Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam menggambarkan Hukum

Ketenagakerjaan. Penggunaan kata perburuhan, buruh, majikan, dan sebagainya

telah tergntikan dengan istilah ketenagakerjaan sehingga dikenal istilah hukum

ketenagakerjaan untuk menggantikan istilah hukum perburuhan. Sejak tahun

1969, dengan disahkannya Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 1969 Tentang

ketentuan pokok mengenai tenagakerja, istilah buruh diganti dengan istilah tenaga

kerja, yaitu orang yang mampu melakuka pekerjaan, baik didalam maupun diluar

hubungan kerja, guna menghasilkan jasa/barang untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat1. Suatu perumusan yang luas karena meliputi siapa saja yang mampu

bekerja, baik dalam hubungan kerja (Formal) maupun diluar hubungan kerja (

Informal ) yang dicirikan dengan bekerja dibawah perintah orang lain dengan

menerima upah.

Terdapat dua periode besar ketika membahas perihal hukum ketenagakerjaan

diIndonesia, yaitu pada saat periode pra–kemerdekaan Indonesia dan pada periode

kemerdekaan Indonesia. Ciri hukum ketenagakerjaan periode pra-kemerdekaan

tidak terlepas dari kegiatan perbudakan, perhambaan, kerja rodi, poanalesanctie

yang terjadi pada masa itu. Pasca proklamasi kemerdekaan hingga tahun 1946,

urusan ketenagakerjaan menjadi bagian dari kementrian sosial. Pada tahun 1947,

berdasarkan maklumat Presiden Nomor 7 Tahun 1947, tentang susunan kabinet,

ditetapkanlah kementrian perburuhan. Politik perburuhn pada masa ini merupakan

1
Budiman Sudjamiko, “Anak – Anak Revolus”. Gramedia Pustaka Utama, Bandung,
2014,hlm. 18

1
2

kelanjutan dari politik perburuhan yang ada dalam jawatan perburuhan

dikementrian sosial.

Tahun pertama setelah penyerahan kemerdekaan, pemerintah dihadapkan

dengan masalah ketenagakerjaan. Buruh yang selama perang kemerdekaan belum

memperhatikan masalah ketenagakerjaan dan kepastian kerja, mulai mencurahkan

perhatian dalam hal tersebut. hal ini dikarenakan dalam jangka waktu sebelum

penyatuan kedaulatan, perselisihan perburuhan belum meningkat pada taraf yang

penting. Hal ini disebabkan pada waktu itu seluruh rakyat Indonesia dan kaum

buruh dan organisasi-organisasinya sibuk mencurahkan tenaga dan perhatiannya

pada perjuangan kemerdekaan, yaitu perjuangan yang bersifat politis2.

Meningkatnya kesadaran kaum buruh setelah kemerdekaan, ditandai dengan

banyaknya aksi pemogokan sebagai suatu petanda kesadaran buruh akan hak

pribadi yang perlu diperjuangkan dalam lapangan sosial ekonomi. Perjuangan

kaum buruh terutama ditunjukan untuk menentang hasil konferensi meja bundar

yang mengakui hak milik belanda atau perusahaan perkebunan pada masa itu.

Mengenai hal ini, Presiden Soekarno berjanji, bahwa dalam waktu 2-3 bulan akan

diajukan rancangan Undang-Undang dibidang perburuhan, antara lain tentang

perjanjian kerjadan perlindungan buruh3.

Rangkain masalah tersebut akan rasa keadilan bagi para pihak, baik

pekerja maupun pengusaha. Batasan yang kini hadir seolah mempertegas, bahwa

keadilan dalam hukum ketenagakerjaan menempati ruang tersendiri bagi para

pihak terkait, dan mustahil dalam suatu sisi yang sama. Pengusaha tetap dengan

versi keadilan miliknya, dan pekerja teguh pada keadilan versi pihaknya.

2
Ibid. hlm. 23
3
Ibid. hlm. 24
3

Dalam keadaan ini menunjukan bahwa hukum ketenagakerjaan

menempatkan keadilan dalam sebuah ketidak pastian, dan keadilan sebagai buah

kata yang telah melalui proses/tahapan signifikasi bahasa yang akan selalu

tergiring oleh dominasi kepentingan tertentu, sehingga kata keadilan sebagai

signifier akan kian jauh dari kenyataan yang digambarkan pada signifier 4

Hukum ketenagakerjaan seolah-olah hendak menyatakan bahwa keadilan

akan terwujud karena telah hadirnya hukum yang telah menaunginya (Undang-

Undang Ketenagakerjaan). Pandangan ini seolah hendak menggambarkan, bahwa

hukum itu identik dengan keadilan. Sahetapy5 menguraikan, hubungan hukum dan

keadilan tersebut melalui Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 1970 Tentang

Kekuasaan Kehakiman, menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman adalah

kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan keadilan guna menegakkan

hukum dan keadilan berdasarkan pancasila demi terselenggaranya negara hukum

republik indonesia.

Bahwa dalam permasalahan yang terjadi selama ini, sejatinya kian

menguatkan pandangan akan dominasi paradigma positivisme hukum sebagai arus

utama, cara berhukum di wilayah Indonesia. Paradigma yang memiliki pertalian

erat dengan kapitalisme, sebuah pandangan yang memiliki catatan buruk bagi

golongan pekerja. Menurut Santos, Paradigma positivisme mulai tumbuh pada

abad ke 18, sebelum kapitalisme mendominasi. Meskipun positivisme dan

kapitalisme merupakan dua fenomena atau hal yang proses historisnya berbeda

4
Ismail Fajri Alatas, “Sungai Tak Bermuara Risalah Konsep Ilmu Dalam Islam”, Diwan
Publising, Jakarta, 2006, hlm. 53
5
J.E. Sahetapy, “Runtuhnya Etik Hukum”, Kompas, Jakarta, 2009, hlm. 135 - 139
4

dan masing-masing berdiri sendiri. Dalam perkembangan paradigma positivisme

mempunyai pertalian erat dengan kapitalisme6.

Pengaruh yang diberikan pada kapitalisme turut memicu lahirnya pandangan-

pandangan yang selama ini menyudutkan pihak pekerja, khusus yang berkaitan

dengan bentuk hubungan kerja yang dipersentasikan melalui sebuah kontrak.

Menurut Dony Gahral Adian, Kapitalisme memakai gagasan yuridis mengenai

kontrak sebagai pengikat sukarela antara dua pihak. Hal tersebut bukan suatu

kebenaran, melainkan suatu kepentingan kontrak yang dimana kontrak tersebut

menyembunyikan suatu kepentingan dalam kapitalis untuk mempertahankan

posisi tawarnya. Kontrak memang terlihat adil dan sejajar. Namun, pekerja

sesungguhnya memiliki posisi tawar yang rendah karena tidak memiliki kapital

(Tanah, Pabrik, Mesin)7.

Salah satu bentuk upaya pemerintah dalam melindungi pihak pekerja melalui

kehadirannya sebuah Pengadilan Hubungan Industrial, dinilai sebagian kalangan

pekerja/buruh menjadi suatu hal yang merugikan bagi pihak pekerja. Tim LBH

surabaya menilai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial telah memaksa pekerja/buruh untuk membawa

konflik Perburuhan ke ruang pengadilan. Konflikk perburuhan yang sebenarnya

ranah publik diseret menjadi konflik privat perdata8.

Sebagaimana pihak pekerja dipaksa untuk bertarung secara langsung dengan

pengusaha, sementara itu negara selalu mencari pembenaran untuk melepaskan

kewajibannya melakukan penegakan hukum. Dalam konflik ketenagakerjaan,


6
Boaventura de Sousa Santos Dikutip Dalam Widodo Dwi Putro,“Kritik Terhadap
Paradigma Positivisme Hukum”, Genta Publising, Yogyakarta, 2011. hlm. 25
7
Donny Gahral Adian, “Setelah Marxsime Sejumlah Teori Ideologi Kontemporer”,
Koekoesan, Depok, 2011. hlm. 1
8
M. Syaiful Aris,”Berkuasanya kuasa kegelapan Potret Penegakan Hukum dan Ham”, In-
TRANS Publising, Malang, 2009. hlm. 72
5

keberadaan negara menjadi pihak netral dan penengah antara pekerja dengan

pengusaha dengan memainkan fungsi mediator9. Mengutip pandangan Surya

Tjandra yang menyatakan bahwa Undang-Undang dalam penyelesaian

perselisihan hubungan industrial dianggap telah mengalihkan salah satu peran

pemerintah dalam perselisihan perburuhan ke pengadilan10. Lebih lanjut, Syaiful

Menyatakan Sebagi berikut :

Pengadilan Hubungan Industrial telah menjadi rimba raya yang kejam bagi

buruh. Ketidak mengertian pekerja/buruh akan prosedur dan argumentasi hukum

yang rumit, telah termangfaatkan untuk menghantam buruh. Kenyataan ini dapat

proses perkaranya di Pengadilan Hubungan Industrial tetapi baru samapai dengan

mengajukan gugatan telah ditolak( Niet Onslaag )”11.

Dalam Ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2003

Tentang ketenagakerjaan disebut bahwa“ Tenaga kerja adalah setiap orang yang

mampu melakukan suatu pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik

untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat” sedangkan dari

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

adalah ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja

pada waktu sebelum, selama, dan sesudah massa kerja. Pelaksanaan proses

hubungan perjanjian kerja terdapat bagian-bagian yang harus dijalani. Ruang

lingkup dari ketenagakerjaan itu sendiri adalah pra kerja, massa dalam hubungan

kerja, massa purna kerja. Cakupan dari ketenagakerjaan terbilang luas, jangakuan

hukum ketenagakerjaan lebih luas bila dibandingkan dengan hukum perdata.

9
Ibid, hlm. 72
10
Surya Tjandra, “Akses Terhadap Pengadilan Perjuangan Masyarakat Miskin dan Kurang
Beruntung Untuk Menuntut Hak di Indonesia”, Epistema Institute, Jakarta, 2011. hlm. 97
11
M. Syaiful Aris, Op.Cit., hlm. 73
6

Mengenai hubungan kerja Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor. 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan disebutkan. “Hubungan kerja anatar pengusaha

dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur-

unsur pekerjaan, upah dan perintah, hubungan kerja adalah suatu hubungan

pengusaha dengan pekerja/buruh yang timbul dari perjanjian kerja yang diadakan

untuk waktu tertentu namun waktu yang tidak tertentu.

Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara

pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk

pekerjaan tertentu yang bersifat sementara pengertian ini mengandung arti bahwa

perjanjian kerja untuk waktu tertentu maksudnya dalam perjanjian telah

ditetapkan suatu jangka waktu yang telah dikaitkan dengan lamanya hubungan

kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha.

Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT) adalah merupakan

suatu perjanjian kerja yang tidak ditentukan waktunya atau bersifat tetap dan

berlaku selamanya, selain pembuatannya secara tertulis, PKWTT juga bisa dibuat

secara lisan. Jika PKWTT dibuat secara lisan maka hubungan kerja yang

mengatur mereka (Pengusaha dengan pekerja) adalah Undang-Undang

Ketenagakerjaan. Pengusaha dengan pekerja dianggap menyutujui seluruh isi

Undang-Undang Ketenegakerjaan yakni sebagai sumber hukum hubungan kerja

kedua belah pihak tersebut. jika PKWTT dibuat secara lisan maka pengusaha

wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan.

Ada (2) dua jenis perjanjian kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor.

13 Tahun 2003 yang terkandung dalam Pasal 56 ayat (1) satu dan ayat (2) dua

Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu:


7

1. Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak

tertentu.

2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana yang dimaksud dalam ayat

(1) satu didasarkan atas:

a) Jangka waktu atau

b) Selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Pengertian tersebut sesuai dengan pendapat Prof. Payaman Simanjuntak

bahwa PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha

untuk melaksanakan pekerja yang diperkirakan sesuai selesai dalam waktu

tertentu yang relatif pendek yang jangka waktunya paling lama hanya dua tahun

saja. Akan tetapi hal tersebut dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama sama

dengan waktu perjanjian kerja pada pertama kali, dengan ketentuan perjanjian

tidak boleh melebihi dari tiga tahun lamanya.

Ketentuan yang diatur dalam keputusan kementrian ketenagakerjaan dan

teransmigrasi Nomor KEP.100/MENVI/2004. Tentang Ketentuan Pelaksanaan

perjanjian kerja waktu tertentu hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu yang

menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu

teretntu yang menjadi peraturan dalam suatu pelaksanaan dari Pasal 59 ayat (1)

satu Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan, menetapkan sebagai berikut12.

a) Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b) Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak

terlalu lama dan paling lama (3) tiga tahun;

c) Pekerjaan yang ifatnya musiman; atau

12
Adrian Sutedi, “Hukum Perburuhan”, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 48
8

d) Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau

produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan13.

Penetapan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sebagaimana yang

tertuang dalama Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah mengatur dan

mempunyai keterkaitan, dimana keterkaitan itu tidak hanya kepentingan tenaga

kerja sebelum, selama dan sesudah bekerja, akan tetapi juga keterkaitan dengan

kepentingan pengusaha, pemerintah dan masyarakat. Hubungan kerja berdasarka

Perjanjian Waktu Tertentu (PKWT) dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada

perusahaan lain, yang umum dikenal sebagai Outsourcing, sebagaimana diatur

dalam Pasal 59 serta Pasal 64 Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah dalam

memberikan kesempatan kepada seluruh warga indonesia untuk mendapatkan

pekerjaan yang layak, juga dalam memberikan perlakuan yang adil dan layak

kepada semua warga negara dalam hubungan kerja guna mendapatkan imbalan

yang setimpal dengan pekerjaan yang dilaksanakannya14.

Perjanjian kerja dalam PKWT ini mempunyai ketentuan yang bersyarat yaitu,

harus menggunakan bahasa indonesia yang dibuat secara tertulis. Apabila tidak

dibuat secara tertulis maka akan ada konsekwensi dimana Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu ini akan berubah otomatis menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak

Tertentu (PKWTT). Dengan adanya masa percobaan dan apabila dalam

perjanjiannya terdapat/diadakan klausul masa percobaan maka klausul tersebut

dianggap tidak pernah ada atau batal demi hukum15.

13
Eko Wahyudi, Wiwin Yulia Ningsih, M. Firdaus Solihin, “Hukum Ketenagakerjaa”, Sinar
Grafika, Jakarta, 2016, hlm. 8
1416
Ismantoro Dwi Yuwono, SH,“Pedoman Outsourcing dan kontrak kerja’, Pustaka yustisia,
Seleman Yogyakarta, 2011, hlm.25
15
Ibid. hlm. 98
9

Dalam kondisi yang terjadi demikian pekerja/buruh tentu sudah harus paham

memahami jenis pekerjaan yang akan dikerjakannya dan menandatangani PKWT

yang mengikat para pihak. Perjanjian yang demikian tunduk pada ketentuan Pasal

1320 KUHPerdata syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut yaitu:

1) Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikat dirinya

2) Kecakapan para pihak

3) Suatu hal tertentu

4) Suatu sebab yang halal

Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT) adalah merupakan

perjanjian kerja yang tidak ditentukan waktunya atau bersifat tetap dan berlaku

selamanya, selain pembuatan nya secara tertulis, PKWTT juga bisa dibuat secara

lisan. Jika PKWTT dibuat secara lisan maka hubungan kerja yang mengatur

mereka (Pengusaha dengan pekerja) adalah Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Pengusaha dengan pekerja dianggap menyutujui seluruh isi Undang-Undang

Ketenegakerjaan yakni sebagai sumber hukum hubungan kerja kedua belah pihak

tersebut. Jika PKWTT dibuat secara lisan maka pengusaha wajib membuat surat

pengangkatan bagi pekerja yang bersangkutan.

Pengertian Outsourcing adalah hubungan kerja dimana pekerja/buruh yang

dipekerjakan disuatu perusahaan dengan sistem kontrak, tetapi kontrak tersebut

bukan diberikan oleh perusahaan pemberi kerja, melainkan oleh perusahaan

pengerah tenaga kerja. Sistem outsourcing termasuk hubungan kerja berdasarkan

perjanjian pengiriman/peminjaman pekerja. Pada hubungan kerja ini ditemukan

tiga pihak yaitu, perusahaan penyedia atau pengirim tenaga kerja/buruh


10

(penyedia), perusahaan pengguna tenaga kerja/buruh (pengguna) dan tenaga

kerja/buruh16.

Sistem Outsourcing bukan suatu hal baru dalam hubungan kerja di indonesia.

Praktik hubungan kerja sistem outsourcing telah dilakukan sejak, sebelum, aturan

tersebut ditetapkan oleh suatu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan. Nawawi menjelaskan, bahwa sejak zaman kolonial belanda,

praktik tersebut telah berlaku melalui penggunaaan tenaga kerja kontrak di

berbagai perkebunan pulau sumatra dan jawa17.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan telah

memberikan justifikasinya terhadap penyerahan sebagai pelaksanaan pekerja

terhadap perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang

disebut outsourcing18.

Dari berbagai fenomena, aturan perundang-undangan dan pernyataan

diatas penulis merasa tertarik untuk mengambil judul.

“PELAKSANAAN KONTRAK KERJA ANTARA PERUSAHAAN

PENYEDIA TENAGA KERJA DENGAN PEKERJA BURUH DI TINJAU

DARI PASAL 56 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003

TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN KEP. 100/MEN/2004 TENTANG

KETENTUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU

TERTENTU”

B. Identifikasi Masalah

16
Abdul Khakim, ”Dasar – Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia”, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2009 hlm. 64
17
Nawawi,”Polemik Hubungan Kerja Sistem Outsourcing”, LIPI, Vol. 39. No. 1, Juni,
Jakarta, 2010, hlm. 5
18
Abdul Khakim, Loc.Cit. hlm. 64
11

Suatu Kegiatan/Penulis untuk memfokuskan masalah yang akan di kaji

diperlukan rumusan masalah. Sebab dengan adanya rumusan masalah akan

memudahkan peneliti untuk melakukan pembahasan searah dengan tujuan yang

ditetapkan. Adapun indifikasi masalah dalam skripsi ini adalah :

1. Apakah adanya suatu penyalahgunaan dalam status kontrak kerja terhadap

pekerja/buruh jika di kaitkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan.?

2. Apakah adanya suatu perselisihan antara pekerja/buruh dengan perusahaan

penyalur tenaga kerja yang terkait dengan status pekerja/buruh

berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan.?

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut;

1. Bagaimanakah sikap dari perusahaan PT. Mesco Sarana Nusantara terhadap

perselisihan pekerja, (status kontrak pekerja) jika di lihat dari Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.?

2. Bagaimanakah proses dari perundingan antara pekerja dengan perusahaan yang

sudah di atur dalam prosedur Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan.?

D. Tujuan dan manfaat penelitian

1. Tujuan Penulisan.
12

a. Untuk mengetahui dan memahami sistem pelaksanaan kontrak kerja antara

perusahaan penyedia tenaga kerjadengan pekerja di PT. Mesco Sarana

Nusantara Jakarta.

b. Untuk mengetahui adanya kendala/permasalahan yang terjadi antara

pekerja dengan prusahaan di PT. Mesco Sarana Nusantara Jakarta.

2. Manfaat Penulisan.

Adapun penelitian ini diharapkan untuk dapat memberikan manfaat

sebagai berikut;

a) Manfaat Teoritis

Manfaat bagi ilmu pengetahuan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan dalam pemikiran ilmu dibidang hukum,

khususnya dalam pelaksanaan kontrak kerja antara perusahaan

penyedia tenaga kerja dengan pekerja buruh/outsourcing.

3. Manfaat Praktis

a) Bagi Mahasiswa

Manfaat bagi penulis dalam hal penelitian ini Sebagai memberikan

suatu gambaran dan pemahaman diharapkan bisa menambah wawasan

bagi akademik dan perkuliahan, agar mahasiswa bisa lebih memahami

bagaimana pelaksanaan kontrak kerja dalam suatu perusahaan yang

sudah diatur oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan.

b) Manfaat bagi masyarakat.

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan pengetahuan, wawasan dan

pencerahan bagi masyarakat luas sehingga bisa dijadikan sebagai tolak


13

ukur untuk masyarakat, khususnya bagi perusahaan dan tenaga kerja

yang mempunya hubungan erat dalam suatu pekerjaan tersebut.

c) Bagi Fakultas / Perguruan tinggi.

Penelitian ini dibuat oleh penulis sebagai bahan tambahan alternatif

materi kuliah agar lebih efektif dan efisien. Dalam memperkenalkan

mahasiswa dengan almamater perguruan tinggi terhadap dunia kerja.

Adapun memenuhi kurikulum program pendidikan di Fakultas Hukum.

E. Kerangka Teori

Ilmu Hukum merupakan ilmu yang unik. Ilmu yang tidak dapat

dirumuskan secara pasti sebagaimana ilmu esak, tidak dapat ditentukan secara

mutlak salah atau benarnya, serta tidak dapat dirangkum dalam sebuah teori yang

berlaku sepanjang masa. Ilmu hukum mempelajari dari banyak sudut pandang

dalam banyak cara. Oleh karena itu, tidak satu teori hukum yang dapat berdiri

sendiri tanpa bantuan teori hukum yang lain.

1. Teori Peranan Buruh


Menurut Syarif Arifin Buruh lahir dari pemikiran John Locke dalam

Second Treatise Of Government. Lock menyatakan, bahwa nilai yang

terkandung dalam suatu barang atau jasa yang berasal dari tenaga kerja itu

masuk kedalam proses pembuatannya. Pendapat ini kemudian dikembangkan

oleh David Ricardo dengan pendapatan nya yang dikenal sebagai teori nilai

tenaga kerja, yaitu harga satu barang atau jasa pada dasarnya ditentukan oleh

kualitas tenaga kerja yang dimasukan ke dalam proses produksi, walaupun

David mengakui, bahwa modal turut memiliki pengaruh pada suatu harga. Atas
14

dasar sumbangannya itulah yang maka seseorang berhak terhadap suatu

penghasilan19.

2. Teori Perlindungan Hukum


Menurut Abdul Khakim Bahwa hukum ketenagakerjaan harus menjaga

ketertiban, keamanan, dan keadilan bagi pihak-pihak yang terkait dalam proses

produksi, untuk mencapai suatu ketenangan bekerja dan kelangsungan

berusaha. Adapun pengalaman selama ini yang kerap kali terjadi kesewenang-

wenangan pengusaha terhadap pekerja/buruh. Untuk itu diperlukannya suatu

perlindungan hukum secara komprehensif dan kongkrit dari pemerintah 20.

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2003,

bahwa dalam suatu pembangunan ketenagakerjaan bertujuan ;

a) Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal

dan manusiawi ;

b) Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga

kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan

daerah

c) Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan

kesejahteraan ; dan

d) Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya

3. Teori Kepastian Hukum


Menurut Mochtar Kusumaatmadja dan Arif sidharta mengenai pandangan

yang terkait dengan tujuan dan fungsi hukum tersebut. Mochtar

Kusumaatmadja melakukan adanya pembedaan terkait fungsi dan tujuan

19
Syarif Arifin, ”Memetakan Gerakan Buruh Antologi Tulisan Perburuhan Mengenai
Fauzi Abdullah”, Kepik, Depok, 2012, hlm. 55-56
20
Abdul Khakim, ”Dasar – Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia”, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2009, hlm. 9-10
15

hukum. Menurutnya, keteraturan (kepastian) dan ketertiban, bukan lah tujuan

akhir dari hukum melainkan lebih baik disebut fungsi hukum, sedangkan

tujuan hukum tidak dapat dilepaskan dari tujuan akhir dari hidup

bermasyarakat yang tidak dapat dilepaskn dari tujuan akhir dari hidup

bermasyarakat yang tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai dan filsafah hidup

yang menjadi dasar hidup masyarakat itu, yang akhirnya bermuara pada

keadilan. Keadilan menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah sesuatu yang

sukar didefinisikan, akan tetapi dapat dirasakan dan merupakan unsur yang

tidak bisa tidak harus tidak dapat dan tidak mungkin dipisahkan dari hukum

dalam perangkat asas dan kaidah yang menjamin adanya keteraturan

(kepastian) dan ketertiban dalam masyarakat21. Sebagai tujuan akhir dari

hukum, menggambarkan sudut pandang filsafah hukum yang di gunakannya.

4. Teori Hubungan Kerja


Menurut Prof. Lalu Husni Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja

dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja. Dalam Pasal 1

angka 15 Undang-Undang Nonor 15 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

disebutkan, bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan

pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan,

upah, dan perintah. Dengan demikian jelaslah, bahwa hubungan kerja terjadi

karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh22.

Bahwa hubungan kerja sebagai bentuk hubungan hukum, lahir atau

tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha.

21
Mochtar Kusumaatmadja dan Bernard Arief Sidharta. “Pengantar Ilmu Hukum Suatu
Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum Buku 1”, Alumni, Bandung, 2013.
hlm 52 – 53
22
Lalu Husni, ”Pengantar Ilmu Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi”, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm 63
16

Perjanjian kerja yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan perjanjian

perburuhan atau kesepakatan kerja bersama (KKB) perjanjian kerja bersama

(PKB) yang ada, demikian halnya dengan suatu peraturan perusahaan,

substansinya tidak boleh bertentangan dengan KKB atau PKB. Atas dasar

itulah yang dalam pembahasan mengenai hubungan kerja, satu kesatuan yang

tidak dapat dipisahkan sebagai komponen hubungan industrial

Unsur-unsur Hubungan Kerja meliputi Pasal 1 angka 15 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, maka unsur hubungan kerja

terdiri atas para pihak sebagai subjek (pengusaha dan pekerja/buruh)

,perjanjian kerjabaik tertulis maupun tidak tertulis (lisan).

5. Teori Perjanjian
Menurut Dede Agus perjanjian kerja sebenarnya tidak dikenal dalam
KUHPerdata, yang ada ialah istilah perikatan atau verbintenis dan persetujuan
atau overreenkomst (pasal1233) di indonesia, istilah verbintenis diterjemahkan
dalam 3 arti, yaitu perikatan, perutangan, dan perjanjian. Istilah overrenkomst
diterjemahkan kedalam 2 (dua) arti, yaitu perjanjian dan persetujuan. Jika
menggunakan pasal 1313 KUHPerdata, batasan pengertian perjanjian adalah
suatu perbuatan dimana seseorang atau lebih mengikatkan diri pada orang lain
untuk melaksanakan suatu hal. Adapun juga selain dari pada pasal 1313 yaitu
pasal 1320 Syarat-syarat sahnya perjanjian kerja dalam KUHPerdata yaitu
sebagai berikut :
Ketentuan pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian
pada prinsipnya tetap menjadi pedoman umum bagi syarat-syarat sahnya
perjanjian kerja, dan pedoman khususnya diatur oleh Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Secara materil perjanjian kerja
dibuat atas dasar ;
a. yang membuatnya Kesepakatan kedua belah pihak ;

b. Kemampuan atau cakap melakukan perbuatan hukum;


17

c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan;

d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketentuan


perundang-undangan yang berlaku.23

F. Metode Penelitian

Adapun metode pencarian data yang dilakukan untuk melengkapi

penyusunan kerja saya di PT. MESCO SARANA NUSANTARA sebagai berikut

1) Penelitian Perpustakaan

Suatu cara untuk dapat memperoleh suatu data dengan cara menelusuri

kepustakaan dan tinjauan Undang-Undang yang terkait. Dengan adanya

Studi dalam penelitian dengan cara yang digunakan, penulis melakukan

suatu kontrol serta menegaskan kerangka teoritis yang menjadi landasan

pemikiran penulis.

2) Penelitian Lapang Tempat Bekerja

Dalam penelitian di tempat dimana saya bekerja perlu dilakukan untuk

mempelajari secara intensif tentang latar belakang objek yang di telit.

Metode yang akan dilakukan dengan cara :

A. Metode Partisipatif Suatu cara untuk dapat memperoleh data dengan

mengikiut sertakan dan terlibat secara langsung dalam kegiatan yang

akan dilakukan oleh lembaga dimana tempat saya bekerja.

B. Metode Observasi Suatu cara untuk dapat memperoleh pengumpulan

data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu objek


23
Dede Agus,“Kedudukan Perjanjian Kerja Terhadap Perjanjian Kerja Bersama Dalam
Hubungan Kerja “.yustisia, edisi 81. September – Desember 2010. hlm. 90
18

tertentu dengan jalan ikut serta aktif melihat, mengamati dan juga

melaksanakan kegiatan yang terjadi pada tempat saya bekerja dan

pencatatan secara sistematis terhadap objek yang diteliti.

C. Metode Wawancara Suatu cara untuk dapat pengumpulan data

dengan mengadakan wawancara langsung pada pihak terkait

(Informan kunci sumber informasi) yang terdapat dalam tempat saya

bekerja, yang dianggap dapat memberikan penjelasan sehubungan

dengan objek yang diteliti atau masalah yang akan dibahas

G. Sistematika Penulisan

Untuk memahami lebih jelas, maka materi-materi yang tertera pada laporan

skripsi ini akan dikelompokan menjadi beberapa sub bab dengan sistematika

dalam penyampaian sebagai berikut :

BAB 1. Pendahuluan.

Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II. Tinjauan Umum Pelaksaan Kontrak Kerja.

Bab ini berisikan tinjauan umum perjanjian, syarat sah perjanjian, unsur

– unsur perjanjian kerja, jenis – jenis perjanjian kerja, perjanjian kerja

untuk waktu tertentu, perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.

BAB III Keabsahan Perjanjian Antar Perusahaan Dan Pelaksanaan Kontrak

Dalam Waktu Tertentu Di PT. Mesco Sarana Nusantara


19

Bab ini berisikan pelaksanaan perjanjian antar perusahaan, syarat

pekerjaan yang diserahkan kepada pihak lain, mekanisme pembuatan

perjanjian kerja waktu tertentu didalam perusahaan, pelaporan adanya

pekerjaan, hak kewajiban pekerja/buruh dan hak kewajiban perusahaan,

bentuk dan isi perjanjian, wawancara pimpinan perusahaan.

BAB VI Analisis Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Antara PT. Mesco

Sarana Nusantara Dengan Pekerja/Buruh Di Tinjau Dari Undang –

Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Bab ini berisikan tentang kasus posisi, analisa terhadap penyalah gunaan

status kontrak, adanya perselisihan status pekerja kontrak yang berkaitan

dengan perjanjian kerja waktu tertentu, penyelesaian masalah antara

pekrja dengan pihak perusahaan.

BAB V Penutup

A. Kesimpulan

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai