Anda di halaman 1dari 8

KARYA ILMIAH

MENEMUKAN ALTERNATIF DESIGN DALAM MENYELESAIKAN PERKALIAN


PECAHAN DESIMAL
Disusun Oleh:
1. Rumnasih, S.Pd. (SDN 2 Panyutran)
2. Datik, S.Pd. (SDN 3 Panyutran)

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap learning obstacle operasi perkalian pecahan
desimal pada pembelajaran matematika sekolah dasar melalui studi pendahuluan yang dilakukan
pada siswa kelas V serta mengujicobakan bahan ajar tersebut. Aspek desain didaktis yang
dikembangkan adalah menanamkan makna perkalian pecahan desimal, mengembangkan
pemahaman prosedural perkalian pecahan desimal, dan mengembangkan pemahaman perkalian
pecahan desimal dalam konteks soal cerita. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Penelitian Desain Didaktis (Didactical Design Research). Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah melalui instrumen tes berupa soal, observasi partisipatif, wawancara
mendalam, studi dokumentasi dan gabungan ketiganya atau trianggulasi. Hasil penelitian ini
adalah suatu desain didaktis alternatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika
sekolah dasar terkait konsep operasi perkalian bilangan pecahan desimal.
Kata kunci: desain didaktis, perkalian pecahan desimal, learning obstacle
PENDAHULUAN

Pecahan merupakan salah satu kajian inti dari materi matematika yang dipelajari peserta
didik di Sekolah Dasar (SD). Pembahasan materinya menitikberatkan pada pengerjaan (operasi)
hitung dasar yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, baik untuk pecahan
biasa, campuran dan desimal.
Pada pembelajaran matematika di SD khususnya di kelas V, salah satu materi yang
dibelajarkan adalah pecahan desimal. Pecahan desimal adalah pecahan yang mempunyai
penyebut khusus yaitu sepuluh, seratus, seribu dan seterusnya. Untuk mempelajari konsep
pecahan desimal, dapat dimulai dengan konsep pecahan persepuluhan dan dilanjutkan dengan
pecahan perseratusan. Pemahaman tentang konsep penulisan pecahan decimal sangat penting
bagi peserta didik dalam mempelajari materi pecahan desimal. Bilangan pecahan desimal adalah
bilangan yang dihasilkan dari hasil bagi suatu bilangan dengan bilangan 10 dan kelipatannya.
Operasi perkalian pecahan desimal dapat didahului dengan mengubah pecahan desimal itu
menjadi pecahan biasa (Japa dan Suarjana, 2013).
Selanjutnya akan terlihat pola berkaitan dengan letak tanda koma pada hasil perkalian.
Perkalian pecahan desimal sama mudahnya dengan perkalian bilangan cacah. Berdasarkan
observasi yang dilakukan di sekolah, siswa kebingungan apabila menjawab soal matematika
dengan materi perkalian pecahan desimal. Dalam menjawab soal perkalian pecahan desimal,
kebanyakan siswanya dalam menaruh komanya salah dan mengalikannya ada juga yang salah.
Hal ini dikarenakan siswa belum memahami soal yang diberikan. Selain itu pembelajaran yang
digunakan masih bersifat kovensional. Selama ini proses belajar mengajar didominasi dengan
penugasan dan latihan sehingga dalam waktu yang relatif singkat guru dapat menyelesaikan
bahan
Inventarisasi masalah yang ditemukan pada materi pecahan, menunjukkan adanya
kelemahan-kelemahan dalam penguasaan materi, penyiapan dan penggunaan media maupun
pemilihan strategi/metodenya. Berdasarkan permasalahan tersebut diperoleh informasi bahwa
pada pelaksanaan pembelajaran matematika di SD menggunakan metode ceramah dan
pendekatan yang bersifat abstrak. Akibatnya peserta didik cenderung pasif dan kurang
memahami objek-bjek matematika yang dipelajari (fakta, konsep, prinsip dan keterampilan).
Diduga salah satu penyebab dari keadaan tersebut adalah kurangnya kompetensi guru terutama
kompetensi profesional dan pedagogik. Di sisi lain guru masih dituntut untuk mewujudkan
pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan penelitian mengenai desain didaktis
perkalian pecahan, khususnya yang terkait dengan perkalian pecahan desimal. Untuk itulah
peneliti tertarik untuk meneliti Desain Didaktis perkalian pecahan desimal dalam Pembelajaran
Matematika Sekolah Dasar”. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu (1)
Mengidentifikasi learning obstacle yang terkait dengan perkalian pecahan desimal. (2)
Menyusun suatu desain didaktis perkalian pecahan desimal. (3) Mengetahui respon siswa
terhadap implementasi desain didaktis perkalian pecahan desimal. (4) Mengetahui efektivitas
dari desain didaktis perkalian pecahan desimal yang telah dibuat.

LATAR BELAKANG DAN KERANGKA TEORI


Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memiliki peranan
penting dalam kehidupan.Matematika hampir digunakan disemua bidang kehidupan yang
penerapannya dilakukan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat yang meliputi
jual beli, perhitungan jarak suatu daerah, perhitungan populasi, perhitungan luas dan volume
suatu benda. Dalam dunia pendidikan mata pelajaran matematika diberikan pada semua jenjang
pendidikan yaitu baik jenjang Pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi. Pada tingkat
dasar, matematika bermanfaat untuk mengembangkan pola pikir siswa untuk berpikir logis, kritis
dan sistematis. Pada pembelajaran matematika penanaman konsep sangat penting karena
merupakan jembatan yang menghubungkan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru
yang abstrak. Setelah pembelajaran penanaman konsep tahapan selanjutnya adalah pemahaman
konsep.
Menurut Heruman (2007: 3) pemahaman konsep yaitu pembelajaran lanjutan dari
penanaman konsep yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep. Dari pengertian
tersebut pemahaman konsep sangatlah penting karena untuk menerapkan konsep tersebut
diperlukan pemahaman konsep yang benar.
Materi dalam mata pelajaran matematika kelas V salah satunya adalah materi
pecahan.Heruman (2007: 43) berpendapat bahwa pecahan adalah sebagian dari sesuatu yang
utuh.Di kelas V siswa harus memahami berbagai bentuk operasi hitung.Operasi hitung tersebut
seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian berbagai bentuk
pecahan.kebanyakan siswa lemah dalam matematika umumnya tidak dapat berhitung dengan
baik.kesulitan ini terjadi disebabkan guru terkadang bingung untuk mengilustrasikan pecahan.

METODOLOGI
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif Didactical Design Research
(DDR). Didactical Design Research (DDR) merupakan proses pengembangan situasi
didaktis, analisis situasi belajar yang terjadi sebagai jawaban atas situasi didaktis yang
dikembangkan, serta keputusan-keputusan yang diambil guru selama proses pembelajaran
berlangsung, menggambarkan bahwa proses berpikir guru yang terjadi selama pembelajaran
tidaklah sederhana.
Didactical Design Research (DDR) berpijak pada dua paradigma penelitian, yaitu
interpretif dan kritis. Paradigma interpretif mengkaji fenomena realitas yang ada kaitannya
dengan dampak desain didaktis terhadap cara berpikir seseorang, sementara paradigma kritis
melakukan pengkajian dalam rangka menghasilkan desain didaktis baru berdasarkan hasil
pengkajian sebelumnya yang memanfaatkan paradigma interpretif. Dengan kata lain,
paradigma kritis merupakan tindak lanjut dari paradigma.

Metode kualitatif ini dipilih agar dapat lebih rinci mengungkapkan gejala atau
fenomena yang lebih kompleks dan sulit diungkapkan jika menggunakan metode
kuantitatif. Seperti yang diungkapkan oleh Ruseffendi (2005) bahwa penelitian kualitatif
itu perlu dilakukan untuk mengungkapkan sesuatu yang oleh penelitian kuantitatif belum
terungkapkan.
Subjek pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu subjek pada uji instrumen
learning obstacle dan subjek pada implementasi desain didaktis. Subjek untuk
mengidentifikasi learning obstacle yaitu siswa kelas V sekolah dasar sebanyak 17
siswa.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada guru saat pembelajaran perkalian
pecahan desimal, guru melakukan pembelajaran perkalian pecahan desimal sesuai dengan
pedoman observasi yang telah disusun. Dalam pedoman observasi yang disusun terdapat
beberapa aspek yang dinilai seperti prapembelajaran, membuka pembelajaran, inti pembelajaran
dan menutup pembelajaran. Tetapi ada beberapa komponen yang belum dilaksanakan oleh guru
saat melaksanakan pembelajaran perkalian pecahan desimal. Pada saat melakukan observasi,
guru tidak menggunakan alat peraga. Guru hanya menggunakan metode diskusi untuk
menyelesaikan soal yang telah diberikan. Siswa dibagi menjadi 2 kelompok yang terdiri dari
teman sebangkunya. Guru membimbing saat melakukan diskusi dengan kelompok. Setelah
selesai mengerjakan soal yang diberikan guru, salah satu perwakilan kelompoknya disuruh maju
untuk mengerjakan dan membacakan hasil diskusinya. Setelah selesai diskusi guru menanyakan
soal yang mana dirasa sulit oleh siswa.
Di akhir pembelajaran guru melakukan refleksi dan menanyakan kembali hal-hal yang
belum dimengerti oleh siswa tentang materi yang telah dibelajarkan dengan materi perkalian
pecahan desimal dan guru memberikan soal untuk dikerjakan dirumah. Secara keseluruhan guru
melaksanakan pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditetapkan sehingga siswa
bisa beristirahat dengan dengan tepat waktu. Setelah dilakukan pengolahan data hasil observasi
pembelajaran perkalian pecahan desimal di kelas V, memperoleh nilai 84. Setelah dikonversikan
termasuk dalam kategori baik. Pembelajaran perkalian pecahan desimal yang dilakukan guru
perlu ditingkatkan lagi agar lebih baik lagi.
Kemampuan siswa dalam menyelesaikan perkalian pecahan desimal diukur berdasarkan
2 indikator. Setelah dilakukan pengolahan skor, hasil tes yang diperoleh siswa beragam antara
siswa
yang satu dengan siswa yang lainnya, mulai dari kategori tinggi sampai dengan kategori sangat
rendah. Dari hasil pengolahan skor, dua siswa memperoleh nilai dengan kategori tinggi,
Sembilan orang siswa memperoleh nilai dengan kategori sedang, tiga orang siswa memperoleh
nilai dengan kategori rendah dan enam orang siswa memperoleh nilai dengan kategori sangat
rendah. Untuk rata-rata hasil tes siswa dalam menyelesaikan perkalian pecahan decimal kelas V
secara klasikal diperoleh nilai 59,9 yang termasuk kategori cukup.
Berdasarkan hasil wawancara, siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal perkalian
pecahan desimal jika soal tersebut berbentuk soal cerita. Siswa belum paham apa yang dimaksud
dengan soal cerita tersebut dan siswa sering lupa menaruh koma pada akhir jawaban serta siswa
kurang hafal dengan perkalian.
Maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal perkalian
pecahan desimal kelas V adalah indikator pertama termasuk dalam kategori tinggi sedangkan
indikator kedua dikategorikan rendah. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada indikator soal yang
belum dapat diselesaikan oleh siswa kelas V yang disebabkan oleh berbagai hal seperti yang
telah dipaparkan. Hasil wawancara dengan guru kelas V, diperoleh informasi bahwa kendala
yang dihadapi siswa saat menyelesaikan soal perkalian pecahan desimal yaitu beberapa siswa
kurang hafal dengan perkalian sehingga dalam mengerjakan soal perkalian khususnya perkalian
pecahan desimal siswa memerlukan waktu yang lebih lama. Dan dalam mengerjakan soal
khususnya soal berbentuk soal cerita siswa kenbanyakan binggung untuk mengerjakannya.
Menurut guru kelas V, untuk mengatasi hal tersebut siswa perlu banyak latihan soalsoal
mengenai perkalian pecahan decimal sehingga siswa lebih terlatih dan hafal dengan perkalian
khususnya latihan soal cerita.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa kelas V, siswa masih merasa
bingung dalam mengerjakan soal perkalian pecahan desimal dan siswa belum hafal dengan
perkalian sehingga dalam menyelesaikan soal siswa bisa salah menjawab soal yang diberikan.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh guru kelas V bahwa, siswa kelas V sering kebingungan
dalam mengerjakan soal terutama soal cerita dan siswa sering lupa dengan konsep perkalian
terutama tentang perkalian pecahan desimal. Setelah melakukan wawancara dengan guru, solusi
untuk mengatasi hal tersebut yaitu memberikan banyak latihan soalsoal terutama soal cerita
mengenai
materi perkalian pecahan decimal sehingga siswanya akan sering berlatih.
Pada pembelajaran perkalian pecahan desimal kendala yang dihadapi siswa saat
menyelesaikan soal perkalian pecahan desimal yaitu beberapa siswa kurang hafal dengan
perkalian sehingga dalam mengerjakan soal perkalian khususnya perkalian pecahan desimal
siswa memerlukan waktu yang lebih lama. Dan dalam mengerjakan soal khususnya soal
berbentuk soal cerita siswa kenbanyakan binggung untuk mengerjakannya. Solusi untuk
mengatasi kendala tersebut siswa perlu banyak latihan soal-soal mengenai perkalian pecahan
desimal sehingga siswa lebih terlatih dan hafal dengan perkalian khususnya latihan soal cerita.
Kendala lain yang juga dihadapi siswa yaitu siswa lupa menaruh koma pada akhir
jawaban. Sejalan dengan pendapat Japa dan Suarjana (2013:138) yaitu: Seperti pada
penjumlahan dan pengurangan pecahan desimal, operasi perkalian pecahn desimal juga dapat
didahului dengan mengubah pecahan desimal itu menjadi pecahan biasa. Selanjutnya akan
terlihat pola berkaitan dengan letak tanda koma pada hasil perkalian. Selain kendala yang diatas
adapun kendal siswa dalam menyelesaikan soal perkalian pecahan desimal yaitu: Siswa merasa
kebingungan dalam menjawab soal cerita karena siswa belum memahami soal cerita dan siswa
sering lupa menaruh koma diakhir jawaban.
Menurut Nolting (2011:117) menyatakan tentang siswa salah memahami soal yaitu:
Kesalahan memahami soal adalah kesalahan yang dilakukan kerena cara memahami soal dengan
cara khusus, seperti tidak melengkapi masalah untuk langkah terahir atau tidak menjawab sebuah
soal secara penuh dan hanya menyelesaikan satu tahap dari dua tahap masalah yang
menyebabkan beberapa siswa kehilangan poin. Solusi untuk mengatasi kendala yang dihadapi
siswa dalam menyelesaikan perkalian pecahan decimal yaitu dengan memberikan beberapa
contoh soal pada saat pembelajaran perlangsung dan lebih sering latihan soal-soal terutama soal
perkalian pecahan desimal. Memberikan pekerjaan rumah agar siswa tidak hanya berlatih di
sekolah melainkan juga berlatih di rumah. Dalam memberikan soal latihan yang diberikan
kepada siswa hendaknya dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa sehingga siswa lebih
mudah memahami dan tidak bingung dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan khususnya
pada materi perkalian pecahan desimal. Selain itu dalam mengajarkam materi khususnya
perkalian pecahan desimal guru hendaknya menggunakan media pembelajaran agar siswa lebih
mudah memahami dan mengingat materi yang diajarkan.

KESIMPULAN
Kendala yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan soal perkalian pecahan desimal kelas
V. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan guru dan beberapa siswa yaitu
bahwa siswa kurang hafal dengan perkalian khususnya perkalian pecahan desimal. Siswa merasa
kebingungan dalam menjawab soal cerita dan sering lupa menaruh koma diakhir jawaban.
Menurut
guru kelas V, untuk mengatasi hal tersebut siswa perlu banyak latihan soalsoal mengenai
perkalian pecahan decimal sehingga siswa lebih terlatih dan hafal dengan perkalian khususnya
latihan soal cerita.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut. Kepada
sekolah digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan soal perkalian pecahan
desimal sehingga dapat memperbaiki kualitas dari kegiatan pembelajaran. Kepada guru agar
lebih kreatif, inofatif dan aktif dalam menyiapkan pembelajaran dan memilih media serta metode
pembelajaran yang dapat melatih siswa dalam kegiatan menyelesaikan soal perkalian pecahan
desimal sehingga siswa semakin paham dan ingat mengenai materi yang telah dipelajari. Kepada
peneliti lain dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengadakan penelitian kembali
tentang kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal perkalian pecahan desimal di sekolah dasar
dengan menggunakan metode dan sasaran yang berbeda.

REFERENSI

Nur’aeni Epon, Dindin Abdul Muiz Lidinillah. Model Desain Didaktis Pengurangan Pecahan
Berbasis Pendidikan Matematika Realistik Untuk Siswa Sekolah Dasar. Jurnal
Himpunan Matematika Indonesia PGSD UPI Kampus Tasikmalaya. (2013)

Suryadi, Didi. (2010). Didactical design research (DDR) dalam pengembangan


pembelajaran
matematika. Modul Semnas MIPA 2010.

Suwariyasa Md, I Md Suwarjana, & Luh Putu. Analisis Kemampuan Siswa Dalam
Menyelesaikan
Perkalian Pecahan Desimal Pada Siswa Kelas V. PGSD Universitas Pendidikan
Ganesha, 6,3, 1-10.(2016).

Anda mungkin juga menyukai