Anda di halaman 1dari 7

Zaman Kejayaan Islam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Naskah biologi tentang Mata buatan Hunain bin Ishaq, sekitar 1200 M.

Zaman Kejayaan Islam (750 M - 1258 M) adalah masa ketika para filsuf, ilmuwan,


dan insinyur dari Dunia Islam menghasilkan banyak kontribusi terhadap perkembangan teknologi
dan kebudayaan, baik dengan menjaga tradisi yang telah ada ataupun dengan menambahkan
penemuan dan inovasi mereka sendiri.

Penyebab[sunting | sunting sumber]

Banyak dari perkembangan dan pembelajaran ini dapat dihubungan dengan geografi. Bahkan
sebelum kehadiran Islam, kota Mekah merupakan pusat perdagangan di Jazirah Arab dan Nabi
Muhammad SAW sendiri merupakan seorang pedagang. Tradisi ziarah ke Mekah menjadi pusat
pertukaran gagasan dan barang. Pengaruh yang dipegang oleh para pedagang Muslim atas jalur
perdagangan Afrika-Arab dan Arab-Asia sangat besar sekali. Akibatnya, peradaban Islam tumbuh,
berkembang, dan meluas dengan berdasarkan pada ekonomi dagangnya, berkebalikan dengan
orang-orang Kristen, India, dan Tiongkok yang membangun masyarakat dengan berdasarkan
kebangsawanan kepemilikan tanah pertanian. Pedagang membawa barang dagangan dan
menyebarkan agama mereka ke Tiongkok (berujung pada banyaknya penduduk Islam di Tiongkok
dengan perkiraan jumlah sekitar 37 juta orang, yang terutama merupakan etnis Uyghur Turk yang
wilayahnya dikuasai oleh Tiongkok), India, Asia tenggara, dan kerajaan-kerajaan di Afrika barat.
Ketika para pedagang itu kembali ke Timur Tengah, mereka membawa serta penemuan-penemuan
dan ilmu pengetahuan baru dari tempat-tempat tersebut.

Filsafat[sunting | sunting sumber]

Hanya dalam bidang filsafat, para ilmuwan Islam relatif dibatasi dalam menerapkan gagasan-gagasan
non-ortodoks mereka. Meskipun demikian, Ibnu Rushd dan polimat Persia Ibnu Sina memberikan
kontribusi penting dalam melanjutkan karya-karya Aristoteles, yang gagasan-gagasannya
mendominasi pemikiran non-keagamaan dunia Islam dan Kristen. Mereka juga mengadopsi gagasan-
gagasan dari Tiongkok dan India, yang dengan demikian menambah pengetahuan mereka yang
sudah ada sebelumnya. Ibnu Sina dan para pemikir spekulatif lainnya seperti al-Kindi dan al-
Farabi menggabungkan Aristotelianisme dan Neoplatonisme dengan gagasan-gagasan lainnya yang
diperkenalkan melalui Islam.
Literatur filsafat Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa Ladino, yang ikut membantu
perkembangan filsafat Eropa modern. Sosiolog-sejarawan Ibnu Khaldun, warga Kartago Konstantinus
orang Afrika yang menerjemahkan naskah-naskah kedokteran Yunani dan kumpulan teknik
matematika Al-Khwarizmi adalah tokoh-tokoh penting pada Zaman Kejayaan Islam. Pada masa ini
juga terjadi perkembangan filsuf non-Muslim. Filsuf Yahudi Moses Maimonides yang tinggal di
Andalusia adalah salah satu contohnya.

Sains[sunting | sunting sumber]

Banyak ilmuwan penting Islam yang hidup dan berkegiatan selama Zaman Kejayaan Islam. Di antara
pencapaian para ilmuwan pada periode ini antara lain perkembangan trigonometri ke dalam bentuk
modernnya (sangat menyederhanakan penggunaan praktiknya untuk memperhitungkan fase bulan),
kemajuan pada bidang optik pada Cammera Obscura oleh Al-Hasan bin Haitsam pada 200 tahun
sebelum Leonardo Da Vinci, memberi komentar pada Euklides dan Ptolomeus perihal penembusan
dan perjalanan sinar,[1] dan kemajuan pada bidang astronomi.

Kemajuan lain ditunjukan pada bidang kimia. Ilmu kimia merupakan ilmu dari Mesir kuno yang
digagas kembali oleh ilmuwan muslim sehingga mencapai pengembangan ilmu yang sangat besar.
Pada masa itu telah dikenal beberapa zat dan peralatan laboratorium seperti alkohol (kohol dalam
bahasa Arab), alkali (alqali dalam bahasa Arab), dan sebagainya.[2]

Kedokteran[sunting | sunting sumber]

Artikel utama:  Kedokteran Islam abad pertengahan

Kedokteran adalah bagian penting dari kebudayaan Islam Abad Pertengahan. Sebagai tanggapan
atas keadaan pada waktu dan tempat mereka, para dokter Islam mengembangkan literature medis
yang kompleks dan banyak yang meneliti dan menyintesa teori dan praktik kedokteran.

Kedokteran Islam dibangun dari tradisi, terutama pengetahuan teoretis dan praktis yang telah
berkembang sebelumnya di Yunani, Romawi, dan Persia. Bagi para ilmuwan
Islam, Galen dan Hippokrates adalah orang-orang yang unggul, disusul oleh para ilmuwan Hellenik
di Iskandariyah. Para ilmuwan Islam menerjemahkan banyak sekali tulisan-tulisan Yunani ke bahasa
Arab dan kemudian menghasilkan pengetahuan kedokteran baru dari naskah-naskah tersebut.
Untuk menjadikan tradisi Yunani lebih mudah diakses, dipahami, dan diajarkan, para ilmuwan islam
mengusulkan dan menjadikan lebih sistematis pengetahuan kedokteran Yunani-Romawi yang luas
dan kadang inkonsisten dengan cara menulis ensikolpedia dan ikhtisar.

Pembelajaran Yunani dan Latin dipandang sangat jelek di Eropa Kristen Abad Pertengahan Awal, dan
baru pada abad ke-12, setelah adanya penerjemahan dari bahasa Arab membuat Eropa Abad
Pertengahan kembali mempelajari kedokteran Hellenik, termasuk karya-karya Galen dan
Hippokrates. Jauh sebelum itu, bangsa Eropa telah banyak belajar dengan umat Islam dalam hal
kedokteran. Di Sisilia, sebuah sekolah kedokteran dengan dokter-dokter Muslim sebagai
pengajarnya, menjadi sumber ilmu kedokteran di Eropa. [3] Dengan memberikan pengaruh yang
setara atau mungkin lebih besar di Eropa Barat adalah Kanon Kedokteran karya Ibnu Sina, yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan dibuat manuskrip lalu dicetak dan disebarkan ke seluruh
Eropa. Selama abad kelima belas dan keenam belas saja, karya tersebut diterbitkan lebih dari lima
kali. Sejarah mencatat, ada sekitar 300 buku kedokteran yang diterjemahkan bangsa Eropa. [3]

Di dunia Islam Abad Pertengahan, rumah sakit mulai dibangun di semua kota besar, misalnya
di Kairo, rumah sakit Qalawun memiliki staf pegawai yang terdiri dari dokter, apoteker, dan suster.
Orang juga dapat mengakses apotek, dan fasilitas penelitian yang menghasilkan kemajuan pada
pemahaman mengenai penyakit menular, dan penelitian mengenai mata serta mekanisme kerja
mata.

Perdagangan[sunting | sunting sumber]

Selain di sungai Nil, Tigris dan Efrat, sungai-sungai yang dapat dilalui tidaklah banyak, jadi perjalanan
lewat laut menjadi sangat penting. Ilmu navigasi amat sangat berkembang, menghasilkan
penggunaan sekstan dasar (dikenal sebagai kamal). Ketika digabungkan dengan peta terinci pada
periode ini, para pelaut berhasil berlayar menjelajahi samudara dan tak lagi perlu bersusah payah
melalui gurun pasir. Para pelaut muslim juga berhasil menciptakan kapal dagang besar bertiang tiga
ke Laut Tengah. Nama karavel kemungkinan berasal dari perahu terawal Arab yang dikenal
sebagai qārib.[4] Sebuah kanal buatan yang menghubungkan sungai Nil dengan Terusan
Suez dibangun, menghubungkan Laut Merah dengan Laut Tengah meskipun itu sering
berlumpur[butuh rujukan]

16 Dinasti Islam yang Pernah Berkuasa di Dunia

1. Umayyah (40 H/661 M - 132 H/750 M)

Dinasti Umayyah memiliki kekuasaan yang meliputi daerah Timur Tengah, Afrika Utara, serta
Spanyol. Dinasti Umayyah merupakan keturunan Umayyah bin Abdul Syams bin Abdul Manaf,
yang merupakan pemimpin suku Qurais. Dinasti Umayyah muncul pasca kepergian Ali bin Abi
Thalib (40 H/661 M).

Lalu, Mu'awiyah yang merupakan keturunan dari Bani Umayyah dari garis keturunan keluarga
Harb yang melanjutkan kekuasaan dengan mendirikan Dinasti Umayyah. Dinasti ini sebenarnya
terbagi menjadi dua periode kekuasaan. Periode tersebut dibedakan menjadi Umayyah Damascus
di Suriah dan Umayyah Cordoba di Spanyol.

Sejarah singkatnya, ketika Marwan II dibunuh tentara Abbasiyah pada 132 H/750 M. Lalu,
Abdurrahman yang merupakan cucu dari Hisyam meloloskan diri ke Spanyol dan mendirikan
Dinasti Umayyah di Cordoba. Dinasti Umayah Cordoba sendiri mengalami masa emas pada
pemerintahan Abdurrahman III dan al-Hakam II.

Hingga saat ini dapat ditemukan berbagai peninggalan Dinasti Umayyah Damascus seperti
Katedral St. John di Damascus yang telah menjadi masjid dan juga peninggalan Dinasti Umayyah
di Cordoba yaitu Masjid Cordoba di Spanyol.

 2. Abbasiyah (132/750 M - 656 H/1258 M)

Dinasti Abbasiyah memiliki wilayah kekuasaan meliputi Irak, Suriah, Semenanjung Arab,
Uzbekistan dan Mesir Timur. Pendiri dinasti Abbasiyah adalah Abu Abbas as-Saffah. Kekuasaan
dari Dinasti Abbasiyah sendiri dibagi menjadi empat periode, yaitu periode awal 132 H/750 M-
232 H/847 M), periode lanjutan (232 H/847 M-333 H/945 M), periode Buwaihi (333 H/945 M-
447 H/1055 M), dan periode Seljuk (447 H/1055 M- 656 H/1258 M). Pola pemerintahan pada
dinasti ini memang berubah-ubah disesuaikan dengan iklim politik, sosial, budaya, serta faktor
penguasa. Dinasti Abbasiyah mencapai masa keemasan saat dipimpin as-Saffah, al-Mansur, al-
Mahdi, Harun ar-Rasyid, al-Amin, al-Ma'mum, Ibragim, al-Mu'tasim, dan al-Wasiq.

Hancurnya Dinasti Abbasiyah karena pertentangan dan pemberontakan dari dalam negeri serta
ancaman dari pihak luar, seperti Bizantum dan Mongol. Dan hal tersebut diperparah setelah orang
Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan cucu Genghis Khan, menghancurkan Baghdad.
Beberapa peninggalan Dinasti Abbasiyah seperti Baitulhikmah yang merupakan lembaga pusat
kajian keilmuan yang didirikan oleh Khalifah Harun ar-Rasyid. Selain itu ada juga Masjid al-
Mutawakkil yang memiliki menara spiral di Samarra, Irak.

 3. Idrisiyyah (172 H/789 M - 314 H/926 M)

Wilayah kekuasaan dari Dinasti Idrisiyyah ada di Magribi. Dinasti Idrisiyyah didirikan Idris I bin
Abdullah cucu Hasan bin Ali bin Abi Thalib, yang merupakan dinasti Syiah pertama. Pemimpin
Idrisiyyah terbesar yaitu Yahya IV (292 H/905 M-309 H/922 M).

Dinasti Idrisiyyah memiliki peran penting dalam menyebarkan budaya dan agama Islam ke
bangsa Berber. Hancurnya Dinasti Idrisiyyahkarena ditaklukkan oleh Dinasti Fatimiyah pada
tahun 374 H/985 M.

Seperi Dinasti sebelumnya, Dinasti Idrisiyyah juga memiliki peninggalan yaitu Masjid
Karawiyyin dan Masjid Andalusia yang didirikan pada tahun 244 H/859 M.

 4. Aghlabiyyah (184 H/800 M - 296 H/909 M)

Selanjutnya adalah Dinasti Aghlabiyyah yang wilayah kekuasaannya di Aghlabiyah meliputi


Tunisia dan Afrika Utara. Pemimpin pertamanya adalah Ibrahim I bin al-Aglab, yang merupakan
panglima dari Khurasan Aghlabiyyah. Dirinya berperan dalam penggantian bahasa latin dengan
bahasa Arab serta menjadikan Islam sebagai agama mayoritas.

Pada abad ke 9 dinasti ini berhasil menduduki Sicilia dan sebagian besar daerah Italia Selatan,
Sardinia, Corsica, serta pesisir Alpen. Dinasti Aghlabiyyah selesai setelah ditaklukan oleh Dinasti
Fatimiyah. Beberapa peninggalan Dinasti Aghlabiyyah antara lain Masjid Raya Qairawan dan
Masjid Raya di Tunis, Tunisia.
5. Samaniyah (203 H/819 M - 395 H/1005 M)

Dinasti Samaniyah memiliki wilayah kekuasaan di Khurasan, Irak dan Transoksania, Uzbekistan.
Dinasti Samaniyah didirikan Ahmad bin Asad bin Samankhudat, yang merupakan seorang
bangsawan Balkh dari Afghanistan Utara.

Puncak kejayaannya ada pada pemerintahan Isma'il II al-Muntasir, namun tidak dapat
dipertahankan karena adanya serangan Dinasti Qarakhan dan Dinasti Ghaznawi. Beberapa
peninggalan Dinasti Samaniyah yaitu Mausoleum Muhammad bin Ismail al-Bukhari, yang
merupakan seorang ilmuwan muslim.

6. Shafariyah (253 H/867 M - 900/1495 M)

Dinasti Shafariyah adalah dinasti Islam yang memiliki kekuasaan paling lama di dunia. Wilayah
kekuasaannya di Sijistan, Iran. Dinasti ini didirikan oleh Ya'qub bin Lais as-Saffar yang
merupakan pemimpin Khawarij di Provinsi Sistan, Iran.

Dinasti Shafariyah saat pemerintahan Amr bin Lais dapat melebarkan wilayah kekuasaanya
hingga Afghanistan Timur. Dan saat masa tersebut kekuasaan Dinasti Shafariyah mencapai masa
keemasannya. Melemahnya dinasti ini karena adanya pemberontakan dan kekacauan dari dalam
pemerintahan itu sendiri dan berakhir pada pengambil alihan kekuasaan oleh Dinasti Ghaznawi.

 7. Thuluniyah (254 H/868 M - 292 H/905 M)


Dinasti Thuluniyah merupakan dinasti Islam yang masa paling cepat berakhir masa
kekuasaannya. Wilayah kekuasaan dari Dinasti Thuluniyah ada di Mesir dan Suriah. Pendiri
Dinasti Thuluniyah adalah Ahmad bin Tulun yang merupakan seorang Turki utusan gubernur
Transoksania, Uzbekistan. Sebenarnya tugas dari Ahmad bin Tulun adalah membawa upeti ke
Abbasiyah. Dinasti Thuluniyah hanya berkuasa hingga 38 tahun dan berakhir saat dikalahkan
pasukan Abbasiyah dan terbunuhnya Khalifah Syaiban bin Tulun.

 8. Hamdaniyah (292 H/905 M - 394 H/1004 M)

Wilayah kekuasaan Dinasti Hamdaniyah ada di Aleppo, Suriah dan Mosul, Irak. Dinasti
Hamdaniyah Mosul dipimpin Hasan yang menggantikan ayahnya yaitu Abu al-Haija.
Kemampuan Hasan dalam memimpin diakui pemerintah Baghdad. Sedangkan Dinasti
Hamdaniyah Aleppo didirikan Ali Saifuddawlah, suadara dari penguasa Hamdaniyah Mosul.
Berakhirnya Dinasti Hamdaniyah baik di Mosul atau Aleppo berakhir saat para pemimpinnya
meninggal.
9. Fatimiyah (296 H/909 M - 566 H/1171 M)

Dinasti Fatimiyah memiliki wilayah kekuasaan yang meliputi Afrika Utara, Mesir, juga Suriah.
Latar belakang berdirinya Dinasti Fatimiyah karen melemahnya Dinasti Abbasiyah. Pendiri dari
Dinasti Fatimiyah ini adalah Ubaidillah al-Mahdi. Dinasti Fatimiyah mengalami puncak kejayaan
saat masa kepemimpinan al-Aziz. Budaya Islam berkembang sangat pesat di masa Dinasti
Fatimiyah. Hal tersebut terlihat dari berdirinya Masjid al-Azhar. Masjid al-Azhar memiliki fungsi
sebagai pusat kajian Islam dan ilmu pengetahuan. Akhir dari Dinasti Fatimiyah setelah al-Adid
yang merupakan khalifah terakhir Dinasti Fatimiyah jatuh sakit. Salahudin Yusub al-Ayyubi yang
merupakan wazir Dinasti Fatimiyah menggunakan kesempatan tersebut dengan mengakui
kekuasaan Khalifah Abbasiyah yaitu al-Mustadi.

Dinasti Fatimiyah memiliki berbagai peninggalan seperti Masjid al-Azhar yang saat ini dikenal
dengan Universitas al-Azhar-nya, Bab al-Futuh atau yang dikenal dengan Benteng Futuh, serta
Masjid al-Akmar di Kairo, Mesir.

 10. Buwaihi (333 H/945M - 447 H/1055M)

Wilayah kekuasaan Dinasti Buwaihi ada di Irak dan Iran. Dinasti Buwaihi dibangun tiga
bersaudara yaitu Ali bin Buwaihi, Hasan bin Buwaihi dan Ahmad bin Buwaihi. Dinasti Buwaihi
sendiri terbagi menjadi dua periode.

Pada periode pertama adalah periode pertumbuhan dan konsolidasi. Selanjutnya pada periode
kedua merupakan periode mempertahankan, terutama mempertahankan wilayah Irak dan Iran
Tengah. Dinasti Buwaihi mengalami perkembangan pesat saat Dinasti Abbasiyah di Baghdad
melemah. Sedangkan kemunduran dari Dinasti Buwaihi karena adanya pengaruh Tugril Beg dari
Dinasti Seljuk.

Ada beberapa peninggalan dari Dinasti Buwaihi yaitu seperti observatorium di Baghdad dan
beberapa perpustakaan di Syiraz, ar-Rayy, serta Isfahan, Iran.

 11. Seljuk (469 H/1077 M - 706 H/1307 M)

Daerah kekuasaann dinasti ini meliputi Irak, Iran, Kirman, Suriah. Dinasti Seljuk terbagi jadi lima
cabang , yaitu Seljuk Iran, Seljuk Irak, Seljuk Kirman, Seljuk Asia Kecil, Seljuk Suriah. Pendiri
dari Dinasti Seljuk ini adalah Seljuk bin Duqaq yang berasal dari suku bangsa Guzz dari
Turkestan.
Namun, ada satu tokoh yang paling dipandang sebagai pendiri Dinasti Seljuk yaitu Tugril Beq.
Dirinya berhasil memperluas kekuasaan Dinasti Seljuk dan mendapat pengakuan dari Dinasti
Abbasiyah. Masa melemahnya Dinasti Seljuk sendiri ketika para pemimpinnya meninggal dan
Dinasti Seljuk takluk oleh bangsa lain.

Beberapa peninggalan dari Dinasti Seljuk antara lain Kizil Kule atau yang juga disebut Menara
Merah di Alanya, Turki Selatan, dan juga Masjid Jumat di Isfahan, Iran.

 12. Ayyubiyah (569 H/1174 M - 650 H/1252 M)

Daerah kekuasaan dari dinasti ini ada di Mesir, Suriah, dan Yaman. Dinasti Ayyubiyah didirikan
Salahuddin Yusuf al-Ayyubi setelah berhasil menaklukan khalifah terakhir Dinasti Fatimiyah
yaitu al-Adid. Salahuddin berhasil menaklukan daerah Islam lainnya beserta pasukan salib.

Salahuddin selain terkenal akan kemampuan perangnya, dirinya juga mendorong kemajuan di
bidang agama dan pendidikan. Akhir dari masa pemerintahan Ayyubiyah ketika meninggalnya
Malik al-Asyraf Muzaffaruddin. Salah satu peninggalan Dinasti Ayyubiyah yaitu Benteng Qal'ah
al-Jabal di Kairo, Mesir.
13. Delhi (602 H/1206 M - 962 H/1555 M)

Wilayah kekuasaan Dinasti Delhi ada di India Utara. Pada periode pertama, Dinasti Delhi
dipimpin oleh Mamluk selama 84 tahun. Mamluk senidiri adalah keturunan Qutbuddin Aybak,
yang merupakan budak dari Turki. Lalu, Khalji dari Afghanistan memerintah selama 30 tahun.
Dilanjutkan Tuglug yang memerintah selama 93 tahun, dan Dinasti Sayid selama 37 tahun.
Penguasa terakhir Dinasti Delhi merupakan Lodhi yang memerintah 75 tahun. Ada beberapa
peninggalan Dinasti Delhi seperti Masjid Kuwat al-Islam dan Qutub Minar di Lalkot, Delhi,
India.

14. Mamluk (648 H/1250 M - 923 H/1517 M)

Daerah kekuasaan Dinasti Mamluk ada di Mesir dan Suriah. Dinasti Mamluk merupakan
golongan hamba yang dimiliki oleh para sultan dan amir dimana mereka diberi pendidikan militer
oleh tuan mereka. Dinasti Mamluk yang memerintah di Mesir terbagi menjadi dua, yaitu Mamluk
Bahri dan Mamluk Burji.

Sultan pertama Dinasti Mamluk Bahri yaitu Izzudin Aibak. Dinasti Mamluk sendiri mencapai
masa keemasannya pada msaa pemerintahan Baybars. Namun, pemerintahan dinasti tersebut
digulingkan Mamluk Burji dan diambil alih dengan menggulingkan sultan Mamluk Bahri
terakhir, as-Salih Hajii bin Sya'ban.

Sultan pertama yang memimpin Dinasti Mamluk Burji adalah Barquq. Dinasti Mamluk Mesir
sendiri sebenarnya memberikan sumbangan besar bagi sejarah Islam dengan mengalahkan
kelompok Nasrani Eropa yang menyerang Syam, Suriah. Dinasti Mamluk Mesir tersebut juga
berhasil mengalahkan bangsa Mongol, merebut dan mengislamkan Kerajaan Nubia, Ethiopia.
Selain itu, Dinasti Mamluk juga berhasil menguasai Pulau Cyprus dan Rhodos.

Dinasti Mamluk Mesir berakhir setelah al-Asyras Tuman Bai, yang merupakan sultan terakhir,
dihukum gantung oleh pasukan Usmani Turki. Beberapa peninggalan Dinasti Mamluk seperti
Masjid Rifai, Mausoleum Qalawun dan Masjid Sultan Hassan di Kairo, Mesir.

 15. Utsmaniyah (699 H/1300 M - 1341 H/1922 M)


Pusat pemerintahan dari dinasti ini ada di Istanbul, Turki. Dinasti ini memiliki wilayah kekuasaan
paling luas. Bahkan wilayah kekuasaannya meliputi sebagian Asia, Afrika dan Eropoa. Dinasti
Utsmaniyah adalah satu di antara tiga dinasti Islam yang cukup besar di abad Pertengahan.
Dinasti Utsmaniyah sendiri menjadi negara besar setelah menaklukan Bizantium.Dinasti
Utsmaniyah berhasil menyebarkan Islam hingga ke daratan Eropa dan puncak kejayaan dinasti ini
ada pada masa pemerintahan Sulaiman I. Dinasti Usmani kemudian melemah karena
pemberontakan internal dan kalah dalam melawan bangsa Eropa. Dinasti Utsmaniyah berakhir
menjadi negara modern dalam bentuk republik sekuler pada tahun 1924.Berdirinya republik
Turki sendiri dipelopori Mustafa Kemal Pasha Ataturk. Dirinya menanamkan paham
nasionalisme dan menghapuskan kesultanan. Hingga saat ini masih bisa ditemukan berbagai
peninggalan Dinasti Utsmaniyah, seperti Masjid Sulaiman, Masjid al-Muhammadi, Masjid Abu
Ayub al-Ansari, dan Masjid Hagia Sopha di Istanbul.

 16. Mughal (931 H/1525 M - 1275 H/1858 M)

Dinasti ini berkuasa di India. Dinasti Mughal didirikan Zahiruddin Muhammad Babur yang
merupakan putra pertama Umar Syeikh Mirza. Dinasti Mughal muncul saat Babur menguasai
Punjab dan meruntuhkan Dinasti Lodhi di Delhi. Dinasti Mughal sangat memperhatikan
perkembangan Islam, terutama pada bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan.Dinasti Mughal
mendirikan khanqah yang merupakan pesantren dimana menjadi pusat studi Islam dan ilmu
pengetahuan. Dinasti Mughal memberi perhatian penuh pada pengembangan peradaban.
Beberapa peninggalan dinasti ini adalah Istana Hawa Mahal di Jaipur, Red Fort atau Benteng
Merah di Delhi, Taj Mahal di Agra, serta Masjid Badsyahi Lahore. Runtuhnya dinasti ini setelah
Inggris menancapkan kekuasaanya di India, dan Bahadur II yang merupakan sultan terakhir
Dinasti Mughal diusir dari istananya oleh penguasa Inggris.

Anda mungkin juga menyukai