Anda di halaman 1dari 3

Hijrahnya Nabi ke Kota Thaif

Pada tahun ke 10 dari masa kenabiannya, beliau ditinggalkan oleh dua orang yang sangat berarti
dalam hidupnya yaitu Abu Thalib dan Siti Khadijah. Merekalah yang selalu mendukung perjalanan
dakwahnya, selalu menjadi pelindung ketika beliau diperlakukan kejam oleh kaum Quraisy. Sehingga
beliau sendiri menyebut tahun itu dengan nama Amul Huzn atau tahun dukacita. Nabi Muhammad juga
manusia biasa, beliau sangat sedih ketika ditinggal wafat oleh mereka. Tidak ada kepedihan dan
kesedihan yang lebih besar yang beliau rasakan selama menjadi rasul kecuali pada saat itu.
Kaum Quraisy yang menyadari bahwa tidak ada lagi yang melindungi Nabi, mereka memanfaatkan
kesedihan Nabi dengan terus menerus mencela, menghina dan melakukan  perbuatan yang
menyakitkan. Oleh sebab itu, teringatlah oleh beliau bahwa di kota Thaif ada seseorang   yang masih
termasuk keluarga dekat beliau dari keturunan Tsaqif. Mereka adalah Kinanah, Mas'ud, dan Habib.
Ketiganya adalah anak dari Amr bin umair bin Auf ats-Tsaqafi dan masing-masing memegang kekuasaan
di kota Thaif. Nabi berharap jika beliau bertemu mereka, mereka akan mengikuti Nabi dan memberi
bantuan untuk kepentingan penyiaran islam di kota Mekkah. Tanpa berpikir panjang, Nabi berangkat ke
Thaif secara diam-diam bersama Zaid bin Haritsah (bekas budak Khadijah yang telah diangkat sebagai
anak beliau) dengan berjalan kaki.
Namun harapan Nabi tidak sesuai dengan kenyataan. Setelah mendengar seruannya, seketika itu
juga mereka marah mencaci maki sampai mengusir Nabi. Nabi pun berkata, "Jikalau kamu tidak sudi
menerima kedatanganku ke sini, tidak mengapa. Tetapi janganlah kedatanganku kemari disiarkan
kepada penduduk kota ini."  Namun ketika nabi keluar dari rumah mereka, mereka memerintah kepada
penduduk agar keluarga, anak-anak dan budak-budak mereka keluar rumah untuk berkumpul dan
berbaris di sekeliling jalan yang dilalui oleh Nabi, dan dengan serentak mereka berteriak-teriak mencaci
maki, mencerca, menghina, mendustakan, dan mengancam sambil melemparkan batu, kerikil, dan pasir
kepada Nabi. Lemparan batu diarahkan ke kaki Nabi, kedua kaki beliau luka dan mengeluarkan darah.
Meskipun Nabi dalam keadaan terluka, mereka tetap melakukan perbuatan yang kejam, hingga beliau
terpaksa berjalan dengan merangkak karena menahan sakit. Melihat beliau telah berjalan dengan
terseok-seok dan merangkak, mereka lalu mengejek, menertawakan, dan mencaci maki dengan
perkataan-perkataan yang kasar serta keji. Adapun kepala Zaid bin Haritsah ketika itu luka parah dan
mengucurkan darah karena terkena lemparan batu.
Nabi dan Zaid berteduh di sebuah kebun sekedar melepas lelah dan mengeringkan luka yang
bercucuran. Ketika beristirahat di kebun itu ada perasaan tidak enak dalam hati Nabi karena kebun itu
milik Utbah bin Rabi'ah dan Syaibah ibn Rabi'ah, keduanya termasuk orang yang memusuhi beliau di
kota Mekkah. Pada waktu itu, kedua orang itu sedang berada di kebun dan telah melihat bahwa Nabi
sedang berada di balik pagar kebunnya. Seketika itu, Nabi menengadah ke atas mengadukan kepedihan
dan kesengsaraan yang dideritanya kepada Allah sambil berdoa dan menyerahkan diri kepada-Nya, "Ya
Allah, Engkaulah yang memelihara orang-orang yang dipandang lemah, yang tertindas, dan Engkaulah
Tuhanku kepada siapa Engkau akan menyerahkan aku apakah kepada musuh yang jauh yang  sangat
benci kepadaku ataukah kepada kawan yang dekat yang telah Engkau beri kekuasaan mengurusku?
Jikalau Engkau tidak murka kepadaku maka tidaklah  mengapa, aku tidak perduli, melainkan kemurahan
Engkau lebih lapang kepadaku itulah yang aku harapkan. Aku berlindung kepadamu agar Engkau tidak
menjatuhkan kemarahan-Mu kepadaku atau menurunkan kemurkaan-Mu kepadaku, dan kepada
Engkaulah semua kecelaan (aku serahkan), semoga Engkau ridho, dan tidak ada daya upaya dan
kekuatan melainkan dengan pertolongan Engkau!" (HR Imam ath-Thabarani dari Abdulah bin Ja'far).
Utbah dan Syaibah terus memperhatikan gerak-gerik Nabi dan Zaid. Mereka pun tahu jika
keduanya sedang terluka karena terlihat ada luka yang bercucuran. Merasa kasihan melihatnya maka
mereka memerintah seorang yang bertugas menjaga kebun bernama Addas supaya menyerahkan
sepiring anggur kepada Nabi. Anggur itu diterima Nabi dengan baik dan segera dimakannya. Ketika
hendak memakannya, beliau membaca bismillah. Sebagian anggur diberikan kepada Zaid yang juga
membaca bismillah. Addas selalu memperhatikan gerak-gerik Nabi. Dari jauh, Utbah dan Syaibah
memperhatikan juga. Sesudah Nabi dan Zaid memakan buah anggur tadi, Addas lalu bertanya kepada
Nabi tentang kalimat yang dibaca oleh beliau ketika akan makan. Nabi membaca lagi dengan bacaan
yang agak keras dan Addas mendengarkannya  sungguh-sungguh. Addas lalu berkata, "Demi Allah!
Sesungguhnya, perkataan ini tidak akan ada yang mengatakannya bagi penduduk negeri ini." Nabi lalu
bertanya, "Dari manakah Engkau berasal dan apa agamamu?" Addas menjawab, "Saya berasal dari ahli
Nainawi dan saya seorang pengikut agama Nasrani." Nabi berkata, "Dari negerinya seorang laki-laki yang
baik, Yunus bin Mata?" Addas menjawab, "Dari mana engkau mengenal Yunus bin Mata? Karena
sesungguhnya demi Allah, aku telah keluar dari negeri Nainawi dan tidak ada di negeri itu sepuluh orang
saja yang mengenal Mata. Dari mana engkau mengenal Ibnu Mata, padahal engkau seorang yang ummi
dan hidup di dalam umat yang ummi, bukan?" Nabi menjawab dengan tegas, "Dia saudaraku, ia adalah
seorang nabi dan aku ini nabi yang ummi. Allah yang memberitahukan kepadaku tentang beritanya."
Kemudian, Nabi dengan tenang dan dengan suara yang lantang membaca beberapa ayat Al-Qur'an yang
di dalamnya menceritakan riwayat Nabi Yunus. Sesudah Addas mendengar cerita Nabi Yunus dari ayat-
ayat Al-Qur'an, ia mendekati Nabi dan mencium kepala, tangan, dan kaki beliau. Saat itu juga, Addas
masuk Islam. Kedua majikan Addas (Utbah dan Syaibah) yang memperhatikannya dari jauh menjadi
sangat heran melihat Addas masuk Islam. Setelah Addas kembali, mereka menegurnya, "Mengapa kamu
tertarik kepada agama orang itu? Bukankah agamamu lebih baik daripada agamanya?" Teguran
majikannya tidak dijawab oleh Addas karena ia menerima seruan Islam dengan penuh kesadaran.
Baru saja akan melanjutkan perjalanan pulang ke Mekkah, Nabi dikejutkan oleh malaikat Jibril
diiringi malaikat penjaga gunung. Lalu malaikat Jibril berkata, "Ya Rasulullah, sungguh Allah mendengar
perkataan kaum itu kepadamu dan penolakan mereka. Dia mengutus malaikat penjaga gunung supaya
engkau meminta apa yang engkau kehendaki terhadap mereka?" Kemudian malaikat penjaga gunung
berkata, "Ya Rasulullah, Sungguh Dia telah mengutusku kepadamu supaya engkau perintahkan 
kepadaku apa yang kau kehendaki? Jika engkau mau supaya melipatkan kedua gunung yang besar ini di
atas mereka, tentulah kukerjakan." Dua gunung itu ialah Gunung Abu Qubais dan Gunung Qa'aiqa'an,
yang keduanya berhadapan dan terletak di kota Mekah dan Thaif. Nabi menjawab, "Tidak! Bahkan saya
berharap mudah-mudahan Allah memberikan kepada mereka keturunan  yang menyembah kepada
AIIah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun." Malaikat Jibril berkata, "Sesungguhnya
AIIah telah memerintahkan supaya aku menuruti keinginanmu terhadap kaummu karena perbuatan
mereka kepadamu!" Nabi menjawabnya dengan berdoa lagi  "AIIah! Engkau tunjukkanlah (jalan yang
lurus) kepada kaumku karena sesungguhnya mereka  tidak mengerti." Kedua malaikat itu berkata "Telah
benarlah Tuhan yang telah menamakan  dirimu pengasih serta penyayang."
Dalam perjalanan kembali dari Thaif, Nabi dan Zaid istirahat sejenak di dusun Bathnu Nakhlah
(antara Mekkah dan Thaif). Saat itu sudah larut malam sehingga Nabi dan Zaid melakukan shalat malam.
Ketika membacakan ayat-ayat Al-Quran ada serombongan pimpinan jin dari golongan Nashibin lewat di
tempat itu. Mereka diam-diam mendengarkannya dan mulai tertarik. Sesudah itu mereka menceritakan
apa yang telah didengarkannya kepada pengikutnya. Akhirnya mereka yang dalam suatu riwayat ada
300 orang datang berduyun-duyun ke kota Mekkah untuk bertemu Nabi dan mengikuti beliau.
Sementara Nabi tidak tahu ada golongan dari bangsa jin yang tertarik dan ingin mengikutinya, Nabi tahu
saat turun kepadanya Q.S Al-Ahqaf ayat 29-32.
Sepulangnya ke Mekkah Nabi dilindungi oleh Muth'im bin Adi yang masih termasuk kaum Quraisy,
itu karena Abdullah bin Uriqith yang juga merupakan kenalan Nabi ingin membantu untuk mencarikan
pelindung selama Nabi di Mekkah. Maka setelah pulang dari Thaif Nabi tinggal dengan aman tanpa
gangguan apapun.

Referensi : Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Saw. Jilid 1 karya K.H Moenawar Chalil

Ditulis oleh Tiara Aulia F

Anda mungkin juga menyukai