangguan orientasi berfokus
sepanjang rentang respon dari adaptif sampai yang maladaptif. Peran perawat sangat
penting bagi klien dengan halusinasi, yaitu dengan membantu pasien mengenali
halusinasi, melatih pasien mengontrol halusinasi, menggunakan obat secara teratur, dan
menghardik halusinasi.

B. Saran

Halusinasi merupakan perubahan persepsi sensori terhadap rangsangan eksternal dan


atau internal sehingga menimbulkan  resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan, untuk itu perawat dan keluarga perlu mengenal tanda dan gejala halusinasi
dan membawa klien ke alam realita. Komunikasi terapeutik antara perawat, klien dan
keluarga harus dipertahanakan. Oleh karena keluarga merupakan faktor pendukung utama
dalam perawatan klien maka keluarga perlu di motivasi untuk terlibat secara aktif dalam
perawatan klien halusinasi. Fiksasi bukan pilihan utama pada  klien halusinasi tapi
perhatikan dan kenali respon klien yang berhubungan dengan halusinasi dan gunakan
komunikasi terapeutik bagi klien yang tidak kooperatif. Perlunya meningkatkan
kemampuan komunikasi klien pada perawat dan keluarga

E. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain
lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang
besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh
infeksi dan gagal jantung.
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih
dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan
jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi
melanin.
F. Skrining dan Pencegahan
Skrining
Bila populasi tersebut hendak memiliki pasangan, dilakukan skrining premarital.
Penting sekali menyediakan program konselin verbal dan tertulis mengenai hasil
skring.Alternatif lain, memeriksakan setiap wanita hamil muda berdasarkan ras. Skrining
yang efektif adalah melalui eritrosit. Bila MCV dan MCH sesuai gambaran thalasemia,
perkiraan kadar HbA harus diukur. Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang
menganalisis gen. Penting untuk memeriksa Hb elektroforesa pada kasus-kasus ini untuk
mencari kemungkinan variasi struktural Hb.
Pencegahan
Ada 2 pendekatan untuk menghindari thalasemia, yaitu :
 Karena karier thalasemia β bisa diketahui dengan mudah, skrining populasi dan
konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak
mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot

 Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangan bisa diperiksa dan bila
termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi
kehamilan pada fetus dengan thalasemia β berat

Anda mungkin juga menyukai